Anda di halaman 1dari 71

Explore

Upload Go Pro Login Signup Share Email Embed Like Save

Askep gangguan berbicara


Askep gangguan berbicara Document Transcript

1. TUGAS: KMB II DOSEN: MUSRIANI S.KeP Ns ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM WICARA DISATRIA ,A PARAU DAN AFASIA OLEHKELOMPOK IV 1.LISNA WATI 2.TITIHUSNIATI 3.NURVITRI HANDAYANI 4.FIFI YANTI 5.DEWI YATI YULIANA 6.LD MAHMUD 7.FANDI AKLIM MANGKARSI 8.LD PARIAMLIN 9.ALHAFID 10. JASRIN AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN MUNA 2012 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat merampungkan pembuatan makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM WICARA DISATRIA PARAU DAN AFASIA Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah mendukung dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan askep ini masih

terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan penyusun, maka penyusun dengan senang hati menerima kritikan serta saran saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini ini. Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswa D-III Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna. Akhir kata, melalui kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan banyak terima kasih. Raha, februari 2012 penyusun 3. BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syarafsyaraf,danotak.Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak. Bahasa juga merupakan alat untuk menginterpretasikan dan mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kemauan dari seseorang kepada orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahasa merupakan kemampuan bahasa, pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Afasia adalah hilangnya kemampuan penggunaan bahasa karena cedera pada area bahasa di otak. Kelainan ini tidak termasuk kelainan karena defisit fungsi-fungsi sensorik, intelektual, atau psikiatrik, juga bukan kelemahan otot. Bagian otak yang rusak ini adalah lobus temporalis sebelah kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kedua area ini mengatur penggunaan bahasa seseorang. Kerusakan pada area-area tersebut dapat terjadi karena cedera kepala, tumor, stroke, atau infeksi. Area bahasa ini mengatur penggunaan bahasa secara umum, seperti: 1. Berbicara 2. Menyimak 3. Menulis 4. Membaca Kejadian paling sering pada afasia adalah karena kerusakan/lesi pada pusat bahasa di otak, seperti area Broca. Area ini terletak pada hemisfer kiri atau bagian otak kiri. Namun ada 4. pula orang yang mengalami gangguan pada bagian otak kanan, walaupun jarang sekali ditemukan. Prognosis dari afasia sangat beragam, tergantung pada usia pasien, lokasi dan luas lesi/kerusakan, dan jenis afasia. Tentunya semakin sempit luas lesinya, prognosisnya akan semakin baik. Untuk membantu menentukan prognosis, diperlukan metode diagnosa yang baik, yaitu dapat dilakukan dengan screening. B.TUJUAN 1.Merealisasikan tugas yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan 2.Tujuan dari penulisan askep ini adalah untuk mengetahui proses keperawatan pada penyakit tersebut C.Rumusan masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas pada kesempatan ini yaitu mengenai penyakit Gangguan system wicara disatria , parau dan afasia yang menyangkut mengenai konsep penyakit dan konsep askep. 5. BAB II PEMBAHASAN A.KONSEP PENYAKIT A.DISATRIA 1.PENGERTIAN Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera neuromuscular, gangguan bicara ini diakibatkan luka pada system saraf, yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa otot yang diperlukan untuk berbicara. (Rheni DharmaPerwira,2000.5.) Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukansuarapengucapan. Disartria adalah suatu jenis kelainan bicara khususnya pada kelainan artikulasi yang berdampak pada kejelasan produksi bunyi bicara, pada umumnya dikarenakan adanya gangguan atau kelainan pada susunan saraf pusat, dan biasanya berdampak pula pada gerakan -gerakan

motorik ( motorik kasar ataupun halus ) sesuai dengan tingkat atau derajat keparahan/kerusakan yang terjadi. 2.ETIOLOGI Disartia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Disartria dapat juga disebabkan oleh penyakit serebellum, karena kehilangan koordinasi yang menyebabkan bicara pelo dan sering berbicara eksplosif, atau bicaranya dengan kalimat kalimat terpenggal penggal yang disebut scanning speech. 2. Kerusakan otak (Kelainan neuromuscular, Kelainan sensorimotor, Palsi serebral, Kelainan persepsi) 3. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident (CVA) ) (stroke) Karena trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat. 6. 4. Gangguan Biokimia Pembuatan neurotransmitor tidak cukup atau neutransmitor terlalu cepat dihanyutkan sehingga penyampaian rangsangan terganggu. Penyakit Myasthenia gravis misalnya diakibatkan diakibatkan kurangnya asetikolin sehingga otototot cepat capai. Penyakit Parkinson disebabkan kekurangan produksi dopamine. 5. Trauma Karena jatuh, pukulan atau luka sebagian dari sistem saraf rusak. 6. Neoplasma (tumor) ,Sebuah tumor ini membuat tekanan pada sebagian sistem saraf. 7. Keracunan, dapat disebabkan racun alkohol (penyakit Korsakow) atau obat. 8. Radang di otak (ensefalitis), di saraf (neuritis) atau di otot (miositis). 9. Sistem saraf diserang virus (misalnya poliomyelitis) atau prion (penyakit Creutzfeldt-Jacob) 10. Degenerasi progresif Semakin banyak bagian sistem saraf terkena. Penyebab bisa keturunan, seperti misalnya distrofia otot keturunan, penyakit Huntington atau penyakit Wilson. Pada penyakit Wilson terdapat kekurangan putih telur pengikat tembaga, yang mengakibatkan tembaga terendap di striatum dan di hati. Pada penyakit Multiple Sclerose, oleh karena reaksi otoimun, terjadi peningkatan demielinisasi (pemecahan lapis pelindung mielin akson). 11. Kelainan Kongenital Sejak kelahiran sedah terdapat kerusakan di sistem saraf sentral, yang menyebabkan bicara tidak berkembang dengan baik. (Reni Dharma Perwira-Prins, 2000. 13.) 12. Faktor Lingkungan a. Sosial Ekonomi Rendah Seseorang dengan keluarga social ekonmi rendah akan mengalami keterlambatan dalam berbahasa karena fasilitas berbahasa dan pendidikan yang rendah pula dari orang tua. b. Faktor Psikososial Antara lain, stimulasi motivasi belajar, kualitas interaksi anak dan orang tua. c. Faktor Keluarga dan Adat Iatiadat Antara lain, pekerjaan keluarga, pendidikan, jumlah saudara, jenis kelamin, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat istiadat. 7. 3.MANIFESTASI KLINIS Cara berbicara yang lemah dan gemetar Lidah sukar dikeluarkan dan umumnya kaku untuk digerakan Otot otot bicara terganggu 4.PATOFISIOLOGI Korteks serebri yang terdapat pada otak besar (serebrum)terdapat area yang dikenal dengan area brodman sebagai area bicara broca.dimana area ini bertanggung jawab atas pelaksanaanmotorik bicara.apabila lesi terjadi pada hemisfer dominan , maka kerusakan pada area ini akan menyebabkan kesulitan dalam artikulasi pada waktu bicara, sehingga otot wicara susah untuk digerakan . Disartria Artikulasi atau berbicara harus dibedakan dari fungsi berbahaya yang lebih tinggi dan gangguangangguannya disfasia. Artikulasi normal tergantung dari , koordinasi laring, faring, lidah, bibir, dan respirasi oleh jaras kortikobulbar, bulbar, serebelar, dan ekstrapiramidal. Selain menilai percakapan pasien, harus dilakukan tes mengulang frase-frase yang agak sulit (Inggris: baby hippopotamus, West Register Street, British Constitution). Lesi pada bagian spesifik yang mengontrol jaras saraf dapat menyebabkan abnormalitas yang khasseperti: Paralisis Lesi serebelum bicara tidak jelas, dengan pola stakato atau skrining ireguler, palatum bicara sengau (seperti bicara lewat hidung), Lesi

ekstrapiramidal bicara dengan nada monoton dan lemah,Kerusakan kortikobul barbilateral Wicara lambat,menggerutu,spastik.lingkungan,kerusakan,emosi: dari poin di atas akan menyebabkan gangguan bicara,gangguan bicara akan menyebabkan 1. keluarga : cemas,kurang pengetahuan,koping keluarga tdk efektif. 2. hubungan sosial : gangguan komunikasi verbal,gangguan bermain, isos,interaksi sosial. 3. perkembangan akan menjadi intelegensia sehingga produktifitas akam menurun dan menyebabkan resiko ketergantungan 8. 5.TANDA DAN GEJALA Karakteristik Disatria: a. Ketidaktepatan artikulasi b. Kekacauan wicara c. Kekacauan fonem d. Durasi vokal yang pendek e. Perpanjangan pada fonem f. Rata-rata bicara yang lambat g. Cepat atau tersentak-tersentak h. Ketidaktepatan penjedahan i. Tidak dapat dipahami j. Artikulasi buruk/tidak jelas k. Susunan kata tidak tepat l. Artikulasi lebih sedikit pada konteks bicara dibandingkan pada satu kata m. Alat artikulasi yang kurang kuat dan kurang terkontrol n. Satu nada, nada dan kenyaringan sering tidak terkontrol dan tidak jelas o. Suara parau, kasar/keras, breathiness, dan hipernasalitas p. Kehilangan pendengaran q. Masalah pertumbuhan 6.KOMPLIKASI Disartria tidak memiliki komplikasi, melainkan disartria merupakan komplikasi dari beberapa penyakit syaraf, diantaranya ; stroke, myasthenia gravis, parkinson. 7.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.BERA(BrainstemEvokedResponseAudiometry) merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik. 9. 2.Pemeriksaanaudiometric Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anakanak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometri: a. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak. b. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 34 tahun bila anak cukup kooperatif. c. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan seharihari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar(hearingaid). d.Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus. 3.CTscankepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang abnormal. 4.Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrana timpani dan system osikular. Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan IQ gabungan 5.EEG 6. EMG 10. 8. PENATALAKSANAAN MEDIS 1.Latihanbicaradenganbaik. 2. Pada anak dapat dilakukan Logopedi (terapi bicara)

11. B.KONSEP ASKEP 1.pengkajian a.biodata Identitas Klien Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Alamat : Identitas penanggung Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Hub. Dengan Klien : Alamat : 12. b.Riwayat Penyakit sekarang - Keluhan utama : kekakuan berbicara - Riwyat Keluhan utama: P : kekakuan berbicara Q :- R : mulut bagian dalam S :- T : Pada Saat beraktivitas c.pemeriksaan fisik Integritas ego: Gejala : - sulit untuk mengekspresikan diri nya Kecemasan keluarga Tanda: -Perasaan malu Neuro sensiri Gejala:- sulit untuk mengungkapkan kata - kata Tanda: - lidah sulit dikeluarkan dan kaku untuk digerakan Cara bicara yang lemah dan gemetar Interaksi sosial Gejala:- kesulitan dalam berkomunikasi Tanda:- menarik diri Penyuluhan dan pembelajaran13. Tanda:- keluarga sering menyatakan tentang kondisi klien d. klasifikasi data Data subyektif -Keluarga mengatakan klien sulit untuk mengekspresikan diri - Keluarga mengatakan cemas dengan keadaan klien - Keluarga mengatakan klien sulit untuk mengungkapkan kata - kata Data obyektif - Nampak klien merasa malu - Lidah sulit dikeluarkan dan kaku untuk digerakan - Cara bicara yang lemah dan gemetar - Menarik diri - Keluarga sering mengatakan tentang kondisi klien e. analisa data Problem Gangguan komunikasi verbal Etiologi strok symtom DS; Suplai darah keotak terganggu kesulitan dalam berkomunikasi - Keluarga mengatakan kesulitan Penurunan fungsi pada korteks dalam mengungkapkan kata kata serebri dan area brodmen Keluarga mengatakan klien D0; - Nampak cara bicara klien 14. Motorik wicara terganggu lemah dan gemetar - Nampak lidah klien sulit untuk dikeluarkan dan kaku Gangguan komunikasi verbal Gangguan harga diri Gangguan pada otot bicara digerakan DS: Kesulitan dalam berkomunikasi sulit untuk mengekspresikan Gangguan harga diri Keluarga mengatakan klien dirinya DO; Anisetas keluarga Kurang terpajan informasi Nampak klien merasa malu Nampak klien menarik diri DS: Keluarga mengatan cemas dengan keadaan klien Kurang pengetahuan ansietas DO: Keluarga sering menanyakan keadaan klien 15. B.DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi pada korteks serebri dan area brodman ditandai dengan : DS: - Keluarga mengatakan klien kesulitan dalam berkomunikasi - Keluarga mengatakan klien kesulitan dalam mengungkapkan kata - kata DO: - Nampak cara bicara klien lemah dan gemetar Nampak lidah klien sulit dikeluarkan dan kaku digerakan Gangguan harga diri berhubungan dengan kesulitan dalam berkomunikasiditandai dengan : DS: Keluarga mengatakan klien susah untuk mengekspresikan dirinya DO: - Nampak klien merasa - Nampak klien menarik diri Anisetas berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai dengan DS: - Keluarga mengatakan cemas dengan keadaan klien DO: - Keluarga sering menanyakan keadaan klien 16. Prioritas masalah - Gangguan komunikasi verbal - Gangguan citra diri - ansietas C PERENCANAAN NO DX 1 TUJUAN INTERVENSI 1.jelaskan efek gangguan TUPAN: Setelah diberikan tindakan bicara keperawatan selama 7 hari gangguan komunikasi RASIONAL 1.pengertian dapatmeningkatkan kepatuhan pada latihan perbaikan suara verbal teratasi 2.lakukan latihan untuk TUPEN: memperbaiki variasi suara 2. latihan ini meningkatkan kejelasan suara Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 4 hari 3.lakukan latihan lidah Gangguan komunikasi 3.latihan ini menguatkan lidah dan

meningkatkan verbal membaik dengan retan artikulasi criteria : - klien mulai berkomunikasi dengan baik - klien mulai bias mengeluarkan kata- kata - otot bicara mulai dapat digerakan 4.jelaskan keuntungan latihan perbaikan bicara 4.latihan setiap hari membantu memperbaiki kebersihan muscular bicara dan meningkatkan kecepatan volume dan artikulasi 17. 2 TUPAN: 1.anjurkan klien untuk 1.dapat mengetahui Setelah diberikan tindakan mengekspresikan perasaan yang dirasakan keperawatan selama 6 hari perasaanya oleh klien sehingga gangguan harga diri memudahkan dalam teratasi perawatan TUPEN: 2.beri dukungan terhadap 2.dapat meningkatkan Setelah diberikan tindakan setiap perilaku yang minat atau partisipasi keperawatan selama 3 hari ditunjukan oleh klien klien dalam segala hal Harga diri klien mulai termasuk dalam kegiatan membaik dengan criteria: rehabilitasi - klien tidak mulai 3.anjurkan keluarga klien 3.dapat meningkatkan rasa lagi - untuk meningkatkan percaya diri dan klien mulai bias perhatian kepada klien mencegah terjadinya mengekspresikan perilaku merusak diri dirinya 3 TUPAN: Setelah diberikan tindakan 1.observasi tingkat kecemasan keluarga keperawatan selama 2 hari 1.sebagai dasar untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya Ansietas hilang 2.beri kesempatan pada 2. membuat keluarga lebih TUPEN; keluarga untuk memahami tentang Setelah diberikan tindakan mendiskusikan penyakit kondisi klien keperawatan selama 1hari klien Ansietas berkurang dengan criteria: - kecemasan keluarga berkurang - 3.beri penjelasan tentang penyakit klien pada keluarga 3. menambah pengetahuan keluarga sehingga mengurangi ansietas 18. 2.A PARAU A.KONSEP PENYAKIT 1.PENGERTIAN Suara parau merupakan gejala yang disebabkan kelainan dari pita suara.suara parau merupakan suara yang digambarkan oleh penderita sebai suara yang kasar atau suara yang susah keluar dan suara dengan nada rendah yang biasa atau normal . Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang menyebabkan perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak suara (laring). 2.ETIOLOGI Penyebab suara parau bermacam macam yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebap ini dapat berupa peradangan akibat infasi bakteri , tumor(neoplasma), paralisis otot nyaring , kelainan laring seperti sikatris akibat operasi .suara parau dapat juga disebabkan oleh pemakaian suara yang berlebihan dan sangat nyaring 4.PATOFISIOLOGI Suara parau terjadi dimana pertemuan kedua pita suara yang normal sewaktu fonasi terganggu oleh adanya udema akibat peradangan laring .saat akan mengeluarkan suara , pita suara bergerak secara terpisah mengalami ketegangan . akibat proses peradangan tersebut pada laring maka terjadi lesi pada saraf . bila hal ini tidak dapat di atasi maka pita suara menjadi lumpuh , dimana pita suara menjauhi garis tengah sehingga menimbulkan celah di antara kedua pita suara yang menyebabkan kompresi pita suara yang tidak sehat. 5.KOMPLIKAS Dapat terjadi kelumpuhan pita suara 19. 6.TANDA DAN GEJALA Gejala awalnya dapat berupa batuk batuk sesak napas disertai dengan demam kemudian suara menjadi parau bahkan bias sampai tidak bersuara sama sekali ,dapat juga muncul gejala nyeri saat menelan 7.PENATALAKSANAAN

MEDIK a.pemeriksaan laboratorium klinik b.radiologik c.patologi anatomic d. laring diperiksa dengan menggunakan kaca laring 20. 2.KONSEP ASKEP 1.PENGKAJIAN A.Biodata Identitas Klien Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Alamat : Identitas penanggung Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Hub. Dengan Klien : Alamat : 21. B..Riwayat Penyakit sekarang - Keluhan utama : nyeri - P : nyeri - Q : seperti ditusuk-tusuk - R : mulut - S : 3 (0-5) - T : Pada Saat menelan C.Pemeriksaan fisik Nyeri /kenyamanan Gejala; - Sakit saat menelan Tanda; - Meringis -Udema laring -Gelisah cemas pernapasan gejala:- sesak nafas -batuk tanda: - frekuensi nafas meningkat metabolisme tubuh gejala:- badan terasa panas -banyak keringat tanda: - suhu tubuh meni -keadaan umum lemah penyuluhan / pembelajaran22. gejala: - tidak mengetahui proses penyakitnya tanda: klien sering menanyakan penyakitnya D.klasifikasi data data subyektif: - sesak nafas batuk - badan terasa panas - Banyak keringat sakit saat menelan Tidak mengetahui proses penyakitnya Data obyektif - Meringis - Udema laring - Gelisah - Cemas Frekuensi nafas meningkat - Suhu tubuh meningkat - Keadaan umum lemah - Klien sering menanyakan penyakitnya 23. E.ANALISA DATA PROBLEM ETIOLOGI Pola nafas tidak efektif Infaksi bakteri SYMTOM DS: - Peradangan pada laring Klien mengeluh sesak nafas - Klien mengeluh batuk batuk Udema laring Adanya sumbatan pada DO: laring - Dispneu Frekuensi nafas meningkat Pola nafas tidak efektif Nyeri Infaksi bakteri DS: Peradangan pada laring Klien mengeluh saat sakit menelan Udema Do: - Merangsang mediator kimia meringis saat menelan mengeluarkan prostat glandin Inpuls dihantarkan kepusat nyeri di thalamus korteks serebri Nyeri di presepsikan Klien Nampak makanan - Terdapat ydema pada laring 24. hipertermia Infasi bakteri DS: - Peradangan pada laring Klien mengeluh badanya terasa panas - Klienmengeluh Merangsang keringatnya susunansaraf otonom banyak yang keluar dihipotalamus yang mengatur suhu Hipertermia DO: Suhu tubuh meningkat Kurang terpajan informasi Keadaan umum lemah - Ansietas - Gelisah DS: Kurang pengetahuan - Klien mengeluh cemas Dengan keadaanya Stress psikologi ansietas Klien mengatakan tidak mengetahui tentang proses penyakitnya DO: - Espresi wajah Nampak tegang - Klien menanyakan penyakitnya sering tentang 25. B.DIAGNOSA KEPERAWATAN Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sumbatan pada laring ditandai dengan : DS: - klien mengeluh sesak nafas - klien mengeluh batuk batuk DO: Keadaan umum lemah Frekuensi nafas meningkat Nyeri berhubungan dengan udema ditandai dengan ; DS: - Klien mengeluh sakit saat menelan DO; - klien Nampak meringis saat menelan makanan - Terdapat udema pada laring Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada laring ditandai dengan : DS: - Klien mengeluh badanya terasa panas - Klien mengeluh keringatnya banyak yang keluar DO: Suhu tubuh meningkat Keadaan umum lemah Gelisah Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ditandai dengan : DS: - Klien mengeluh cemas dengan keadaanya - Klien mengatakan tidak mengetahui tentang proses penyakitnya 26. DO: - Ekspresi wajah Nampak tegang - Klien sering menayakan tentang penyakitnya C.PRIORITAS MASALAH - Pola nafas tidak efektif - Nyeri - Hipertermi - Ansietas

PERENCANAAN NO.DX TUJUAN 1 INTERVENSI TUPAN: 1. Obserfasi pola nafas Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 6 hari pola nafas kembali efektif TUPEN: Setelah diberi tindakan nafas berangsur membaik dengan criteria: - 2. Atur posisi klien senyaman mungkin 3. Beri oksigen yang keperawatan selama3 hari pola klien Klien tidak mengeluh dilembabkan 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman 5. Beri minum banyak pada klien RASIONAL 1.sebagai dasar menentukan rencana tindakan selanjutnya 2. dapat meningkatkan ekspansi paru dalam menerima oksigen sehingga mengurangi sesak 3 oksigen yang dilembabkan dapat sesak nafas - mencegah iritasi yang Klien tidak mengeluh berlebihan pada laring batuk 4.dapat mengurangi kepengapan sehingga pola pernapasan lebih baik 5 dapat melonggarkan pernafasan 27. 2 1. Observasi tanda TUPAN; Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 4 hari Nyeri hilang 2. Beri makanan dalam bentuk lunak TUPEN: 3. Kolaborasi dalam Setelah diberi tindakan keperawatan selama 2 hari Nyeri tanda vital berkurang dengan criteria : pemberian obat analgetik 4. Anjurkan klien 1. Sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya 2. Makan yang lunak atau cair dapat mengurangi rasa Klien tidak mengeluh makanan dalam nyeri pada klien nyeri saat menelan bentuk padat atau saat menelan makanan - untuk tidak makan keras 3. Dapat menekan pusat nyeri 4. Makanan yang keras dapat menambah rasa nyeri saat menelan 3 TUPAN; 1. Obserfasi TTV 1.sebagai dasar Setelah diberikan tindakan 2. Beri kompres hangat menentukan rencana keperawatan selama 4 harI hipertermi teratasi pada klien 3. Kolaborasi dalam tindakan selanjutnya 2.dapat terjadi TUPEN ; pemberian obat anti kompensasi sehingga Setelah diberikan tindakan piretik dapat menurunkan keperawatan selama 2 hari panas tubuh Suhu 3.dapat menurunkan badan berangsur normal dengan criteria ; panas tubuh dan Keringat berkurang meningkatkan - Suhu badan normal penyembuhan 28. 4. TUPAN; 1. Sebagai dasar Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 harI Ansietas hilang 1. Obserfasi tingkat kecemasan klien 2. Beri penjelasan untuk menentukan tindakan TUPEN ; tentang proses selanjutnya Setelah diberikan tindakan penyakit klien 2. Menambah keperawatan selama 2 hari 3. Beri kesempatan pengetahuan ansietas berkurang dengan kepada klien untuk klien dan dapat criteria: mendiskusikan mengurangi tentang penyakitnya ansietas - Ekspresi wajah rileks - Klien sudah paham dengan penyakit dideritanya proses yang 3. Klien bisa lebih paham tentang penyakitnya 29. 3.AFASIA 1.KONSEP PENYAKIT 1.PENGERTIAN Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai gejala yang menyertai. Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda. 2. ETIOLOGI Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya. Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan berbahasa. 3.MANIFESTASI KLINIS Gejala dan Gambaran klinik Afasia Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia

yang paling berat. Koadaan ini ditandai oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip (ituitu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah, 30. baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi (mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah. Afasia Broca. Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling banyak mengucapkan katabenda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-bahasa (tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol." "Periksa...lagi...makan... banyak.." Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud ini"). Ciri klinik afasia Broca: bicara tidak lancar tampak sulit memulai bicara kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat) pengulangan (repetisi) buruk kemampuan menamai buruk Kesalahan parafasia 31. Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang sintaktis kompleks) Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks Irama kalimat dan irama bicara terganggu Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal saya lalu sana sakit tanding tak berabir". Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya parafasik. Membaca dan menulis juga terganggu berat. Gambaran klinik afasia Wernicke: Keluaran afasik yang lancar Panjang kalimat normal Artikulasi baik Prosodi baik Anomia (tidak dapat menamai) Parafasia fonemik dan semantik Komprehensi auditif dan membaca buruk Repetisi terganggu Menulis lancar tapi isinya "kosong" Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk, walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan 32. dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat. Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks

temporal dan frontal. Afasia transkortikal. Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan. Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk. Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya, pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik, namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan menamai lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang didengarnya). Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal: Keluaran (output) lancar (fluent) Pemahaman buruk Repetisi baik Ekholalia Komprehensi auditif dan membaca terganggu Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan. 33. Gambaran klinik afasia motorik transkortikal: Keluaran tidak lancar (non fluent) Pemahaman (komprehensi) baik Repetisi baik Inisiasi ot/fpunerlambat Ungkapanungkapan singkat Parafasia semantik Ekholalia Gambaran klinik afasia transkortikal campuran: Tidak lancar (nonfluent) Komprehensi buruk Repetisi baik Ekholalia mencolok Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik. Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah: Anoksia sekunder terhadap sirkulasi dijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest). Oklusi atau stenosis berat arteri karotis. darah yang menurun, seperti yang 34. Anoksia oleh keracunan karbon monoksida. Demensia. Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek. Gambaran klinik alasia anomik: Keluaran lancar Komprehensi baik Repetisi baik Gangguan (defisit) dalam menemukan kata. 4.PATOFISIOLOGI Skema kronologis terjadinya gangguan bahasa dan bicara secara umum. Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di otak tiba-tiba mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu : - Terjadi penyumbatan pada pembuluh darah Kebocoran pada pembuluh darah. Penyumbatan : Disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh darah (trombosis) atau penggumpalan darah (emboli) yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Dalam hal ini terjadi serangan otak. Kebocoran : Di pembuluh darah terdapat bagian yang lemah (aneurisma). Bagian tersabut dapat menjadi berpori-pori, selanjutnya mengalami kebocoran, bahkan pecah. Dalam hal ini terjadi pendarahan otak.

35. Oleh para dokter, pendarahan otak disebut CVA Cerebro Vasculair Accident atau kecelakaan vaskuler otak. Otak kita membutuhkan oksigen dan glukoso untuk dapat berfungsi. Jika terjadi perdarahan otak atau gangguan lainnya seperti cedera otak, tumor, stroke, infeksi dan lain-lain sehingga terjadi penyumbatan maupun kebocoran pembuluh darah. Maka lambat laun sel-sel otak di bagian tersebut mengalami kematian. Di otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi berbeda-beda. Pada kebanyakan orang, bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat di sisi kiri otak diantaranya area broca dan area wernicke. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa di otak, maka terjadi afasia. 5.TANDA DAN GEJALA Gejala afasia adalah tanda-tanda klinis yang tidak normal dari fungsi reseptif atau ekspresif yang secara reatif mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang. Gejala-gejala yang dapat mengarah pada diagnosa afasia adalah sebagai berikut: 1. Ketidakmampuan berbicara spontan 2. Ketidakmampuan membentuk katakata 3. Ketidakmampuan menyebut nama suatu benda/objek 4. Ketidakmampuan mengulang suatu frase 5. Parafasia (mengganti huruf atau kata) 6. Agramatisme (ketidakmampuan berbicara dengan bahasa yang baik dan baku) 7. Produksi kalimat yang tidak lengkap 8. Ketidakmampuan membaca dan mrnulis 9. Ketidakmampuan untuk memahami bahasa 6.KOMPLIKASI - Hipoksia serebral Embolisme serebral 36. 7PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan Pemeriksaan repetisi (mengulang) Pemeriksaan menamai dan menemukan kata Pemeriksaan sistem bahasa Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal) Pemeriksaan berbicara - spontan 8. PENATALAKSANAAN MEDIS Tindakan dalam terapi wicara. Berikut, sifat tindakan dalam terapi wicara dapat dibedakan atas : - Kuratif. Tindakan terapi wicara bertujuan untuk menyembuhkan gangguan/kelainan perilaku komunikasi, agar dapat berkomunikasi secara wajar. - Rehabilitatif atau Habilitatif. Tindakan terapi wicara bertujuan untuk memulihkan dan memberikan kemampuan kepada penderita gangguan/kelainan perilaku komunikasi sebagaimana kemampuan sebelum sakit atau sekurang-kurangnya mendekati kemampuan komunikasi normal. Preventif. Tindakan terapi wicara bertujuan mencegah terjadinya gangguan/kelainan perilaku komunikasi, sehingga seseorang dapat tumbuh dan perkembangan secara wajar. - Promotif. Tindakan terapi wicara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perilaku komunikasinya sehingga dapat meningkatkan tingkat kehidupan secara lebih optimal. 37. 2.KONSEP ASKEP 1.Pengkajian a.biodata Identitas Klien Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Alamat : Identitas penanggung Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Suku/bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Pendapatan : Hub. Dengan Klien : Alamat : 38. b.Riwayat Penyakit sekarang - Keluhan utama : nyeri - Riwyat Keluhan utama: P : nyeri Q : seperti ditusuk-tusuk Setiap 2 jam R : Kepala S : 3 (0-5) T : Pada Saat beraktivitas c.pemeriksaan fisik Neurosensorik Gejala; - Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi - Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata kata Tanda: - Klien Nampak sulit mengungkapkan kata kata Integritas ego Gejala: Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya Tanda: - Klien Nampak frustasi Klien Nampak gelisah kenyamanan gejala; - keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah

39. tanda; - klien Nampak cemas - klien Nampak takut d.Klasifikasi data Data subyektif - Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi - Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata - kata - d Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya - keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah Data obyektif - Klien Nampak sulit mengungkapkan kata kata - Klien Nampak frustasi Klien Nampak gelisah - klien Nampak cemas - klien Nampak takut e.Analisa data PROBLEM Kerusakan komunikasi verbal ETIOLOGI Cedera kepala SIMTOM DS: Terjadai iskemia dan hemoralgi Klien kesulitan dalam serebral berkomunikasi Penghentian suplai darah ke otak Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata - Devisit neurologis Keluarga mengatakan kata DO: 40. Fungsi bahasa terganggu - Klien Nampak sulit mengungkapkan kata Kerusakan komunikasi verbal kata Gangguan harga diri Devisit neurologis DS; - Gangguan fungsi bahasa klien malu akan Kesulitan dalam berbicara Keluarga mengatakan keadaannya DO: Gangguan harga diri Kurang terpajan informasi Klien Nampak frustasi - Ansietas Klien Nampak gelisah - keluarga mengatakan DS: Kurang pengetahuan klien selalu merasa Stress psikologis resah dan gelisah DO: - klien Nampak cemas ansietas - klien Nampak takut 41. 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan fungsi bahasa terganggu berhubungan dengan : DS:- Keluarga mengatakan Klien kesulitan dalam berkomunikasi -Keluarga mengatakan klien sulit mengungkapkan kata kata DO: -Klien Nampak sulit mengungkapkan kata kata 2. gangguan harga diri berhubungan dengan kesulitan dalam berbicara ditandai dengan: DS: - Keluarga mengatakan klien malu akan keadaannya DO: - Klien Nampak frustasi -Klien Nampak gelisah 3.ansietas berhubungan kurang pengetahuan ditandai dengan: DS; - keluarga mengatakan klien selalu merasa resah dan gelisah DO: - klien Nampak cemas -klien Nampak takut 3.PRIORITAS MASALAH - Kekurangan komunikasi verbal - Gangguan harga diri - ansietas 42. 4.PERENCANAAN NO.DX INTERVENSI RASIONAL TUPAN: 1 TUJUAN 1.kaji tingkat disfungsi 1.sebagai dasar untuk Setelah diberikan tindakan komunikasi klien keperawatan selama 2 minggu kerusakan menentukan rencana tindakan selanjutnya 2.pertahankan kesalahan 2. dengan mengetahui komunikasi verbal teratasi dalam komunikasi dan kesalahan yang TUPEN: berikan umpan balik diucap dapat Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 minggu kerusakan memberikan 3.minta klien untuk mengikuti perintah sederhana komunikasi verbal mulai membaik dengan criteria: pemahaman untuk benar 3.untuk mengetahui 4..tunjukan objek dan minta tingkat pemahaman klien untuk menyebutkan - klien mulai dapat berkomunikasi dengan baik klien dapat klien terhadap apa objek tersebut yang diperintahkan 5.konsultasi dengan ahli terapi wicara 4.dapat memperlancar cara bicara atau komunikasi yang baik mengeluarkan kata - kata 5.dapat mengetahui metode dalam mengatasi masalah komunikasi klien 43. 2. TUPAN: 1 . Identifikasi arti dari 1.sebagai dasar untuk Setelah diberikan tindakan kehilangan / perubahan menentukan tindakan keperawatan selama klien selanjutnya selama 6 hari gangguan harga diri teratasi TUPEN: 2. dapat mengetahui 2. anjurkan klien untuk mengekspresikan dirinya Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari dirasakan oleh klien sehingga 3.beri dukungan terhadap harga diri mulai membaik setiap prilaku yang dengan criteria: dilakukan klien - perasaan yang memudahkan dalam perawatan 3. dapat meningkatkan minat / partisipasi malu lagi - klien tidak merasa klien

dalam segala hal klien Nampak termasuk dalam tenang 4. anjurkan kepada keluarga untuk meningkatkan perhatian pada klien kegiatan rehabilitasi 4. dapat meningkatkan harga diri dan mencegah terjadinya prilaku menyimpang 3. TUPAN: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari 1. obserfasi tingkat kecemasan klien 2. beri penjelasan ansietas hilang tentang penyakit TUPEN: klien Setelah diberikan tindakan 3. beri kesempatan 1. sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya 2. menambah pengetahuan klien keperawatan selama 2 pada klien untuk dan dapat hari ansietas berkurang mendiskusikan mengurangi rasa dengan kriteriadengan tentang penyakitnya asietas criteria: - 3. klien bias lebih paham tentang tenang - klien Nampak penyakitnya klien tidak merasa 44. cemas dan takut lagi 45. BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN Disartria adalah suatu jenis kelainan bicara khususnya pada kelainan artikulasi yang berdampak pada kejelasan produksi bunyi bicara, pada umumnya dikarenakan adanya gangguan atau kelainan pada susunan saraf pusat, dan biasanya berdampak pula pada gerakan -gerakan motorik ( motorik kasar ataupun halus ) sesuai dengan tingkat atau derajat keparahan/kerusakan yang terjadi. Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang menyebabkan perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak suara (laring). Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda. B.SARAN Dalam penulisan askep ini masih kurang dari kesempurnaan karena kurangnya referensi yang kami dapatkan. Jadi, kritik dan saran yang sifatnya membangun khususnya dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan askep ini kedepannya. 46. DAFTAR PUSTAKA 1. pendengaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pendengaran 2. tentang pendengaran www.widex.com Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998 Long, Barbara C. Keperawatan Medikal Bedah 3. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung. 1996 Price, Sylvia Anderson. Patologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. EGC. 1990 47. DAFTAR ISI KATAPENGANTAR....................................................................................... DAFTARISI.................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang........................................................................................ B. Tujuan.................................................................................................... C. Metode................................................................................................. BABII KONSEP PENYAKIT SISTEM WICARA A.Pengertian.................................................................................... B.Etiologi.................................................................................................

C.ManifestasiKlinis.................................................................................... D.Patofisiologi............................................................................................. E.Komplikasi............................................................................................... F.PemeriksaanPenunjang........................................................................... G.PenatalaksanaanMedis............................................................................ BAB III KONSEP ASKEP KLIEN DENGAN ABSES PARU A.Pengkajian............................................................................................ B.DiagnosaKeperawatan......................................................................... C.Intervensi................................................................................................. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... B.Saran....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Klien dengan Gastroenteritis ( GE )


Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak

dari biasanya (normal 100 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999). Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980), Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wongs,1995). Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).

Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

Gejala Klinis

a. Diare. b. Muntah. c. Demam. d. Nyeri abdomen e. Membran mukosa mulut dan bibir kering f. Fontanel cekung g. Kehilangan berat badan h. Tidak nafsu makan i. Badan terasa lemah
Komplikasi

a. Dehidrasi b. Renjatan hipovolemik c. Kejang d. Bakterimia e. Mal nutrisi f. Hipoglikemia g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis

a. Dehidrasi Ringan Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok. b. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam. c. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian cairan. b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

Memberikan asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

c. Obat-obatan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum

a. Cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. b. Cairan parenteral. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 1. Dehidrasi ringan. 1jam pertama 25 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral 2. Dehidrasi sedang. 1jam pertama 50 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.

3. Dehidrasi berat. Untuk anak umur 1 bulan 2 tahun dengan berat badan 3 10 kg 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 2 5 tahun dengan berat badan 10 15 kg. - 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). - 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 5 10 tahun dengan berat badan 15 25 kg. -1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). -16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral. c. Diatetik ( pemberian makanan ). Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Hal hal yang perlu diperhatikan :

Memberikan Asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih.

d. Obat-obatan. Obat anti sekresi. Obat anti spasmolitik. Obat antibiotik.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal. b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
Tumbuh Kembang Anak

Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional. Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan miniatur orang dewasa, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi. Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat. Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan. a. Motorik halus. 1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar. 2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya 3. Memasukkan benda kedalam mulutnya. 4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya. 5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan. b. Motorik kasar. 1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.

2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri. 3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang. c. Kognitif. a. Berusaha memperluas lapangan. b. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain. c. Mulai mencari benda-benda yang hilang. d. Bahasa. Mengeluarkan suara ma.. pa.. ba.. walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.
Dampak Hospitalisasi terhadap Anak

a. Separation ansiety b. Tergantung pada orang tua c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

Askep GE
Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah : 1. Identitas klien. 2. Riwayat keperawatan. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 4. Riwayat psikososial keluarga. Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 6. Pemerikasaan fisik. a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis Auskultasi : terdengarnya bising usus.

c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. e. Pemeriksaan penunjang. f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
Diagnosa Keperawatan GE

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Intervensi

Diagnosa 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi Kriteria hasil: Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang Intervensi : Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang

lebih 2000 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium. Diagnosa 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien. Diagnosa 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan. Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada Intervensi : Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi. Diagnosa 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Tujuan : Nyeri dapat teratasi Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi : Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi. Diagnosa 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien. Intervensi : Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Diagnosa 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan. Tujuan : Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan Intervensi :

Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
Evaluasi

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan. 2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh. 3. Integritas kulit kembali normal. 4. Rasa nyaman terpenuhi. 5. Pengetahuan kelurga meningkat. 6. Cemas pada klien teratasi.
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga. Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.

Perawat Indonesia
Tat Twam Asi

Home Profil Login

Penulismade-m-p-fkp11 Tanggal02 November 2012 KategoriKeperawatan Pencernaan Respon1 komentar

Asuhan Keperawatan Gastritis


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gastritis atau yang umum dikenal dengan sebutan Maag adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat, namun begitu penyakit ini sering diremehkan dan disepelekan oleh penderitanya. Pada kenyataannya, penyakit gastritis tidak bisa diremehkan. Gastritis adalah penyakit pencernaan pada lambung yang dikarenakan oleh produksi asam lambung yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung. Penderitanya merasa akan merasa perutnya perih dan mulas di daerah sekitar ulu hati. Jika hal ini dibiarkan dan diabaikan berlarut-larut maka akan memicu erosi mukosa lambung. Dalam beberapa kasus gastritis dapat menyebabkan bisul (ulkus) pada lambung dan peningkatan kanker perut. Pada tahun 2004 penyakit gastritis menempati urutan ke 9 dari 50 peringkat utama pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500 (yanmed DEPKES RI http://bank data depkes.go.id/data). Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun terakhir dan menyerang laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok. Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan sakit maag

antara lain adalah riwayat keluarga yang menderita sakit maag, kurangnya daya mengatasi atau adaptasi yang buruk terhadap stres.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari gastritis? 2. Apakah etiologi dari gastritis? 3. Bagaimana patofisiologi dari gastritis? 4. Bagaiamana manifestasi klinis pada gastritis? 5. Bagaimana penatalaksanaan pada gastritis? 6. Apakah komplikasi pada gastritis? 7. Bagaimana prognosis pada gastritis? 8. Bagaimana asuhan keperawatan pada gastritis?

1.3 Tujuan 1. Memahami definisi dari penyakit gastritis. 2. Memahami etiologi dari gatritis. 3. Memahami patofisiologi gastritis. 4. Memahami manifestasi klinis pada gastritis. 5. Memahami penatalaksanaa pada gastritis. 6. Memahami komplikasi dari gastritis. 7. Memahami Asuhan Keperawatan pada gastritis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi GASTRITIS (dyspepsia/penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Mekanisme kerusakan lambung diakibatkan oleh ketidakseimbangan factor-faktor pencernaan seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mucus bikarbonat aliran darah. Ada dua jenis penyakit gastritis yaitu: 2.1.1 Gastritis Akut Gatritis Akut (inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan oleh kesalahan diit, mis. makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi. Gastritis dapat juga menjadi tanda pertama infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangrene atau perforasi. 2.1.2 Gastritis Kronis Inflamasi lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini berkoloni pada tempat dengan asam lambung yang pekat. Gastritis kronis diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A berkaitan dengan penyakit autoimunmis., anemia pernisiosa. Tipe A ini terjadi pada fundus atau korpus lambung. Tipe B (H. pylori) mengenai antrum dan pylorus. Berkaitan dengan H.pylori. factor diit sepert iminum panas, bumbu penyedap, penggunaan obat, alcohol, merokok, atau refluksisi usus ke dalam lambung.

2.2 Etiologi
1. a. Gastritis adalah peradangan mukosa lambung 2. b. Gastritis erosif akut : iritasi yang dapat sembuh sendiri yang disebabkan oleh iritan (misalnya NSAID, alkohol), stres fisiologik yang berat (misalnya operasi mayor, luka bakar, ventilator), atau trauma lokal (misal pipa NG). 3. c. Gastritis kronis tipe A : peradangan lambung bagian proksimal sebagai akibat anemia pernisiosa, gastritis atrofik, aklorhidria, kelainan autoimun, atau radiasi. 4. d. Gastritis kronis tipe B : peradangan lambung bagian distal atau antrum sebagai akibat infeksi Helicobacter pylori. 5. e. Gastritis refluks : peradangan sebagai akibat adanya getah empedu dan pankreas dalam lambung sekunder sebagai akibat tidak ada pilorus atau pilorus yang nonfungsional (misalnya setelah gastrektomi parsial).

6. f. Gastritis hemoragik : gastritis dengan peradangan yang bermakna sebagai reaksi stres yang berat (mosalnya pasien ICU, hipoksia, iskemia, uremia).

2.3 Manifestasi Klinis


1. a. Nyeri terbakar di epigastrium atau rasa tidak enak yang bertambah berat dengan makan 2. b. Dispepsia 3. c. Anoreksia 4. d. Nausea / muntah 5. e. Dapat terjadi pedarahan yang mengakibatkan hematemesis, melena. 1. A. Gastritis Akut 1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi. 2. Rasa tak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia. Mungkin terjadi muntah dan cegukan. 3. Beberapa pasien menujukkan asimptomatik. 4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan tetapi malah mencapai usus. 5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu makan mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari.

B. Gastritis Kronis Gastritis tipe A: pada dasarnya asimptomatik kecuali untuk gejala-gejala defisiensi vitamin B12.
1. Gastritis tipe B: pasien mengeluh anoreksia, nyeri ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa asam dalam mulut atau mual dan muntah.

2.4 Diagnosa banding


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. a. b. c. d. e. f. g. penyakit ulkus peptikum GERD (Gastro-Esofageal Refluks Disease) Gastroenteritis Kanker lambung Pankreatitis Penyakit saluran empedu Infark miokardium atau iskemia koronaria

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Gastroskopi: adanya perdarahan (hemoragi) pada lambung, erosi atau ulser gaster, perforasi lambung. 1. Ketidakseimbangan elektrolit. 1. Pre-syok atau syok. 2. Gastroskopi, gastrointestinal bagian atas, serangkaian pemeriksaan sinar-x dan pemeriksaan histologis.

3. Tipe A berkaitan dengan tidak adanya atau rendahnya kadar asam hidroklorida dengan pemeriksaan kadar gastrin untuk mengesampingkan hipergastrinemia sekunder (gastrin > 1000pg/mL) 4. Tipe B berkaitan dengan hiperklorhidria. 5. Pemeriksaan jumlah sel darah lengkap akan memperlihatkan adanya anemia mikrositik pada kasus yang kronis. 1. Endoskopi saluran cerna atas dengan biopsi adalah bersifat diagnostik. 2. Pemeriksaan H. Pylori.

2.6 Penatalaksanaan
1. a. Mengurangi paparan obat-obat yang bersifat iritan. 2. b. Mengurangi produksi asam untuk melindungi mukosa lambung dengan antagonis H2, inhibitor pompa proton, dan atau sukralfat. 3. c. Gastritis H. Pylori simtomatik diterapi dengan terapi tripel selama 2 minggu (misalnya omeprazole, chlarithromyein, dan amoksilin ; bismuth, metronidazole, dan ampisilin/tetrasiklin). 4. d. Profilaksis antasid sebaiknya diberikan pada sebagian besar pasien yang sangat kritis. 5. e. Pedarahan berat pada kasus gastritis stres dapat diterapi melalui endoskopi ; pada kasus yang jarang, pedarahan yang refrakter kemungkinan memerlukan tindakan gastrektomi.

Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut :
1. 1. Gastritis Akut 1. Kurangi minum alkohol dan makan teratur dan sehat sampai gejala-gejala menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi. 2. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV. 3. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor). 4. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan. 5. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi. 6. Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat. 7. Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. 8. 2. Gastritis Kronis

1. Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi. 2. Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. Pylori. 3. Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup pompa asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari pompa-pompa ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori. 4. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. Terapi terhadap H. Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

2.7 Komplikasi
1. 1. Gastritis Akut

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.

1. 2.

Gastritis Kronis

Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.

2.8 Prognosis
1. a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari. 2. b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A. 3. c. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang berulang.

2.9 WOC (WEB OF CAUTION)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian 3.1.1 Anamnesa meliputi: 1. Identitas Pasien - Nama - Usia - Jenis kelamin: tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin - Jenis pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan - Alamat - Suku/bangsa

- Agama - Tingkat pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini. 2. Riwayat sakit dan kesehatan: a. Keluhan utama b. Riwayat penyakit saat ini c. Riwayat penyakit dahulu 3.1.2 Pemeriksaan fisik: Review of System 1. B1 (breath) : takhipnea 2. B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit pucat. 3. B3 (brain) epigastrum. : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri

4. B4 (bladder) : oliguri, gangguan keseimbangan cairan. 5. B5 (bowel) : anemia, anorexia,mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan pedas. 6. B6 (bone) : kelelahan, kelemahan 3.1.3 Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan darah Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis. b) Uji napas urea Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh ureaseH. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.

c) Pemeriksaan feces Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung. d) Endoskopi saluran cerna bagian atas Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop. e) Rontgen saluran cerna bagian atas Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen. f) Analisis Lambung Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom ZolingerElison(suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata). g) Analisis stimulasi Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak. 3.1.4 Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah). 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah).

Tujuan: Mencegah output yang berlebih dan mengoptimalkan intake cair.

Kriteria Hasil : Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda, input dan output seimbang.

Intervensi Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum ( Dewasa : 40-60 cc/kg/jam). Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi pasien. Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.

Rasional Mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera.

Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa.

Menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan. Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung

Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi.

Tujuan : Gangguan nutrisi teratasi Kriteria Hasil:


1. 2. 3. 4. Antoprometri: Berat badan, lingkar lengan atas kembali normal. Albumin,hemoglobin normal. Klinis : terlihat segar. Porsi makan habis.

Intervensi Reduksi stress dan farmakoterapi seperti cytoprotective agent, penghambat pompa proton, anatasida.

Rasional Stress menyebabkan peningkatan produksi asam lambung, untuk klien dengan gastritis penggunaan penghambat pompa proton membantu untuk mengurangi asam lambung dengan cara menutup pompa asam dalam sel lambung penghasil asam. Kemudian untuk penggunaan cytoprotective agent membantu untuk melindungi jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. pada klien dengan gastritis antasida berfungsi untuk menetralisir asam lambung dan dapat mengurangi rasa sakit. Dengan tranfusi albumin diharapkan kadar albumin dalam darah kembali normal sehingga kebutuhan nutrisi kembali normal. Pemasukan individu dapat dikalkulasikan dengan berbagai perhitungan yang berbeda, perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi. Mencegah terjadinya anemia.

Koloborasi transfusi albumin. Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan yang menyebabkan terjadinya gejala

Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori / kebutuhan nutrisi

Program ini mengistirahatkan saluran pencernaan sementara , dan memenuhi nutrisi

sangat penting dan dibutuhkan

Tambahan vitamin seperti B12. Batasi makanan yang menyebabkan peningkatan asam lambung berlebih, dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah tentang makan diet. Berikan nutrisi melalui IV sesuai indikasi.

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan: Intoleransi aktifitas teratasi Kriteria Hasil: Klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.

Intervensi Rasional Tingkatkan tirah baring atau duduk dan berikan Tirah baring dapat meningkatkan stamina tubuh obat sesuai dengan indikasi. pasien sehinggga pasien dapat beraktivitas kembali. Lingkungan yang nyaman dan tenang dapat mendukung pola istirahat pasien. Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak terjadi kelemahan. Ajarkan klien metode penghematan energy untuk aktivitas (lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas)

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

1. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Informasi tepat dan efektif. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.

Intervensi Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.

Pengkajian / evaluasi secara periodik meningkatkan pengenalan / pencegahan dini terhadap komplikasi seperti ulkus peptik dan pendarahan pada lambung

Evaluasi tingkat pengetahuan pasien. Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi tentang kontrol masalah kesehatan. Keterlibatan orang lain yang telah menerima masalah yang sama dapat meningkatkan koping , dapat meningkatkan terapi dan proses penyembuhan. BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan GASTRITIS (dyspepsia/penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Gastritis dibagi menjadi dua yaitu: gastritis akut dan kronis. Gatritis Akut (inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan oleh kesalahan diit, mis. makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi. Inflamasi lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. Manifestasi klinis gastritis antara lain nyeri terbakar di epigastrium atau rasa tidak enak yang bertambah berat dengan makan, dispepsia, anoreksia, nausea / muntah, dapat terjadi pedarahan yang mengakibatkan hematemesis, melena. Penatalaksanaan dari penyakit adalah Mengurangi paparan obat-obat yang bersifat iritan. Mengurangi produksi asam untuk melindungi mukosa lambung dengan antagonis H2, inhibitor pompa proton, dan atau sukralfat. Gastritis H. Pylori simtomatik diterapi dengan terapi tripel selama 2 minggu (misalnya omeprazole, chlarithromyein, dan amoksilin; bismuth, metronidazole, dan ampisilin/tetrasiklin). Profilaksis antasid sebaiknya diberikan pada sebagian besar pasien yang sangat kritis. Pedarahan berat pada kasus gastritis

stres dapat diterapi melalui endoskopi ; pada kasus yang jarang, pedarahan yang refrakter kemungkinan memerlukan tindakan gastrektomi.

4.2 Saran Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai penyakit gastritis. Kami selaku pembaca pula mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk kebaikan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made, dkk.1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Diane C. Baughman, 2000, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyn E. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga.

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai