elsayuniag@gmail.com
Abstrak
Abstract
Pada kasus yang terjadi dengan Pak Samiran, dia dahulunya menderita
penyakit stroke. Beliau sempat dirawat di rumah sakit dan melakukan banyak
terapi medis atau pun non medis seperti pengobatan tradisonal, hingga akhirnya ia
bisa sembuh dari stroke yang menyebabkannya tidak bisa berjalan, berbicara
dengan fasih, dan menggerakkan beberapa anggota tubuhnya. Akan tetapi, pasca
stroke terjadi hal yang di luar dugaan. Pak Samiran masih belum sembuh total,
nyatanya ia masih sering tidak nyambung ketika diajak berkomunikasi. Bahkan
masih belum bisa secara jelas ia melafalkan sebuah kalimat, atau harus sedikit
pelan-pelan.
KAJIAN TEORI
1. Verba
Verba yang diadopsi dari bahasa Inggris ‘verb’ yang artinya kata kerja.
Memiliki fungsi untuk menerangkan tentang suatu aktivitas atau suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Menurut Sudaryanto (1991:6),
verba adalah kata yang menyatakan perbuatan, dapat dinyatakan dalam bentuk
perintah, dan bervalensi dengan aspek keberlangsungan yang dinyatakan
dengan kata ‘lagi’ (sedang). Jadi disimpulkan bahwa definisi verba (kata
kerja) yaitu yang memiliki fungsi sebagai penjelas dan menunjukkan suatu
tindakan subjek.
Sebagai salah satu kelas kata dalam tuturan kebangsaan verba memiliki
frekuensi tinggi terhadap pemakaian pada kalimat. Selain itu, verba
berpengaruh besar terhadap penyusuna kalimat. Perubahan struktur kalimat
kebanyakan ditentukan oleh perubahan bentuk verba. Seperti halnya yang
dikatakan oleh Kridalaksana (2008:226), bahwa verba adalah kelas kata yang
biasanya berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain.
2. Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa.
Bagaimana kemampuan berbahasa yang dikuasai manusia akan berbanding
lurus dengan perekembangannya sejak ia dilahirkan. Anak yang lahir dengan
alat artikulasi dan auditori yang normal bisa mendengar kata dengan
telinganya dengan baik dan normal serta dapat menirukan kata-kata tersebut.
Ucapan yang dilontarkan mulanya tidak jelas tetapi lambat laun akan menjadi
tegas dan jelas. Proses produksi kata itu akan terus berlangsung sejalan dengan
proses pengembangan dan pengenalan dan pengertian (gnosis dan kognisis).
Dalam proses itu pula terdapat perkataan yang merupakan abstraksi atau kata-
kata yang mengandung makna. Proses belajar berbicara dan mengerti bahasa
adalah proses serebral, yang berarti proses ekspresi verbal dan komprehensi
auditorik dilaksanakan oleh sel-sel saraf di otak yang disebut neuron.
Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat
berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang mempunyai gangguan pada
fungsi otak dan alat bicaranya pastinya memiliki kesulitan dalam berbahasa,
baik produktif maupun reseptif. Jadi itulah yang menyebabkan terjadinya
gangguan berbahasa.
Gangguan berbahasa secara garis besar dapat dibagi dua; gangguan faktor
medis dan akibat faktor lingkungan sosial. Gangguan faktor medis adalah
kelainan pada fungsi otak dan alat-alat bicara, sedangkan faktor lingkungan
sosial adalah lingkungan tidak alamiah manusia misalnya tersisih dan
terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya
(Chaer, 2002:148)
3. Afasia Sensorik
Penyebab terjadi afasia sensorik yaitu terjadi akibat adanya kerusakan
pada lesikortikal di daerah wernicke pada hemisferium yang dominan. Yang
terletak di kawasan asosiatif yaitu antara daerah visual, daerah sensorik,
daerah motorik, dan daerah pendengaran. Dari kerusakan ini menyebabkan
bukan saja pengertian dari apa yang didengar terganggu, akan tetapi juga
pengertian yang dilihat juga terganggu. Jadi, penderita afasia sensorik ini
kehilangan dari bahasa lian dan bahasa tulis. Penderita afasia sensorik tidak
hanya mengalami kesulitan dalam mendengar tapi pengertian dari yang
dilihatpun juga terganggu. Penderita dengan visual yang tidak terlalu parah
dapat diupayakan berkomunikasi secara non-verbal dengan media gambar
yang cukup sederhana.
Ketika seseorang mengalami afasia sensorik ia memiliki curah verbal atau
bahasa baru meski bisa jadi dirinya sendiri maupun orang lain tidak
memahami curah verbal tersebut. Curah verbal adalah bahasa baru yang tidak
dimengerti oleh siapa pun. Curah verbalnya terdiri kata-kata, ada yang mirip
dengan kata yang sudah ada, dan juga ada yang tepat dengan kata suatu
bahasa, akan tetapi kebanyakan dari penderita curah verbalnya tidak sama
dengan perkataan bahasa apa pun. Kata baru tersebut diucapkannya dengan
adanya irama, nada, dan melodi yang sesuai dengan bahasa asing yang ada.
Sikap dari penderita biasa saja, seakan-akan ia berdialog dengan bahasa yang
saling mengerti. Akan tetapi, sesungguhnya apa yang telah diucapkannya
maupun apa yang didengar tidak ada yang dipahami.
4. Stroke
Stroke adalah gangguan yang terjadi mendadak karena suplai darah dari
otak, atau adanya pendarah setempat. Apabila seseorang mengalami tekanan
darah tinggi akan mengakibatkan peredaran darah tidak lancar sehingga
mengganggu peredaran darah menuju otak. Gangguan ini akan menyebabkan
pendarahan pada otak dan akan mengakibatkan stroke.
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
selebral, baik local maupun menyeluruh (global) berlangsung dengan cepat,
lebih dari 24 jamatau akan berakhir dengan kematian,, tanpa ditemukannya
penyebab terjadinya selain gangguan vaskuler.
Pengaruh stroke tidak hanya berdampak pada gangguan berbicara saja.
Ada gangguan-gangguan lain yang tidak berkaitan langsung dengan bahasa,
misalnya penderita Apraksia (Apraxia) yang tidak dapat melakukan gerakan-
gerakan tertentu seperti memindah mainan balok dari tempat A ke tempat B,
meskipun dia tidak menderita cacat lumpuh tangan. Penderita ini akan
kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan moskuler.
Orang yang terkena stroke dapat kehilangan ingatannya. Stroke juga dapat
menyebabkan penyakit prosopagnosia, yakni ketidakmampuan untuk
mengenal wajah. Penderita penyakit ini tidak kenal istri, anak, atau siapapun
(Soenjono Dardjowidjojo, 176:2008).
Dampak stroke sangat bervariasi, bergantung pada bagian otak yang
terserang. Namun, karena kerusakan bisa terjadi dimana saja gangguannya
tidak selalu tunggal. Stroke adalah serangan otak yang secara mendadak
karena penyumbatan pada dinding pembuluh darah di otak. Sehingga aliran
darah terhambat atau pecah lalu terjadi pendarahan. Se-sel otak yang
kekurangan atau kelebihan akan bisa rusak. Kerusakan yang menetap akan
menimbulkan berbagai gangguan motorik ataupun perilaku.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Pak Samiran penderita afasia
sensorik pasca stroke. Maka dapat diperoleh sebanyak 20 kata verba, yang juga
dipengaruhi oleh proses morfologis terdiri dari 9 kata kerja berafiksasi, 5 kata
kerja dasar, 5 kata kerja bereduplikasi, dan 1 kata yang mengalami komposisi.
Dari hasil data perolehan verba tersebut, Pak Samiran mengatakan kata
dalam kalimat tidak dengan jelas pengucapannya dan tidak nyambung dengan apa
yang telah ditanyakan. Jadi, hasil tersebut tercatat sesuai apa yang dikatakan
meski tidak nyambung, karena adanya gangguan fungsi otak yang mentransfer
bahasa. Sehingga hanya diperoleh 2 verba yang terjawab selaras dengan
pertanyaan.
SIMPULAN
Gangguan berbahasa dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya yaitu
pasca terjadinya penyakit stroke pada penderita, sehingga berdampak pada bahasa
dan ingatan yang dimiliki oleh Pak Samiran. Beliau hanya dapat menjawab
pertanyaan dengan sesuai atau selaras sejumlah dua pertanyaan saja. Dengan
masing-masing verba diperoleh dari ucapan atau jawaban yang tidak selaras
dengan pertanyaan yang ditanyakan untuknya. Jumlah verba yang diucapkan
beliau sebanyak 20 kata. Itu pun yang selaras dengan pertanyaan hanya dua verba
saja.
DAFTAR REFERENSI
Nuraeni, Leny. 2015. Pemerolehan Morfologi(verba) Pada Anak Usia 3,4 dan 5
tahun(Suatu Kajian Neuro Psikolinguistik). Tunas Siliwangi. Volume 1 Nomor 1
https://www.academia.edu/27606714/ANALISIS_GANGGUAN_BERBICARA