Anda di halaman 1dari 9

GANGGUAN BERBAHASA PADA PENDERITA AFASIA MOTORIK DAN

AFASIA SENSORIK
Firda Nita Sara, Khoerotun Nisa, Novia Kusaeni, Sulaeman Yusuf
firdanitasara662@gmail.com, khoerotunn250@gmail.com, noviakusaeni3@gmail.com,

njayy2000@gmail.com

Abstrak
Gangguan berbahasa meliputi kesulitan berkomunikasi dan penderitanya mengalami kegagalan dalam
menerapkan kemampuan berbahasa. Penderita mengalami kesulitan dalam menyampaikan isi pikiran
dan perasaannya melalui lisan baik dalam bentuk kata maupun kalimat. Kemampuan berbahasa
penderita menjadi terganggu dan penderita mengalami kesulitan dalam berbahasa, itu semua
disebabkan oleh kelainan fungsi otak dan alat bicara. Manusia yang memiliki fungsi otak dan alat
bicara yang normal dapat berbahasa dengan baik. Namun sebaliknya, mereka yang fungsi otak dan
alat bicaranya mengalami kelainan akan kesulitan dalam berbahasa baik produktif maupun represif.
Afasia motorik terjadi akibat kerusakan pada belahan otak yang terletak pada lapisan permukaan
daerah Broca (lesikortikal), lapisan di bawah permukaan Broca (lesi sub kortikal), dan di daerah otak
antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal). Afasia motorik kortikal merupakan
gangguan berbahasa yang disebabkan oleh hilangnya kemampuan dalam menyampaikan isi pikiran
dan perasaan melalui ujaran atau perkataan. Gangguan berbahasa pada penderita afasia motorik
kortikal masih banyak terjadi di masyarakat. Mereka hanya bisa mengutarakan apa yang ada
dipikirannya melalui tulisan dan isyarat. Ketika kita berbicara dengan penderita afasia motorik
kortikal mereka dapat memahaminya, sebab penderita afasia motorik kortikal masih bisa memahami
bahasa lisan dan tulisan yang kita sampaikan.
Kata Kunci: gangguan berbahasa, afasia motorik, afasia sensorik
Abstract
Language disorders include difficulty communicating and sufferers experience failure in applying
language skills. Patients have difficulty in conveying the contents of their thoughts and feelings
verbally, both in the form of words and sentences. The patient's language ability is disturbed and the
patient has difficulty in speaking, it's all caused by abnormalities in brain function and speech
apparatus. Humans who have normal brain and speech functions can speak well. On the other hand,
those whose brain function and speech apparatus have abnormalities will have difficulty in speaking
both productively and repressively. Motor aphasia results from damage to the cerebral hemispheres
located in the surface layer of Broca's area (lesicortical), the layer beneath Broca's surface (subcortical
lesion), and in the brain area between Broca's area and Wernicke's area (transcortical lesion). Cortical
motor aphasia is a language disorder caused by the loss of the ability to convey thoughts and feelings
through speech or speech. Language disorders in patients with cortical motor aphasia are still common
in the community. They can only express what is on their mind through writing and gestures. When
we talk to people with cortical motor aphasia they can understand it, because people with cortical
motor aphasia can still understand the spoken and written language that we convey.

Keywords: language disorders, motor aphasia, cortical motor aphasia.


Pendahuluan

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik.
Kedua bidang ilmu ini secara prosedur dan metodenya berbeda. Namun, keduanya sama-
sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda,
linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau
proses berbahasa.

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia yang sangat penting kegunaanya bahasa
juga tentu bersifat universal. Pengertian Bahasa menurut Harun Rasyid, Mansyur & Suratno
(2009: 126) bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya, sebagai
tanda yang menyimpulkan suatu tujuan. Sedangkan bahasa menurut kamus besar Bahasa
Indonesia bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh semua
orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri
dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik. (Hasan
Alwi, 2002: 88). Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. fungsi utama bahasa adalah
sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia. Sedangkan menurut
Efendi (2021:41) konsep ini mengandung pengertian bahwa pemakai Bahasa di setiap daerah
maupun individu telah memahami strukturnya, sehingga jika struktur bahasanya telah
dipahami, maka kecakapan seseorang dalam berbahasa atau memuat kalimat bisa
dikembangkan dengan kalimat-kalimat lain.

Gangguan berbahasa merupakan salah satu fokus pembahasan dalam Psikolinguistik.


Gangguan-gangguan berbahasa tersebut sebenarnya akan sangat mempengaruhi proses
berkomunikasi dan berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan adanya
gangguan berbahasa, kemudian faktor-faktor tersebut akan menimbulkan gangguan
berbahasa.

Afasia memiliki beberapa jenis, yakni ketidakmampuan ekspresif atau afasia motorik
dan ketidakmampuan reseptif atau afasia sensorik. Afasia motorik terjadi akibat dari
terganggunya neuron motorik, yang berfungsi untuk meneruskan implus dari sistem saraf
pusat ke otot dan kelenjar yang akan melakukan respon tubuh (lestari, 2009:290).
Terganggunya area berbahasa yang berhubungan dengan lobus frontal, lobus temporal, dan
lobus pariental di otak bagian Broca yang berkenaan dengan afasia motorik.

Afasia motorik itu terjadi kerusakan pada belahan otak yang dominan yang
menyebabkan jadinya afasia motorik bisa terletak pada lapisan permukaan (lesikortikal)
daerah Broca. Atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) Broca atau juga di
daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal). Oleh karena itu,
didapati adanya tiga macam derah asia motorik ini.

Afasia motorik kortikal itu tempat untuk menyimpan sandi-sandi perkataan adalah di
korteks daerah Broca. Maka apabila gudang penyimpanan itu musnah, tidak akan ada lagi
perkataan yang dapat dikeluarkan. Jadi, afasia motorik kortikal berarti hilangnya kemampuan
untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderita afasia motorik
kortikal ini masih bisa mengerti bahasa lisan dan bahasa tulisan. Namun, ekspresi verbal
tidak bisa sama sekali; sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis dan bahasa isyarat) masih bisa
dilakukan.

Afasia Motorik Subkortikal terjadi pada sandi-sandi perkataan disimpan di lapisan


permukaan (korteks) daerah Broca, maka apabila kerusakan terjadi pada bagian bawahnya
(subkortikal) semua perkataan masih tersimpan utuh di dalam gudang. Namun, perkataan itu
tidak dapat dikeluarkan karena hubungan terputus, sehingga perintah untuk mengeluarkan
perkataan tidak dapat disampaikan. Melalui jalur lain tampaknya perintah untuk
mengeluarkan perkataan masih dapat disampaikan ke gudang penyimpanan perkataan itu
(gudang Broca) sehingga ekspresi verbal masih mungkin dengan pancingan. Jadi, penderita
afasia motorik subkortikal tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan
perkataan, tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Selain itu,
pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visual pun berjalan normal.

Afasia motorik transkortikal terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah


Broca dan Wernicke. Ini berarti, hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa
terganggu. Pada umumnya afasia motorik transkortikal ini merupakan lesikortikal yang
merusak sebagian daerah Broca. Jadi, penderita afasia motorik transkortikal.

Semua penderita afasia motorik jenis apapun bersikap "tidak berdaya Mengapa?
Karena keinginan untuk mengutarakan isi pikirannya besa sekali, tetapi kemampuan untuk
melakukannya tidak ada sama sekal Mereka pun seringkali jengkel karena apa yang
diekspresikan tidak dipahami sama sekali oleh orang di sekelilingnya, padahal untuk
menghalan curah verbal yang tidak dipahami itu, mereka sudah berusaha keras.

Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami


lawan bisa bicara. Ia hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetapi tidak mengerti
pembicaraan orang lain. Sedangkan afasia konduksi merupakan ketidakmampuan
mengulangi kata atau kalimat lawan bicara, namun penderita masih mampu
mengeluarkan isi pikirannya dan menjawab kalimat lawan bicaranya. (DARI JURNAL
PERPUSTAKAAN UPI )

Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal
di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominin Daerah itu terletak di kawasan asosiatif
antara daerah visual, daerah sensorik, daerah motorik, dan daerah pendengaran. Kerusakan di
daer Wernicke ini menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar (pengertian
auditorik) terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat (pengertian visual) ikut
terganggu. Jadi, penderita afasia sensork ini kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa
tulis. Namun, dia masi memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya
sendir maupun oleh orang lain.

Curah verbalnya itu merupakan bahasa baru (neologisme) yang tidak dipahami oleh
siapa pun. Curah verbalnya itu terdiri dari kata-kata, ada yang mirip, ada yang tepat dengan
perkataan suatu bahasa, tetap kebanyakan tidak sama atau sesuai dengan perkataan bahasa
apa pun. Neologismenya itu diucapkannya dengan irama, nada, dan melodi yang sesuai
dengan bahasa asing yang ada. Sikap mereka pun wajar-wajar saja, seakan-akan dia berdialog
dalam bahasa yang saling dimengerti Du bersikap biasa, tidak tegang, marah, atau depresif.
Sesungguhnya apa yang diucapkannya maupun apa yang didengarnya (bahasa verbal yang
normal). keduanya sama sekali tidak dipahaminya.

Di masyarakat, kasus gangguan berbahasa masih dianggap sepele dan biasa-biasa


saja. Hanya sedikit orang yang memahami penyebab afasia motorik. Padahal, penderita afasia
motorik kortikal hanya bisa pasrah dan tidak berdaya. Karena, penderita memiliki keinginan
yang besar untuk mengutarakan pikirannya. Mereka seringkali merasa kesal karena apa yang
diekspresikan tidak dapat dimengerti oleh orang di sekelilingnya, padahal mereka sudah
berusaha keras untuk menyampaikan pikirannya (Mujianto, 2018). Sebagai masyarakat yang
berada di dekat penderita semestinya dapat membantu penderita untuk menyampaikan apa
yang dipikirkan sehingga penderita tidak merasa minder atau berkecil hati ketika berada di
lingkungan masyarakat.

Landasan Teori

Gangguan berbahasa didefinisikan di sini sebagai kesulitan seseorang dalam

menghasilkan suatu bahasa secara lancar. Geschwind (1981) mengatakan bahwa penderita

afasia motorik mengalami kesulitan dalam mengucapkan suatu kata sehingga penderita
menampakkan gejala ekspresi verbal yang tidak fasih. Hal itu disebabkan karena adanya

kerusakan pada medan Broca. Afasia Broca menyerang korteks motorik hemisfer bagian

depan dan menyebabkan gangguan mengontrol otot muka, lidah, dagu, dan juga tekak.

Lumpuhnya otot pertuturan karena kerusakan saraf motorik di pusat saraf menyebabkan

penderita mengalami gangguan pertuturan. Secara umum gangguan berbahasa dapat dibagi

dua :

1. Gangguan berbahasa karena faktor medis, yaitu gangguan yang diakibatkan oleh

kelainan fungsi otak maupun adanya disfungsi alat bicara.

2. Gangguan berbahasa karena faktor lingkungan sosial yaitu adanya gangguan

berbahasa yang diakibatkan oleh lingkungan sosial dimana seorang individu tinggal,

misalnya gangguan yang disebabkan karena terpinggirkan dari interaksi lingkungan

manusia sehingga individu yang bersangkutan tidak mendapatkan input bahasa sama

sekali.

Tidak mampunya seseorang untuk berdialog interaktif, cara memahami pembicaraan

orang lain, kata-kata yang digunakan dalam konteks verbal maupun non verbal, membaca dan

mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikiran melalui kemampuan berbicara dan

menyampaikannya lewat bahasa tulis merupakan ciri-ciri gangguan berbahasa. Gangguan

berbahasa memiliki karakteristik, yakni penggunaan kata yang tidak tepat, tidak mampu

dalam menyampaikan pendapat, penggunaan pola gramatikal yang tidak tepat, kosa kata yang

dimiliki sangat minim, dan tidak mampu untuk mengikuti instruksi.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini kami menggunakan metode penelitian fenomenologi. Penelitian

fenomenologi yaitu jenis penelitian kualitatif yang melihat dan mendengar lebih dekat dan

terperinci penjelasan dan pemahaman individual tentang pengalamanpengalamannya.


Penelitian fenomenologi memiliki tujuan yaitu guna menginterpretasikan serta menjelaskan

pengalaman-pengalaman yang dialami seseorang dalam kehidupan ini, termasuk pengalaman

saat interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Dalam konteks penelitian kualitatif,

kehadiran suatu fenomena dapat dimaknai sebagai sesuatu yang ada dan muncul dalam

kesadaran peneliti dengan menggunakan cara serta penjelasan tertentu bagaimana proses

sesuatu menjadi terlihat jelas dan nyata. Pada penelitian fenomenologi lebih mengutamakan

pada mencari, mempelajari dan menyampaikan arti fenomena, peristiwa yang terjadi dan

hubungannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Penelitian kualitatif termasuk

dalam penelitian kualitatif murni karena dalam pelaksanaannya didasari pada usaha

memahami serta menggambarkan ciriciri intrinsik dari fenomena-fenomena yang terjadi pada

diri sendiri (Eko Sugianto, 2015:13). Pendekatan fenomenologi digunakan karena penelitian

ini dilakukan dengan pemertahanan bahasa merupakan suatu fenomena dalam masyarakat.

Fenomenologi diartikan pula sebagai pandangan berfikir yang menegaskan pada fokus

pengalaman-pengalaman dan cerita subjektif manusia dan interpretasi ata pelaksanaan di

dunia (Moleong, 2007 : 14-15).

Teknik Penelitian

Dalam penelitian kali ini kami menggunakan teknik wawancara. Interview atau
wawancara yang akan sudah dilakukan dalam penelitian ini adalah bebas terpimpin, yaitu
peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan berdasarkan pedoman interview yang telah
disiapkan secara lengkap dan cermat, dengan suasana tidak formal. Dalam wawancara jenis
ini lebih harmonis dan tidak kaku. Tujuan dari wawancara ini adalah menemukan aspek-
aspek gangguan berbahasa.

Instrumen (Wawancara) Observasi Gangguan Berbahasa Pada Afasia Motorik dan


Afasia sensorik

1. Sejak kapan anda mengalami gangguan berbahasa?


2. Apa penyebab awal mula mengalami seperti itu?
3. Bagaimana yang anda rasakan ketika berkomuniaksi dengan lawan bicara?
4. Apa kendala jika anda berkomunikasi berbahasa?
5. Siapa orang terdekat yang dapat mengerti ketika anda berbahasa?
6. Bagaimana cara anda melakukan aktivitas dengan keterbatasan keadaan?
7. Bagaimana tanggapan teman atau orang lain dalam merespon anda?
8. Dengan adanya keterbatasan aktivitas apa yang sering anda lakukan?
9. Apakah anda mengeluh dengan keadaan seperti itu (berbeda dengan orang lain)?
Jelaskan!
10. Apa motivasi yang menjadikan anda semangat hidup?

Instrumen (Angket) Observasi Gangguan Berbahasa Pada Afasia Motorik dan

Afasia Sensorik

Petunjuk :

1. Tulislah identitas Anda pada bagian identitas responden!


2. Angket ini berisi pertanyaan dalam bentuk Ya/Tidak.
3. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban Ya/Tidak.
4. Kejujuran dan objektivitas Anda sangat membantu dalam pengambilan data ini.

Nama responden :
Pekerjaan :
Umur :
Alamat : Indramayu/Cirebon

1. Apakah Anda mengalami gangguan berbahasa sejak lahir?


A. Ya B. Tidak
2. Apakah mengalami kesulitan jika berkomunikasi?
A. Ya B. Tidak
3. Apakah Anda merasa malu ketika berkomunikasi?
A. Ya B. Tidak
4. Apakah di dalam keluarga terdapat keluhan yang sama?
A. Ya B. Tidak
5. Apakah Anda mengalami kejang pada saat bayi?
A. Ya B. Tidak
6. Dengan keterbatasan Anda, apakah di sekeliling lingkungan merasa terganggu?
A. Ya B. Tidak
7. Apakah Anda merasa takut jika keturunan Anda mengalami yang sama?
A. Ya B. Tidak
8. Apakah dari segi keluarga ada yang mengalami keterbatasan seperti Anda?
A. Ya B. Tidak
9. Apakah Anda pernah merasa putus asa dengan adanya keadaan seperti itu?
A. Ya B. Tidak
10. Apakah pernah merasa kesal jika lawan bicara tidak mengerti bahaasa Anda?
A. Ya B. Tidak

11. Selain keluarga, apakah ada orang yang dekat dengan anda (teman curhat) ?

A.Ya B. Tidak

12. Apakah anda masih memiliki motivasi hidup dengan keadaan anda yang sekarang ?

A. Ya B. Tidak

13. Apakah anda masih memiliki semangat hidup dengan keterbatasan anda yang anda alami
sekarang ?

A. Ya B. Tidak

14. Apakah anda merasa sedih jika ada seseorang yang mengolok-olok keterbatasan anda ?

A. Ya B. Tidak

15. Apakah keterbatasan anda menghambat aktivitas sehari-hari anda ?

A. Ya b. Tidak

Simpulan

Afasia memiliki beberapa jenis, yakni ketidakmampuan ekspresif atau afasia


motorik dan ketidakmampuan reseptif atau afasia sensorik. Afasia motorik terjadi akibat dari
terganggunya neuron motorik, yang berfungsi untuk meneruskan implus dari sistem saraf
pusat ke otot dan kelenjar yang akan melakukan respon tubuh (lestari, 2009:290).
Terganggunya area berbahasa yang berhubungan dengan lobus frontal, lobus temporal, dan
lobus pariental di otak bagian Broca yang berkenaan dengan afasia motorik.

Afasia motorik itu terjadi kerusakan pada belahan otak yang dominan yang
menyebabkan jadinya afasia motorik bisa terletak pada lapisan permukaan (lesikortikal)
daerah Broca. Atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) Broca atau juga di
daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal). Oleh karena itu,
didapati adanya tiga macam derah asia motorik ini yaitu afasia motoric kortikal, afasia
motoric subkortikal dan afasia motorik transkortikal.

Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami


lawan bisa bicara. Ia hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetapi tidak mengerti
pembicaraan orang lain. Sedangkan afasia konduksi merupakan ketidakmampuan
mengulangi kata atau kalimat lawan bicara, namun penderita masih mampu
mengeluarkan isi pikirannya dan menjawab kalimat lawan bicaranya. (DARI JURNAL
PERPUSTAKAAN UPI )

Daftar Pustaka

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai