ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia
dengan bahasa.
Gangguan pada kemampuan berbahasa karena kerusakan otak manusia disebut
afasia, yaitu (gangguan bicara karena mengalamigegar/trauma otak). Orang yang
menderita kerusakan bahasa ini dapat diamati dari ketidakmampuannya berbahasa
secara normal.
pengertian Neurolinguistik
Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian interdisipliner dalam
ilmulinguistik dan ilmukedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia
dengan bahasa.Gangguan pada kemampuan berbahasa karena kerusakan otak
manusia disebut afasia, yaitu(gangguan bicara karena mengalamigegar/trauma
otak). Orang yang menderita kerusakan bahasa ini dapat diamati dari
ketidakmampuannya berbahasa secara normal.
pengertian Neurolinguistik
Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian interdisipliner dalam
ilmulinguistik dan ilmukedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia
dengan bahasa.Gangguan pada kemampuan berbahasa karena kerusakan otak
manusia disebut afasia, yaitu(gangguan bicara karena mengalamigegar/trauma
otak). Orang yang menderita kerusakan bahasa ini dapat diamati dari
ketidakmampuannya berbahasa secara normal.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Neurolinguistik adalah satu
Afasia Broca
Afasia Broca ialah kerusakan yang terjadi pada daerah broca,karena daerah ini
berdekatan dengan jalur korteks motor, sehingga alat-alat ujaran seperti mulut bisa
Afasia wernicke
Afasia Wernicke ialah kerusakan pada daerah wernicke, sehingga penderita afasia
ini tetap lancar berbicara hanya saja kalimat-kalimatnya sukar untuk dimengerti
karena banyak kata yang tidak cocok dengan maknanya dengan kata-kata lain
sebelum dan sesudahnya.
3.
Afasia Anomic
Afasia anomic ialah kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe pariental
atau pada batas antara lobe pariental dengan lobe temporal. Sehingga penderita ini
tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi. Jadi bila pasien ini diminta untuk
mengambil benda yang bernama gunting dia akan bisa melakukannya. Akan tetapi,
kalau kepadanya di tunjukkan gunting dia tidak dapat mengatakan nama benda
itu.
4.
Afasia Global
Afasia global ialah kerusakan yang terjadi tidak hanya satu daerah saja tetapi
dibeberapa daerah yang lain, kerusakan bisa menyebar dari daerah broca melewati
korteks motor menuju lobe pariental dan sampai kedaerah wenicke. Sehingga
mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar. Dari segi fisik
penderita bisa lumpuh disebelah kanan, mulut bisa moncong dan lidah bisa
menjadi tidak cukup fleksibel, dari segi verbal dia bisa sukar memahami ujaran
orang dan ujaran dia tidak mudah dimengerti orang karena kata-kata yang tidak
jelas.
5.
Afasia Konduksi
Afasia konduksi ialah kerusakan yang terjadi pada organ yang menghubungkan
lobe frontal dan lobe temporal sehingga penderita ini tidak dapat mengulangi kata
yang diberikan padanya.
6.
Disartia (dysarthria)
Ialah gangguan yang berupa lafadz ujaran yang tidak jelas tetapi ujarannya utuh.
Gangguan ini terjadi karena bagian rusak pada otak hanyalah pada bagian korteks
motor saja, sehinnga
Mungkin hanya lidah bibir atau rahangnya saja yang berubah.
7.
Demensia (Dementia)
Demensia ialah gangguan pada pembuatan ide yang akan dikatakan, sehinnga isi
ujaran bisa loncat-loncat kesana kemari.
8.
Aleksia (Alexia)
Agrafia (Agraphia)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
pengertian tentang apa itu bahasa, tetapi mungkin mendapati kesulitan untuk
mendefinisikannya. Definisi pada dasarnya adalah sari pati suatu pengertian atau
teori dan sebaliknya pengertian atau teori adalah definisi yang dikembangluaskan.
Bahasa adalah system lambing bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa
merupakan sebuah gabungan dari makna dan bunyi. Bahasa digabungkan oleh tiga
buah komponen, yaitu: komponen leksikon, komponen gramatikal, dan komponen
fonologi.
Bahasa dipelajari oleh tiap manusia secara berproses, yaitu sejak bayi antara usia68 minggu anak mulai mendekut (cooing), merupakan bunyi-bunyi yang belum bisa
diidentifikasi karena hanya menyerupai bunyi vocal dan konsonan; kemudian
sekitar umur 6 bulan anak mulai mampu berceloteh (babbling) dengan menuturkan
bunyi yang berupa suku kata; lalu pada umur sekitar 1 tahun anak mulai mampu
menuturkan bunyi yang sudah bisa didentifikasi sebagai kata meskipun belum
lengkap, misalnya untuk kata ikan hanya akan dilafalkan dengan kan;
perkembangan selanjutnya, anak akan mulai mampu berujar dengan ujaran satu
kata (one word utterance), menjelang umur dua tahun barulah anak mulai mampu
berujar dengan ujaran dua kata (two word utterance); hingga pada sekitar umur 4-5
tahun anak akan mampu berkomunikasi dengan lancar. kemampuan berujar anak
dengan patokan-patokan diatas bersifat relative karena perbedaan factor biologi
pada setiap manusia, namun urutan pemerolehan bahasa pada anak itu sama dari
dekutan (cooing), kecelotehan (babbling), keujaran satu kata (one word
utterance), kemudian ke ujaran dua kata (one word utterance), kemudian ke ujaran
dua kata (two word utterance), dan seterusnya.
Gangguan bahasa dan berbicara adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan bicara dan
bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara
yang biasa disebut dengan gagap; afasia, yaitu kesulitan dalam menemukan dan
menggunakan kata-kata, biasanya akibat gangguan pembuluh darah otak (stroke)
dan juga luka-luka kepala karena kecelakaan serta keterlambatan dalam berbicara
atau berbahasa.
Makalah ini akan membahas salah satu gangguan bicara atau gagap yang terjadi
pada anak penyebab terjadinya karakteristik atau gejala, serta penanganan pada
anak yang mengalaminya. Secara garis besar, gagap dapat didefinisikan sebagai
gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara.
Gejalanya terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu bloking yang
spasmodic, bisa terjadi spasmetonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan
laring.
Gangguan kelancaran berbicara menarik untuk dikaji karena gangguan kelancaran
berbicara dapat menghambat anak dalam berkomunikasi dengan orang lain,
sehingga dapat berpengaruh pada kondisi psikologis anak yang dapat berakibat
fatal dan membuat anak terisolir dari lingkungan sosial dan pendidikannya.
Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
Tujuan Masalah
1.
2.
3.
4.
NEUROLINGUISTIK
Makalah Dipresentasikan Untuk Mata Kuliah
LINGUISTIK UMUM
Oleh :
M. fatchur rozak
Mabrurotul aimmah
Lailatul hikmia
A01213050
Lia kurniawati
A01213051
Lina muflihah
A01213052
A01213053
A01213058
Dosen Pengampu :
Dr. Faizur Rosyad, M.Ag.
PROGRAM STUDI SASTRA DAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
BAB II
PEMBAHASAN
4.
Lobus temporalis pada hemisfer kiri berkaitan dengan pendengaran. Seorang
ahli saraf yang berasal dari Jerman, carl Wernicke mempunyai seorang pasien yang
menderita gangguan wicara. Pasien ini dapat berbicara dengan lancar, tetapi
maknanya tidak dapat dipahami. Setelah diteliti lebih lanjut ditemukan behwa di
lobus temporalis dan agak menjorok ke daerah parietalis ada bagian yang berkaitan
dengan komprehensi. Daerah ini kemudian dikenal dengan nama daerah Wernicke.
Daerah ini wernicke ini banyak berperan dalam pemahaman ujaran.[2]
Kedua hemisfer otak mempunyai peranan yang yang berbeda-beda. Fungsi bicarabahasa dipusatkan pada hemisfer kiri. Hemisfer kiri ini disebut juga hemisfer
dominan bagi bahasa, dan korteksnya dinamakan korteks bahasa. Hemisfer
dominan atau superior memang agak berbeda dari hemisfer yang tidak dominan
(inferior). Hemisfer dominan lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih panjang.
Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara-bahasa, juga
berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal (verbal memory). Sebaliknya,
hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu isyarat (gesture), baik yang
emosional maupun verbal.
Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas
hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi mononton, tak ada
lagu kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi dan tanpa disertai isyarat-isyarat
bahasa.
Hasil penelitian tentang kerusakan otak yang dilakukan oleh Broca dan Wernicke
mengarah pada kesimpulan bahwa hemisfer kiri dilibtkan dalam hubungannya
dengan fungsi bahasa. Hal ini juga disebut dengan hemisfer yang dominan.
Khrasen (1977) mengemukakan lima alasan yang mendasari lima kesimpulan itu.
Kelima alasan itu ialah :[4]
3. sewaktu bersaing dalam menerima masukan bahasa secara umum (tes dikotik),
ternyata telinga kanan lebih unggul dalam keceptann dan ketepatan pemahaman.
4.Ketika materi bahasa diberikan melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri,
maka mata kanan lebih cepat dan tepat dalam menangkap materi tersebut.
5.Pada waktu melakukan kegiatan berbahasa, baik secara terbuka maupun tertutup,
hemisfer kiri menunjukka kegiatan elektris lebih hebat daripada hemisfer kanan.
Hal ini diketahui melalui analisis gelombang otak.
Dalam pembahasan peran hemisfer kiri dan kanan dalam bahasa berkaitan dengan
beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu :
1.
Teori Lateralisasi
Teori Lateralisasi adalah suatu teori yang dapat ditarik secara jelas bahwa belahan
korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan,
pemahaman dan produksi bahasa. Dari definisi ini sudah dapat ditarik kesimpulan
yang menyatakan adanya spesialisasi atau semacam pembagian kerja pada daerahdaerah otak serebrum manusia berdasarkan teori Broca dan Wernicke. Berikut
dikemukakan beberapa eksperiman yang pernah dilakukan untuk menyokong teori
lateralisasi tersebut.
a.Tes Menyimak Rangkap (Dichotic Listening)
Tes ini pertama kali diperkenalkan oleh Broadbent. Tes ini dilakukan
dengan memperdengarkan pasangan kata yang berbeda (misalnya boy dan girl atau
dog dan cat) pada waktu yang betul-betul bersamaan di telinga kiri dan telinga
kanan orang yang dites dengan kenyaringan yang sama. Umpamanya, pada telinga
kiri orang yang dites diperdengarkan kata girl dan pada telinga kanan
diperdengarkan kata boy.
Ternyata kata boy yang diperdengarkan pada telinga sebelah kanan dapat
diulangi dengan baik daripada kata girl yang diperdengarkan di telinga sebelah
kiri. Tes yang dilakukan berulang-ulang terhadap orang-orang berbeda (baik anakanak maupun dewasa) dan dengan pasangan kata yang berbeda-beda ternyata
memberi hasil yang sama, kata yang diperdengarkan di telinga sebelah kanan dapat
diulang dengan baik sedangkan kata yang diperdengarkan di telinga sebelah kiri
tidak dapat diulang dengan baik. Hasil tes ini membuktikan bahwa telinga kanan
(yang dilandasi oleh hemisfer kiri) lebih peka terhadap bunyi-bunyi bahasa
dibandingkan dengan telinga kiri (yang dilandasi oleh hemisfer kanan).
b.Tes Stimulus Elektris (Electrical Stimulation of Brain)
Tes stimulus elektrik ini pertama kali dilakukan oleh Penfield dan
Rasmussen,lalu Penfield dan Robert. Penfield dan Robert menemukan bahwa
stimulus elektris pada korteks sebelah kiri telah menyebabkan si pasien kehilangan
kemampuan untuk berbicara, sedangkan stimulus yang sama pada korteks sebelah
kanan tidak mengganggu kemampuan berbicara si pasien.
c.Tes Grafik Kegiatan Elektris (Electrics-Encephalo-Graphy)
Tes ini dilakukan untuk mengetahui adakah alliran listrik pada otak apabila
seseorang sedang bercakap-cakap dan kalau ada bagian manakah yang giat
mendapatkan aliran listrik ini. Tes grafik kegiatan elektris ini juga telah
membuktikan bahwa lateralisasi untuk bahasa adalah pada hemisfer kiri,
sedangkan hemisfer kanan untuk fungsi-fungsi lain yang bukan bahasa.
d.Tes Wada (Tes Amysal)
Tes wada ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar Jepang bernama J.
Wada. Dalam tes ini obat sodium amysal diinjeksikan dalam system peredaran
salah satu belahan otak. Belahan otak yang mendapat obat ini menjadi lumpuh
untuk sementara. Jika hemisfer kanan dilumpuhkan maka anggota tubuh sebelah
kiri tidak dapat berfungsi tetapi fungsi bahasa tidak terganggu dan orang ini dapat
bercakap-cakap. Namun saat hemisfer kiri yang diberi, maka anggota badan
sebelah kanan yang menjadi lumpuh termasuk fungsi bahasa. Jelas, hasil tes ini
membuktikan bahwa pusat bahasa berada pada hemisfer kiri.
e.Teknik Fisiologi Langsung (Direct Physiological Technique)
Teknik ini telah dilakukan oleh Cohn untuk memperkuat hail-hasil yang
dilakukan dengan teknik psiko-fisiologi, yaitu tes menyimak rangkap (dichotic
listening). Pada tes menyimak rangkap menyangkut juga faktor psikologi karena
subjek ditanyakan oleh orang yang mengetes apa yang ia dengar. Teknik fisiologi
ini merekam secara langsung getaran-getaran elektris pada otak dengan cara
electro-encephalo-grapky. Setelah telinga kanan dan kiri secara berturut-turut
diperdengarkan bunyi bising dan bunyi ujaran bahasa, ternyata suara bising
terekam dengan baik pada hemisfer kanan, sedangkan bunyi ujaran bahasa terekam
dengan baik pada hemisfer kiri.
f.Teknik Belah Dua Otak (Bisected Brain Technique)
Pada teknik ini kedua hemisfer sengaja dipisahkan dengan memotong
korpus kolosum, sehingga kedua hemisfer itu tidak mempunyai hubungan.
Kemudian pada tangan kiri pasien yang matanya ditutup diletakkan misalnya
sebuah anak kunci. Ternyata si pasien mengenal benda itu dengan melakukan gerak
membuka pintu dengan menggunakan anak kunci tersebut, tetapi ia tidak dapat
menyebutkan nama benda tersebut. Karena penyebutan nama benda dilandasi oleh
hemisfer kiri, sedangkan tangan kiri yang memegang benda tersebut dilandasi oleh
hemisfer kanan. Dengan kata lain, hemisfer kiri tidak mengetahui apa yang
dikerjakan oleh hemisfer kanan karena hubungan keduanya telah diputuskan.
2. Teori Lokalisasi
Teori lokalisasi atau yang lazim juga disebut pandangan lokalisasi berpendapat
bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan Wernicke
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada beberapa cara lain untuk
menunjukkan teori lokalisai ini, antara lain sebagai berikut:
a.
Geschwind dan Levistsky telah menganalisis secara terperinci 100 otak manusia
normal setelah mereka meninggal. Keduanya menemukan bahwa planun temporal
yaitu daerah di belakang girus Hescl (daerah-daerah bahasa, medan Wernicke) jauh
lebih besar pada hemisfer kiri.Bahkan perbedaan ini dapat langsung dilihat oleh
mata.
c.
Dengan cara ini kita melihat bagian-bagian otak, terutama korteks pada waktu
bagian-bagian itu sedang berfungsi. Dengan cara, setengah jam sebelum kepala
pasien dimasukkan ke dalam PET, cairan glukosa beradioaktif disuntikkan ke
lengannya. Jika suatu bagian otak bekerja aktif, dia memerlukan glukosa yang
banyak. Maka dengan pertolongan glukosa ini proses-proses pemikiran dalam otak
yang bekerja dan memerlukan glukosa akan tampak bersinar, berwarna merah dan
bergerak-gerak.
D.Gangguan Berbahasa
Meskipun ukuran otak hanya maksimal 2% dari seluruh ukuran badan
manusia akan tetapi otak banyak sekali menyedot energi. Apabila aliran darah pada
otak tidak cukup atau ada penyempitan pembuluh darah maka akan terjadi
kerusakan pada otaki atau biasa disebut dengan stroke.
Stroke mempunyai berbagai akibat karena adanya control silang dari
hemisfer kiri dan kanan. Apabila stroke terdapat pada hemisfer kiri maka akan
menyebabkan gangguan pada belahan kanan dan sebaliknya. Biasanya kerusakan
pada hemisfer kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan wicara
yang disebabkan oleh stroke disebut dengan afasia (aphasia).
Afasia juga diartikan sebagai gangguan yang berkenaan dengan hilangnya
kemampuan seseorang dalam berbicara atau menulis, mamahami makna ujaran
yang diucapkan. Adapun macam-macam afasia adalah sebagai berikut:
1.
Afasia Broca
Afasia Broca ialah kerusakan yang terjadi pada daerah broca,karena daerah ini
berdekatan dengan jalur korteks motor, sehingga alat-alat ujaran seperti mulut bisa
terganggu. Kadang-kadang mulut bisa bencong dan menyebabkan gangguan pada
pengungkapan ujaran sehingga kalimat yang diproduksi terpatah-patah.
2.
Afasia wernicke
Afasia Wernicke ialah kerusakan pada daerah wernicke, sehingga penderita afasia
ini tetap lancar berbicara hanya saja kalimat-kalimatnya sukar untuk dimengerti
karena banyak kata yang tidak cocok dengan maknanya dengan kata-kata lain
sebelum dan sesudahnya.
3.
Afasia Anomic
Afasia anomic ialah kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe pariental
atau pada batas antara lobe pariental dengan lobe temporal. Sehingga penderita ini
tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi. Jadi bila pasien ini diminta untuk
mengambil benda yang bernama gunting dia akan bisa melakukannya. Akan tetapi,
kalau kepadanya di tunjukkan gunting dia tidak dapat mengatakan nama benda
itu.
4.
Afasia Global
Afasia global ialah kerusakan yang terjadi tidak hanya satu daerah saja tetapi
dibeberapa daerah yang lain, kerusakan bisa menyebar dari daerah broca melewati
korteks motor menuju lobe pariental dan sampai kedaerah wenicke. Sehingga
mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar. Dari segi fisik
penderita bisa lumpuh disebelah kanan, mulut bisa moncong dan lidah bisa
menjadi tidak cukup fleksibel, dari segi verbal dia bisa sukar memahami ujaran
orang dan ujaran dia tidak mudah dimengerti orang karena kata-kata yang tidak
jelas.
5.
Afasia Konduksi
Afasia konduksi ialah kerusakan yang terjadi pada organ yang menghubungkan
lobe frontal dan lobe temporal sehingga penderita ini tidak dapat mengulangi kata
yang diberikan padanya.
6.
Disartia (dysarthria)
Ialah gangguan yang berupa lafadz ujaran yang tidak jelas tetapi ujarannya utuh.
Gangguan ini terjadi karena bagian rusak pada otak hanyalah pada bagian korteks
motor saja, sehinnga
Mungkin hanya lidah bibir atau rahangnya saja yang berubah.
7.
Demensia (Dementia)
Demensia ialah gangguan pada pembuatan ide yang akan dikatakan, sehinnga isi
ujaran bisa loncat-loncat kesana kemari.
8.
Aleksia (Alexia)
Agrafia (Agraphia)
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
Otak terdiri dari dua hemisfer (belahan), yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan,
yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Tiap hemisfer terbagi lagi dalam bagianbagian besar yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis,
lobus oksipitalis, dan lobus temporalis.
Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas
hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi mononton, tak ada
lagu kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi dan tanpa disertai isyarat-isyarat
bahasa
Teori Lateralisasi adalah suatu teori yang dapat ditarik secara jelas bahwa belahan
korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan,
pemahaman dan produksi bahasa.
Teori lokalisasi atau yang lazim juga disebut pandangan lokalisasi berpendapat
bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan Wernicke
Kerusakan pada hemisfer kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara.
Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke disebut dengan afasia (aphasia).