Email: salwanabilatsss@gmail.com
Abstrak
Gangguan berbahasa meliputi kesulitan berkomunikasi dan penyandangnya mengalami
kegagalan dalam menerapkan kemampuan berbahasa. Penderita mengalami kesulitan dalam
menyampaikan isi pikiran dan perasaannya melalui lisan baik dalam bentuk kata maupun
kalimat. Kemampuan berbahasa penderita menjadi terganggu dan penderita mengalami kesulitan
dalam berbahasa, itu semua disebabkan oleh kelainan fungsi otak dan alat becara. Manusia yang
memiliki fungsi otak dan alat bicara yang normal dapat berbahasa dengan baik. Namun
sebaliknya, mereka yang fungsi otak dan alat bicaranya mengalami kelainan akan kesulitan
dalam berbahasa baik produktif maupun represif. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk
mengetahui gangguan apa saja yang dialami seseorang dalam proses berbahasa. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode penyimakan materi yang diaparkan teman sekelas dan metode
menelaah lebih lanjut materi pada internet. Hasil dari pengumpulan daa terdapat beberapa
gangguan dalam berbahasa yang disebabkan oleh penyakit afasia wenicke.
Kata Kunci: Gangguan berbahasa, afasia wernicke, afasia motorik, dan psikolinguistik.
1. PENDAHULUAN
Psikolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari tentang mental seseorang untuk berbahasa
(Dardjowidjojo, 2014:07). Secara garis besar psikolinguistik mempelajari berbagai topik yang
berhubungan dengan prose berbahasa manusia melalui perkembangan mental seseorang, yang
meliputi pemerolehan bahasa, perkembangan bahasa, pembelajaran bahasa, serta gangguan
berbahasa. Pada dasarnya ada beberapa manusia yang mengalami gangguan dalam proses
pemerolehan dan pemrokduksian bahasa, yang terjadi akibat faktor medis dan faktor lingkungan
sosial.
Manusia yang memiliki fungsi otak dan alat bicara yang normaol dapat berbahasa dengan baik.
Namun, tidak bagi mereka yang memiliki kelainan pada fungsi otak dan alat bicaranya, mereka
cenderung akan mengalami kesulitan ketika berbahasa baik produktif maupun represif.
Sehingga, kemampuan berbahasa mereka akan terganggu.
Gangguan berbahasa dapat diartikan sebagai ketidakmampuan mengeluarkan kata-kata yang
diakibatkan oleh terjadinya kerusakan pada daerah Broca dan Wernicke yang tidak berfungsi
dengan baik, sehingga dapat menyebabkan gangguan berbahasa yang disebut dengan afasia.
Kajian yang mengkaji tentang afasia dan perkembangannya dan menjelaskan tentang gangguan
pemrosesan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan hemisfer kiri, khususnya pada area
Broca dan Wernicke dinamakan afasiaologi. Afasia memiliki beberapa jenis, yakni
ketidakmampuan ekspresif atau afasia motorik dan ketidakmampuan reseptif atau afasia
sensorik. Afasia motorik terjadi akibat dari terganggunya neuron motorik, yang berfunsi untuk
meneruskan implus dari system saraf pusat ke otot dan kelenjar yang akan melakukan respon
tubuh (lestari, 2009:290). Terganggunya area berbahasa yang berhubungan dengan lobus frontal,
lobus temporal, dan lobus pariental di otak bagian Broca yang berkenaan dengan afasia motorik.
Afasia motorik terbagi menjadi beberapa jenis salah satunya adalah afasia motorik kortikal.
Penderita afasia motorik kortikal mengalami kegagalan dalam menggunakan perkataan untuk
menyampaikan maksud secara verbal, tetapi mereka dapat menyampaikannya megguanakan
ekspresi visual berupa tulisan atau bahasa isyarat. Penderita afasia motorik kortikal tidak
mengalami kendala dalam memahami bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Meskipun dalam
memahami bahasa lisan dan bahasa tulisan baik, tetapi muncul kesulitan memahami kalimat
dengan struktur komplek. Di masyarakat, kasus gangguan berbahasa masih dianggap sepele dan
biasa-biasa saja. Hanya sedikit orang yang memahami penyebab afasia motorik. Padahal,
penderita afasia motorik kortikal hanya bisa pasrah dan tidak berdaya. Karena, penderita
memiliki keinginan yang besar untuk mengutarakan pikirannya. Mereka seringkali merasa kesal
karena apa yang diekspresikan tidak dapat dimengerti oleh orang di sekelilingnya, padahal
mereka sudah berusaha keras untuk menyampaikan pikirannya (Mujianto, 2018). Sebagai
masyarakat yang berada di dekat penderita semestinya dapat membantu penderita untuk
menyampaikan apa yang dipikirkan sehingga penderita tidak merasa minder atau berkecil hati
ketika berada di lingkungan masyarakat.
Dalam masalah gangguan berbahasa yang disebabkan oleh kerusakan pada lapisan permukaan
otak bagian Broca menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam menyampaikan isi
pikirannya melalui perkataan. Di era revolusi industri 5.0, masyarakat disuguhkan dengan
teknologi-teknogi yang super canggih sehingga nilai komunikasi dengan kontak mata menurun.
Kondisi tersebut membuat seseorang tidak lagi memikirkan perasaan orang lain. Oleh karena itu,
penderita afasia motorik menjadi tidak terlatih untuk berkomunikasi dan kemungkinan untuk
sembuh menjadi lebih kecil (Musaffak, 2015). Tidak adanya orang yang mengajaknya
berkomunikasi membuatnya semakin sulit untuk belajar menyampaikan apa yang ada
dipikirannya melalui bahasa. Lawan bicaranya cenderung memilih untuk bermain gadget
dibandingkan berkomunikasi dengannya. Kondisi tersebut semakin mempersulit penderita untuk
belajar mengutarakan apa yang ada dipirkannya melalui bahasa karena media untuk belajarnya
dan mengenal bahasa berkurang. Di sisi lain penderita afasia motorik kortikal dapat dengan
mudah menyampaikan apa yang ada di pikiran dan perasaannya melalui tulisan melalui pesan
singkat yang dapat disampaikan kepada lawan bicaranya.
Tidak semua perkembangan teknologi berdampak buruk. Bagi penderita afasia motorik kortikal
ini sangat membantu untuk dapat belajar mengenal bahasa lebih banyak dan dapat menambah
wawasannya dengan cara membaca informasi yang ada di internet atau media sosial (Eriyanti,
2017). Penderita juga dapat menciptakan kreativitas melalui teknologi, seperti menulis,
membuat grafis, dan sebagainya. Karena penderita hanya mengalami kesulitan dalam
menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaanya melalui perkataan.
2. PEMBAHASAN
3. PENUTUP
Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan berbahasa. Namun, pada manusia yang normal
fungsi otak dan alat bicaranya dapat berbahasa dengan baik tanpa mengalami gangguan. Namun,
bagi mereka yang mengalami cidera pada fungsi otak dan alat bicaranya mengalami kesulitan
dalam berbahasa.
Penderita afasia motorik kortikal tidak dapat menyampaikan isi pikiran dan perasaannya melaui
perkataan. Namun, mereka dapat menyampaikannya lewat bahasa tulis atau basa isyarat
layaknya seperti orang bisu. Ketika kita hendak berkomunikasi dengan penderita gangguan
afasia motorik kortikal kita tidak perlu bingung dalam menyampaikan gagasan karena pada
dasarnya mereka dapat memahami apa yang kita sampaikan. Penderita afasia motorik kortikal
akan memberikan respon kepada kita dengan menggunakan bahasa tulisan atau bahasa isyarat.
Gejala afasia motorik kortikal dapat ditangani dengan perawatan secara rutin di rumah sakit dan
ditangani oleh ahli bahasa atau ahli komunikasi.
4. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Alun, C.N. (2019). Afasia Motorik Gangguan Berbahasa. [Online]
Tersedia: http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA/article/download/
3238/2926 [14 Januari 2023)
Fadli, Rizal. (2021). Afasia. [Online]
Tersedia: https://www.halodoc.com/kesehatan/afasia (14 Januari 2023)