Anda di halaman 1dari 21

Referat

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Oleh:
Wulan Meilani

04054821618101

Yuni Paradita Djunaidi

Pembimbing:
dr. Yusril, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Oleh:
Wulan Meilani
Yuni Paradita Djunaidi

04054821618101
04084821618227

Telah dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sebagai salah satu persyaratan guna
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi FK Unsri/RSMH Palembang.

Palembang,

Juli 2016

Pembimbing,

dr. Yusril, Sp.S

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul Pemeriksaan Fungsi Luhur
untuk memenuhi tugas laporan Referat yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya dalam Departemen Neurologi.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusril, Sp.S,
selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga referat
ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat.

Palembang,

Penulis

Juli 2016

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2

2.1

Definisi................................................................................................2

2.2

Epidemiologi......................................................................................2

2.3

Etiologi ..............................................................................................3

2.4

Klasifikasi...........................................................................................3

2.5

Faktor Risiko......................................................................................4

2.6

Patofisiologi .......................................................................................7

2.7

Manifestasi Klinis ..............................................................................10

2.8

Diagnosis............................................................................................10

2.9

Penatalaksanaan..................................................................................13

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................16


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN

Fungsi luhur yang khas bagi manusia mencakup aktivitas yang memiliki
hubungan dengan kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertian. Fungsi luhur
berkembang pada manusia melalui mekanisme neuronal yang memungkinkan
penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yag berasal dari dunia luar dirinya,
sehingga

menjadi

pengalaman

miliknya,

yang

dapat

dimanfaatkan

untuk

mengekspresikan dirinya kepada dunia luar.


Fungsi

luhur

merupakan

sifat

khas

manusia.

Penelitian

mengenai

perbandingan otak dan berbagai binatang memperlihatkan perbedaan struktur yang


nyata. Yang membuat otak manusia jauh berbeda ialah korteks asosiatifnya, yang
menduduki daerah antar berbagai korteks perseptif primer.
Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau
tanggapan atas segala rangsang atau stimulus baik dari luar maupun dari dalam
tubuhnya sendiri sehingga dia mampu mengadakan hubungan intra maupun
interpersonal. Dengan adanya fungsi luhur menjadikan manusia dapat memenuhi
segala kebutuhan jasmani maupun rohani sesuai dengan moral yag berlaku.
Otak merupakan organ untuk berfikir yang dapat terganggu oleh berbagai
sebab. Bagian tertentu otak mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan
normal merupakan fungsi integritas tertinggi otak yang dapat dinilai. Pada referat ini
akan dibahas mengenai fungsi luhur serta cara pemeriksaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Fungsi luhur ialah fungsi yang memungkinkan manusia dapat memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani sesuai dengan nilai moral yang berlaku. Fungsi luhur
adalah suatu fungsi pada manusia yang mengolah dan mengintegrasi persepsi secara
adekuat. Fungsi luhur merupakan hasil pengolahan fungsi kortikal (korteks), dimana
tiap bagian korteks berintegrasi baik antar lobus dalam satu hemisfer maupun antar
hemisfer. Yang dimaksud dengan fungsi luhur yaitu:
1.

Fungsi bahasa

2.

Fungsi visuospasial

3.

Fungsi memori

4.

Fungsi emosi

5.

Fungsi kognitif

Fungsi luhur dipakai untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien


dengan penyakit otak pada kerusakan otak. Manusia normal dapat melakukan gerakan
dan tindakan tanpa diajarkan seperti duduk, jongkok, berdiri yang juga dijumpai pada
binatang, fungsi-fungsi ini disebut fungsi dasar.
Fungsi motorik seperti bicara, menulis, membaca. Mengetik dan mamainkan
alat-alat musik atau alat lainnya termasuk fungsi luhur. Dengan kata lain mengerti apa
yang ditangkap panca indra, membuat simbol-simbol, membuat dan manjalankan alatalat terjadi melalui proses belajar. Fungsi-fungsi ini dimungkinkan oleh adanya
perkembangan korteks cerebri yang lebih sempurna.
2.2 Komponen Fungsi Luhur
Fungsi luhur terdiri dari:
1.

Fungsi Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa terdiri dari bahasa verbal


(ucapan), bahasa visual (tulisan). Untuk sebagian besar orang, pusat bahasa terletak
dibagian hemisfer otak kiri, yang disebut juga sebagai hemisfer dominan.
Tangan kanan
Tangan kiri

: 95 % pusat bahasa dihemisfer kiri


5 % dihemisfer kanan.
: 70 % pusat bahasa di hemisfer kiri
15 % di hemisfer kanan
15 % di hemisfer bilateral (kanan kiri).

Secara anatomis ada 3 daerah utama otak untuk fungsi bahasa, yaitu:
a.
1)
2)

Dua daerah reseptif, yaitu:


Area wernicke merupakan daerah reseptif untuk bahasa yang didengar.
Area garis anggularis merupakan daerah reseptif untuk bahasa yang

dilihat. Seseorang dapat terganggu wicaranya saja atau terganggu bahasa saja.
Perbedaannya yaitu gangguan wicara bersifat perifer, disebabkan kelainan saraf
perifer, otot, dan struktur yang dipakai bicara. Sedangkan gangguan bahasa sifatnya
sentral, disebabkan oleh kelainan korteks cerebri (fungsi luhur).
b. Suatu daerah yang berfungsi ekspresif, area brocca untuk bicara.
Hubungan antara area wernicke dan area brocca melalui serabut fasikulus
arkuatus. Aspek afektif bahasa meliputi yaitu: inotasi bicara dan emosi ekspresi, pusat
bahasa efektif bahasa terdapat pada hemisfer dominan (homologi dengan area wernike
dan area brocca, dihemisfer dominan).

Kerusakan pada daerah temporal non dominan yang homolog dengan area
wernicke akan terjadi gangguan dalam lagu kalimat. Kerusakan pada daerah brocca
akan menjadi dominan yang homolog dengan area brocca akan menjadi gangguan
emosi ekspresi dalam bicara. Bila ada kerusakan hemisfer dominan tidak ada
kesulitan dalam bahasa non verbal, seperti menggunakan isyarat muka, dan tangan
sewaktu bicara.
Bila ada gangguan hemisfer non dominan masih dapat berbahasa dengan tata
bahasa yang benar, tapi tampak berbahasa tanpa lagu kalimat, monoton tanpa
penekanan dan tidak mampu menggunakan isyarat muka, dan tangan sewaktu bicara.
Bila ada gangguan pada hemisfer dominan akan terjadi afasia, yaitu:
a. Ketidakmampuan untuk mengerti bahasa (afasia wernicke-afasia sensorik)

b.

seperti berikut ini:


1) Tidak mengerti bahasa ucapan maupun bahasa lisan.
2) Tidak dapat mengulang kata-kata
3) Tidak dapat memberi nama benda
4) Tidak bisa membaca dan menulis
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan bahasa (afasia brocca-afasia
motorik), seperti:
1) Berbicara tidak lancar
2) Kesulitan mengeluarkan kata-kata
3) Tidak dapat mengulang kata-kata yang didengar
4) Tidak dapat memberi nama benda walaupun masih mengenal benda
tersebut.

2.

Fungsi Memori
Memori

yaitu

kemampuan

seseorang

untuk

menyimpan

informasi/pengenalan untuk di kemukakan suatu saat. Mekanisme memori


terjadi melalui tiga tahap yaitu:

a.

Resepsi
Informasi diterima dan dicatat oleh pusat otak primer, seperti

pengliheten atau perabaan. Penyimpanan sangat singkat dan bersifat temporer.


b.

Retensi

Informasi lebih lama dan lebih permanen. Ini disebabkan oleh


informasi dan pengalaman terjadi berulang-ulang.
c.

Recall
Proses mengingat kembali informasi yang disimpan.

Ada tiga bentuk memorial sebagi berikut ini:


a.

Immediate memori
Rentang waktu antara stimulus dengan recall hanya beberapa detik.

Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (atensi).


Memori yang berlangsung sangat singkat dan hanya beberapa detik saja,
misalnya mengulang kata-kata.
b.

Recent memory
Yaitu memori yang disimpan dalam waktu yang beberapa menit, jam

atau hari. Mudah dilupakan dan kadang-kadang sukar diingat kembali


misalnya mengingat nama orang tua atau nomor telepon.
c.

Remote memory
Yaitu memori yang tidak berakar, sukar dilupakan seperti nama sendiri,

nama orang tua, tanggal lahir dan sebagainya. Rentang waktunya bertahuntahun bahkan seusia hidup
Struktur anatomi dalam penyimpanan memori adalah:
a.

Pusat otak primer dan asosiasi ialah korteks serebri, berperan dalam

penyimpanan remot memori.


b.

Sub korteks
1) Hipokampus, bagian lobus temporalis
2) Sistem limbik
Berperan dalam penyimpanan recent memory

3.

Fungsi Emosi

Yang termasuk emosi yaitu rasa senang, marah, sedih, takut, kasih sayang, dan
lain-lain. Emosi penting untuk mempertahankan aktivitas yang penting untuk
kehidupan individu seperti :
a. Makan (feeding)
b.

Berkelahi (fight)

c. Melarikan diri (flight)


d. Mempertahankan jenis (perkawinan, merawat, dan mengurus anak)
Emosi

merupakan

perasaan

kompleks

(menyenangkan

atau

tidak

menyenangkan) pada organisme yang melibatkan perubahan aktivitas organ tubuh


terutama organ visceral. Emosi berada di bawah kontrol sistem saraf otonom yang
dapat mendorong munculnya respon atau perilaku tertentu. Komponen emosi terdiri
dari: stimulus (nyata atau khayalan), afek atau perasaan, perubahan aktivitas otonom
organ visceral, dan dorongan aktivitas atau perilaku tertentu. Emosi marah dan takut
perlu untuk mempertahankan diri.
Bagian otak yang berkaitan dengan emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik
merupakan batas antara diensefalon (batang otak) dengan cerebrum. Bangunan utama
sistem limbik adalah amigdala, septum (dinding), hipokampus, girus singulatus,
thalamus anterior, dan hipotalamus Menurut papez (1958, yang dikenal sebagai sirkuit
papez), bagian otak yang mengurus emosi adalah hipokampus, amigdala, corpus
mamillare, nuclei anterior thalamus, dan girus singulatus.

4. Fungsi Kognitif
Kognitif adalah suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurangkurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan fungsi
psikomotor. Fungsi eksekutif melibatkan penalaran, perencanaan, evaluasi, strategi
berpikir. Aspek kognitif bahasa adalah mengenai ekspresi verbal, perbendaharaan
kata, kefasihan dan pemahaman bahasa. Fungsi psikomotor adalah berhubungan
dengan pemrograman dan eksekusi motorik. Semua fungsi kognitif dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti suasana hati (sedih atau gembira), tingkat kewaspadaan dan
tenaga, kesejahteraan fisik dan juga motivasi. Semua proses mental yang digunakan
oleh organisme untuk mengatur informasi seperti memperoleh input dari lingkungan
(persepsi), memilih (perhatian), mewakili (pemahaman) dan menyimpan (memori)
informasi dan akhirnya menggunakan pengetahuan ini untuk menuntun perilaku
(penalaran dan koordinasi output motorik).

5. Fungsi Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan
lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan. Menggambar jam
sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif
dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
Gangguan visuospasial sering timbul dini pada demensia. Pasien banyak lupa
waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu
tempat sehingga sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara
obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien
mengkopi gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk.

2.3 Pemeriksaan Fungsi Luhur


1. Pemeriksaan Fungsi Bahasa

Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa
akibat kerusakan di otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otototot bicara, artikulasi maupun gangguan penurunan inteligensia.
Ada 2 jenis afasia:
Afasia motorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi
pikirannya.
- Afasia motorik kortikalis apabila penderita tidak dapat mengeluarkan
isi pikirannya baik secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di
-

cortex cerebri dominan.


Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) apabila penderita
tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya secara verbal namun masih
dapat dengan tulisan maupun isyarat. Letak lesi di subcortex hemispher

dominan.
Afasia motorik transkortikalis

apabila penderita tidak dapat

mengeluarkan isi pikirannya tetapi masih dapat membeo. Letak lesi


ditranskortikalis kartek Broca dan Wernicke.
Cara pemeriksaan:
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai
hal-hal yang sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak
bisa disuruh menuliskan jawaban atau dengan isyarat.
Syarat pemeriksaan:
Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling
dimengerti.

Afasia sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.
- Afasia sensorik kortikalis apabila penderita tidak dapat mengerti isi
pikiran orang lain yang disampaikan balk secara verbal, tulisan,
-

maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke (sensorik).


Afasia sensorik subkortikalis apabila penderita tidak dapat mengerti isi
pikiran orang lain yang disampaikan secara verbal, sedangkan tulisan

dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.


"Buta kata-kata" (word Blindness)
Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa

visual. Hal ini jarang terjadi.


Cara pemeriksaan:

Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila


tidak bisa baru diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama

dengan afasia motorik.


Gangguan bahasa lainnya
1. Apraksia
Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor. Cara: beri perintah
untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya membuka kancing baju,
dan lain-lain.
2. Agrafia
Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa). Cara: beri perintah untuk
menuliskan kata-kata yang didiktekan.
3. Alexia
Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.
Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah
dikenalnya.
4. Astereognosia
Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.
Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan
cara merabanya.
5. Abarognosia
Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya
(perabaan).
Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.
6. Agramesthesia
Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.
Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya
dengan mata tertutup.
7. Asomatognosia
Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau
kanan.
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemapuan yaitu: bicara spontan,

komprehensi, menamai, repetisi (mengulang), membaca dan menulis.


a. Pemeriksaan kelancaran bicara
Seseorang disebut berbicara lancar bila bicara spontanya lancar,
tanpa tertegun-tegun untuk mencari kata yang diinginkan. Kelancaran
bicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila

kemampuan ini diperiksa secara khusus dapat dideteksi masalah


berbahasa yang ringan pada lesi otak yang ringan atau pada demensia dini.
Defek yag ringan dapat dideteksi melalui tes kelancaran, menemukan kata
yaitu jumlah kata tertentu yang dapat diproduksi dalam jangka waktu yang
terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan
selama jangka waktu satu menit, atau menyebutkan kata-kata yang
dimulai dari huruf tertentu.
Menyebutkan nama hewan: pasien disuruh menyebutkan sebayak
mungkin nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlanya serta
kesalahan yang ada, misalnya parafasia. Skor: orang normal umumnya
mampu menyebutkan 18-20 nama hewan selama 60 detik, dengan variasi
5-7. Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tes
ini.
b. Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan
Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit
dinilai. Pemeriksaan klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung
kurang cukup memberi hasil memuaskan. Langkah berikut dapat
digunakan untuk mengevaluasi pemahaman secara klinis, yaitu dengan
cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk.
Konversasi. Denga mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai
kemampuannya memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh
pemeriksa.
Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana sampai
yang sulit dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami.
Mula-mula suruh pasien tepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya,
misalnya: mengambil pensil, letakkan kotak diatas kursi dan sebagainya.
Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk
pertanyaan yang dijawab denga ya atau tidak. Mengingat
kemungkinan salah ialah 50%, jumlah pertanyaan harus banyak, paling
sedikit 6 pertanyaan.
Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah dipahami dan
kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: tunjukkan lampu,
kemudian tunjukkan gelas yang ada di samping televisi
c. Pemeriksaan repetisi

Kemampuan

mengulag

dinilai

dengan

menyuruh

pasien

mengulang mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian


ditingkatkan menjadi kalimat.
Cara pemeriksaan:
Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan pemeriksa. Mula

mula sederhana kemudian lebih sulit, contoh:


Map
Bola
Kereta
Rumah sakit
Sungai barito
Lapangan latihan
Kereta api malam
Besok aku pergi dinas
Rumah ini selalu rapi
Sukur anak itu naik kelas
Seandainya si Amat tidak kena influenza
Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini
didapatkan parafasia, salah tata bahasa, kelupaan, dan penambahan. Orang
normal umumnya mampu mengulang kalimat yag mengandung 19 suku-

kata.
d. Pemeriksaan menamai dan menemukan kata
Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi
berbahasa. Hal ini sedikit banyak terganggu pada semua penderita afasia.
Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk menilai afasia
mencakup penilaian terhadap kemampuan ini.
Cara pemeriksaan: terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh
menyebutkan nama beberapa objek juga warna dan bagian dari objek
tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji,
bolpoin, kacamata, kemudian baian dari arloji, lensa kaca mata.
e. Pemeriksan sistem bahasa
Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu
diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi, repetisi,
dan menamai.
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa
lisan. Selain itu, perlu pula diperiksa sisi otak mana yang dominan,
dengan melihat penggunaan tangan dominan.
f. Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)

Penggunaan tangan dan sisi otak yag dominan mempunyai kaitan


yang erat. Sebelum menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang
dominan, dengan melihat penggunaan tangan.
2. Pemeriksaan Fungsi Memori
Secara klinis gangguan memori

(daya

mengingat)

ada

yaitu:

1. Immediate memory (segera)


2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)
3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)
Cara pemeriksaan :
1. Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu
seperti mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan. Cara: penderita
disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di bawah ini: (disebut
digit span)
3-7
2-4-9
8-5-2-7
2-8-6-9-3
5-7-1-9-4-6
8-1-5-9-3-6-7
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.
2. Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari
yang lalu. Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang
dikerjakan/dialami beberapa menit/jam/hari yang lalu.
3.Remote memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu
(bertahun-tahun). Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau temanteman

masa

kecilnya.

(Tentunya

pemeriksa

telah

mendapat

informasi

sebelumnya).
Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar)
sedangkan memori yang dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut:

Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan


kepadanya kemudianbenda - benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian
penderita disuruh mengulang nama-nama benda tersebut.

3. Pemeriksaan Fungsi Orientasi


Orientasi terhadap orang (individu). Waktu, dan tempat perlu dinilai.
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan
pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap sebagai
ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan pasien memantau perubahan
sekitar yang kontinyu. Bila orientasi pasien terganggu, hal ini dapat merupakan
petunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu
Secara klinis pemeriksaan orientasi ada 3 yaitu: Personal, tempat, waktu.
Cara:
a. Orientasi terhadap orang
Siapa nama anda?, berapa usia anda?, apa tugas anda?, apa tugas anda?,
kapan anda dilahirkan?, apakah mengenal orang lain di sekitar anda, serta
pemeriksa sebagai dokter.
b. Orientasi terhadap tempat
Dimana anda sekarang berada?, apa nama tempat ini?, di kota mana kita
sekarang berada?
c. Orientasi terhadap waktu
Hari apa sekarang? Hari ini tanggal berapa? Bulan apa? Tahun berapa/
kira-kira jam berapa sekarang?
Catatan:
Semua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita
yang mempunyai kesadaran penuh atau baik dan tidak mengalami
gangguan mental, kemunduran inteligen maupun kerusakan organ-organ
atau persarafan perifer yang terkait. Harus diingat bahwa pemeriksaan
fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-fungsi cortex cerebri yang terkait.
4. Pemeriksaan Fungsi Kognitif
Perangkat terstandarisasi, sederhana dan praktis untuk menilai ada
tidaknya gangguan FKL dan kognitif adalah Mini Mental State Examination
(MMSE). Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain: orientasi,
registrasi, atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa. MMSE
merupakan perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan sebagai skrining
untuk mengetahui adanya gangguan kognitif, baik di masyarakat, komunitas usia

lanjut, pasien rumah sakit, maupun institusi lainnya. Namun demikian, MMSE
tidak dapat digunakan untuk menggantikan perangkat penilaian status mental dan
kognitif secara lengkap. MMSE diperkenalkan oleh Folstein dkk sejak tahun
1975, telah divalidasi, dan secara luas digunakan untuk skrining fungsi kognitif.
MMSE terdiri dari 11 pertanyaan yang dapat diselesaikan dalam waktu 5 10
menit, sehingga praktis digunakan secara rutin.

Instrumen ini disebut mini karena hanya fokus pada aspek kognitif dari
fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental
abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State Examination (MMSE) menilai
sejumlah domain kognitif, orientasi ruang dan waktu, working and immediate
memory, atensi dan kalkulasi, penamaan benda, pengulangan kalimat,
pelaksanaan perintah, pemahaman dan pelaksanaan perintah menulis, pemahaman
dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis. Instrumen ini
direkomendasikan sebagai screening untuk penilaian kognitif global oleh
American Academy of Neurology (AAN).

Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) dijadikan metode


skrining untuk memantau perkembangan demensia. Secara umum MMSE
berkorelasi baik dengan berbagai pemeriksaan fungsi kognitif lainnya. Nilai cutoff yang bervariasi menyokong nilai sensitifitas dan spesifisitas yang maksimal
pada populasi yang berbeda. Skor nya dapat mengalami bias oleh karena dasar
tingkat pendidikan, bahasa dan kultur, yang mana pasien dengan tingkat
pendidikan yang rendah dapat diklasifikasikan sebagai demensia dan pasien
lainnya dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat terlupakan. Skor 23
dengan tingkat pendidikan sampai high school, dan skor ke 25 dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi sering kali digunakan sebagai indikasi terdapat
gangguan fungsi kognitif secara signifikan. Nilai MMSE secara umum menurun
seiring dengan pertambahan usia. Meskipun skor rata rata yang rendah pada
orang usia lanjut dapat mengakibatkan prevalensi demensia yang semakin
meningkat pada kelompok usia lanjut. Skor 30 tidak selalu berarti fungsi
kognitifnya normal dan skor 0 tidak berarti secara mutlak bahwa fungsi
kognitifnya tidak ada.
Berikut adalah interpretasi MMSE berdasarkan usia dan pendidikan:

BAB III
KESIMPULAN
Fungsi luhur merupakan sifat khas manusia. Fungsi ini mencakup aktivitas
yang memiliki hubugan dengan kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertian. Fungsi
luhur berkembang pada manusia melalui mekanisme neuronal yang memungkinkan
penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yang berasal dari dunia luar dirinya,
sehingga menjadi pengalaman dan miliknya, yang dapat dimanfaatkan untuk
mengekspresikan dirinya kepada dunia luar secara adekuat.
Evaluasi status mental atau fungsi luhur merupakan penilaian fungsi kognitif
dan emosi yang sistematis. Pada pemeriksaan ini, dibutuhkan pemeriksan yang
berurutan, karena untuk memeriksa suatu keadaan (misalnya memori), terlebih dahulu
perlu diperiksa keadaan lainnya (misalnya atensi).
Infark kecil di otak, hematoma subdural kronis, atau tumor di otak, mungkin
pada pemeriksaan fisik neurologis tidak menunjukkan kelainan, sedangkan pada
pemeriksaan fungsi luhur terlihat adanya defisit. Kadang pemeriksaan ini dapat
mempertajam pendeteksian kelainan di otak.
Pemeriksaan fungsi luhur perlu dilakukan dengan urutan yang baik, mulai
dengan fungsi dasar tingkat-kesadaran, kemudian dilanjutkan dengan fungsi kognitifdasar seperti berbahasa, dan meningkat kepada pemeriksaan yang lebih kompleks
seperti berhitung, pertimbangan, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah, Lilik Maarifatul. Penatalaksanaan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogjakarta;
2011.
2. Mardjono, Mahar. 1971. Neurologi Dasar edisi kedua. Jakarta: PT. Dian Rakyat
3. Iswari, Mega. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar. Padang: UNP Press
4. Tim Dosen Mata Kuliah Neurologi. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis edisi pertama.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai