Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Refreshing dengan judul “Pemeriksaan Fungsi Luhur”
untuk memenuhi tugas laporan Refreshing yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya dalam Departemen Neurologi.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Irfan Taufik,
Sp.S, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga
tugas ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................4
2.1 Fungsi Luhur...............................................................................................................................4
2.2 Komponen Fungsi Luhur.............................................................................................................5
1. Fungsi Bahasa.........................................................................................................................5
2. Fungsi Memori.....................................................................................................................7
3. Fungsi Emosi........................................................................................................................8
4. Fungsi Kognitif..........................................................................................................................9
5. Fungsi Visuospasial.................................................................................................................10
2.3 Pemeriksaan Fungsi Luhur........................................................................................................10
1. Pemeriksaan Fungsi Bahasa.....................................................................................................10
2. Pemeriksaan Fungsi Memori...............................................................................................16
3. Pemeriksaan Fungsi Orientasi..............................................................................................17
4. Pemeriksaan Fungsi Kognitif...............................................................................................18
2.4 Pemeriksaan Sistem Sensorik....................................................................................................20
Pemeriksaan.................................................................................................................................20
a.Pemeriksaan sensibilitas...........................................................................................................21
b.Pemeriksaan rasa raba...............................................................................................................22
c. Pemeriksaan rasa nyeri........................................................................................................22
d. Pemeriksaan rasa suhu.........................................................................................................22
e. Rasa interoseptif..................................................................................................................23
BAB III................................................................................................................................................24
KESIMPULAN...................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................25
2
BAB I
PENDAHULUAN
Fungsi luhur yang khas bagi manusia mencakup aktivitas yang memiliki
hubungan dengan kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertian. Fungsi luhur
berkembang pada manusia melalui mekanisme neuronal yang memungkinkan
penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yag berasal dari dunia luar dirinya,
sehingga menjadi pengalaman miliknya, yang dapat dimanfaatkan untuk
mengekspresikan dirinya kepada dunia luar.
Otak merupakan organ untuk berfikir yang dapat terganggu oleh berbagai
sebab. Bagian tertentu otak mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan
normal merupakan fungsi integritas tertinggi otak yang dapat dinilai. Pada referat ini
akan dibahas mengenai fungsi luhur serta cara pemeriksaannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fungsi bahasa
2. Fungsi visuospasial
3. Fungsi memori
4. Fungsi emosi
5. Fungsi kognitif
4
2.2 Komponen Fungsi Luhur
Fungsi luhur terdiri dari:
1. Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa terdiri dari bahasa
verbal (ucapan), bahasa visual (tulisan). Untuk sebagian besar orang,
pusat bahasa terletak dibagian hemisfer otak kiri, yang disebut juga
sebagai hemisfer dominan.
5
Secara anatomis ada daerah utama otak untuk fungsi bahasa, diantaranya adalah :
6
bahasa non verbal, seperti menggunakan isyarat muka, dan tangan
sewaktu bicara.
Bila ada gangguan hemisfer non dominan masih dapat berbahasa
dengan tata bahasa yang benar, tapi tampak berbahasa tanpa lagu
kalimat, monoton tanpa penekanan dan tidak mampu menggunakan
isyarat muka, dan tangan sewaktu bicara.
Bila ada gangguan pada hemisfer dominan akan terjadi afasia, yaitu:
a. Ketidakmampuan untuk mengerti bahasa (afasia wernicke-
afasia sensorik) seperti berikut ini:
1) Tidak mengerti bahasa ucapan maupun bahasa lisan.
2) Tidak dapat mengulang kata-kata
3) Tidak dapat memberi nama benda
4) Tidak bisa membaca dan menulis
b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan bahasa (afasia
brocca-afasia motorik), seperti:
1) Berbicara tidak lancar
2) Kesulitan mengeluarkan kata-kata
3) Tidak dapat mengulang kata-kata yang didengar
4) Tidak dapat memberi nama benda walaupun masih
mengenal benda tersebut.
2. Fungsi Memori
Memori yaitu kemampuan seseorang untuk menyimpan
informasi/pengenalan untuk di kemukakan suatu saat. Mekanisme
memori terjadi melalui tiga tahap yaitu :
a. Resepsi
b. Retensi
7
c. Recall
b. Sub korteks
2) Sistem limbik
8
3. Fungsi Emosi
4. Fungsi Kognitif
9
persepsi, bahasa dan fungsi psikomotor. Fungsi eksekutif melibatkan
penalaran, perencanaan, evaluasi, strategi berpikir. Aspek kognitif
bahasa adalah mengenai ekspresi verbal, perbendaharaan kata,
kefasihan dan pemahaman bahasa. Fungsi psikomotor adalah
berhubungan dengan pemrograman dan eksekusi motorik. Semua
fungsi kognitif dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti suasana hati
(sedih atau gembira), tingkat kewaspadaan dan tenaga, kesejahteraan
fisik dan juga motivasi. Semua proses mental yang digunakan oleh
organisme untuk mengatur informasi seperti memperoleh input dari
lingkungan (persepsi), memilih (perhatian), mewakili (pemahaman)
dan menyimpan (memori) informasi dan akhirnya menggunakan
pengetahuan ini untuk menuntun perilaku (penalaran dan koordinasi
output motorik).
5. Fungsi Visuospasial
10
2.3 Pemeriksaan Fungsi Luhur
b. Afasia sensorik
11
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak
dapat mengerti isi pikiran orang lain walaupun alat bicara
dan pendengarannya baik.
Afasia sensorik kortikalis apabila penderita tidak dapat
mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk
secara verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area
cortex Wernicke (sensorik).
Afasia sensorik subkortikalis apabila penderita tidak
dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan
secara verbal, sedangkan tulisan dan isyarat dapat
dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.
"Buta kata-kata" (word Blindness)
Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak
lagi bahasa visual. Hal ini jarang terjadi.
Cara pemeriksaan:
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa
contoh. Bila tidak bisa baru diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat
pemeriksaan sama dengan afasia motorik.
c. Gangguan bahasa lainnya
Apraksia
Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi
psikomotor. Cara: beri perintah untuk melakukan
gerakan yang bertujuan misalnya membuka kancing
baju, dan lain-lain.
Agrafia
Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).
Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang
didiktekan.
Alexia
Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang
pernah dikenalnya. Cara: beri perintah untuk
membaca tulisan atau kata-kata yang pernah
dikenalnya.
12
Astereognosia
Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan
cara meraba. Cara: dengan mata tertutup penderita
disuruh menyebutkan benda dengan cara
merabanya.
Abarognosia
Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang
berada di tangannya (perabaan). Cara: penderita
disuruh menaksir berat benda yang berada di
tangannya.
Agramesthesia
Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang
dituliskan di badannya. Cara: penderita disuruh
menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya
dengan mata tertutup.
Asomatognosia
Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian
tubuhnya kiri atau kanan.
13
Menyebutkan nama hewan: pasien disuruh menyebutkan sebayak
mungkin nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlanya serta
kesalahan yang ada, misalnya parafasia. Skor: orang normal umumnya
mampu menyebutkan 18-20 nama hewan selama 60 detik dengan variasi
5-7. Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tes
ini.
14
Apakah saat ini malamm hari?
Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah dipahami dan
kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: “tunjukkan lampu”,
kemudian “tunjukkan gelas yang ada di samping televisi”
c. Pemeriksaan repetisi
Kemampuan mengulag dinilai dengan menyuruh pasien
mengulang mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian
ditingkatkan menjadi kalimat.
Cara pemeriksaan:
Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan pemeriksa. Mula-
mula sederhana kemudian lebih sulit, contoh:
d. Map
e. Bola
f. Kereta
g. Rumah sakit
h. Sungai barito
i. Lapangan latihan
j. Kereta api malam
k. Besok aku pergi dinas
l. Rumah ini selalu rapi
m. Sukur anak itu naik kelas
n. Seandainya si Amat tidak kena influenza
Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini
didapatkan parafasia, salah tata bahasa, kelupaan, dan penambahan. Orang
normal umumnya mampu mengulang kalimat yag mengandung 19 suku-
kata.
15
Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk menilai afasia
mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata
erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini
disebut anomia.
Cara pemeriksaan: terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh
menyebutkan nama beberapa objek juga warna dan bagian dari objek
tersebut. Bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu
tindakan. Perlu digunakan benda yang sering digunakan misalnya arloji,
sisir dan yang jarang digunakan misalnya pedang. Apabila pasien tidak
mampu atau sulit dapat dibantu dengan kalimat penuntun atau suku kata.
Misalnya : “kita memotong dengan pi... “
Yang penting kita nilai adalah sampainya pasien pada kata
yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek).
Cara pemeriksaan : kita dapat menilai dengan memperlihatkan
misalnya arloji dan bagian dari arloji, bolpoin, kacamata. Objek yang ada
di ruangan misalnya meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh
misalnya mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut. Warna, dan bagian dari objek
(jarum, lensa, dll).
16
1. Immediate memory (segera)
2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)
3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)
Cara pemeriksaan :
a. Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima
beberapa detik lalu. Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor
yang kita ucapkan. Seperti di bawah ini: (disebut digit span)
4-9
2-5-3
4-7-2-8
6-2-7-5-3
4-9-1-5-8-2
5-3-9-4-1-8-6
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7
digit.
b. Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa
menit, jam, hari yang lalu. Cara: penderita disuruh menceritakan
pekerjaan/peristiwa yang dikerjakan/dialami beberapa menit/jam/hari
yang lalu.
c. Remote memory
17
menyebutkan empat wakil presiden Indonesia atau kerusuhan terakhir
yang beritanya menyebar cukup luas.
18
atau persarafan perifer yang terkait. Harus diingat bahwa pemeriksaan
fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-fungsi cortex cerebri yang terkait.
Instrumen ini disebut “mini” karena hanya fokus pada aspek kognitif dari
fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental
19
abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State Examination (MMSE) menilai
sejumlah domain kognitif, orientasi ruang dan waktu, working and immediate
memory, atensi dan kalkulasi, penamaan benda, pengulangan kalimat,
pelaksanaan perintah, pemahaman dan pelaksanaan perintah menulis, pemahaman
dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis. Instrumen ini
direkomendasikan sebagai screening untuk penilaian kognitif global oleh
American Academy of Neurology (AAN).
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) dijadikan metode
skrining untuk memantau perkembangan demensia. Secara umum MMSE
berkorelasi baik dengan berbagai pemeriksaan fungsi kognitif lainnya. Nilai cut-
off yang bervariasi menyokong nilai sensitifitas dan spesifisitas yang maksimal
pada populasi yang berbeda. Skor nya dapat mengalami bias oleh karena dasar
tingkat pendidikan, bahasa dan kultur, yang mana pasien dengan tingkat
pendidikan yang rendah dapat diklasifikasikan sebagai demensia dan pasien
lainnya dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat terlupakan. Skor ≤ 23
dengan tingkat pendidikan sampai high school, dan skor ke ≤ 25 dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi sering kali digunakan sebagai indikasi terdapat
gangguan fungsi kognitif secara signifikan. Nilai MMSE secara umum menurun
seiring dengan pertambahan usia. Meskipun skor rata – rata yang rendah pada
orang usia lanjut dapat mengakibatkan prevalensi demensia yang semakin
meningkat pada kelompok usia lanjut. Skor 30 tidak selalu berarti fungsi
kognitifnya normal dan skor 0 tidak berarti secara mutlak bahwa fungsi
kognitifnya tidak ada.
Berikut adalah interpretasi MMSE berdasarkan usia dan pendidikan:
20
2.4 Pemeriksaan Sistem Sensorik
Pemeriksaan
Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut:
selama permeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan
21
perhatiannnya dapat dipusatkan pada pemeriksaan. Untuk maksud ini sebagiknya
penderita memejamkan mata. Bila pasien merasa lelah sebaiknya pemeriksaan
ditangguhkan. Namun demikian, kadan-gkadang kita terpaksa melakukan
pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang: pemeriksaan yang dilakukan
secara kasar ini nilainya kurang telitit.
a. Pemeriksaan sensibilitas
22
b.Pemeriksaan rasa raba.
Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.
Rangangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakitbatkan rasa nyeri.
Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang disi
dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas.
Penderita disuruh mengatakan “dingin” atau “panas” bila dirangsang
dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas.
e. Rasa interoseptif
23
pasien mungkin mengemukakan gangguan perasaan berupa rasa nyeri,
mules atau kembung. Misalnya mules, perut kembung, kandung
kencing serasa penuh. Nyeri viseral ini biasanya difus, tidak tegas
lokalisasinya. Pada pemeriksaan neurologi rasa interoseptif ini sukar
dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain lokalisasinya yang difus, kita
tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam tubuh.
Nyeri Rujukan
24
BAB III
KESIMPULAN
Fungsi luhur merupakan sifat khas manusia. Fungsi ini mencakup aktivitas
yang memiliki hubugan dengan kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertian. Fungsi
luhur berkembang pada manusia melalui mekanisme neuronal yang memungkinkan
penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yang berasal dari dunia luar dirinya,
sehingga menjadi pengalaman dan miliknya, yang dapat dimanfaatkan untuk
mengekspresikan dirinya kepada dunia luar secara adekuat.
Evaluasi status mental atau fungsi luhur merupakan penilaian fungsi kognitif
dan emosi yang sistematis. Pada pemeriksaan ini, dibutuhkan pemeriksan yang
berurutan, karena untuk memeriksa suatu keadaan (misalnya memori), terlebih dahulu
perlu diperiksa keadaan lainnya (misalnya atensi).
Infark kecil di otak, hematoma subdural kronis, atau tumor di otak, mungkin
pada pemeriksaan fisik neurologis tidak menunjukkan kelainan, sedangkan pada
pemeriksaan fungsi luhur terlihat adanya defisit. Kadang pemeriksaan ini dapat
mempertajam pendeteksian kelainan di otak.
Pemeriksaan fungsi luhur perlu dilakukan dengan urutan yang baik, mulai
dengan fungsi dasar tingkat-kesadaran, kemudian dilanjutkan dengan fungsi kognitif-
dasar seperti berbahasa, dan meningkat kepada pemeriksaan yang lebih kompleks
seperti berhitung, pertimbangan, dan sebagainya.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah, Lilik Ma’arifatul. Penatalaksanaan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogjakarta;
2011.
2. Mardjono, Mahar. 1971. Neurologi Dasar edisi kedua. Jakarta: PT. Dian Rakyat
3. Iswari, Mega. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar. Padang: UNP Press
4. Tim Dosen Mata Kuliah Neurologi. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis edisi pertama.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
5. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbitan FKUI; 2007
6. Prof. Dr. Mahar Mardjono dan Prof. dr. Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar.
Penerbit Dian Rakyat; 2008
7. Buku Ajar Neurologi FK UI, Jakarta : 2017
27