I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari komunikasi yang mana komunikasi
tersebut dapat terjadi melalui bahasa yang menjadi perantara komunikasi antara individu
yang satu dengan individu lainnya. Tanpa bahasa orang tidak mungkin dapat mengerti
maksud yang ingin disampaikan oleh individu yang lain.
Proses berbahasa dimulai dari enkode semantik, gramatikal, fonologi kemudian
dilanjutkan dengan dekode sematik, fonologi, gramatika dan diakhiri oleh dekode
semantik. Proses enkode semoantik dan gramatika terjadi didalam otak penutur, sedangkan
enkode fonologi dimulai dari otak penutur kemudian dilaksanakan oleh organ pengucap
dalam rongga mulut. Sedangkan dekode fonologi dimulai dari telinga pendengar dan
dilanjutkan berupa dekode gramatika dan berakhir pada dekode semantik. Proses
berbahasa dapat berjalan dengan baik bila alat-alat fisiologi penutur dan pendengar berada
dalam keadaan normal, sehingga pesan semantik yang disampaikan pemutur dapat diterima
dengan baik oleh otak pendengar.
Proses Berbahasa merupakan proses yang bersifat dua arah dan bolak-balik, antara
penutur dan pendengar. Sehingga penutur kemudian dapat menjadi pendengar dan seorang
pendengar dapt menjadi penutur. Semua proses ini dikendalikan oleh otak yang merupakan
alat pengatur dan pengendali gerak semua aktivitas manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan beberapa
identifikasi masalah yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hakikat otak?
2. Bagaimanakah hakikat bahasa?
3. Bagaimana awal mula terbentuknya perencanaan Bahasa dalam otak?
4. Bagaimana proses pembentukan perencanaan bahasa dalam otak?
5.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan mengenai hakikat otak.
2. Mendeskripsikan mengenai hakikat bahasa.
3. Memaparkan bagaimana awal mula terbentuk perencanaan Bahasa dalam otak.
4. Menjabarkan bagaimana proses pembentukan perencanaan Bahasa dalam otak.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan menulis mengenai bagaimana hubungan bahasa dan otak.
2. Meningkatkan daya pikir secara kreatif dan sistematis
3. Memenuhin salah satu tugas dalam mata kuliah psikolinguistik.
Pembicaraan tentang bahasa pada otak akan menjadi pengulasan yang panjang.
Penelitian yang dilakukan untuk persoalan ini telah dimulai dengan serius pada tahun 1848
sampai sekarang pun tentu mengalami perkembangan. Banyak yang akan dijabarkan, mulai
dari memahami fungsi umum otak, lalu dimana posisi bahasa bekerja dalam otak,
bagaimana perbedaan proses kebahasaan pada otak laki-laki dan perempuan, dan
pembicaraan tentang otak lainnya yang terus dilakukan (mengajarkan pemberbahasaan
pada hewan). Penemuan-penemuan terus bermunculan, bahkan menghimpit dan
mematahkan penemuan-penemuan sebelumnya. Namun, dalam pembahasaan ini, akan
dilakukan pemadatan penjabaran, berdasarkan sumber utama buku psikolinguistik yang
ditulis oleh Abdul Chaer (2009), yang juga telah merangkum dari berbagai sumber lainnya.
Penelitian mengenai bahasa pada otak manusia, yang terkenal dan bertahan dalam
beberapa dekade sampai ditemukan penelitian berikutnya, adalah penelitian yang
dilakukan oleh Paul Broca dan penelitian yang dilakukan oleh Carl Wernicke. Pada tahun
1861 Paul Broca melakukan hal ini. Dia adalah seorang ahli bedah saraf yang mempelajari
seorang pria bernama Tan. Dia disebut Tan karena itu adalah satu-satunya kata pria bisa
mengatakan. Tan bisa memahami bahasa lisan, tetapi ia hanya bisa mengeluarkan suara
yang terdengar seperti ‘Tan” Meskipun ia bisa membuat suara ini, itu tidak dianggap
bahasa lisan karena tidak ada informasi yang dipertukarkan. Ketika Tan meninggal, Broca
mempelajari otaknya dan menemukan lesi (memar atau tempat yucky) di bagian depan
lobus temporal. Broca kemudian pergi dan mempelajari otak lainnya pasien yang mirip
dengan Tan. Ini adalah bagaimana ia menemukan daerah Broca. Ini adalah wilayah otak
yang memungkinkan kita untuk menghasilkan bahasa lisan.
Sepuluh tahun setelah penemuan Broca, Carl Wernicke, seorang ahli saraf,
membuat penemuan yang sama; hanya saja kali ini pasiennya mampu berbicara. Meskipun
mereka berbicara, pidato itu tidak koheren atau hanya tidak masuk akal. Dia menemukan
lesi pada sisi yang sama dari otak sebagai area Broca, tapi di belakang lobus temporal.
Kesimpulan dari penemuannya, bahwa area yang dinamakan dengan namanya, Wernicke,
merupakan area yang menerima bentuk bahasa dari luar, atau dalam pembahasan
sebelumnya, dinamakan dekode.
Pada akhirnya, teori broca dan wernicke, dan teori lokalisasi, digantikan oleh teori
yang berhipotesis adanya ‘hemisfer yang dominan’ yang mungkin pada hemisfer kiri
ataupun hemisfer kanan. Hal ini telah diiringi dengan bukti-bukti, berupa tes yang telah
dilakukan, dan kesimpulannya, bahwa kemampuan berbahasa tidak hanya pada hemisfer
kiri saja, tetapi hemisfer kanan pun juga dapat dilatih untuk difungsikan sebagai tempat
kegiatan berbahasa.
Peranan otak dalam pemerolehan bahasa sangatlah penting, hal ini terlihat dari
adanya proses Lateralisasi pada otak dimana lateralisasi ini merupakan proses pembedaan
fungsi yang terjadi baik di hemisper kiri maupun kanan, dimana salah satu hemisper
menjadi lebih dominan atau memiliki spesialisasi pada fungsi masing-masing. Bukti dari
adanya lateralisasi pada otak terlihat dari adanya pasien yang menagalami “split brain”
yaitu suatu kondisi dimana dua belahan otak berdiri pada fungsinya masing-masing.
Selain itu, Steinberg et al. dalam Fauziati (2008) juga berpendapat bahwa kedua belahan
otak pamemepunyai struktur dan fungsi khusus dimana beberapa fungsi terjadi di
hemisphere kiri dan sisanya berada pada hemisphere kanan. Jadi, pemisahan fungsi inilah
yang disebut proses Lateralisasi.
DAERAH DOMINASI
NO. OTAK KIRI OTAK KANAN
1. Intelektual Intuitif
2. Mengingat nama Mengingat wajah
7. Lebih suka kenyataan, informasi yan Lebih suka hal yang sukar dipahami.
dipahami.
10. Lebih suka berbicara dan menulis Lebih suka menggambar dan
memanipulasi objek.
11. Lebih suka tes pilihan ganda Lebih suka pertanyaan terbuka
Proses lateralisasi terjadi semenjak anak baru lahir sampai berusia lima tahun
(Krashen dalam Fauziati, 2008). Ketika proses lateralisasi selesai, maka seseorang
dikatakan telah memasuki fase dimana otot-otot dan sel-sel otaknya tidak lagi lentur dan
fleksibel untuk memproduksi suatu bahasa sebaik penutur aslinya (Lenneberg dalam
Fauziati, 2008). Jika seorang anak mendapatkan input yang bagus (berada di lingkungan
yang mendukung suatu bahasa, misalnya bahasa inggris) dimana proses lateralisasi masih
berjalan, maka anak tersebut memiliki kesempatan untuk dapat memproduksi bahasa
sebaik penutur asli bahasa Inggris.
Aphasia dapat dibedakan atas 2 jenis : aphasia motorik (ekspresif) atau aphasia
Broca dan aphasia sensorik (reseptif) atau aphasia Wernicke seperti dalam diagram berikut
ini.
IV. PENTUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN