Anda di halaman 1dari 13

"BAHASA DAN KOGNISI"

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

PSIKOLOGI KOGNITIF

Disusun oleh Kelompok 2 :

Harum Nisfi Laili (2007016048)

Ubaid Kurniawan (2007016066)

Hildha Maulida K.P. (2007016079)

Aris Damayanti (2007016083)

Iyadzi Maula Azzami (2007016088)

Febriana Rahayuning P. (2007016089)

Kelas : 3-B

PROGRAM SARJANA PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG/2021
1.Kasus : Anak kecil yang cerdas

2. Analisis Kasus

BAHASA

Bahasa (language), menurut para psikolog kognitif, adalah suatu sistem komunikasi
yang di dalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara
(sebagaimana dalam percakapan) atau simbol (sebagaimana dalam kata-kata tertulis atau isyarat-
isyarat fisik)

Dasar Neurologis bagi Bahasa

Salah satu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi kasus
klinis pada tahun 1861. Saat itu, seorang dokter bedah Prancis yang masih berusia muda bernama
Paul Broca melakukan observasi terhadap seorang pasien yang mengalami paralisis di sebelah
sisi tubuhnya, yang sekaligus mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat
kerusakan neurologis. Tanpa adanya teknologi pencitraan modern, para dokter pada masa itu
hanya mampu melakukan pembedahan postmortem (pascakematian). Dalam pembedahan
tersebut, Broca menemukan cedera di bagian lobus frontalis kiri otak pasien-sebuah area yang
selanjutnya dikenal sebagai area Broca (lihat gambar). Studi-studi selanjutnya mendukung
observasi Broca bahwa area frontal kiri memang terlibat dalam kemampuan berbicara.

Pada tahun 1875, Carl Wernicke, dalam sebuah studi kasus klinis yang lain, menemukan
suatu cedera di lobus temporalis kiri yang mempengaruhi pemrosesan bahasa, namun dampak
kerusakan tersebut berbeda dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat cedera di area
Broca. Area Broca terlibat dalam produksi bahasa (language production) sedangkan area
Wernicke terlibat dalam pemahaman bahasa (language comprehension). Kerusakan di area
Wernicke mengurangi kemampuan pasien yang bersangkutan untuk memahami kata-kata lisan
dan tulisan, namun pasien tersebut masih mampu berbicara secara normal. Dengan kata lain,
orang-orang yang mengalami kerusakan di area Wernicke masih mampu berbicara dengan lancar,
namun tidak mampu memahami ucapan orang lain.
Hierarki Linguistik

Linguist guides) adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topik pembelaj meliputi
struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-mak da bahasa dalam
percakapan Para psikolog umumnya mempelajari cara ma menggunakan bahasa Ilmu yang
menggabungkan kedua pendekatan tersebut (yaka psikologi dan linguistik) disebut
psikolinguistik (psycholinguistics). Psikolinguistik menggabungkan pendekatan psikologi dan
linguistik sehingga kita akan mengawal hab ini dengan bahasan singkat mengenai linguistik.

Fonem

Sebuah fonem (phoneme) adalah unit dasar bahasa lisan yang, saat digunakan sebagai
sebuah unit tunggal, tidak memiliki makna sama sekali. Fonem adalah suara-suara tunggal dalam
percakapan yang direpresentasikan oleh sebuah simbol tunggal. Enne dihasilkan oleh koordinasi
yang rumit dari paru-paru, pita suara, larynx, bibir, lida dan gigi. Ketika seluruh organ tersebut
bekerja dengan baik, suara yang dihasilkan aka dipersepsi dan dipahami dengan cepat oleh
pendengar yang menguasai bahasa yang diucapkan si pembicara. Bahasa Inggris menggunakan
sekitar 45 fonem yang berbeda, namun hanya sembilan fonem yang diperlukan untuk menyusun
hampir separuh ka dalam bahasa Inggris. Bahasa-bahasa lain hanya memerlukan 15 fonem,
namun ada pula yang memerlukan hingga 85 fonem.

Morfem

Dalam bahasa, morfem adalah unit-unit terkecil yang memiliki makna. Morfem
(morpheme) dapat berupa kata-kata atau bagian-bagian kata seperti prefiks (awalan), sufiks
(akhiran), atau kombinasi prefiks-sufiks. Morfem dapat berbentuk morfem bebas atau morfem
terikat (bounded morphemes). Morfem bebas adalah unit-unit bermakna yang berdiri secara
mandiri (seperti color, orange, dog, drive), sedangkan morfem terikat adalah bagian-bagian kata
(colorless, oranges, driving). Dengan menggabungkan morfem-morfem, kita dapat membentuk
jutaan kata-hampir-hampir tidak terbatas.
Morfologi

Morfologi (morphology) adalah studi mengenai struktur kata-kata. Bahasa Inggris


memiliki lebih dari 100.000 kata yang dibentuk dari kombinasi-kombinasi morfem namun
komposisi morfem yang sedemikian luasnya tersebut diatur dengan ketat oleh batasan-batasan
linguistik (linguistic constraints). Salah satu batasan linguistik dalam menyatakan bahwa jumlah
maksimum konsonan yang dapat membentuk suatu suku-kata adalah tiga, pada umumnya kurang
dari dua. Sebuah batasan linguistik bahasa Inggris lainnya menyatakan bahwa huruf-huruf
tertentu-misalnya 4 dan d atau j dan z-tidak pernah muncul berdampingan. Batasan-batasan
tersebut, termasuk kecenderungan berlebih-lebihan (redundancy) dalam bahasa Inggris,
berfungsi mengurangi jumlah kekeliruan dalam transmisi dan penyandian.

Sintaksis

Tahap berikutnya dalam hierarki linguistik adalah sintaksis (syntax), yakni peraturan
peraturan yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam frase dan kalimat. Jumlah variasi
kata-kata yang dapat dihasilkan manusia hanya dibatasi oleh waktu dan imajinasi, dan keduanya
tersedia secara berlimpah. Dalam upaya memahami struktur bahasa, para ahli linguistik telah
memusatkan upaya mereka dalam dua aspek produktivitas dan regularitas Produktivitas
(productivity) mengacu pada ketidakterbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang mungkin
muncul dalam suatu bahasa, dan sifat keteraturan atau regularitas (regularity) mengacu pada pola
pola sistematik dalam kalimat, frase, atau ucapan ("Anak itu memukul bola" bukannya "bola
anak memukul itu).

Tata Bahasa Transformasional

Kumpulan peraturan yang mengendalikan keteraturan bahasa disebut tata baba


(grammar), dan tata bahasa transformasional (transformational grammar) berk an dengan
perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk linguistik yang mung mempertahankan makna yang
sama. Noam Chomsky. Tokoh yang mengubah sudut pandang terhadap bahasa melalui teorinya
yang membahas tata bahasa transformasional (transformational grammar) Sebagai contoh:

Kucing itu dikejar anjing.

Anjing itu mengejar kucing.


Kedua kalimat itu adalah kalimat yang tepat, mengungkapkan makna yang sama memiliki kata-
kata serupa, namun berbeda dalam struktur dasarnya. Tampaknya karakteristik permukaan
(surface features) dari sebuah bahasa perlu dibedakan dengan struktur yang mendalam (deep
structure) dari bahasa tersebut, dan teori-teori Chomsky disusun berdasarkan konsep tersebut.

Bahasa dan Neurologi

Studi landasan neurologis bagi bahasa telah dilaksanakan melalui sejumlah cars,
termasuk pemeriksaan klinis terhadap pasien pasien yang mengalami kerusakan otak (misalnya
area Broca dan Wernicke). Cara-cara lain mencakup stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur
prosedur psychosurgery (pembedahan terkait eksperimen psikologi). pemeriksaan farmaseutikal,
dan teknologi pencitraan. Kami tidak dapat memuat seluruh penemuan tersebut secara mendetail,
namun kami dapat memberikan sejumlah contoh penelitian.

Stimulasi Elektrik Selama beberapa dekade, para peneliti telah menggunakan sonduktor
elektrik dwikutub berukuran mini (tiny bipolar electrical probes) dalam eksperimen-eksperimen
terhadap hewan dan manusia. Pada akhir era 1950-an. Penfield (1959) serta Penfield dan Roberts
(1959) menggemparkan jagad psikologi saat mereka menyajikan laporan protokol verbal dari
para pasien yang menjalani psychosurgery. Dalam pembedahan tersebut, para peneliti
memberikan aliran listrik bertegangan rendah ke area-area pemrosesan bahasa, seperti area Broca,
area Wernicke, dan sejumla area di korteks motorik. Ditemukan bahwa prosedur tersebut
menganggu kemampu berbicara Sebagai contoh, saat listrik dialirkan melalui konduktor ke area-
area bican di otak, sang pasien (yang tetap terjaga karena prosedur tersebut hanya memerlukan
pembiusan lokal) menyatakan, "Oh, saya tahu yang Anda maksudkan. Itu adalah yang Anda
masukkan ke dalam sepatu Anda." Itu yang dimaksudkan si pasien adalah kaki dan ia baru bisa
mengatakannya setelah konduktor diambil dari otaknya (Penfield & Roberts, 1959, hal. 123).

Eksperimen-eksperimen berikutnya yang menggunakan stimulasi elektrik ke otak. yang


dilakukan oleh Ojemann (1991) menyingkapkan sejumlah data yang tak kalah menariknya
mengenai otak dan bahasa. Hasil penelitian Ojemann juga mendukung penemuan Penfield.

Keterkaitannya dengan bahasa:


Berdasarkan video yang terdapat anak kecil tersebut, terdapat beberapa hal yang akan kita
analisis, yaitu hubungan kausalitas antara anak dengan bahasa yang digunakan saat berbicara atau
menjawab pertanyaan dari ayahnya.

Bahasa

Didalam video tersebut, terlihat bahwasannya saat ia berbicara/berkomunikasi dengan ayahnya, target
menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Walaupun usiannya masih cukup bisa dibilang kecil, tetapi ia
fasikh dalam menggunakan bahasa Indonesia baku.

Saat menjawab pertanyaan dari sang ayah, target menjawabnya dengan sopan dan dengan kata
yang tertata. Target tidak arogan atau marah saat ditanya oleh ayahnya. Justru ia menjawabnya dengan
lemah lembut dan sangat tenang.

Saat target diberikan masukan dari ayahnya tentang apa yang ia katakan atau lakukan, ia
menjawabnya dengan "Iya ayah, aku tidak akan mengulangi lagi" walaupun sebelumnya ia menangis
karena dimarahi ayahnya.

KOGNITIF

Proses Terjadinya Proses Kognisi

Teori kognitif sangat erat kaitanya dengan cognition (kognisi) yang mempunyai
persamaan arti dengan thought (pikiran). Neisser (1979) menyatakan bahwa kognisi adalah
kegiatan organisme (manusia) untuk mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan dan
menggunakan pengetahuan. Kognisi dapat diartikan sebagai interpretasi tentang suatu kejadian
yang terjadi. Dalam proses belajar tentunya melibatkan proses kognisi tersebut. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Para penganut aliran
kognitif mengatakan bahwa belajar tidah hanya melibatkan hubungan stimulus dan respon.
Namun, teori belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori yang sering disebut sebagai model
perseptual. Berikut pendapat beberapa ahli mengenai perkembangan kognitif, yaitu:

1. Jean Peaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu


proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Semakin
bertambah usianya semakin kompleks pula susunan syarafnya serta meningkatnya
kemampuannya. Proses belajar menurut Peaget terdiri atas 3 tahap
Asimilasi, yaitu pengintegrasian informasi bar uke struktur kognitif yang sudah ada.

Akomodasi, yaitu proses penyesuaian struktur kognitiff ke dalam situasi yang baru

Equilibrasi, yaitu penyeimbangan antara keduanya. ( Siregar dan Nara, 2010)

Menurut peaget proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan pada umurnya yang bersifat hirearkis yaitu dilalui berdasarkan urutan
tertentu dan seseorang tidak bisa belajar diluar tahap kognitifnya. Peaget membagi tahap
perkembangan kognitif menjadi 4 tahap, yaitu:

Sensorimotor (0-2 tahun) -> berdasarkan tidakan dan Langkah demi Langkah

Properasional (2-7/8 tahun) -> penggunaan symbol/Bahasa tanda serta konsep intiutif

Operasional kogkrit (7/8-11/12 tahun) -> pakai aturan jelas/logis, revisibel dan kekekalan

Operasional Formal (11/12-18 tahun) -> hipotesis, abstract, deduktif induktif serta logis dan
probabilitas.

2. Vygotsky

Menurut Tappan (1998) dalam Santrock (2008:80) Ada 3 klaim dalam inti
pandangan Vygotsky, yaitu:

Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasi secara developmental.

Kemampuan konitif dimediasi dengan kata, Bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi
sebagai alatpsikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental

Kemampuan kognitif berasal dari reaksi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.

Berdasarkan pandangan Vygotsky dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara


perkembangan dan perkembangan. Kemudian, ia mengembangkan sebuh gagasan yang
disebut dengan konsep zone of proximal development (ZPD). Zone of proximal
development adalah suatu tugas yang sulit dikuasai anak sendirian namun dapat
dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Zone of proximal
development menegaskan keyakinannya akan arti penting dari pengaruh sosial, terutama
pengaruh pengajaran, terhadap perkembangan kognitif anak.

3. Kurt Lewin

Kurt Lewin menyatakan padangannya mengenai teori medan, yaitu masing-


masing individu berada dalam medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana
individu bereaksi disebutlife space. Life space mencangkup perwujidan lingkungan
dimana individu bereaksi.misalnya: orang-orang yang dijumpainya, objek material yang
ia hadapi, serta fungsi kejiwaan yang ia miliki.

Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan: a.
Struktur medan kognisi b. Kebutuhan motivasi internal individu (Khodijah, 2014)

4. Jerome Burner

Menurut Jerome Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi


agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk
menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang
psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas
output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap, yaitu :

Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,

Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan

Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar
atau tidak. (Syah, 2009)

Teori kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh presepsi dan
pemahamannya tentang tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan presepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Menurut teori
kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan. Proses ini tidak terpisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung dan
menyeluruh ( Siregar & Hartini, 2010).

Belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif
oleh peserta didik. Keaktifan itu bisa berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan dan mempraktekan sesuatu untuk mencapai
tujuan tertentu. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan baru. Bagian-
bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.

Cara memotivasi belajar siswa

Menurut teori kognitif cara yang tepat untuk memotivasi belajar siswa adalah dengan
memberikan penguatan, yaitu dengan pemberian sebuah reward atas pencapaian yang telah ia
capai, bisa berupa apresiasi, hadiah, penjapaian hebat lainnya, dsb. Jadi siswa belajar dengan
harapan mendapatkan reward tersebut. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa
informasi akan memenuhi keingin tahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna
bagi mereka, dan akan menolong mereka untuk mendapatkan angka yang lebih baik

Cara MembuT Kompetensi yang Konduksif

Menurut teori kognitif kompetisi yang tepat dan konduksif yang baik diberlakukan
kepada para siswa yaitu dengan membuat kompetisi peer tutoring atau bisa disebut juga dengan
tutor sebaya, peer tutoring ini merupakan sebuah prosedur dimana siswa mengajar siswa yang
lainnya. Tujuan diadakannya metode ini yaitu karena tidak semua siswa dapat terbuka kepada
gurunya ( misalnya dia mempunyai pertanyaan, tapi dia tidak memiliki keberanian untuk
mengajukan pertanyaan kepada gurunya ). Akan tetapi ia mungkin akan lebih terbuka terhadap
teman sebayanya.

Dengan adanya tutor sebaya ini, siswa yang kurang aktif akan menjadi aktif, yang
awalnya malu bertanya menjadi berani bertanya, yang awalnya takut berpendapat jadi berani
berpendapat. Sehingga hasil dari pembelajaran dengan metode peer tutoring ini bisa membuat
perkembangan terhadap siswa yang mungkin awalnya memiliki keterlambatan dalam memahami
materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Cara Membuat Siswa Menjadi Self-regulated

Kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru umumnya memiliki
tujuan agar siswa dapat menerima pembelajaran dengan baik sehingga siswa dapat menjadi anak
yang berprestasi. Siswa yang berprestasi menunjukkan kesungguhan mereka dalam belajar dan
mempersiapkan mereka untuk menghadapi Pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Namun, prestasi tidaklah mudah untuk didapatkan. Banyak hal yang harus dilakukan oleh
siswa agara mereka dapat berprestasi. Self-regulation sebagai salah satu aspek yang sangat
diperlukan bagi siswa untuk meraih prestasi. Self-regulation membantu siswa agar lebih fokus
sehingga dapat mengarahkan pikiran dan tujuan mereka ke satu hal yaitu menjadi siswa yang
berprestasi.
Self-regulation pada siswa seringkali terganggu karena munculnya interaksi antar siswa
dan guru yang kurang kondusif pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Hal ini
membuat penulis tertarik untuk membahas mengenai kedual hal tersebut yaitu self-regulation
pada siswa dan membangun interaksi guru-siswa yang kondusif menurut teori kognitif.

Self-regulation Pada Siswa


Self-regulation sangatlah penting bagi siswa dalam proses belajar-mengajar. Hal ini
dikarenakan self-regulation yang baik akan menuntun siswa dalam meraih prestasi yang
diinginkan. Self-regulation memunculkan motivasi internal pada siswa sehingga mereka menjadi
lebih fokus dalam menggapai tujuannya.

“Self-regulation adalah salah satu komponen utama kepribadian manusia”


(Santrock, 2014).

Self-regulation yang ditemukan oleh Albert Bandura dalam teorinya yaitu Teori Belajar
Sosial. Dalam hal ini penulis ingin melihar self-regulation pada siswa menurut Teori Koginif
yang dikemukakan oleh Jean Piaget.
“Teori Kognitif sendiri adalah teori yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar” (Sutarto, 2017).

Hal ini sesuai dengan self-regulation yang mana merupakan bagian dari proses dalam
belajar siswa. Menurut Teori Kognitif hasil dari belajar siswa berupa prestasi dipengaruhi oleh
tingkah laku dan persepsi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini
tujuan yang dicapai adalah prestasi. Dalam kata lain, tingkah laku dan persepsi siswa akan
kegiatan belajar akan memunculkan yang Namanya self-regulation sehingga siswa dapat
mencapai tujuannya.

Cara Membangun Interaksi Guru dan Siswa yang Konduksif

Interaksi yang kondusif antara guru dan siswa sangatlah diperlukan demi tercapainya
tujuan belajar-mengajar yang efektif. Tidak hanya itu, interaksi guru-siswa yang kondusid juga
akan mempengaruhi fokus siswa dalam belajar. Jika siswa dapat fokus dalam belajar ilmu yang
didapatkan pun akan bermanfaat.
Interaksi guru-siswa menurut Teori Kognitif dapat dicapai jika adanya tujuan yang
selaras dalam proses belajar-mengajar. Sebagai seorang guru harus memiliki tujuan untuk
memberikan ilmunya agara dapat bermanfaat dan sebagai seorang siswa harus memiliki tujuan
untuk belajar sungguh-sungguh sehingga dapat menerima ilmu yang disampaikan.

“Pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus menerus


dengan lingkungan, yang mana lingkungan yang kondusif akan mempermudah
seseorang menerima pengetahuan tersebut”. (Piaget dalam Sutarto, 2017)

Dalam kata lain, Teori Kognitif menungkapkan bahwa interaksi yang kondusif antar guru
dan siswa akan membantu siswa dalam menerima pembelajaran dengan baik, yang mana dibantu
dengan adanya keselarasan tujuan dari proses belajar-mengajar.

Strategi Kognitif
Strategi Kognitif adalah prtoses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berfikir. Berikut macam-
maca strategi kognitif.

Strategi Menghafal (rehearsal strategies).

Dengan strategi ini, para siswa/siswi melakukan latihan sendiir materi yang dipelajari. Bentuk
sederhananya dari latihan yang bisa dilakukan sendiri oleh para siswa/siswi yaittu mengulang
urutan nama, misalnya nama para tokoh terkenal, hewan, dan sebagainya. Dan dalam latihan
tugas-tugas bisa yang lebih kompleks lagi, siswa/siswi mempelajari setiap gagasan-gagasan yang
penting, atau menyalin teks yang sekiranya penting untuk dipelajari dan dihafal. (Buku Psikologi
belajar. Syarifan Nurjan, 2016)

Strategi elaborasi.

Dalam menggunakan strategi elaborasi ini, siswa/siswi mengasosiasikan hal-hal yang akan
dipelajari dengan bahana-bahan lain yang telah tersedia. Kegiatan elaborasi merupakan
pembuatan paraphrase, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan
dengan jawaban. (Buku Psikologi belajar. Syarifan Nurjan, 2016)

Strategi pengaturan (organizing strategies).

Menyususn materi yang akan dipelajari kedalam sebuah kerangka yang diatur merupakan dasar
dari startegi-strategi ini. Kumpulan kata-kata yang di atur agar mudah diingat kedalam kategitu
yang bermakna. Dibuatkan dalam sebuah tabel untuk hubungan-hubungan antara fakta,
memungkinkan penggunaan bantuan penyusunan bantuan ruang untuk menghafal materi
pelajaran. (Buku Psikologi belajar. Syarifan Nurjan, 2016)

Strategi metakognitif.

Menurut Brown (dalam Wills, 1989), startegi metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan


siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan
itu, dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan-tujuan itu.(Buku Psikologi belajar.
Syarifan Nurjan, 2016)

Strategi efektif.
Teknik-teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian,
untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif. (Buku Psikologi
belajar. Syarifan Nurjan, 2016)

Informasi verbal.

Informasi verbal disebut juga dengan pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan verbal ini
disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (Gagne, 1979). (Buku Psikologi belajar. Syarifan
Nurjan, 2016

Keterkaitannya dengan kognisi :

Pada video tersebut, terdapat anak kecil yang sedang diajak berbicara oleh ayahnya, kami akan
menganalis hubungan kausalitas antara video tersebut dengan kognisi pada anak.

Saat menanggapi perintah sederhana dari ayahnya, Lala mengikutinnya untuk tidak berkata bodoh
lagi terhadap orang lain, karena hal itu tidak baik, dan tidak sepatutnya diulangi lagi.

Lala mulai memahami atau aktif saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari ayahnya. Ia mulai bisa
mencerna apa yang keluar dari mulut ayahnya,baik itu pertanyaan ataupun masukan yang diberikannya.
Ia juga aktif mencari jawaban yang tepat saat ayahnya bertanya.

Saat ayahnya bertanya, Lala memberi tahu dan mengetahui dimana letak kesalahan yang ia lakukan,
Lala mengikuti perkataan atau karangan ayahnya untuk tidam mengucapkan kata bodoh terhadap orang
lain.

Anda mungkin juga menyukai