org/sejarah-perkembangan-fonetik-menurut-para-ahli
Sejarah Perkembangan Fonetik Menurut Para Ahli
March 14,
No Comments
2013
Sejarah Perkembangan Fonetik Menurut Para Ahli - Berikut ini beberapa Sejarah Perkembangan
Fonetik Menurut Para Ahli dan Pengertian Fonetik Menurut Para Ahli
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa
yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk
dianalisis oleh otak manusia (OConnor, 1982: 10-11), (Ladefoged, 1982: 1). Menurut Gorys Keraf
(1978), fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam
tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi dengan alat ucap manusia.
Pengertian Fonetik Menurut Clark dan Yallop (1990), fonetik merupakan bidang yang berkaitan erat
dengan kajian bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang
diterima. Lebih lanjut, fonetik ini sangat berguna untuk tujuan-tujuan seperti pengajaran diksi,
penguasaan ujaran bunyi-bunyi bahasa asing, perbaikan kualitas bertutur bagi mereka yang
menghadapi
masalah
kurang
daya
pendengarannya.
Secara umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik fisiologis, fonetik akustik,
dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew dan Jensen, 1977:19).
Fonetik Fisiologis
adalah suatu bidang ilmu oengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia (Liberman,
1977 : 3). Seseorang yang ingin mengkaji bunyi-bunyi behasa harus mengetahuai juga berbagai
struktur mekanisme peraturan, memehami fungsi setiap mekanisme tersebut, dan peranan nya dalam
menggasilkan berbagai bunyi behasa (Singh dan Singh, 1876 : 2). Fonetik yang menkaji tentang
penghasilan bunyi-bunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia di
namakan fonetik fidiologis.
Fonetik Akustik
Kajian fonetik akustik bertumpu pada struktur fungsi bunyi-bunyi bahasa dan bagaiman alat
pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang di teriman (Mallberg,
1963 : 1).ada tiga ciri untama bunyi-bunyi bahasa fonetik akustik, yaitu frekuensi, tempo, kenyaringan.
Fonetik Audiotoris Atau Fonetik Persepsi
Kajian ini meneliti bagaimana seorang pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang di terima sebagai
bunyu-bunyi yang perlu dip roses sebagai bunyi-bunyi bahasa bermakna, dan apakah cirri bunyibunyi bahasa dianggap penting oleh pendengar dalam usaha untuk membedakan setiap bunyi
bahasa yang di dengar (Singh dan Singh, 1976, 5).
Ketidak lancaran Berujar yang Terkait dengan Kajian Fonetik
Masalah ketidaklancaran berujar oleh penutur ini dapat dilihat dari segi atau keadaan kelemahan
organ pertuturannya, keadaan suaranya (terutama dari segi nada dan kenyaringan), dan
kelancarannya berujar (Thomas dan carmack, 1990:2). Permasalahannya ini bisa disebabkan oleh
kegagapan (stuttering), kelumpuhan saraf otak (cerebral palsied), belahan langit-langit mulut, rusak
pendengaran (hearing impaired).
Kagagapan (Stuttering)
Menurut Ainsworth (1975), gagap merupakan salah satu permasalahan yang berhubungan dengan
ketidak lancaran ketika berbahasa, yang di alamai oleh seorang penutur.
Ciri-ciri kegagapan adalah:
ilmu fonetik umum: mengkaji terhadap penghasilan bunyi-bunyi dan fungsi mekanisme
ucapan.
Ilmu fonetik deskriptif: mengkaji terhadap kelainan atau perbedaan bunyi bagi suatu bahasa
tertentu.
Ilmu fonetik sejarah: mengkaji terhadap perubahan bunyi suatu bahasa berdasarkan sejarah
bahasa tersebut.
Ilmu fonetik normatif: mengkaji terhadap kaidah bunyi yang benar pada suatu bahasa.
Pengertian Fonetik Menurut J.D. OConnor
Menurut OConnor fonetik ialah ilmu yang bersangkut paut dengan bunyi-bunyi ujar yang di hasilkan
oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi yang dapat didengar ini kemudian diformulasikan sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang terdapat dalam bahasa masyarakat yang bersangkutan.
Seterusnya, formula bunyi-bunyi ini diberi fungsi tertentu sehingga dapat dipakai untuk
menyampaikan
pesan-pesan
tertentu.
Menurut OConnor, tingkah laku berkomunikasi berawal dari otak pembaca. Pada tahap ini, kita bisa
beranggapan bahwa otak penutur mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi kreatif (creative
function) dan fungsi saluran (forwarding function).
Pengertian Fonetik Menurut David Abercromcie
David Abererombie (1971) berpendapat bahwa fonetik ialah ilmu yang bersifat teknis. Dalam ilmu ini,
suatu bahasa akan dilihat secara analitis, yaitu tidak saja mendengar percakapan, tetapi juga
menyadari setiap gerak jasmani yang melatarbelakanginya.
Sewaktu kita bernapas misalnya, udara tidak dikeluarkan terus-menerus. Aliran uadara tidak
berkelanjutan. Otot pernapasan tegang dan kendur berulang-ulang dalam satu pernapasan yang
panjang. Rata-rata gerakan tegang-kendur otot pernapasan adalah lima kali dalam satu detik atau
300 kali dalam satu menit. Udara dikeluarkan dari paru-paru setiap kali hembusan.
SKOP (BIDANG CAKUPAN), TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB FONETISI
Fonetisi lebih berminat untuk melihat bagaimana pergerakan udara di hubungkan dengan pergerakan
organ-organ pertuturan dan koordinasi semua pergerakan ini sehingga menghasilkan bunyi. Yang
diperhatikan fonetisi adalah pergerakan lidah, rahang, bibir, dan sebagainya ketika menghasilkan
bunyi
bahasa
dengan
bentuk
alat
sinar-X
(X-ray).
Fonetisi juga berminat bagaimana arus udara bergetar antara mulut penutur dan telinga pendengar.
Bidang fonetik ini berkaitan dengan bidang ilmu fisika yang mengkaji masalah akustik. Alat-alat yang
digunakan adalah alat yang biasa digunakan oleh ahli fisika, yaitu spektogram. Tujuan umum
penggunaan alat ini adalah untuk mengukur kekerapan atau frekuensi dan luas getaran bunyi dalam
jangka waktu tertentu. Pengkajian ini dikenal dengan pengkajian fonetik akustik.
05 MARET 2009
Ketika kedua kata itu digabung, sehingga menjadi zakdoek sapu tangan,
diucapkan [zagduk]. Bunyi [k] pada zak berubah menjadi [g] velar bersuara
karena dipengaruhi oleh bunyi [d] yang mengikutinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa [k] pada [zak] disesuaikan atau diasimilasikan artikulasi
dengan bunyi [d] yang mengikutinya sehingga sama-sama bersuara. Jika bunyi
yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikan disebut
asimilasi regresif.
3.Kata bahasa Batak Toba holan ho hanya kau diucapkan [holakko], suan hon
diucapkan [suatton]. Bunyi [n] pada holan dan bunyi [h] pada ho saling
disesuaikan atau diasimilasikan menjadi [k], sedangkan [n] pada suan dan [h]
pada hon saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi [t]. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut, yaitu [n] dan [h], [n] dan [h]
saling disesuaikan. Jika kedua bunyi saling mengasimilasikan sehingga
menimbulkan bunyi baru disebut asimilasi resiprokal.
Dilihat dari lingkup perubahannya, asimilasi pada contoh 1 tergolong asimilasi
fonetis karena perubahannya masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, yaitu
fonem /t/. Asimilasi pada contoh 2 juga tergolong asimilasi fonetis karena
perubahan dari [k] ke [g] dalam posisi koda masih tergolong alofon dari fonem
yang sama. Sedangkan asimilasi pada pada contoh 3 tergolong asimilasi fonemis
karena perubahan dari [n] ke [k] dan [h] ke [k] (pada holan ho > [holakko]),
serta perubahan dari [n] ke [t] dan [h] ke [t] (pada suan hon > [su-atton]) sudah
dalam lingkup antarfonem. Bunyi [n] merupakan alofon dari fo-nem /n/, bunyi
[k] merupakan alofon dari fonem /k/. Begitu juga, bunyi [h] merupakan alofon
dari fonem /h/, dan bunyi [t] merupakan alofon dari fonem /t/.
Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal pada kata
tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentang diucapkan apiko-dental karena
bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal pada tendang
diucapkan apiko-alveolar karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga
apiko-alveolar. Perubahan bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari
fonem yang yang sama.
Asimilasi fonemis terlihat pada contoh berikut. Kalimat bahasa Belanda Ik eet
vis saya makan ikan, kata vis yang biasa diucapkan [vis] pada kalimat
tersebut diucapkan [fis] dengan frikatif labio-dental tidak bersuara karena
dipengaruhi oleh kata eet [i:t] yang berakhir dengan bunyi stop apiko-alveolar
tidak bersuara. Perubahan atau penyesuaian dari [v] ke [f] merupakan lingkup
dua fonem yang berbeda karena bunyi [v] merupakan alofon dari fonem /v/,
dan bu-nyi [f] meru[akan alofon dari fonem /f/.
B.Disimilasi
Kebalikan dari asimilasi, disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang
sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
Perhatikan contoh berikut!
1.Kata bahasa Indonesia belajar [blajar] berasal dari penggabungan prefiks ber
[br] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan
menjadi berajar [brajar] Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang
pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi
[blajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r]
merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/,
maka disebut disimilasi fonemis.
2.Secara diakronis, kata sarjana [sarjana] berasal dari bahasa Sanskerta sajjana
[sajjana]. Perubahan itu terjadi karena adanya bunyi [j] ganda. Bunyi [j] yang
pertama diubah menjadi bunyi [r]: [sajjana] > [sarjana]. Ka-rena perubahan itu
sudah menembus batas fonem, yaitu [j] merupakan alofon dari fonem /j/ dan
[r] merupakan alofon dari fonem /r/, maka perubahan itu disebut disimilasi
fonemis.
3.Kata sayur-mayur [sayUr mayUr] adalah hasil proses morfologis peng-ulangan
bentuk dasar sayur [sayUr]. Setelah diulang, [s] pada bentuk dasar [sayUr]
mengalami perubahan menjadi [m] sehingga menjadi [sayUr mayUr]. Karena
perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [s] merupakan alofon dari
fonem /j/ dan [m] merupakan alofon dari fonem /m/, maka perubahan itu juga
disebut disimilasi fonemis.
C.Modifikasi Vokal
Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh
bunyi lain yang mengikutinya. Perubahan ini sebenarnya bisa dimasukkan ke
dalam peristiwa asimilasi, tetapi karena kasus ini tergolong khas, maka perlu
disendirikan.
Perhatkan contoh berikut!
1.Kata balik diucapkan [bal?], vokal i diucapkan [] rendah. Tetapi ketika
mendapatkan sufiks an, sehingga menjadi baikan, bunyi [] berubah menjadi [i]
tinggi: [balikan]. Perubahan ini akibat bunyi yang mengikutinya. Pada kata
balik, bunyi yang mengikutinya adalah glotal stop atau hamzah [?], sedangkan
pada kata balikan, bunyi yang mengikutinya adalah dorso-velar [k]. Karena
perubahan dari [] ke [I] masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, maka
2.Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem
pada akhir kata.
Misalnya:president menjadi presiden, pelangit menjadi pelangi,mpulaut menja
di pulau
3.Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem
pada tengah kata.
Misalnya:baharu menjadi baru, dahulu menjadi dulu, utpattimenjadi upeti.
F.Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga
menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata
yang mengalami metatesis ini tidak banyak. Hanya beberapa kata saja.
Misalnya: kerikil
menjadi kelikir, jalur menjadi lajur, brantas menjadibantras
Metatesis ini juga bisa dilihat secara diakronis. Misalnya: lemari berasal dari
bahasa Portugis almari,Rabu berasal dari bahasa Arab Arba. rebab berasal dari
bahasa Arab arbab.
G.Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua
bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari
vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.
Kata anggota [agota] diucapkan [agauta], sentosa [sntosa] diucapkan
[sntausa]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal tunggal [o] ke vokal rangkap
[au], tetapi tetap dalam pengucapan satu bunyi puncak. Hal ini terjadi karena
adanya upaya analogi penutur dalam rangka pemurnian bunyi pada kata
tersebut. Bahkan, dalam penulisannya pun disesuaikan dengan ucapannya,
yaitu anggauta dan sentausa. Contoh lain:
- teladan [tladan] menjadi tauladan [tauladan]=> vokal [] menjadi [au]
- topan [tOpan] menjadi taufan[taufan] => vokal [O] menjadi [au]
H. Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi adalah monoftongisasi, yaitu perubahan dua bunyi
4 komentar:
Misalnya:
- adi menjadi adik
- hulubala menjadi hulubalang
- ina menjadi inang
Bahan Pendalaman:
1.Pada asimilasi progresif, dari mana diketahui bahwa bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan? Berikan alasan yang jelas
beserta contohnya!
2.Peristiwa asimilasi bisa dilihat secara sinkronis dan diakronis. Apa maksudnya?
Berikan ilustrasi yang jelas!
3.Mengapa peristiwa labialisasi dan palatalisasi tidak dimasukkan dalam
asimilasi ?
4.Berikan penjelasan tentang netralisasi atas fonem /g/ dan /k/ dalam bahasa
Indonesia disertai contoh!
5.Secara sinkronis, dari mana bisa diketahui bahwa suatu bunyi itu termasuk
peristiwa zeroisasi? Buktikan!
6.Peristiwa monoftongisasi dilatarbelakangi oleh sikap pemudahan ucapan atas
bunyi-bunyi diftong. Pada peristiwa diftongisasi, apa yang melatarbelakanginya?
Jelaskan dan berikan contoh!
7.Berikan komentar atas kasus-kasus berikut!
(a) auto mobil hanya disebut mobil
(b) bagai ini disebut begini
(c) al salam menjadi assalam
(d) mahardhika menjadi merdeka
(e) in-port menjadi impor
Uraian lebih lanjut silakan baca Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif
Sistem Bunyi Bahasa Indonesia oleh Masnur Muslich (Bumi Aksara, 2008)