Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus
terutama di negara-negara berkembang yang merupakan faktor risiko terjadinya
kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. Menurut data Riskesdas pada
tahun 2010, 17.9% masyarakat di Indonesia berstatus penderita gizi buruk.
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari
derajat dan lamanya kekurangan protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan pada
anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak
yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan
linier mengurang atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan
adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi
tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun, tebal lipat kulit
normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika
dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai kelainan kulit dan rambut.
Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari
dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan penduduk.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian gizi buruk?
2. Apa penyebab terjadinya gizi buruk?
3. Apa saja klasifikasi gizi buruk?
4. Usia berapa yang berisiko tinggi terkena gizi buruk?
5. Apa dampak gizi buruk?
6. Bagaimana cara pencegahan terjadinya gizi buruk?
7. Bagaimana cara mengatasi gizi buruk?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian gizi buruk
2. Mengetahui klasifikasi gizi buruk
3. Mengetahui penyebab terjadinya gizi buruk
4. Mengetahui usia yang berisiko tinggi terkena gizi buruk
5. Mengetahui dampak gizi buruk
6. Mengetahui cara pencegahan terjadinya gizi buruk
7. Mengetahui cara mengatasi gizi buruk

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama (sandjaja, 2009). Menurut WHO, gizi buruk
adalah salah satu masalah gizi akibat konsumsi makanan yang tidak cukup
mengandung energi dan protein serta karena adanya gangguan kesehatan.
2.2 Penyebab Gizi Buruk
Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai jenjang atau tingkatan
yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar.
1. Penyebab langsung merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan
kejadian gizi yakni konsumsi makanan yang buruk dan adanya penyakit.
Bahkan antara asupan gizi dan penyakit / infeksi terjadi interaksi yang saling

menguatkan untuk memperburuk keadaan. Interaksi ini dapat berakibat fatal


sebagai penyebab kematian dini pada anak-anak.
2. Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi penyebab
langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang, perawatan dan
pola asuh anak kurang, dan tidak mendukung kesehatan anak-anak. Faktor
inilah yang akan mempengaruhi rendah atau buruknya asupan makanan / gizi
anak dan terjadinya penyakit / infeksi pada anak-anak.
3. Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni faktor
sumber daya potensial dan faktor yang menyangkut sumber daya manusia
(tingkat pendidikan, tingkat ekonomi). Pengelolaan sumber daya potensial
meliputi pemanfaatan sumber daya alam.. Sedangkan faktor sumber daya
berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan rakyat. Pemberdayaan rakyat
melalui pendidikan sangat penting artinya untuk mengatasi penyebab tidak
langsung gizi buruk. (Priharsiwi: 2006)
2.3 Klasifikasi Gizi Buruk
Masalah gizi buruk ini disebabkan oleh kurang energi protein (KEP). KEP
dimanifestasikan secara primer adalah akibat dari kurangnya asupan diet yang
mengandung energi dan protein secara tidak adekuat, baik karena kurangnya
asupan kedua nutrisi ini yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan normal,
maupun karena kebutuhan tubuh akan kedua nutrisi tersebut yang meningkat yang
tidak sesuai dengan asupan yang tersedia. Klasifikasi KEP dibedakan menjadi 3
yakni:
1. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998: 649).
Cirri-ciri klinisnya yaitu otot lemah, merasa lapar daan cengeng, gagalnya

pertumbuhan, tidak ada jaringan lemak bawah kulit, wajah tampaak tua (monkey
face), tidak edema, warna rambut tidak berubah, sering terjadi pada bayi <12
bulan, sering disertai penyakit infeksi kronis.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya
yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)
(Ngastiyah, 1995). Cirri-ciri klinisnya yaitu otot lemah, sukar diberi makan dan
cengeng, pertumbuhan terhambat, terjadi pada anak usia 1-3 bulan, wajah bulat
(moon face) ada edema pada kaki dan tungkai, rambut merah dan rontok, masih
ada jaringan lemak dibawah kulit, sering disertai penyakit infeksi akut.
3. Marasmik Kwashiorkor
Marasmik Kwashiorkor adalah kondisi dari kurang gizi berat yang gejala
klinisnya merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dan

disertai

edema.
2.4 Usia Rentan Terkena Gizi Buruk
Kelompok rentan gizi adalah kelompok dalam masyarakat yang paling
mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi.
Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari:
1. Kelompok Bayi
Untuk pertumbuhan bayi dengan baik zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan
ialah: Protein, Calsium (Ca), Vitamin D, Vitamin A dan K yang harus diberikan.
Secara alamiah sebenarnya zat-zat gizi tersebut sudah terkandung dalam ASI (Air
Susu Ibu). Oleh sebab itu, apabila gizi makan ibu cukup baik, dan anak diberi ASI
saja tanpa tambahan makanan lain sampai umur 6 bulan, zat-zat gizi tersebut
sudah dapat mencukupi. Mengenai Jumlah makanan tambahan pun makin lama

makin di tingkatkan, sesuai dengan kebutuhan kalori yang dibutuhkan bayi / anak
untuk berkembang.
2. Kelompok Anak Balita
Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau
ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Anak balita
sudah mulai main ditanah, dan main diluar rumahnya sendiri, sehingga lebih
terpapar dengan lingkungannya yang kotor. Anak balita belum bisa mengurus
3.

dirinya sendiri terutama soal dalam memilih makanan.


Kelompok Anak Sekolah
Masalah-masalah yang timbul pada kelompok ini antara lain: berat badan
rendah, defisiensi Fe, dan defisiensi Vitamin E. Program UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) adalah tepat) untuk membina dan meningkatkan gizi dan kesehatan
kelompok ini.

4.

Kelompok Remaja
Pertumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesan, kemudian
juga kegiatan jasmani termasuk olahraga juga pada kondisi puncaknya. Oleh
sebab itu, apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori
untukpertumbuhan dan kegiatan-kegiatannya, maka akan terjadi defisiensi yang
pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhannya.

5.

Kelompok Ibu hamil


Ibu hamil juga sebebnarnya berhubungan dengan proses pertumbuhan.
Untuk mendukung berbagai proses pertumbuhan ini maka kebutuhan makanan
sebagai sumber energi juga meningkat. Apabila kebutuhan kalori, protein,
vitamin, dan mineral yang meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi

makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu
hamil dapat berakibat:
a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat Badan Bayi
Rendah (BBBR).
b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan).
c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati.
6. Ibu Menyusui
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi oleh sebab itu, maka untu
menjamin kecukupan ASI bagi bayi, makanan ibu yang sedang menyusi harus
diperhatikan. Untuk itu maka ibu yang sedang menyusui memerlukan tambahan
800 kalori sehari dan tambahan protein 25gram sehari, diatas kebutuhan bila ibu
tidak menyusui. Dalam batas-batas tertentu kebutuhan bayi akan zat-zat gizi ini
diambil dari tubuh ibunya. Khusu untuk protein meskipun konsumsi ibu tidak
mencukupi, ASI akan tetap memberikan jatah yang diperlukan anaknya
dengan mengambil jaringan ibunya, akibatnya ibunya menjadi kurus. Bila
konsumsi Ca ibu yang berkurang, akan diambil cadangan Ca dari jaringan ibunya,
sehingga memberikan osteoporosis dan kerusakan (caries dentis).
7.

Kelompok Usia Lanjut (Usila)


Meskipun usia ini sudah tidak mengalami penurunan fungsinya maka
sering terjadi gangguan gizi. Contohnya apda usila bebrapa gigi-geligi, bahkan
semuanya tanggal, sehingga terjadi kesulitan dalam mengunyah makanan.
Keperluan energi pada uslia sudah menurun, oleh sebab itu, konsumsi makanan
untuk usila secara kuantitas tidak sama dengan pada kelompok rentan lain. Yang
penting disini kualitas makanan dalam arti keseimbangan zat gizi harus dijaga.
Kegemukan pada Usila sangat merugikan bagi Usila itu sendiri karena merupakan

resikountuk berbagai penyakit seperti: Kardiovaskuler, Diabetes melitus,


Hipertensi.

2.5 Dampak Gizi Buruk


1. Pada anak-anak gizi buruk dapat menghambat pertumbuhan, perkembangan
otak dan rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
2. Pada orang dewasa dapat menurunkan produktivitas kerja dan derajat
kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit.
(Almatsier,2002).
2.6 Cara Pencegahan Terjadinya Gizi Buruk
Pencegahan gizi buruk bisa dilakukan sedini mungkin bahkan pada usia
bayi. Langkah-langkah yang bisa dilakukan khususnya bagi orang tua adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan ASI eksklusif sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak
mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang
sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas.
Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari
rumah sakit.
(Priharsiwi: 2006)
2.7 Cara Mengatasi Gizi Buruk

Cara mengatasi gizi buruk bisa dilakukan dengan berbagai cara


tergantung tingkat keparahannya, yaitu:
1. Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.
2. Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masingmasing penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat
di Rumah Sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.
3. Pengobatan pada penderita MEP (Malnutrisi Energi Protein) tentu saja harus
disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan,
contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus
mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.
4. Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masingmasing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara
penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya,
status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh.

Dari uraian diatas kita bisa menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini:
1. Jelaskan Host, Agent, dan Environment dari penyakit gizi buruk!
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni

proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis,


fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (Agent) serta
dengan lingkungan (Environment). Timbulnya penyakit dikarenakan tidak
seimbangnya Host Agent dan Environment.
1) Host (pejamu)
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau beresiko terhadap
suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. Faktor pejamu
yang timbul pada gizi buruk adalah :
a. Umur
Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap gizi buruk
dikarenakan daya tahan tubuhnya yang masih rendah dan faktor organ
pencernaan yang belum berfungsi sempurna.
b. Keadaan imunitas dan respons imunitas
Adanya alergi atau intolerant terhadap protein tertentu terutama protein
susu mempengaruhi intake protein dalam tubuh sehingga menyebabkan
kurangnya protein apabila tidak dipenuhi dengan protein pengganti.
c. Tingkat pendidikan
Rendahnya pengetahuan ibu mempengaruhi pemberian makanan dengan
zat gizi seimbang pada anak sehingga menyebabkan anak tidak mendapat
asupan makan yang sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan pada
masanya.
d. Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi rendah memungkinkan orang tua tidak

mampu

membeli makanan yang bergizi bagi anaknya, sehingga anak hanya


makan seadanya.
2)Agent (penyebab)

Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya
disebabkan oleh satu faktor tunggal semata, umumnya kejadian penyakit
disebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong
terjadinya penyakit. Namun demikian, secara dasar unsur penyebab
penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama yakni :
1) Penyebab Kausal Primer
Penyebab kausal primer pada penderita gizi buruk ialah rendahnya
asupan makanan yang mengandung zat gizi makro maupun mikro.
Padahal zat gizi ini sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, namun tidak semua makanan mengandung protein / asam amino
yang mencukupi kebutuhan dalam tubuh.
2) Penyebab Kausal Sekunder
Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada lingkungan individu
itu sendiri seperti ketersediaan bahan pangan dan akses untuk mendapat
bahan pangan di daerah tersebut.

3) Environment (lingkungan)
Lingkungan yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk terdiri dari:
1) Lingkungan Fisik
Daerah dimana ketersediaan dan ketahanan pangan serta ketersediaan air
bersihnya rendah akan menjadi daerah rawan gizi buruk. Lingkungan
fisik ada yang terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah
manusia sendiri.
2) Lingkungan Sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem
organisasi. Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

10

keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan


untuk makan makanan tertentu dalam budaya setempat dapat menjadi hal
yang menyebabkan terjadinya gizi buruk. Selain itu tingkat pendapatan
yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli rendah juga dapat
mengakibatkan gizi buruk.
Sumber: Nur Nasry Noor. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

2. Bagaimana the chain of malnutrition?


Dampak
Gizi kurang (malnutrition)

Penyebab
langsung
Konsumsi zat gizi

Penyebab tidak
langsung

Penyebab utama

Daya beli pangan


pangan

Penyakit infeksi

Pola asuh anak tidak


memadai

Pelayanan
kesehatan

Kemiskinan, pendidikan rendah


dan ketersediaan pangan

Akar masalah
Krisis ekonomi dan politik

11

Sumber: Wiku Adisasmito, P. D. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

3. Bagaimana riwayat alamiah dari penyakit gizi buruk?


Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi (defisiensi gizi), dimulai dari tahap
prepatogenesis yaitu proses interaksi antara penjamu (host = manusia), dengan
penyebab (agent = zat-zat gizi) serta lingkungan (environment). Pada tahap ini
terjadi keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh manusia, zat gizi dan
lingkungan dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada (konsep : John
Gordon). Ada 4 kemungkinan terjadinya patogenesis penyakit defisiensi gizi.
1. Makanan yang dikonsumsi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
2. Peningkatan kepekaan host terhadap kebutuhan gizi misalnya : kebutuhan yang
meningkat karena sakit.
3. Pergeseran lingkungan yang memungkinkan kekurangan pangan, misalnya
misalnya gagal panen.
4. Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan host
misalnya kepadatan penduduk di daerah kumuh
Bila salah satu kemungkinan terjadinya patogensis penyakit defisiensi gizi
tersebut diatas, maka tahap pertama yang terjadi adalah simpanan berkurang
yaitu zat-zat gizi dalam tubuh terutama simpanan dalam bentuk lemak termasuk
unsur-unsur biokatalisnya akan menggantikan kebutuhan energi dari karbohidrat
yang kurang, bila terus terjadi maka simpanan habis yaitu titik kritis, tubuh akan
menyesuaikan dua kemungkinan yaitu menunggu asupan gizi yang memadai atau

12

menggunakan protein tubuh untuk keperluan energi. Bila menggunakan protein


tubuh maka perubahan faal dan metabolik akan terjadi. Pada tahap awal akan
terlihat seseorang tidak sakit dan tidak sehat sebagai batas klinis terjadinya
penyakit defisiensi gizi, bukan saja terjadi pada zat gizi penghasil energi tetapi
juga vitamin mineral dan air termasuk serat.
Sumber: Nur Nasry Noor. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Bagaimana saudara sebagai seorang sarjana kesehatan masyarakat
melakukan preventif?
Dalam upaya preventif menaggulangi terjadinya kasus gizi buruk, kelompok
kami mengaitkan dengan teori H.L. Blum tentang faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan individu yaitu:
1) Lingkungan
Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi 2
kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Pada
faktor ini kita memfokuskan untuk memberi edukasi pada lingkungan
masyarakat atau keluarga khususnya keluarga dari yang mempunyai
bayi atau balita karena mereka sangat mempengaruhi dalam hal
memilih makanan bagi bayi atau balita.
2) Perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan,
pendidikan sosial ekonomi, dan hal-hal lain yang melekat pada
dirinya. Pada faktor ini kita memfokuskan pada fenomena kebiasaan
ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya,
kebiasaan ini terjadi karena pengaruh kepercayaan yang mempercayai
bahwa bayi sebelum 6 bulan harus sudah diberi makanan selain ASI
karena menganggap ASI saja tidak cukup untuk membuat bayi

13

kenyang. Sebagai sarjana kesmas kita perlu memberikan penyuluhan


dan pemantauan agar ibu menyusui dapat merubah perilakunya dan
memberikan ASI eksklusif pada bayinya selama 6 bulan.
3) Pelayanan Kesehatan
Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan
pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan
keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan
pelayanan kesehatan. Pada faktor ini kita memfokuskan untuk
bekerjasama dengan petugas kesehatan setempat dalam lingkup yang
paling kecil yaitu posyandu untuk menggalakkan program pemberian
vitamin, imunisasi dan pemberian makanan tambahan (PMT) pada
bayi dan balita.
4) Genetik
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir. Dalam hal ini kita mengambil
contoh kelainan severe combined immunodeficiency atau defisiensi
imunitas kombinasi, yaitu suatu kelainan genetik yang menyebabkan
bagian utama dari sistem kekebalan adaptif (Sel B dan Sel T) lumpuh,
akibat berbagai kemungkinan yang disebabkan gen. Pasien dengan
kelainan ini mengalami kekurangan kekebalan dan sangat rentan
terhadap penyakit infeksi. Untuk kasus ini kita memfokuskan untuk
orang tua yang mempunyai bayi dengan resiko kekebalan tubuh yang
lemah untuk menjaga asupan gizi bagi bayinya karena jika sedikit saja
bayi itu kekurangan gizi maka akan menyebabkan kekebalan tubuhnya
melemah maka akan rentan terhadap infeksi.

14

Leavell and Clark 1958, yang telah menjabarkan lima tahapan pencegahan
(Five Level of Prevention) berdasarkan proses alamiah terjadi penyakit yang bisa
juga diterapkan dalam upaya pencegahan penyakit defisiensi gizi. Lima tingkatan
(tahapan) pencegahan itu adalah:
1. Masa sebelum sakit
1) Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Penyusunan Standar Kebutuhan Gizi yang di anjurkan, atau
pedoman penerapan gizi seimbang yang dulu lebih dikenal dengan 4 sehat
5 sempurna merupakan bagian dari promosi kesehatan.
2) Perlindungan Khusus (Specific Protection)
Pemberian zat gizi tertentu misalnya saja Pemberian vitamin A pada
anak balita dua kali dalam setahun untuk melindungi anak dari kebutahan,
merupakan salah satu upaya dalam tahapan perlindungan khusus ini.
2. Masa sakit
3) Diagnosa Dini (Early Diagnosis)
Skreening survei berat badan dibawah garis merah pada KMS balita
untuk penentukan anak balita yang benar-benar menderita gizi kurang
dan anak balita yang benar-benar tidak menderita gizi kurang adalah
salah satu contoh dari tahapan ini.
4) Mengurangi Kelemahan (Disability Limitation)
Pemberian diet sebagai bagian dari proses penyembuhan penyakit
merupakan bagian dari tahapan ini.
5) Rehabilitasi (Rehabilitation)

15

Pemberian makanan yang disesuaikan dengan keadaan pasien


merupakan bagian dari tahapan ini.
Karena kita berperan sebagai SKM maka kita hanya memfokuskan sampai pada
level 2.
5. Bagaimana saudara sebagai seorang sarjana kesehatan masyarakat
melakukan edukasi pada masyarakat?
1) Memberikan penyuluhan tentang pengertian gizi buruk dan bagaimana
cara mencegah terjadinya gizi buruk.
2) Memberikan penyuluhan tentang jenis makanan yang bergizi.
3) Memberdayakan masyarakat dengan memanfaatkan halaman rumah
untuk menanam sayuran, atau bisa juga menanam sayuran
menggunakan pot.
6. Menurut saudara apakah perlu dilakukan surveilans / screening?
Jelaskan!
Perlu, karena dengan melakukan surveilans gizi kita bisa mengetahui
penyebab gizi buruk dan dapat merencanakan langkah selanjutnya untuk
menurunkan angka gizi buruk sesuai penyebab gizi buruk yang telah
diketahui melalui kegiatan surveilans.
Menurut WHO, pengertian survailans gizi merupakan kegiatan pengamatan
keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada
perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus
tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung
sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada.
Sementara menurut Depkes RI (2006), surveilans gizi merupakan pengamatan
yang dilakukan terhadap anak balita dalam rangka mencegah terjadinya kasus

16

gizi buruk. Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data pada
surveilans kesehatan masyarakat digunakan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan,
menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan
kesehatan (Timmreck, 2005).
Menurut WHO menggambarkan sistem surveilans gizi sebagai proses yang
berkesinambungan, dengan tujuan antara lain:
1) Menggambarkan status gizi masyarakat, dengan referensi khusus bagi
mereka yang menghadapi risiko.
2) Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk.
3) Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam
perumusan kebijakan.
4) Memantau dan mengevaluasi program gizi.
Sumber: WHO; Depkes R.I. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kesehatan kini tak hanya berhubungan dengan faktor penyakit
yang ditimbulkan oleh bakteri atau virus saja, akan tetapi juga dapat ditimbulkan
karena adanya masalah dari sisi ekonomi, sosial, budaya, dan pengetahuan

17

masyarakat. Salah satu masalah kesehatan tersebut adalah gizi buruk. Gizi buruk
adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Karena selain mengancam
keselamatan jiwa, gizi buruk juga mengamcam masa depan si penderita, karena
gizi buruk dapat meghambat pertumbuhan dan perkembangan seseorang baik fisik
maupun mental.
3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah serius dalam menangani kasus gizi buruk karena,
kasus gizi buruk lebih sering dialami oleh bayi dan balita sehingga masalah
ini menjadi salah satu penghambat bagi berkembangnya calon generasi
penerus bangsa yang berkualitas.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan setelah membaca makalah ini pembaca menjadi lebih peka
terhadap kasus gizi buruk sehingga dapat mengenali dan melakukan
pencegahan terhadap terjadinya gizi buruk di lingkungan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.25. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Nur Nasry Noor. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Rineka Cipta.
Priharsiwi dan Aritonang. 2006 . Busung Lapar: Potret Buram Anak Indonesia di
Era Otonomi Daerah. Yogyakarta: Media Presindo.
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/06/tanda-klinis-gizi-buruk.html

18

Sandjaja. (2009). Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Buku Kompas.


WHO; Depkes R.I. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan.
Wiku Adisasmito, P. D. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

19

Anda mungkin juga menyukai