Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENELITIAN MAHASISWA

DALAM RANGKA LOMBA KARYA INOVATIF PRODUKTIF (LKIP)


TAHUN 2000

MODEL BATUK EFEKTIF


DALAM UPAYA MEMBERSIHKAN JALAN NAPAS KLIEN
DENGAN PENUMPUKAN SEKRET AKIBAT TBC PARU

Peneliti :
SABINUS B. KEDANG
I WAYAN SUARDANA

NIM : 019930053 B
NIM : 019930038 B

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


DILAKSANAKAN BERDASARKAN SK REKTOR UNIVERSITAS AIRLANGGA
NOMOR : 6194/J03/PG/2000
NOMOR URUT :

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
NOPEMBER, 2000

IDENTITAS DAN PENGESAHAN


LAPORAN HASIL AKHIR HASIL PENELITIAN MAHASISWA
DALAM RANGKA LOMBA KARYA INOVATIF PRODUKTIF (LKIP)
1. Judul Penelitian

2. Kepala Proyek Penelitian


a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. Fakultas
d. Perguruan Tinggi
e. Bidang Ilmu Yang Diteliti
3. Jumlah Tim Peneliti
4. Lokasi Penelitian
5. Jangka Waktu Penelitian
6. Biaya Yang Diperlukan

: Model Batuk Efektif Dalam Upaya


Membersihkan Jalan Napas Pada Klien
Dengan Penumpukan Sekret Akibat
TBC Paru
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Sabinus B. Kedang
Laki laki
Kedokteran
Universitas Airlangga
Keperawatan
2 orang
Surabaya
1 bulan
Rp. 525.000,00
(Lima ratus dua puluh lima ribu rupiah)
Surabaya, 29 Nopember 2000

Mengetahui :
Dosen Pembimbing,

Dr. Sunarko Setyawan, dr., M.S.


NIP. 131 949 832

Ketua Peneliti,

Sabinus B. Kedang
NIM. 019930053 B

Menyetujui :
Ketua TPPK Unair,

Dr. Sunarko Setyawan, dr., M.S.


NIP. 131 949 832

Ketua Lembaga Penelitian Unair,

Prof. Dr. H. Sarmanu, MS.


NIP. 130 701 125

RINGKASAN
MODEL BATUK EFEKTIF DALAM UPAYA MEMBERSIHKAN JALAN NAPAS KLIEN
DENGAN PENUMPUKAN SEKRET AKIBAT TBC PARU (Sabinus B. Kedang, I Wayan
Suardana, 2000, 21 halaman).
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
penumpukan secret pada saluran napasnya dengan TBC Paru sehubungan dengan sputum
mukopurulent atau purulent dimana salah satu tindakan yang diajarkan dan dilakukan adalah
latihan batuk efektif kepada pasien untuk mengeluarkan secret tersebut.
Sesuai dengan pengamatan peneliti terhadap pasien TBC yang dirawat mengalami sesak napas
yang disebabkan oleh penumpukan secret pada saluran pernapasan dan umumnya masih
tergantung pada obat obatan.
Tujuan penelitian ini adalah mengadakan uji coba model batuk efektif cascade, huff dan
augmented serta membandingkannya untuk membersihkan saluran napas pasien. Metode
penelitian ini adalah eksperimen, populasi penelitian adalah total populasi dengan variable
penelitian adalah model batuk cascade, huff, augmented dan saluran napas bersih dengan criteria
batuk produktif, pengeluaran secret, tidak sesak nafas, suara nafas normal dan frekuensi
pernapasan 14 25 kali/menit. Pengolahan dan analisa data dilakukan secara deskriptif
Hasil penelitian yang dilakukan pada 9 orang responden, secara deskriptif menunjukkan bahwa
model batuk cascade, huff dan augmented (100 %) pasien menjadi batuk produktif. Pasien dapat
mengeluarkan secret pada model batuk cascade (66,7 %), huff (66,7 %) dan augmented (100 %).
Untuk data sesak napas, pasien yang tidak mengalami sesak napas pada model batuk cascade (66,7
%), huff (66,7 %) dan augmented (100 %). Data suara napas normal setelah dilakukan tindakan
adalah model batuk cascade (66,7 %), huff (66,7 %) dan augmented (100 %). Sedangkan data
frekuensi pernapasan normal setelah dilakukan tindakan adalah model batuk cascade (66, 7 %),
huff (66,7 %) dan augmented (100 %).

Berdasarkan hasil penelitian ini daapat disimpulkan bahwa model batuk cascade, huff dan
augmented dapat membuat pasien menjadi lebih batuk produktif, mengeluarkan secret, tidak
sesak napas, suara napas normal dan frekuensi pernapasan menjadi normal. Sehingga bisa
disarankan agar (1) dalam perawatan pasien dengan TBC Paru yang mengalami penumpukan
secret dapat dianjurkan untuk menggunakan ketiga model batuk efektif di atas kecuali
kontraindikasi, (2) melakukan uji coba pada pasien dengan penumpukan secret yang disebabkan
oleh penyakit saluran pernapasan lain seperti bronkiektasis, penyaki paru obstruksi menahun
(PPOM).
(Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ; S.K. Rektor Unair Nomor :
6194/J03/PG/2000)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rakhmatNya kami dapat
menyelesaikan tugas penelitian ini. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu upaya untuk melatih dan
mengembangkan daya nalar dan analisa dikalangan mahasiswa, sehingga diperoleh suatu
pengalaman ilmiah yang posistif.
Kami menyadari penelitian ini masih belum sempurna. Karenanya masukan yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan, demi penyempunaan tugas-tugas kami
dimasa yang akan datang. Melalui kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada
1. Prof.Dr.dr. Hadji Wijaya, SpP kepala Unit Rawat Jalan Paru Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya.
2. Ibu Mistini, Kepala Ruangan Unit Rawat Jalan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
3. Dr. Sunarko Setiawan, dr. M.S, atas bimbingan dan dorongan yang diberikan.
4. Prof. dr. Eddy Soewandojo, SpPD, selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK.
UNAIR.
Kami berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat luas.

Surabaya, 29 November 2000

Peneliti

LAPORAN PENELITIAN MAHASISWA


DALAM RANGKA LOMBA KARYA INOVATIF PRODUKTIF (LKIP)
TAHUN 2000

MODEL BATUK EFEKTIF


DALAM UPAYA MEMBERSIHKAN JALAN NAPAS KLIEN
DENGAN PENUMPUKAN SEKRET AKIBAT TBC PARU

Peneliti :
SABINUS B. KEDANG
I WAYAN SUARDANA

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


DILAKSANAKAN BERDASARKAN SK REKTOR UNIVERSITAS AIRLANGGA
NOMOR : 6194/J03/PG/2000
NOMOR URUT :

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
NOPEMBER, 2000
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosa Paru merupakan penyakit menular saluran pernafasan yang saat ini
kasusnya kembali

menunjukkan peningkatan. TBC disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberkulosa, yang penularannya melalui droplet infection, baik secara langsung maupun tidak
langsung dari penderita TBC. Salah satu gejala yang selalu nampak pada penderita TBC
adalah

sesak nafas yang disebabkan oleh penumpukan sekret pada jalan nafas

(Dongoes,1993). Penyakit TBC merupakan penyakit menular saluran pernafasan yang banyak
diderita oleh penduduk miskin di pemukiman padat yang secara ekonomi kurang mampu.
Di tingkat dunia sejak awal dekade 90-an angka TBC pada mulanya sudah menurun tetapi
pada tahun belakangan ini diperkirakan naik lagi ke dalam kategori re-emerging disease.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1996, prevalensi TBC Paru
mencapai 11/1000 penduduk dan menduduki urutan kedua dalam urutan penyakit menular.
Laporan internasional menunjukkan bahwa Indonesia penyumbang TB terbesar ketiga di dunia
sesudah Cina dan India (Dirjen P2MPLP, Depkes RI, 1999).
Salah satu upaya membersihkan jalan nafas adalah batuk. Batuk efektif adalah batuk yang
dianjurkan untuk mengeluarkan material dari saluran nafas. Apabila sekret pada saluran nafas
tidak dikeluarkan, penderita menjadi sesak nafas, karena jalan nafas tidak bersih (Luckman &
Sorensen.1995).
Penatalaksanaan penderita sesak nafas dapat dilakukan dengan berbagai cara, terutama dengan
obat-obatan baik mukolitik maupun ekpektoran (Luckman & Sorensen,1995). Pemakaian obatobatan dalam jangka panjang sering menyebabkan klien mengalami ketergantungan terhadap
obat. Keadaan ini juga sangat berdampak pada ketidakmampuan dari klien maupun keluarga
penderita TBC dalam memanfaatkan berbagai metode yang ada untuk dapat mengeluarkan
sekret yang menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut di sisi lain menyebabkan makin
meningkatnya pembiayaan dalam penanganan penderita TBC. Sesuai

dengan

hasil

pengamatan penulis terhadap penderita paru yang dirawat mengalami sesak nafas disebabkan

oleh penumpukan sekret pada jalan nafas umumnya tergantung pada obat-obatan. Upaya
batuk yang dilakukan oleh penderita bila ada rangsangan dan bukan sebagai upaya untuk
membersihkan jalan nafas, dimana sekret yang dikeluarkan ditelan kembali. Keadaan ini
apabila tidak ditangani akan mengganggu ventilasi pernafasan, sesak nafas, aktivitas sehari
hari dan bisa mengakibatkan kematian.
Melihat keadaan diatas, peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan sangat penting
dalam mengkaji adanya sekret pada jalan nafas dan melakukan tindakan yaitu latihan batuk
efektif. Oleh karena itu penulis merasa tertarik dan ingin mengadakan penelitian mengenai
model batuk efektif dalam upaya membersihkan saluran nafas pada klien yang menderita TBC
Paru yang mengalami penumpukan sekret.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian TBC Paru.
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular saluran pernafasan yang sebagian besar
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dimana biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kelainan yang dijumpai sangat tergantung
luas dan kelainan struktural paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak/sulit
sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di lobus superior terutama
apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. (Soedarsono, 2000).
2.2 Etiologi/epidemiologi
Pada tahun 1900 tuberkulosis merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat.
Laporan internasional menunjukkan bahwa Indonesia penyumbang TB terbesar ketiga di
dunia sesudah Cina dan India (Dirjen P2MPLP, Depkes RI, 1999). Berdasarkan Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1996, prevalensi TBC Paru mencapai 11/1000
penduduk dan menduduki urutan kedua dalam urutan penyakit menular. Jumlah kasus
tertinggi adalah pada usia antara 25 44 tahun yang dilaporkan pada tahun 1988 dan yang
meninggal sekitar 1755 orang. Karena infeksi HIV merupakan salah satu faktor untuk
berkembangnya tuberkulosis pada orang yang terinfeksi maka CDC (Center for Disease
Control) merekomendasikan bahwa semua orang yang terinfeksi HIV perlu skrining akan
tuberkulosis (Phipps dkk, 1991). Lingkungan yang beresiko seperti terbatasnya sarana
kesehatan dan sosial ekonomi yang rendah serta tinggal dengan individu yang terinfeksi,
malnutrisi, alkoholisme, imunosupresi, periode postpartum diabetes, dialisa ginjal,
gastrektomi atau bedah bypass jejunoileal (Patricia A. D. 1992).
Tuberkulosis disebabkan oleh basilus mycobacterium tuberculosis atau tubercle bacillus, suatu
organisme gram positif dan tahan asam. Bila seseorang dengan tuberkulosis berbicara, batuk,
bersin atau menyanyi maka dropletnya jatuh ke tanah, meninggalkan droplet nuclei dimana ini
akan beterbangan di udara. Droplet nuclei berukuran 1 10mikro meter dan bisa dihirup
masuk ke alveoli.

2.3 Patofisiologi
Bila kondisi seseorang mudah terpapar terhadap basil tuberkulosis maka kemungkinan kuman
akan masuk ke alveoli dan selanjutnya bisa mengakibatkan infeksi pada paru. Reaksi tubuh
terhadap

basil

tergantung

daya

tahan

individu,

besarnya

paparan

dan

virulensi

organisme/kuman. Reaksi terhadap peradangan yang terjadi di alveoli (bagian parenkim paru)
menggunakan mekanisme pertahanan alamiah dan parenkim paru sendiri. Limfe node pada
hilus paru juga berperanan sebagai filter dari proses infeksi tersebut. Proses peradangan dan
reaksi seluler disebut primary tuberkel (Phipps etc, 1991). Pusat nodul yang timbul dari reaksi
primer tadi terdiri dari tuberkel basil. Sel yang berada di sekitar pusat tersebut perlahan
lahan berubah menjadi jaringan fibrosis. Kondisi ini mengakibatkan aliran darah ke daerah itu
terganggu, nutrisi untuk jaringan di sekitar tuberkel kurang sehingga terjadilah nekrosis pada
daerah sekitar radang. Daerah tersebut menjadi tebal/mengeras akibat jaringan fibrosis yang
ada di sekitarnya dan pusat peradangan menjadi lunak dan konsistensi menyerupai keju
(proses pengejuan). Selanjutnya bisa terjadi kalsifikasi (penumpukan kalsium) granuloma
(Ghon lession) atau kalsifikasi pada hilus limfe node yang disebut (kompleks Ranke). Jika
jaringan ini bisa keluar pada saat batuk maka selanjutnya ia akan meninggalkan sebuah
rongga/lubang pada parenkim paru. Pada X ray, film akan memperlihatkan adanya gambaran
suatu cavitas atau rongga.
Seseorang yang terpapar basil tuberkulosis akan tersensitisasi dan hal ini akan ditandai dengan
adanya tes tuberkulin yang positif. Menurut Patricia A. D. (1992) selama 6 minggu proses
infeksi, umumnya respon imun seluler berkembang terhadap tuberkel, dimana akan
ditunjukkan dengan tes kulit positif dimana sebenarnya infeksi dikontrol tanpa diketahui
penderita. Sensitisasi ini dapat terjadi secara berulang ulang dalam kehidupan manusia
tergantung dari respon imun orang tersebut. Keadaan ini dapat dilihat dengan adanya tes
tuberkulin yang negatif pada seseorang yang sudah terpapar sebagai akibat tingginya daya
tahan dari individu. Karenanya jika ditemukan tes tuberkulin negatif pada orang yang pernah
terpapar basil tuberkulosis hendaknya jangan disimpulkan bahwa yang bersangkutan tidak
menderita TBC sampai dengan 6 bulan setelah pemeriksaan pertama. Begitu pula sebaliknya
nilai tes tuberkulin positif seorang individu bukan berarti menderita TBC

Infeksi tuberkulosis tidak seperti halnya infeksi yang lain, proses infeksi akan hilang secara
sempurna apabila daya tahan daripada individu itu bagus sehingga tidak akan tampak adanya
tanda dan gejala infeksi.

Namun demikian, pada orang yang terinfeksi dengan baksil

tuberkulosis maka, organismenya akan tersisa, di paru-paru yang disebut dengan gejala sisa
(Dormant). Bila orang tersebut fisiknya lemah atau stress, maka basil ini menjadi aktif dan
bisa berkembang biak. Jika pertahanan tubuh rendah maka, tuberkulosis bisa berkembang. Jadi
umumnya tuberkulosis itu akan berkembang aktif pada keadaan seperti ini.
2.4 Manifestasi Klinik
Gambaran klinik TB Paru dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gejala respiratorik dan
gejala sistemik. Gejala respiratorik meliputi: batuk, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada.
Gejala sistemik meliputi : demam, keringat pada malam hari, anoreksia, berat badan menurun
serta malaise. Batuk merupakan mekanisme refleks normal dari sistem pernafasan untuk
menjaga patennya dan kebersihan jalan nafas (Soedarsono, 2000). Gejala batuk timbul paling
dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula-mula non produktif
kemudian berdahak (sputum purulent/mukopurulent). Menurut Phipss dkk. (1991) gejala awal
tubekulosis asimptomatik. Gejala selanjutnya adalah batuk dengan produksi sputum, suhu
tubuh meningkat pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
2.5 Penatalaksanaan.
2.5.1

Medis.
Pembedahan. Tindakan yang ditujukan untuk mengatasi komplikasi yaitu melakukan
reseksi pada lesi cavitary, hemoptisis yang hebat/massive, penumothoraks spontan.
Therapi obat. Kombinasi dari obat obatan bisa diberikan. Dua obat primer atau obat
primer ditambah satu obat sekunder. Dosis awal lebih tinggi. Obat agen antiinfeksi (dikutip
dari Susan Wilson dan June Thompson dalam Respiratory Disorders, 1990) :
a. Obat primer.
Izoniazid (INH), 10 20 mg/kg/hari (300 mg/hari) peroral selama 1 2 tahun,
Ethambutol, 15 mg/kg/hari peroral selama 1-2 tahun, Rifampin, 20 mg/kg/hari peroral
selama 6 bulan hingga 2 tahun, Streptomisin, 30 mg/kg/hari Imtiap 2 3 bulan.
b. Obat sekunder.

Pyrazinamide (Aldinamide), 20 30 mg/kg/haro, Ethionamide (Trecator), 0,2


mg/kg/hari peroral selama 1 2 tahun, Cycloserine (Seromycin), 0,5 1 g/hari dosis
tunggal peroral, Capreomycin (Capastat) 0,75 1 g/hari IM selama 30 hari.
c. Kortikosteroid
Suportif. Perlu memperhatikan dan memonitor secara efektif respon pasien terhadap obat
yang diberikan, efek sampingnya dan pemakaian obat oleh pasien. Perlu juga vaksin BCG
bagi orang yang beresiko tinggi kontak dengan kasus aktif, tes kulit negatif dan tidak
mempunyai imunosupresif.
2.5.2

Keperawatan.
Dalam membantu pasien dengan TBC Paru perawat dapat menggunakan pendekatan proses
keperawatan yaitu pengkajian diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Pengkajian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, pemeriksaan fisik meliputi
palpasi, auskultasi, perkusi dan inspeksi. Masalah keperawatan yang bisa diangkat untuk
dijadikan diagnosa keperawatan adalah sesak napas, penumpukan sekret, pola napas,
nutrisi dan kurang pengetahuan. Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan pada pasien
dengan penumpukan sputum/sekret adalah tidak efektifnya pembersihan jalan nafas dan
gangguan pertukaran gas (gas exchanged). Intervensi keperawatan yang dapat diberikan
antara lain mengkaji karakteristik sputum, bunyi nafas, menganjurkan untuk minum air 1
1,5 liter/hari, memberi posisi sesuai body alignment yang optimal dan membantu pasien
melakukan batuk efektif, mengatur pemberian obat sesuai pesanan dokter terutama agen
antiinfeksi, membantu pasien dalam melakukan oral hygiene. (Susan F. Wilson dan June
M. Thompson, 1990). Peran perawat dalam melatih klien batuk secara efektif sangat
penting.
2.6 Batuk.
Batuk merupakan salah satu mekanisme pertahanan paru atau penyakit saluran pernapasan
bawah dan merupakan satu dari banyak komponen penting dalam pembersihan saluran napas.
Menganjurkan untuk batuk efektif merupakan tanggung jawab perawat yang tidak boleh
ditinggalkan. Pembersihan sekret akan meningkatkan pertukaran udara dan pertukaran gas.

Stimulan utama terjadinya batuk adalah reseptor iritan di saluran napas bawah. Larynx dan
carina lebih sensitif terhadap iritan dan batuk akan lebih sering terjadi di lokasi ini.
Metode batuk dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa model batuk efektif, yaitu:
model batuk cascade, huff dan augmented. Selanjutnya langkah pertama sebelum melakukan
latihan batuk efektif ini adalah melakukan napas dalam. Bernapas secara perlahan lahan
meningkatkan kemampuan dan patennya alveoli. Tahan selama 1 detik atau lebih sehingga
membiarkan alveoli kolaps dan membuka secara perlahan.

Dengan penggunaan metode ini

diharapkan jalan nafas akan bersih, klien tidak sesak nafas, batuk menjadi produktif, ada
pengeluaran sekret pada auskultasi suara nafas normal dan frekwensi pernafasan antara 16 s.d
25 x/menit (Patricia A. D. 1992).
Model batuk cascade ini efektif dalam meningkatkan pembersihan dan pola saluran napas pada
pasien dengan jumlah sputum yang banyak. Model batuk huff ini juga untuk membersihkan
saluran napas tetapi pada saluran napas sentral seperti tenggorokan dan sputum yang berasal
dari paru paru. (Perry dan Potter, 1991). Sedangkan model batuk augmented membersihkan
saluran napas dengan meningkatkan tekanan intrathoraks dan tekanan intraabdomen selama
batuk (Patricia A. D, 1992).

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
3.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui model batuk
pernafasan pada klien

yang paling efektif dalam membersihkan saluran

yang mengalami penumpukan sekret akibat TBC paru dan

meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam membuat tulisan/karya ilmiah dalam rangka


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.1.2 Tujuan Khusus
a.

Mengadakan uji coba cara batuk efektif model cascade untuk membersihkan saluran
nafas pada klien dengan penumpukan sekret akibat TBC Paru.

b.

Mengadakan uji coba cara batuk efektif model huff untuk membersihkan saluran
nafas pada klien dengan penumpukan sekret akibat TBC Paru.

c.

Mengadakan uji coba cara batuk efektif model augmented untuk membersihkan
saluran nafas pada klien dengan penumpukan sekret akibat TBC Paru.

d.

Membandingkan model batuk augmented, huff dan cascade.

3.2 Manfaat
3.2.1

Dapat menemukan jenis batuk yang paling efektif untuk membersihkan jalan nafas pada
klien TBC Paru yang mengalami penumpukan sekret.

3.2.2

Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang teknik batuk yang paling efektif
yang dapat digunakan dalam membantu membersihkan jalan nafas klien yang mengalami
penumpukan sekret akibat TBC Paru.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Rancangan penelitian adalah rancangan pra eksperimen one group pre test - post test tanpa
kelompok pembanding yang dilakukan secara cross sectional pada setiap pasien yang berhasil
didapatkan di Unit Rawat Jalan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.2 Jumlah Sampel dan Populasi.
Populasi yang dijadikan subyek penelitian adalah semua pasien TBC yang berobat ke Unit
Rawat Jalan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 24 Oktober s.d 24
November 2000 yang mengalami penumpukan sekret pada jalan nafas yang. Sedangkan
sampelnya dipilih secara random (acak) dari populasi yang ada. Besar sampel adalah masingmasing sebanyak 3 orang untuk setiap perlakuan (model batuk).
4.3 Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian dilakukan di Unit Rawat Jalan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.4 Sumber Data
Data dikumpulkan langsung dari klien/penderita TBC Paru yang mengalami batuk produktif
yang berobat ke Unit Rawat Jalan Poliklinik Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik
meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dada yang dilakukan setelah sesaat tindakan
batuk efektif.
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner.
4.6 Analisis Data
4.6.1

Pengolahan data.

Setelah data lengkap dan diedit selanjutnya dilakukan pengolahan data secara manual
dalam bentuk tabel dan narasi.
4.6.2

Analisa data.
-

Analisa deskripitif.
Yaitu penentuan nilai dari variabel saluran napas bersih, model batuk cascade, huff dan
augmented.

Analisa statistik.
Dengan chi square t test.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil.
5.1.1

Karakteristik responden.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 9 orang terdiri dari 5 orang laki
laki dan 4 orang wanita. Model batuk efektif Cascade 3 orang, Huff

3 orang dan

Augmented 3 orang.
5.1.2

Data deskriptif.

5.1.2.1 Data Umum


Dari 9 orang sampel yang berhasil di kumpulkan 5 orang laki-laki (55,6 %), 4 orang
perempuan (44,4%). Dengan latar belakang pendidikan sampel, Sekolah Menengah
Pertama 1 orang (11,1%), Sekolah Menengah Atas 7 orang (77,8 %) dan Perguruan Tinggi
1 orang (11,1 %). Dilihat dari pekerjaannya, pelajar 3 orang (33,3%), wiraswasta 6 orang
(66,6 %) dan 1 orang (11,1 %) sebagai ibu rumah tangga.
5.1.2.2 Data Khusus
a.

Data Batuk Produktif


Tabel 1. Distribusi nilai batuk produktif berdasarkan model batuk efektif.
Batuk
Produktif
Ya

Model Batuk
Total
Cascade
Huff
Augmented
3
3
3
9
(100 %)
(100 %)
(100 %)
(100 %)
Tidak
Total
3(33,3%)
3(33,3%)
3(33,3%)
9 (100 %)
Dari table diatas tampak pasien menjadi batuk produktif pada semua model batuk (100 %).
b. Data Pengeluaran Sekret
Tabel 2. Distribusi nilai penegluaran sekret berdasarkan model batuk efektif
Model Batuk

Total

Pengeluaran
Sekret
Ada
Tidak Ada
Total

Cascade

Huff

Augmented

2
(66,7 %)
1
(33,3%)
3
(33,3%)

2
(66,7 %)
1
(33,3%)
3
(33,3%)

3
(100 %)
3
(33,3%)

7
(77,8 %)
2
(22,2 %)
9
(100 %)

Dari tabel diatas pengeluaran sekret lebih banyak pada model batuk augmented yaitu 3
orang (100 %), dibandingkan dengan model batuk cascade (66,7%) dan huff (66,7 %).
c. Data Sesak Nafas
Tabel 3. Distribusi nilai pasien sesak nafas berdasarkan model batuk efektif.
Sesak
Nafas
Tidak sesak
Sesak
Total

Cascade
2
(66,7 %)
1
(33,3%)
3
(33,3%)

Model Batuk
Huff
Augmented
2
3
(66,7 %)
(100 %)
1
(33,3%)
3
3
(33,3%)
(33,3%)

Total
7
(77,8 %)
2
(22,2 %)
9
(100 %)

Dari tabel diatas, tampak pasien yang tidak sesak nafas setelah tindakan model batuk:
cascade 2 orang (66,7%), huff 2 orang (66,7 %) dan augmented 3 orang (100 %).

d. Data Suara Nafas


Tabel 4. Distribusi nilai suara nafas berdasarkan model batuk efektif.
Suara
Nafas
Normal
Tidak
Normal
Total

Cascade
2
(66,7 %)
1
(33,3%)
3

Model Batuk
Huff
Augmented
2
3
(66,7 %)
(100 %)
1
(33,3%)
3
3

Total
7
(77,8 %)
2
(22,2 %)
9

(33,3%)

(33,3%)

(33,3%)

(100 %)

Dari tabel diatas, distribusi suara nafas normal setelah dilakukan tindakan : cascade 2
orang (66,7%), huff 2 orang (66,7 %) dan augmented 3 orang (100 %).
e. Frekwensi Penafasan
Tabel 5. Distribusi nilai frekwensisuara nafas berdasarkan model batuk efektif.
Frekwensi
Nafas
Normal
Tidak
Normal
Total

Cascade
2
(66,7 %)
1
(33,3%)
3
(33,3%)

Model Batuk
Huff
Augmented
2
3
(66,7 %)
(100 %)
1
(33,3%)
3
3
(33,3%)
(33,3%)

Total
7
(77,8 %)
2
(22,2 %)
9
(100 %)

Dari tabel diatas, distribusi frekwensi nafas normal setelah dilakukan tindakan : cascade 2
orang (66,7%), huff 2 orang (66,7 %) dan augmented 3 orang (100 %).
5.1.3

Data Statistik.
Uji statistik pada penelitian ini tidak dilakukan mengingat jumlah sampel tidak mencapai
standar untuk dilakukan uji statistik. Seharusnya minimal untuk bisa dilakukan uji statistik
adalah jumlah sampel adalah 5 pasien untuk setiap perlakuan. Selain itu mengingat waktu
yang begitu singkat untuk penelitian ini.

5.2 Pembahasan
5.2.1

Batuk produktif.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata model batuk cascade (100 %), huff (100 %) dan
augmented (100 %) dapat mempengaruhi pasien menjadi batuk produktif., Hal ini dapat
dilihat pada data deskriptif tabel 1 di atas. Jadi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna antara ketiga model batuk tersebut terhadap batuk profuktif. Namun dari ketiga
model batuk tersebut, model batuk augmented memiliki tingkat efektivitas paling bagus
dalam upaya membersihkan sekret dari saluran nafas pada klien dengan TBC Paru.

Batuk merupakan salah satu dari mekanisme pertahanan paru paru atau penyakit saluran
pernapasan bagian bawah. Menurut Silvia A. Price (1995) refleks batuk merupakan suatu
mekanisme yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau
dikeluarkan. Menurut Lillis dkk. (1989) batuk produktif adalah jika batuk yang
menghasilkan atau mengeluarkan sekret saluran nafas sedangkan batuk non produktif jika
batuknya kering. Pada pasien TBC Paru salah satu keluhan yang sering dialami adalah
nyeri dada. Keadaan nyeri dada ini merupakan faktor yang mengganggu mekanisme
pertahanan di mana akan mengurangi kekuatan ekspansi yang mengalami batuk sehingga
sekresi saluran napas tidak berproduktif.
Selanjutnya menurut Perry dan Potter (1991), batuk yang efektif dan efisien

akan

mempertahankan patennya saluran pernafasan dengan mengeluarkan sekret dari saluran


nafas atas dan bawah. Inhalasi yang dalam meningkatkan volume paru dan diameter
saluran nafas, menutup glottis dan mengaktifkan kontraksi otot otot pernapasan yang
selanjutnya meningkatkan tekanan intrathoraks, kemudia glottis terbuka lebar, secara cepat
mendorong udara dengan memberikan suatu momentum untuk mukus bergerak ke saluran
nafas atas dan setelah batuk mukus dapat dikeluarkan atau ditelan (Traver, 1982 yang
dikutip oleh Perry dan Potter dalam Basic Nursing ; Theory and Practice, hal. 835).
5.2.2. Pengeluaran sekret.
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 2 menunjukkan pengeluaran
sekret pada model batuk cascade (66,7%), huff (66,7 %), dan augmented (100 %). Ini
membuktikan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara ketiga model batuk tersebut
terhadap pengeluaran sekret pasien, walaupun model batuk cascade dan huff pengluaran
sekret lebih rendah sedikit dibandingkan dengan augmented.
Menurut Phipps dkk. (1991), sel goblet paru dan kelenjar mucus mensekresi mucus
dimana menutupi permukaan inferior paru. Mucus secara konstan didorong dan dinaikkan
ke farings oleh silia paru. Sputum terdiri dari mucus, debris sel, mikroorganisme, darah,

pusdan partikel asing dimana bahan - bahan tersebut dikeluarkan dari paru dengan cara
membatukkan atau membersihkan tenggorokan.
Menurut Barbara Long (1996), batuk adalah suatu refleks involunter yang timbul karena
stimulasi terhadap reseptor iritan pada subepitel hipofaring dan trakeobronkial melalui
saraf vagus sebagai fasilitator untuk membersihkan mukosilier. Akibat batuk tersebut
mendorong sekresi ke atas dan pada pasien tertentu enggan untuk mengeluarkan karena
kebiasaan menelan.
Menurut Wilson dan Thompson (1990) dalam buku Respiratory Disorders, salah satu
masalah atau diagnosa keperawatan pada pasien dengan TBC Paru adalah ineffective
airway clearance related to muco purulent sputum, atau tidak efektif pembersihan jalan
sehubungan dengan sputum mukopurulent. Untuk masalah ini salah satu tindakan
keperawatan yang dianjurkan adalah membantu pasien untuk melakukan batuk efektif
sesuai kebutuhan. Oleh karena itu dengan membantu pasien untuk batuk efektif maka akan
mempermudah pengeluaran sputum atau sekret. Model batuk augmented lebih besar
pengaruh karena selama dilakukan latihan batuk diikuti dengan mencondongkan badan ke
depan untuk meningkatkan tekanan abdominal serta tangan ditempatkan di bawah
xipoideus

dan menekan ke dalam dan ke atas. Model batuk tersebut juga sangat

bermanfaat untuk pengambilan spesimen bahan pemeriksaan laboratorium selain untuk


pembersihan jalan napas.
5.2.3 . Sesak napas.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan pasien tidak sesak napas pada
model batuk cascade (66,7 %), huff (66,7 %) dan augmented (100 %). Ini membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara ketiga model tersebut terhadap sesak
nafas pasien.
Sesak napas pada pasien dengan TBC Paru dapat disebabkan oleh terakumulasinya sputum
mukopurulent atau secret pada saluran napas. Pada malam hari pasien dalam keadaan
istirahat sekret terakumulasi di dalam bronkus dan hanya dengan sedikit batuk yang akan

menggerakkan sputum ke belakang tenggorokan sehingga pasien nampak lebih sesak


napas. Untuk mengatasi sesak napas yang disebabkan oleh terakumulasinya sputum atau
sekret dapat dilakukan melalui latihan batuk efektif disamping menganjurkan untuk
mobilisasi dan bernapas dalam tiap 2 4 jam (Deanna E. Grimes, dkk. 1991). Selanjutnya
diikuti dengan posisi tempat tidur pasien ditinggikan 45 atau jika toleransi tinggi sampai
90 sehingga mempengaruhi pergerakkan sekret karena gaya gravitasi dan meningkatkan
kontraksi diafragma (Susan Wilson dan June M. Thompson, 1990).
5.2.4

Suara napas.
Berdasarkan hasil penelitian yaitu pada tabel 4

menunjukkan suara napas normal

(vesikuler, bronchial dan bronkovesikuler) pada model batuk cascade (66,7 %), huff (66,7
%) dan augmented (100%). Ini membuktikan bahwa ketiga model batuk tersebut tidak ada
perbedaan yang bermakna terhadap suara nafas pasien.
Menurut Andy S. Augustinus, 1992 suara napas dikatakan normal apabila terdengar jenis
surara napas yang dihasilkan pada saat auskultasi yaitu bunyi bronchial didengar di daerah
trakea (leher) dan supra sternal notch, bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek
dibandingkan dengan ekspirasi ; bunyi vesikuler terdengar di semua lapangan paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi ; dan bunyi
bronkovesikuler terdengar di daerah percabangan bronkus dan trakea yaitu sekitar sternum
dan regio interskapular, nadanya sedang, lebih kasar dibandingkan vesikuler, inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi. Apabila jenis suara di atas terdengar bukan pada lokasinya
maka dianggap suara abnormal.
Selain itu pada keadaan tidak normal seperti pada pasien TBC Paru dapat didengar suara
tambahan yaitu crackles (rales) karena adanya secret atau sputum di saluran napas kecil
dan alveoli dan juga rhonchi karena pergerakan udara yang melalui saluran trakeobronkial
yang ada sekretnya. (Susan Wilson dan June M. Thompson, 1990).
5.2.5

Frekuensi pernapasan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5 di atas menunjukkan frekuensi pernapasan


normal pada model batuk cascade (66,7 %), huff (66,7 %) dan augmented (100 %). Ini
membuktikan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara ketiga model batuk terhadap
frekuensi pernafasan pasien.
Menurut Clayton dan Stock (1993) frekuensi pernapasan normal untuk orang dewasa
adalah 14 25 kali/menit dan apabila frekuensi pernapasan di atas 25 kali/menit dan tidak
teratur menunjukkan adanya gangguan atau tidak efektif pola napas atau tidak efektif
pembersihan saluran napas. Untuk memperbaiki pola napas dan pembersihan saluran
pernapasan dapat dilakukan dengan latihan batuk efektif. Pada pasien dengan TBC Paru
yang menjadi masalah keperawatan utama dan sering ditemukan adalah tidak efektif
pembersihan saluran pernapasan sehubungan dengan sputum mukopurulent. Dan jika
sputum dibebaskan atau dikeluarkan maka akan mempengaruhi frekuensi pernapasan
menjadi teratur dan normal, selain itu dipengaruhi oleh relaksasi akibat menarik napas
dalam pada saat latihan batuk.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Model batuk efektif baik teknik cascade, huff dan augmented menunjukkan tidak
ada perbedaan terhadap batuk produktif. Ketiga jenis batuk sangat efektif mempunyai
kekuatan untuk mendorong sekresi lebih banyak.

2.

Model batuk efektif dengan teknik augmented lebih besar pengaruh dalam
pengeluaran sekret karena selama latihan batuk kaki ditekuk, badan dicondong ke depan
untuk meningkatkan tekanan abdominal, serta tangan ditempatkan dibawah prosesus
xipoideus sambil menekan ke dalam dan ke atas. Namun demikian ketiga teknik ini tidak
ada perbedaan bermakna dalam mengeluarkan sekret atau sputum, karena adanya refleks
involunter yang timbul akibat stimulasi terhadap reseptor iritan pada subepitel hipofaring
dan trakeobronkial sehingga daya dorong sekresi/sputum dapat dikeluarkan.

3.

Ketiga model batuk efektif (cascade, huff dan augmented sama besar
mempengaruhi pasien tidak sesak napas dan jelas bahwa tidak ada perbedaan bermakna
antara teknik batuk cascade, huff dan augmented terhadap sesak napas pada pasien, karena
sputum mukopurulent atau sekresi yang menghambat ventilasi pernapasan sudah
dibebaskan atau dibersihkan.

4.

Suara napas pasien setelah dilakukan latihan batuk efektif menunjukkan ketiga
teknik batuk tersebut sama besar mempengaruhi suara napas normal. Hal ini karena segala
material atau sekret yang mempengaruhi suara napas tambahan seperti ronchii, rales sudah
dikeluarkan.

5.

Frekuensi pernapasan menunjukkan normal (14- 25 kali/menit) apabila dilakukan


latihan batuk efektif. Ketiga teknik batuk (cascade, huff dan augemnted) menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna mempengaruhi frekuensi pernapasan.
disebabkan karena selain

Hal ini

saluran napas telah bersih dan pola napas diperbaiki juga

dipengaruhi oleh keadaan relaksasi otot pernapasan pada saat menarik napas dalam setiap
teknik batuk yang dilakukan.

6.2 Saran.
Sesuai dengan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan kesimpulan di atas maka
Penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut :
1.

Rekan rekan mahasiswa dan perawat dalam membantu pasien TBC Paru dengan
masalah keperawatan tidak efektifnya pembersihan saluran napas dan tidak efektifnya pola
napas akibat penumpukan sekret di saluran napas dapat dianjurkan untuk menggunakan
ketiga model batuk efektif tersebut yaitu model batuk cascade, huff dan augmented.

2.

Rekan rekan mahasiswa dan perawat untuk menggunakan ketiga metode ini pada
pasien dengan bronkietaksis yang mengalami penumpukan sekret karena pada pasien ini
gejala umumnya adalah batuk produktif.

3.

Sebaiknya penelitian ini ditambah waktu dan anggaran dana mengingat jenis penelitian
ini adalah eksperimen yang membutuhkan lebih banyak sampel.

DAFTAR PUSTAKA
Augustinus, S. Andy, Pemeriksaan Fisik ; Physical Assesement, Akper St. Carolus, Jakarta, 1992
Dettenmeier, Patricia A, Pulmonary Nursing Care, Mosby Year Book, Toronto, 1992
Goodner and Roth, Linda, Panduan Tindakan Keperawatan Klinis Praktis, EGC, Jakarta, 1994
Grimes, etc, Infectious Diseases, Mosby Year Book, St. Louis, 1991.
IDI Cabang Kupang, Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru Sesuai Rekomendasi WHO, Materi
Seminar, Kupang, 1998
Kozier, Barbara, Fundamental Of Nursing, Mosby Year Book, Toronto, 1995
Lillis dkk. Fundamental Of Nursing Art And Science, Mosby Year Book, Philadelpia, 1993
Phipps, etc, Medical Surgical Nursing ; Concepts and Clinical Practice, 4th ed., Mosby Year
Book, Chicago, 1991.
Price Sylvia, A, dan Wilson, Lorain M, Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed 4,
EGC, Jakarta, 1995
Sudarsono, Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis Paru, Lab/SMF Ilmu Penyakit Paru
FK.UNAIR/RSUD Dr Soetomo, Surabaya, 2000
Sastroasmoro,S dan Ismail, Sofyan, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Akasara,
Jakarta, 1995
Thopmson, Wilson, Respiratory Disorder, Mosby Year Book, Toronto, 1990

Anda mungkin juga menyukai