Anda di halaman 1dari 13

AUDIT ENERGI DAN ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF MANAJEMEN

ENERGI HOTEL DENGAN PENDEKATAN METODE MCDM-PROMETHEE


(Studi Kasus: Surabaya Plaza Hotel)
Hary Apriyanto, Udisubakti Ciptomulyono
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email so_hard_ry@yahoo.co.id ; udisubakti@ie.its.ac.id
Abstrak
Industri perhotelan merupakan suatu usaha berbasis jasa dengan kinerja operasional yang membutuhkan
ketersediaan energi yang tinggi. Penggunaan energi tersebut hendaknya dilakukan secara efektif dan efisien.
Salah satu tujuan dari efisiensi tersebut adalah untuk mengurangi biaya operasional hotel sehingga dapat
memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh pihak manajemen hotel. Oleh karena itu, upaya konservasi
energi menjadi bagian yang tidak terpisahkan pada rencana manajemen energi hotel.
Pada penelitian ini dilakukan proses audit energi yang terdiri atas Survei Energi dan Audit Energi Awal.
Dari hasil audit energi tersebut diketahui profil penggunaan energi dan nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Surabaya Plaza Hotel, yaitu sebesar 265,26 kWh/m2. Kemudian diidentifikasi alternatif jenis konservasi energi
dari manajemen energi hotel, yaitu: (i) Perubahan Standar Operasional Prosedur (SOP) Penggunaan Fasilitas
Hotel; (ii) Renovasi atau Penyesuaian Desain Bangunan Hotel; (iii) Penggunaan Teknologi Hemat Energi; serta
(iv) Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Hotel.
Metode MCDM yang digunakan untuk proses pemilihan keputusan jenis konservasi energi pada
penelitian ini adalah metode Preference Ranking for Enrichment Evaluation (PROMETHEE). Terdapat lima
kriteria dengan lima belas sub-kriteria yang kemudian diberikan nilai pembobotan untuk mengetahui tingkat
kepentingan dari masing-masing kriteria dan sub-kriteria tersebut. Pemberian nilai bobot kriteria dan subkriteria dilakukan dengan menggunakan bantuan metode Analitical Network Process (ANP). Dari hasil
perangkingan metode PROMETHEE, diketahui bahwa alternatif jenis konservasi energi hotel yang optimal
sebagai rekomendasi untuk pihak manajemen energi Surabaya Plaza Hotel adalah alternatif Pelatihan &
Pengembangan SDM karyawan Hotel.
Kata kunci : Audit Energi, Manajemen Energi, Hotel, Multi Criteria Decision Making (MCDM),
Preference Ranking for Enrichment Evaluation (PROMETHEE)

Abstract
Hotel services industry is a service-based business that operational rely on the high energy consumption. In
order to utilize energy efficiently, energy conservation policy is important as a part of energy management
program in hotel. Reducing more consumption energy lead to reduce an operational cost in which could
maximize its benefit.
This study concern to an audit energy process, which consist of the Energy Survey and Pre-Eleminary Audit.
According to energy auditing, the profile of energy consumption and a Energy Consumption Intensity in index of
265,26 kWh/m2. The alternatives identified for conservation energy management are namely: (i) The Changes of
Standard Operating Procedures (SOP) in Hotel Facilities; (ii) The Renovation or Adjustment Building Design
Hotel; (iii) The Using of Energy Efficient Technologies; and (iv) The Training and Human Resource
Development (HRD) of Hotel.
In order to evaluate in decision of energy conservation program, this research using a Preference Ranking
for Enrichment Evaluation (PROMETHEE) method. This research focused by five criterias and fifteen subcriterias, which are weighted by comparison method of Analitical Network Process (ANP). By which of criterias
and sub-criterias could be obtained. Based on the PROMETHEE method and take into account of criterias and
sub-criterias weighted by previous method, the best alternative selection of energy conservation for Surabaya
Plaza Hotel is The Training and Human Resource Development (HRD) of Hotel.
Key words: Energy Audit, Energy Management, Hotel, Multi Criteria Decision Making (MCDM),
Preference Ranking for Enrichment Evaluation (PROMETHEE)

1. Pendahuluan
Industri perhotelan merupakan suatu usaha
yang
kinerja
operasionalnya
sangat
membutuhkan ketersediaan energi yang besar.
Kebutuhan akan energi yang besar tersebut
digunakan untuk menjalankan sistem fasilitasfasilitas yang terdapat pada hotel, seperti sistem
pendingin udara, sistem penerangan, sistem lift,
dan sistem fasilitas hotel lainnya. Ketersediaan
energi yang ada untuk operasional hotel tentunya
menjadi salah satu faktor yang dapat menjaga
kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap
sebuah hotel.
Hotel sebagai pengguna energi, rata-rata
menghabiskan 30 % dari biaya operasionalnya
untuk pembelian komponen energi (Elyza et al,
2005). Dan seiring dengan meningkatnya biaya
energi yang ditetapkan, maka biaya untuk
pembelian energi akan berpotensi mengalami
kenaikan. Menurut Shiming & Burnett (2002),
konsumsi energi untuk penerangan, sistem
pengaturan suhu, dan sistem pemanas air
umumnya mencapai 70 % dari penggunaan total
energi pada bangunan hotel. Jumlah kebutuhan
energi tersebut tentunya akan menentukan biaya
operasional yang harus dikeluarkan pihak
pengelola hotel setiap periode tertentu.
Biaya operasional tersebut tentunya harus
ditekan serendah mungkin agar pengelola hotel
mampu mendapatkan keuntungan secara
maksimal. Namun tentunya dilakukan dengan
tetap mempertimbangkan faktor-faktor yang lain,
seperti customer, biaya, tenaga kerja, dan
sebagainya. Hal tersebut menjadi salah satu latar
belakang mengapa pemilihan jenis penghematan
energi pada operasional hotel menjadi suatu
permasalahan yang dihadapi oleh pelaku industri
perhotelan.
Industri hotel memiliki waktu operasional
penggunaan energi yang relatif kontinyu selama
24 jam sehari. Hal ini membutuhkan jaminan
ketersediaan suplai listrik yang mencukupi untuk
menjaga produktivitas pelayanan hotel. Namun,
keterbatasan PLN sebagai penyedia energi listrik
negara serta ketentuan tarif dasar listrik untuk
konsumsi industri yang lebih tinggi menjadi
suatu pertimbangan pelaku industri hotel untuk
melakukan penghematan energi. Adanya
peraturan Pemerintah (PP) 70/2009 tentang
konservasi energi juga menjadi suatu tekanan
dari pemerintah untuk menurunkan tingkat
konsumsi energi pada bangunan industri. Selain
itu, adanya tekanan isu lingkungan yang
berkembang belakangan ini juga mendukung

dilakukannya penghematan dalam penggunaan


energi.
Oleh karena itu, adanya wacana untuk
melakukan proses konservasi energi pada
operasional hotel dapat menjadi sebuah solusi
yang dapat dilakukan. Konservasi energi
merupakan upaya mengefisienkan pemakaian
energi dalam menghasilkan suatu produk barang
maupun jasa tanpa mengurangi kualitas dari
produk tersebut. Dalam industri perhotelan,
efisiensi energi harus dilakukan tanpa
mengurangi kenyamanan pelanggan dalam
menggunakan fasilitas hotel.
Audit energi sendiri merupakan bagian dari
manajemen energi. Hasil dari audit energi
digunakan sebagai dasar untuk mengelola dan
mengatur energi yang terpakai dalam suatu
bangunan agar efisien tanpa mengurangi tingkat
pelayanan bagi para konsumen. Proses audit
energi pada penelitian ini akan dilakukan dengan
dua tahap. Tahap pertama disebut dengan Survei
Energi (Survey Energi atau Walk Through Audit)
dan tahap kedua disebut dengan Audit Energi
Awal (Pre-eleminary Audit). Hasil dari audit
energi akan digunakan pihak pengelola hotel
sebagai pertimbangan untuk melakukan suatu
jenis konservasi energi. Dengan melakukan
konservasi energi sebagai bentuk efisiensi
energi, diharapkan hotel dapat mengambil
keuntungan tanpa harus mengurangi mutu
pelayanan yang disediakan untuk para konsumen
hotel.
Pendekatan MCDM yang akan dilakukan
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode ANP (Analytical Network Process) dan
PROMETHEE
(Preference
Rangking
Organization
Method
for
Enrichment
Evaluation). Metode ANP digunakan sebagai
alat bantu dalam pemberian nilai bobot prioritas
untuk masing-masing kriteria dan sub-kriteria
yang ada. Sedangkan metode PROMETHEE
digunakan untuk mengolah data dari hasil ANP
untuk melakukan perankingan alternatif yang
optimal.
2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini dibagi menjadi empat
tahap yaitu sebagai berikut:
Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal dalam
melakukan penelitian. Tahap pendahuluan terdiri
dari identifikasi masalah, studi literatur, studi
lapangan, dan penentuan tujuan penelitian.
2

Tahap Pengumpulan Data


Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan
data. Data yang dikumpulkan meliputi data
sekunder dan data primer. Data primer
didapatkan
dengan
cara
diskusi
dan
menyebarkan kuesioner kepada pihak ahli di
Surabaya Plaza Hotel. Sedangkan data sekunder
meliputi
deskripsi
perusahaan,
sistem
operasional fasilitas hotel, data historis
pemakaian energi hotel, jenis fasilitas hotel,
tingkat hunian hotel, dan data lain yang dapat
mendukung penelitian ini.
Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini akan dilakukan pengolahan
data baik data primer maupun data sekunder
dengan menggunakan metode yang telah
ditetapkan sebelumnya. Secara lebih detail
pengolahan data untuk penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Perhitungan nilai IKE pada proses Audit
Energi
2. Pembobotan kriteria dan sub-kriteria dengan
metode ANP
3. Perangkingan alternatif dengan metode
PROMETHEE
Tahap Analisis dan Kesimpulan
Tahap analisis dan kesimpulan merupakan
tahap akhir dari rangkaian tahap dalam
penelitian ini. Dalam tahap ini akan dilakukan
analisis terhadap hasil-hasil pengolahan data
yang telah didapatkan. Dari hasil analisis
tersebut kemudian dapat ditarik suatu
kesimpulan.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pada bab ini dijelaskan proses pengumpulan
data yang diperlukan dalam melakukan
penelitian. Data tersebut didapatkan dari proses
pengumpulan data historis perusahaan, diskusi,
wawancara, serta penyebaran kuisioner. Dari
data tersebut kemudian diolah berdasarkan
metodologi penelitian sebagaimana yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya.
3.1 Survei Energi
Terdapat tiga jenis sumber energi yang
digunakan di Surabaya Plaza Hotel, yaitu listrik,
gas, dan air. Dari ketiga jenis energi tersebut,
energi
listrik
merupakan
energi
yang
membutuhkan biaya pengadaan paling besar
dibandingkan dua jenis energi lainnya. Biaya
pengadaan energi listrik dapat mencapai sekitar
70-80% dari total biaya yang dikeluarkan untuk

kebutuhan energi operasional hotel per bulannya.


Oleh karena itu penghematan energi selama ini
ditekankan pada sektor energi listrik, meskipun
tentunya dengan tidak mengabaikan sektor
energi yang lain.
Dari total energi listrik yang digunakan
dapat dirinci lagi menurut jenis fasilitas hotel
yang membutuhkan energi listrik. Menurut data
yang dimiliki oleh Departemen Engineering,
dapat diketahui bahwa fasilitas Air Conditioner
(AC) merupakan fasilitas hotel dengan
penggunaan energi listrik paling besar. Energi
yang dibutuhkan untuk operasional AC seluruh
fasilitas bangunan hotel dapat mencapai angka
60-70 % dari total kebutuhan energi listrik
keseluruhan.
Sebelumnya telah dilakukan beberapa
langkah-langkah penghematan yang bertujuan
untuk menghemat kebutuhan energi AC. Salah
satunya adalah dengan mengurangi kapasaitas
Chiller AC yang semula sebesar 285 Ton
Refrigrant menjadi 185 Ton Refrigrant. Selain
itu, dilakukan pemasangan kaca film Heat
Reduction 35 % untuk mengurangi panas dari
sinar matahari yang masuk kedalam kamar.
Sehingga suhu AC yang diatur pada kamar dapat
ditingkatkan untuk mengurangi energi yang
dipakai oleh AC. Serta beberapa seruan untuk
hemat energi lainnya.
Identifikasi peluang hemat energi juga dapat
dilakukan pada fasilitas bangunan hotel yang
lain. Antara lain pada fasilitas pompa air dimana
frekuensi pemakaian yang sering membutuhkan
energi yang lebih besar saat awal penggunaan.
Selain itu juga peluang konservasi energi pada
fasilitas penerangan bangunan hotel yang dapat
dibagi lagi berdasarkan fungsi dan lokasinya.
Namun selain faktor fasilitas atau mesin
sebagai peluang dilakukannya hemat energi,
faktor sumber daya manusia (SDM) juga perlu
untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan SDM
sebagai pelaku atau eksekutor dari semua
rencana konservasi energi yang akan dilakukan.
SDM yang dimaksud ini meliputi seluruh bagian
dari organisasi perusahaan tanpa terkecuali dan
juga keadaran dari customer sebagai pengguna
energi di Hotel.
3.2 Audit Energi Awal
Data historis yang digunakan pada penelitian
ini meliputi data pemakaian listrik, air, dan gas
beserta biayanya, luas bangunan hotel (kamar
dan non-kamar), serta tingkat hunian hotel pada
periode tahun 2010. Hasil awal dari pengolahan
data historis tersebut adalah profil dari
3

kebutuhan untuk tiap-tiap jenis energi yang


digunakan operasional hotel. Dari profil tersebut
akan diketahui proporsi biaya yang dibutuhkan
untuk tiap-tiap energi tersebut.
Dari jumlah keseluruhan pemakaian energi
yang pada Surabaya Plaza Hotel, diketahui
persentasi kebutuhan biaya yang harus
dikeluarkan dari tiap-tiap energi terhadap
kebutuhan keseluruhan operasional hotel.
Berikut adalah persentasi dari kebutuhan biaya
energi tersebut:
Tabel 1. Persentase Kebutuhan Biaya Energi
Energi

Biaya (Rupiah/Tahun)

Pers entase

Listrik

7,163,088,645

89.00%

BBG

328,258,760

4.08%

Air

556,824,647

6.92%

Total

8,048,172,052

100%

Persentase Kebutuhan Biaya Energi


4.08%

6.92%

Listrik
BBG
Air

89.00%

Gambar 1. Diagram Persentase Kebutuhan Biaya Energi

3.2.4

Perhitungan Intensitas Konsumsi


Energi
Untuk menghitung nilai IKE dibutuhkan
adanya data mengenai tingkat hunian (occupancy
rate) serta luas area kamar dan non-kamar hotel
pada periode 2010. Dari data-data yang telah
terkumpul,
kemudian
dapat
dilakukan
perhitungan nilai IKE sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai


IKE yang dimiliki oleh SPH telah memenuhi
standard IKE yang telah ditetapkan, yaitu
sebesar 300 Kwh/m2. Meskipun nilai IKE telah
memenuhi standard tersebut, kegiatan konservasi
energi tetap harus dilakukan sebagai upaya

penghematan
yang
berkelanjutan
oleh
manajemen energi hotel. Karena itu langkah
selanjutnya yang dilakukan pada penelitian ini
adalah mengidentifikasi jenis konservasi energi
beserta kriteria dan sub-kriteria dari alternatif
tersebut.
3.3 Identifikasi Alternatif Konservasi Energi
Konservasi energi sebagai upaya menekan
pengeluaran biaya operasional hotel di bidang
pengadaan
energi
tanpa
mengurangi
produktivitas dari kinerja operasional hotel
tersebut. Jenis konservasi energi yang optimal
hendaknya disesuaikan dengan kondisi eksisting
dari fasilitas dari bangunan hotel yang diamati.
Dari hasil studi literatur yang telah
dilakukan, dapat dikelompokkan rencanarencana konservasi energi yang dapat dilakukan
pada industri hotel berdasarkan kesamaan
karakteristiknya. Pada penelitian ini terdapat
empat jenis alternatif konservasi energi yang
diidentifikasi dapat dilakukan sebagai upaya dari
rencana penghematan energi, khususnya energi
listrik.
Berikut ini adalah hasil identifikasi
alternatif beserta rencana penghematan energi
secara rinci dari hasil studi literatur yang telah
dikelompokkan kedalam empat jenis alternatif
konservasi energi hotel secara garis besar:
1. Perubahan SOP Penggunaan Fasilitas Hotel
a. Pengaturan kembali waktu operasional
kerja
peralatan
fasilitas
sesuai
kebutuhan, misalnya jam kerja Chiller.
b. Mengoperasikan lift secara bergantian
menurut zoning lantai hotel yang
disesuaikan dengan tingkat hunian.
c. Penyesuaian setting temperatur Air
Conditioner pada waktu-waktu tertentu.
d. Menurunkan temperatur pengeringan
mesin cuci pada saat proses laundry.
e. Pengoptimalan penggunaan peralatan
komputer, misalnya Timer untuk Turn
Off, Stand By, Hibernate, dan
sebagainya.
f. Mematikan
peralatan-peralatan
elektronik dalam kamar saat staf
melakukan housekeeping.
g. Penjadwalan ulang jadwal perawatan
atau maintenance fasilitas sebagai upaya
dari preventive maintenance.
h. Menaikkan setting temperatur ruangan
hingga batas maksimum yang masih
berada dalam zona nyaman
4

2. Renovasi/Penyesuaian Desain Bangunan


Hotel
a. Pemilihan warna cat interior ruangan.
Misalnya pemilihan menggunakan cat
berwarna cerah dikarenakan warna gelap
akan menyerap cahaya.
b. Mengurangi biaya penggunaan fasilitas
Air Conditioner dengan mengatur
pertukaran panas pada bangunan.
Misalnya mengindari penggunaan kaca
yang terlalu lebar, memberi ruang
insulasi udara di bawah atap, dan
sebagainya.
c. Mengurangi panas dari sinar matahari
yang masuk dengan menggunakan kaca
film atau shading curtain pada jendela
ruangan.
d. Menggunakan reflector cahaya pada
dinding horizontal di luar jendela. Hal
tersebut digunakan untuk menambah
pencahayaan bias ruangan tanpa
menambah beban thermal dalam
ruangan.
e. Isolasi Sistem Perpipaan Air Panas,
sehingga tidak banyak Heat Loss ke
Lingkungan.
f. Penggunaan konsep Green Roof pada
atap bangunan hotel.
3. Penggunaan Teknologi Berbasis Hemat
Energi
a. Penggunaan sensor waktu dan intensitas
cahaya otomatis pada lampu.
b. Pemakaian jenis lampu yang hemat
energi, misalnya penggantian jenis
ballast konvensional dengan ballast
elektronik
pada
lampu
berjenis
fluorescent.
c. Pemakaian peralatan fasilitas dengan
teknologi hemat energi. Misalnya:
Teknologi VRV Multi Split Variable
Speed Drive (pengatur jumlah Freon
yang disirkulasi dengan beban yang
dibutuhkan), Inverter (menghindar
fluktuasi temperatur), dan EcoPatrol (penyesuaina temperatur
ruangan berdasarkan tingkat hunian)
pada peralatan AC,
Adopsi teknologi inverter pada
pompa air,
Teknologi Intelegent Thermostat
dan sebagainya.

terpusat dan terintegrasi untuk tiap-tiap


fasilitas hotel sehingga memudahan
manajemen dalam mengelola distribusi
energi.
e. Menggunakan energi terbarukan sebagai
sumber energi baru bagi operasional
hotel.
4. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia
a. Melakukan pelatihan secara berkala
tentang manajemen energi dibidang
perhotelan.
b. Melakukan pelatihan terkait hal teknis
dari operasional fasilitas hotel, misalnya
konsep perawatan atau maintenance dari
mesin pada peralatan fasilitas hotel.
c. Melakukan pelatihan softskill yang
terkait dengan peningkatan motivasi dan
budaya kerja hemat energi kepada para
karyawan hotel.
d. Adanya komunikasi yang baik dan
terintegrasi diantara seluruh karyawan
atau departemen hotel yang terkait
dengan
pelaksanaan
rencana
penghematan energi.
e. Adanya sistem reward & punishment
bagi staf atau karyawan dalam hal
efisiensi penggunaan energi hotel.
f. Adanya komitmen dalam melakukan
upaya konservasi energi yang bersifat
dari level puncak organisasi hingga level
bawah dalam struktur organisasi.
g. Adanya kepemilikan saham pada
karyawan hotel untuk meningkatkan rasa
memiliki dan peduli penghematan energi
hotel
yang
dapat
meningkatkan
profitabilitas hotel.
h. Membuat materi-materi seruan hemat
energi kepada costumer seperti brosur,
tiket, poster, dan lain-lain yang
berhubungan dengan penggunaan suatu
fasilitas hotel.
3.4 Penentuan Kriteria dan Sub-Kriteria
Alternatif Konservasi Energi
Berikut adalah kriteria dan sub-kriteria yang
digunakan dalam proses pemilihan alternatif
konservasi energi pada penelitian ini:

d. Sistem
kontrol
atau
monitoring
pemakaian listrik yang computerized,
5

Tabel 2. Kriteria dan Sub-Kriteria Pemilihan Alternatif


No

Kriteria

Ekonomi

Keterangan

Sub-Kriteria

Berkaitan dengan faktor-faktor yang terkait finansial


Biaya Investasi
atau budget perusahaan untuk manajemen energi
hotel. Selain itu juga mengenai potensi keuntungan
yang diperoleh dari pelaksanaan konservasi
Potensi Penghematan
tersebut

Berkaitan dengan sumber daya manusia yang akan


menjalankan alternatif konservasi energi. Seberapa
tingkat kemudahan adaptasi budaya dan
Tenaga Kerja
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
suatu jenis alternatif konservasi energi

Customer

Budaya Kerja
Kompetensi Kerja

Berkaitan dengan pengaruh dari pelaksanaan


alternatif konservasi energi kepada pelanggan Kenyamanan Customer
hotel. Termasuk didalamnya resiko kenyamanan
atau kepuasan dan tingkat adaptasi yang dibutuhkan Customer Acceptability
oleh pelanggan tersebut

Berkaitan dengan image atau pandangan pihak luar


dari pelaksanaan alternatif konservasi energi. Pihak
4 Reputasi Hotel
mana yang dianggap paling berpengaruh dari
pelaksanaan suatu alternatif konservasi energi
Efektivitas Berkaitan dengan lokasi fasilitas hotel yang menjadi
5 Alternatif pada prioritas dari suatu jenis alternatif konservasi energi
Fasilitas
yang akan dilaksanakan

Pelanggan
Masyarakat
Pemerintah
HVAC
Water Supply
Lighting
Elevating
Kitchen
Laundry

3.5 Pengolahan Data ANP


Berikut ini adalah rekap hasil pembobotan
kriteria dan sub-kriteria menggunakan metode
ANP:
Tabel 3. Hasil Pembobotan Kriteria dan Sub-Kriteria
Metode ANP
Kriteria
Tenaga Kerja
Ekonomi
Customer
Efektivitas
Alternatif pada
Fasilitas

Reputasi Hotel

preferensi linier (tipe III), kriteria level (tipe IV),


kriteria dengan preferensi linier dan area yang
tidak berbeda (tipe V), serta kriteria gaussian
(tipe VI). Setelah itu akan ditentukan nilai
parameter untuk tiap kriteria. Nilai parameter ini
menjadi dasar dalam penentuan preferensi dalam
proses pengambilan keputusan.
Penentuan tipe preferensi dari masing-masing
sub-kriteria pemillihan alternatif konservasi
energi memiliki beberapa alasan yang
mendasarinya, yaitu sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk nilai
judgement pada kriteria dikategorikan
sebagai estimasi kasar, yaitu skala 0-100
(tipe I, II, IV).
Perbandingan antara dua alternatif
memperlihatkan kecenderungan yang tidak
sama untuk nilai dengan selisih tertentu
(tipe II atau IV).
Nilai dari masing-masing perbedaan tersebut
juga memperlihatkan tahap perbedaan intensitas
preferensi lemah atau kuat (tipe IV).
3.7 Penentuan Parameter Masing-masing
Sub-Kriteria
Untuk menentukan nilai parameter masingmasing kriteria, akan didasarkan pada nilai
standar deviasi dari data nilai judgement untuk
tiap sub-kriteria. Berikut ini diberikan contoh
perhitungan nilai parameter (q dan p) untuk subkriteria Budaya Kerja:

Sub-Kriteria
0.1002
0.5466
0.2536

Budaya Kerja

0.0891

Kompetensi Kerja

0.0111

Biaya Investasi

0.0607

Potensi Penghematan

0.4859

Kenyamanan Customer

0.2113

Customer Acceptability

0.0423

HVAC

0.0375

Water Supply

0.0084

1. Budaya Kerja
Tabel 4. Nilai Judgement Sub-Kriteria Budaya Kerja
Nilai

SOP Penggunaan
Desain
Fasilitas
Bangunan Hotel
35
45

Perhitungan nilai
0.0625

Tabel 5. Nilai

0.0381

Lighting

0.0093

Elevating

0.0019

Kitchen

0.0023

Laundry

0.0031

Pelanggan

0.0239

Masyarakat

0.0036

Pemerintah

0.0107

3.6 Penentuan Tipe Preferensi dan Nilai


Parameter Tiap Kriteria
Dalam metode PROMETHEE terdapat enam
tipe preferensi kriteria, yaitu kriteria biasa (tipe
I), kriteria quasi (tipe II), kriteria dengan

Teknologi
Hemat Energi
30

Pelatihan &
Pengembangan SDM
70

:
Sub-Kriteria Budaya Kerja

SOP Penggunaan
Desain
Teknologi
Pelatihan &
Fasilitas
Bangunan Hotel Hemat Energi Pengembangan SDM
SOP Penggunaan
Fasilitas
Desain Bangunan
Hotel
Teknologi Hemat
Energi

10

35

15

25
40

Pelatihan &
Pengembangan SDM

Nilai d terendah
Nilai d tertinggi
Range

=5
= 40
= 35
6

Pada perhitungan nilai signifikan diperoleh


dengan kecenderungan (preferensi) nilai
parameter adalah sebagai berikut:
q = Q1 = x 35 = 11,67

Selanjutnya nilai preferensi dari alternatif


A1 dan A2 dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
k

w j Pj a, b
j 1

a, b

p = 23,34

wj

Fungsi preferensi
H(d) = 0
H(d) = 0,5
H(d) = 1

j 1

jika |d| q
jika q < |d|
jika p < |d|

A1 , A 2

A 2 , A1

(( 0 .0891 ) 0

(( 0 . 0891 ) 0

( 0. 0111 )1 ...... ( 0, 0107 ) 0 )


1

0,5061

( 0 . 0111 ) 0
1

0 . 2103

......

( 0 , 0107 )1)

Dengan cara perhitungan yang sama, maka


didapatkan tabel matriks keseluruhan nilai
preferensi dari alternatif-alternatif yang ada
sebagai berikut:
Tabel 7. Matriks Nilai Preferensi Alternatif
Gambar 2. Nilai Parameter p dan q Sub-Kriteria Budaya
Kerja

3.8 Penentuan Nilai Preferensi


Nilai preferensi yang digunakan dalam
PROMETHEE digunakan untuk mengetahui
seberapa besar tingkat preferensi suatu kriteria
terhadap kriteria yang lain. Hal tersebut meliputi
keseluruhan dari sub-kriteria yang terdapat
dalam pemilihan alternatif. Perhitungan nilai
preferensi dilakukan secara berpasangan antar
dua jenis alternatif. Berikut adalah perhitungan
nilai preferensi berpasangan untuk masingmasing alternatif:
1. Alternatif Perubahan SOP Penggunaan
Fasilitas (A1) dan Renovasi/Penyesuaian
Desain Bangunan (A2)
Tabel 6. Nilai Preferensi (P) Berpasangan A1 dan A2
Sub-Kriteria
Min/Max P(A1,A2) P(A2,A1)
d
Budaya Kerja
10
Max
0
0
Kompetensi Kerja
45
Min
1
0
Biaya Investasi
55
Min
0
1
Potensi Penghematan
8
Max
1
0
Kenyamanan Customer
10
Max
0
0.5
5
Max
0
0
Customer Acceptability
HVAC
10
Max
0
0
0
Max
0
0
Water Supply
10
Max
0
1
Lighting
30
Max
1
0
Elevating
30
Max
1
0
Kitchen
30
Max
1
0
Laundry
Pelanggan
30
Max
0
1
Masyarakat
10
Max
0.5
0
Pemerintah
15
Max
0
1

A1
A1
A2
A3
A4

A2
0.5061

0.2103
0.1898
0.6365

Keterangan:
A1: Alternatif
Fasilitas
A2: Alternatif
Bangunan
A3: Alternatif
Energi
A4: Alternatif
SDM

0.0149
0.7491

A3
0.2557
0.0976

A4
0.0188
0.1036
0.0721

0.7732

Perubahan SOP Penggunaan


Renovasi/Penyesuaian Desain
Penggunaan Teknologi Hemat
Pelatihan & Pengembangan

3.9 Perangkingan Alternatif


Terdapat dua jenis perankingan yang
dilakukan pada metode PROMETHEE, yaitu
berdasarkan urutan parsial (PROMETHEE I) dan
urutan lengkap (PROMETHEE II). Urutan
parsial didasarkan pada nilai Leaving Flow ( +)
dan Entering Flow ( -). Nilai terbesar pada
Leaving Flow dan nilai terkecil pada Entering
Flow merupakan alternatif yang terbaik.
Sedangkan berdasarkan urutan lengkap, nilai Net
Flow yang terbesar dalam suatu alternatif
menjadikan alternatif tersebut menjadi pilihan
yang terbaik.
Berikut ini adalah contoh perhitungan dari
+
nilai leaving flow
) dan entering flow
)
untukalternatif Perubahan SOP Penggunaan
Fasilitas (A1):

1. Alternatif Perubahan SOP Penggunaan


Fasilitas (A1)
+

(A1)

(A1)

(0,7806) = 0,2602

(1,0365) = 0,3455

Dari perhitungan diatas maka dapat


diketahui urutan prioritas alternatif secara parsial
(leaving flow dan entering flow) sebagai berikut:

diberikan pada proses pemilihan alternatif


menggunakan metode PROMETHEE. Uji
sensitivitas dilakukan dengan menggunakan
bantuan
software
berbasis
metode
PROMETHEE, yaitu D-Sight versi 6. Berikut ini
adalah hasil dari uji sensitivitas dari software
tersebut:
Tabel 9. Uji Sensitivitas Bobot Sub-Kriteria

Tabel 8. Urutan Prioritas Alternatif PROMETHEE I (Partial


Ranking)
Alternatif Leaving Flow +) Rank Entering Flow -) Rank
A1
0.2602
2
0.3455
2
A2
0.1371
3
0.4234
4
A3
0.0922
4
0.3755
3
A4
0.7196
1
0.0648
1

Gambar 3. Partial Ranking Alternatif

Sedangkan berikut ini adalah contoh


perhitungan nilai netflow (PROMETHEE II)
untuk alternatif Perubahan SOP Penggunaan
Fasilitas (A1):
1. Alternatif Perubahan SOP Penggunaan
Fasilitas (A1)
(A1)

(A1) - - (A1)
= 0.2602 0.3455 = -0.0853

Dari perhitungan seperti diatas dapat


diketahui urutan prioritas berdasarkan nilai
netflow sebagai berikut:
Tabel 9. Urutan Prioritas Alternatif PROMETHEE II
Alternatif
A1
A2
A3
A4

Net Flow
0.2602
0.1371
0.0922
0.7196

Rank
2
3
4
1

Gambar 4. Complete Ranking Alternatif

3.10

Uji Sensitivitas Bobot Sub-Kriteria


Uji sensitivitas
dilakukan untuk
mengetahui nilai interval yang diperbolehkan
berdasarkan dari bobot sub-kriteria yang telah

4. Analisis dan Interpretasi Data


Bab ini berisi analisa hasil audit energi serta
implementasi metode PROMETHEE dalam
pemilihan alternatif konservasi energi sebagai
bagian dari perencanaan manajemen energi pada
hotel.
4.1 Analisis Survei Energi
Penggunaan energi listrik merupakan sektor
jenis energi terbesar dibandingkan dengan energi
air dan Bahan Bakar Gas (BBG), yaitu sebesar
70-80%. Sedangkan fasilitas yang memiliki
kebutuhan energi listrik terbesar adalah fasilitas
Air Conditioner (AC), yaitu sebesar 60-70%.
Dari hasil survei energi juga diketahui
bahwa selain pada fasilitas dan peralatan yang
digunakan, identifikasi peluang hemat energi
juga terdapat pada faktor Sumber Daya Manusia
(SDM). SDM menjadi faktor penting dalam
rencana
konservasi
energi
dikarenakan
keberhasilan dari rencana konservasi itu sendiri
tergantung
dari
kesiapan
SDM
yang
melaksanakannya. Budaya dan pola pikir hemat
energi yang belum sepenuhnya disadari oleh
seluruh SDM dapat menjadi faktor penghambat
keberhasilan dari pelaksanaan konservasi energi
di hotel.
Hal tersebut dikarenakan keberhasilan suatu
rencana konservasi energi tidak bergantung pada
individu-individu dalam suatu organisasi saja.
8

Integrasi komitmen dari seluruh elemen dari


organisasi tersebut untuk berperilaku hemat
energi lebih diutamakan untuk mempercepat
pencapaian tujuan konservasi energi. Oleh
karena itu upaya peningkatan kompetensi SDM,
baik dari segi hardskill maupun softskill, perlu
dilakukan dalam manajemen energi hotel.
4.2 Analisis Audit Energi Awal
Dari
pengolahan
data-data
historis
penggunaan energi untuk keperluan operasional
hotel periode 2010 diketahui profil energi dan
nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) hotel.
Fluktuasi kebutuhan energi, baik listrik, BBG,
dan air, relatif tidak terlalu berubah signifikan
selama periode satu tahun. Hanya pada sekitar
pertengahan bulan terjadi kenaikan kebutuhan
energi. Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya
kenaikan tingkat hunian hotel dimana pada
sekitar waktu tersebut adalah periode masa
liburan. Sehingga hal tersebut mengindikasikan
bahwa pada Surabaya Hotel Plaza (SPH) tingkat
hunian kamar mempengaruhi tingkat kebutuhan
energi hotel.
Dari segi kebutuhan biaya energi hotel
diketahui bahwa energi listrik merupakan jenis
energi dengan biaya pengadaan terbesar, yaitu
sebesar 89%. Sedangkan untuk presentasi biaya
dari jenis energi lainnya jauh lebih kecil, yaitu
6,92% untuk air dan 4,08% untuk BBG.
Sehingga fokus utama penghematan energi yang
harus dilakukan adalah pada sektor energi listrik.
Dari hasil perhitungan IKE didapatkan nilai
IKE untuk SPH adalah sebesar 265,26 Kwh/m2.
Nilai itu telah memenuhi standard IKE Nasional
yang ditetapkan oleh Direktorat Pengembangan
Energi, yaitu sebesar 300 Kwh/ m2. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi dalam
penggunaan energi pada operasional bangunan
hotel tergolong baik dan efisien. Namun
demikian, konservasi energi sebagai bagian dari
manajemen energi merupakan suatu hal yang
berkelanjutan. Sehingga selanjutnya perlu
diidentifikasi jenis rencana atau upaya
konservasi energi apa yang sesuai dengan
kondisi hotel saat ini.
4.3 Analisis Pembobotan Kriteria dan SubKriteria Alternatif
Berikut adalah analisis dan penjelasan untuk
hasil pembobotan masing-masing kriteria dan
sub-kriteria:
1. Tenaga Kerja
Nilai bobot kriteria tenaga kerja sebesar
0,1002 merupakan urutan ketiga dalam

perbandingan antar kriteria alternatif jenis


konservasi energi. Tingkat kepentingan kriteria
tenaga kerja berada dibawah kriteria ekonomi
dan customer. Walau demikian, tenaga kerja
dianggap
menjadi
faktor
yang
juga
mempengaruhi kriteria ekonomi dan customer.
Dalam level sub-kriterianya, kepentingan
dari budaya kerja lebih besar dibandingkan
dengan kompetensi kerja. Hal ini didasarkan
pada penilaian responder bahwa faktor softskill
seperti budaya kerja merupakan dasar yang harus
dimiliki terlebih dahulu oleh tenaga kerja.
Setelah kesadaran untuk berperilaku hemat
energi sudah terbentuk, kemudian kompetensi
kerja sebagai hardskill menjadi penunjang dari
keberhasilan dari rencana penghematan energi
yang akan dilakukan. Nilai bobot untuk subkriteria budaya kerja adalah 0,0891, sedangkan
sub-kriteria Kompetensi Kerja memiliki nilai
bobot sebesar 0,0111.
2. Ekonomi
Merupakan kriteria dengan nilai bobot
terbesar dalam perbandingan antar kriteria
alternatif jenis konservasi energi, yaitu 0,5466.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam penentuan
jenis alternatif konservasi energi sangat
dipengaruhi dan terkait dengan kriteria ekonomi.
Hal ini dapat dipahami bahwa hotel sebagai
industri yang menjual jasa sebagai produknya
memiliki tujuan utama untuk menghasilkan
profit semaksimal mungkin (profit oriented).
Potensi penghematan yang dihasilkan dari
diterapkannya suatu alternatif konservasi energi
menjadi faktor pertimbangan utama dalam
kriteria ekonomi. Hal itu terlihat dari nilai bobot
sub-kriteria potensi penghematan (0,4858) yang
lebih besar dibandingkan dengan bobot subkriteria biaya investasi (0,0607). Penilaian ini
menunjukkan indikasi bahwa besarnya biaya
investasi yang dikeluarkan tidak menjadi suatu
masalah selama potensi penghematan yang
dihasilkan dari investasi tersebut sebanding atau
lebih besar.
3. Customer
Merupakan kriteria dengan urutan bobot
prioritas kedua dalam perbandingan antar kriteria
alternatif jenis konservasi energi, yaitu sebesar
0.2536. Hal tersebut dapat dipahami bahwa
sebagai usaha yang bergerak dibidang jasa,
tentunya kepuasan dan kepercayaan dari
customer menjadi hal yang penting.
Sub-kriteria
Kenyamanan
Customer
berkaitan dengan tingkat pengaruh dari
9

diterapkannya suatu jenis konservasi energi


terhadap kenyamanan customer menggunakan
fasilitas hotel. Dengan nilai bobot sebesar
0.2113, menjadikan sub-kriteria ini lebih penting
dibandingkan dengan sub-kriteria Customer
Acceptability yang memiliki nilai bobot sebesar
0.0423. Yang dimaksud dengan adaptasi
customer sendiri adalah tingkat pengaruh
penerapan suatu jenis konservasi energi terhadap
adaptasi yang harus dilakukan oleh customer
sebagai pengguna energi.
4. Efektivitas Alternatif pada Fasilitas
Merupakan kriteria dengan urutan bobot
prioritas keempat dalam perbandingan antar
kriteria alternatif jenis konservasi energi, yaitu
sebesar 0.0625. Objek penelitian ini merupakan
hotel dengan klasifikasi bintang empat. Dimana
menurut responder, dari segi fasilitas tentunya
tidak selengkap dan sebaik dengan hotel bintang
lima. Sehingga hal ini yang menjadi
pertimbangan mengapa kriteria Fasilitas tidak
lebih penting dari kriteria Ekonomi, Customer,
atau Tenaga Kerja.
Kriteria Fasilitas dibagi menjadi enam subkriteria yang merupakan fasilitas-fasilitas utama
yang terdapat pada objek penelitian. Tingkat
kepentingan sub-kriteria HVAC menjadi fokus
utama bagi hotel dalam menentukan jenis
konservasi energi dengan nilai bobot sebesar
0.0375. Sedangkan secara urut fasilitas dengan
tingkat kepentingan dibawah HVAC adalah
Lighting, Water Supply, Laundry, Kitchen, dan
Elevating.
5. Reputasi Hotel
Merupakan kriteria dengan urutan bobot
prioritas
kelima
atau
terakhir
dalam
perbandingan antar kriteria alternatif jenis
konservasi energi, yaitu sebesar 0.0381. Artinya
faktor ini adalah aspek yang memberikan
kontribusi terendah dalam penentuan jenis
konservasi energi. Penjelasan dari hasil
pembobotan ini adalah bahwa reputasi hotel
akan meningkat sejalan dengan peningkatan
kualitas dari kriteria lainnya.
Reputasi hotel dapat dilihat dari tiga sudut
pandang sebagai sub-kriteria, yaitu pelanggan,
masyarakat, dan pemerintah. Dimana dari hasil
pembobotan diketahui bahwa pelanggan
memiliki tingkat kepentingan tertinggi bagi hotel
untuk
meningkatkan
reputasinya
terkait
konservasi energi yang terdapat di dalam
fasilitas hotel sebesar 0.0239. Dengan reputasi
hotel yang baik dalam penggunaan energi secara

efisien diharapkan akan menjadi daya tarik


dimata customer yang kini semakin peduli
terhadap permasalahan lingkungan dan energi.
Kemudian disusul pemerintah sebagai
stakeholder yang berkepentingan terhadap
reputasi hotel yang efisien dalam penggunaan
energi, yaitu sebesar 0.0107. Hal ini tak lepas
dari fungsi kontrol yang dilakukan pemerintah
dalam efisiensi penggunaan energi di sektor
industri,
termasuk
didalamnya
industri
perhotelan. Dan tingkat kepentingan yang
terakhir adalah masyarakat secara umum, yaitu
dalam lingkup tempat penelitian ini adalah
masyarakat kota Surabaya sebesar 0.0036.
4.4 Analisis Nilai Preferensi Antar Alternatif
Penentuan nilai preferensi antar alternatif
dilakukan secara berpasangan. Perhitungan nilai
preferensi tersebut meliputi keseluruhan dari
sub-kriteria yang digunakan dalam pemilihan
alternatif. Nilai preferensi untuk masing-masing
sub-kriteria didasarkan pada ketentuan pada nilai
parameter yang telah ditentukan sebelumnya.
Yaitu apakah nilai preferensi untuk antar
alternatif dalam satu kriteria bernilai 0, 0.5, atau
1. Hasil nilai preferensi dari masing-masing subkriteria tersebut kemudian akan dihitung untuk
mengetahui nilai preferensi antar alternatif
secara keseluruhan.
Untuk nilai preferensi alternatif Perubahan
SOP Fasilitas (A1) terhadap alternatif
Renovasi/Penyesuaian Desain Bangunan (A2)
bernilai 0.5061. Hal itu menunjukkan bahwa A1
lebih disukai sebesar 0.5061 dibandingkan A2
pada pemilihan alternatif jenis konservasi energi
ini. Contoh lainnya, untuk nilai preferensi
alternatif Pelatihan & Pengembangan SDM (A4)
terhadap alternatif Penggunaan Teknologi Hemat
Energi (A3), yaitu bernilai 0.7732. Hal itu
menunjukkan bahwa A4 lebih disukai dengan
nilai 0.7732 dibandingkan A3. Semakin tinggi
nilai preferensi yang dimiliki suatu alternatif
terhadap alternatif lain, maka semakin tinggi
pula tingkat preferensi atau kecenderungan untuk
memilih alternatif tersebut.
4.5 Analisis Urutan Parsial (PROMETHEE I)
Pada jenis perangkingan ini digunakan nilai
Leaving Flow ( +) dan Entering Flow ( -). Nilai
Leaving Flow ( +) menunjukkan seberapa baik
suatu alternatif dibandingkan dengan alternatif
lainnya. Sedangkan nilai Entering Flow ( -)
menunjukkan seberapa besar kelemahan suatu
alternatif terhadap alternatif lainnya. Sehingga
nilai terbesar pada Leaving Flow dan nilai
10

terkecil pada Entering Flow merupakan alternatif


yang terbaik dalam urutan proritas.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan
diketahui urutan prioritas alternatif, baik
berdasarkan nilai Leaving Flow ( +) maupun
nilai Entering Flow ( -). Dari kedua hasil
perangkingan nilai tersebut terdapat perbedaan
hasil, yaitu untuk urutan alternatif ketiga dan
keempat. Sedangkan untuk prioritas utama
pemilihan alternatif adalah sama, yaitu alternatif
Pelatihan & Pengembangan SDM (A4).
Kelemahan dari perhitungan PROMETHEE
I atau urutan parsial ini adalah adanya
kemungkinan bentuk incomparable dalam hasil
keputusan perangkingan alternatif. Hal tersebut
ditunjukkan
pada
adanya
kemungkinan
perbedaan hasil urutan alternatif yang berbeda
antara nilai Leaving Flow ( +) dan nilai Entering
Flow ( -). Sebagaimana yang terlihat pada hasil
perhitungan dalam penelitian ini, yaitu
perbedaan urutan alternatif ketiga dan keempat.
4.6 Analisis Urutan Lengkap (PROMETHEE
II)
Nilai netflow
) merupakan hasil
pengurangan nilai Leaving Flow ( +) dengan
nilai Entering Flow ( -) untuk masing-masing
alternatif. Alternatif dengan nilai netflow lebih
tinggi akan menempati urutan atau rangking
yang lebih baik. Dengan dilakukannya
perhitungan netflow
) ini maka bentuk
incomparable sebagaimana yang dapat terjadi
pada metode urutan parsial dapat dihindari.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan
maka dapat diambil keputusan bahwa alternatif
Pelatihan & Pengembangan SDM (A4)
merupakan alternatif jenis konservasi energi
yang paling optimal untuk dilakukan. Alternatif
tersebut memiliki nilai netflow
) sebesar
0.7196. Nilai tersebut relatif sangat berbeda
dengan nilai netflow
) yang dimiliki oleh
urutan kedua, ketiga, dan keempat. Hal itu
menunjukkan bahwa tingkat preferensi untuk
alternatif yang optimal yang dimiliki oleh
alternatif A4 cenderung sangat kuat dibanding
ketiga alternatif lainnya.
Berdasarkan hasil rekomendasi jenis
alternatif konservasi energi diatas, maka
sebaiknya pihak manajemen energi Surabaya
Plaza Hotel untuk lebih fokus dalam
mengembangkan SDM. Konsep manajemen
energi dapat dimasukkan kedalam pelatihanpelatihan SDM yang sudah ada. Pelatihan
mengenai manajemen energi tersebut tidak
hanya mencakup dari segi hardskill saja,

melainkan juga dari segi softskill yang dimiliki


oleh SDM hotel. Saat ini telah banyak pilihan
pelatihan mengenai konservasi dan manajemen
energi hotel, baik yang dilaksanakan oleh pihak
pemerintah maupun pihak swasta.
Selain itu, perlu adanya peningkatan
komunikasi antara seluruh karyawan untuk tiaptiap departemen hotel terkait penerapan budaya
hemat energi hotel. Dengan adanya komunikasi
yang baik, maka komitmen hemat energi yang
telah ditetapkan sebagai kebijakan manajemen
energi hotel dapat diterima dan dijalankan
dengan baik oleh seluruh elemen dalam
organisasi hotel. Sistem pemberian penghargaan
untuk karyawan yang dinilai memiliki komitmen
hemat energi yang tinggi juga dapat menjadi
suatu pilihan.
Peningkatan rasa memiliki dan kepedulian
SDM hotel terhadap pelaksanaan rencana
konservasi dan penghematan energi juga perlu
diperhatikan. Hal itu dapat dilakukan misalnya
dengan adanya peluang kepemilikan saham bagi
SDM hotel. Atau adanya bagi hasil dari
keuntungan keberhasilan penerapan konservasi
energi sebagai bentuk reward atau penghargaan
kepada SDM hotel memiliki kontribusi tinggi
atas keberhasilan tersebut. Pembagian hasil
tersebut dapat juga dimasukkan kedalam gaji,
dana pensiun, atau tunjangan lainnya yang akan
diterima oleh SDM tersebut. Sehingga
diharapkan kesadaran dan motivasi bagi SDM
hotel untuk mensukseskan rencana penghematan
energi hotel dapat meningkat.
Dengan adanya pelatihan dan pengembangan
SDM hotel yang baik, diharapkan akan tercipta
peningkatan iklim dan budaya hemat energi yang
berkelanjutan. Sehingga keuntungan yang
diperoleh hotel dari upaya konservasi energi juga
dapat terjaga atau mengalami peningkatan.
Berikut ini adalah hasil akhir dari proses
perangkingan alternatif jenis konservasi energi
hotel menggunakan metode PROMETHEE:
Tabel 43. Urutan Prioritas Alternatif PROMETHEE II

Alternatif
Perubahan SOP Fasilitas (A1)
Renovasi/Penyesuaian Desain Bangunan (A2)
Penggunaan Teknologi Hemat Energi (A3)
Pelatihan & Pengembangan SDM (A4)

Net Flow )
0.2602
0.1371
0.0922
0.7196

Rank
2
3
4
1

4.7 Analisis Uji Sensitivitas


Dari uji sensitivitas yang telah dilakukan,
diketahui tingkat sensitivitas untuk masingmasing sub-kriteria. Hal itu dapat dilihat dari
interval perubahan nilai bobot sub-kriteria yang
11

dapat dilakukan tanpa mempengaruhi hasil


pemilihan
keputusan alternatif
(stability
interval). Sehingga akan diketahui nilai minimal
dan maksimal yang diperbolehkan dalam suatu
bobot sub-kriteria tanpa mempengaruhi hasil
perangkingan metode PROMETHEE.
Pada hasil uji sensitivitas, terdapat indikator
warna yang menunjukkan tingkat sensitivitas
sub-kriteria. Warna hijau yang paling gelap
menunjukkan bahwa tingkat sensitivitas nilai
bobot sub-kriteria tersebut rendah. Artinya
perubahan nilai bobot pada sub-kriteria ini
secara signifikan (0-100%) tidak akan
mempengaruhi hasil keputusan pemilihan
alternatif. Sub-kriteria dengan sensitivitas seperti
ini adalah Budaya Kerja, Potensi Penghematan,
Kenyamanan Customer, Adaptasi Customer,
Lighting, Kitchen, Laundry, Pelanggan, dan
Masyarakat.
Sedangkan warna indikator sub-kriteria yang
berada diantara warna hijau dan kuning
menunjukkan bahwa tingkat sensitivitas nilai
bobot sub-kriteria yang cenderung lebih tinggi.
Indikator sensitivitas yang semakin mendekati
warna kuning menunjukkan semakin sensitif
pula nilai bobot sub-kriteria tersebut. Dengan
kata lain, interval perubahan nilai minimal dan
maksimal yang dapat dilakukan pada sub-kriteria
tersebut tanpa mengubah hasil pemilihan
keputusan alternatif adalah lebih kecil.
Hal diatas mengindikasikan bahwa perubahan
nilai bobot dari sub-kriteria tersebut memiliki
pengaruh yang lebih kuat terhadap hasil urutan
pemilihan alternatif jenis konservasi energi.
Sebagai contoh, nilai bobot sub-kriteria
Kompetetensi Kerja dapat diturunkan hingga
nilai minimal 0,0% dan dinaikkan hingga nilai
maksimal 40,3%. Sub-kriteria lain dengan
sensitivitas seperti ini adalah Biaya Investasi,
HVAC, Water Supply, Elevating, dan
Pemerintah.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil audit energi awal didapatkan nilai
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Surabaya
Plaza Hotel telah memenuhi standard
nasional yang ditetapkan, yaitu sebesar
265,26 Kwh/m2
2. Dari hasil pembobotan nilai kriteria
diketahui bahwa kriteria dengan tingkat
prioritas terbesar adalah kriteria Ekonomi
(0.5466). Kemudian disusul berturut-turut

3.

adalah kriteria Customer (0.2536), Tenaga


Kerja (0.1002), Fasilitas (0.0625), dan
Reputasi Hotel (0.0381).
Sedangkan dari 15 sub-krteria, didapatkan
sub-kriteria Potensi Penghematan sebagai
nilai bobot terbesar dengan nilai 0.4859.
Kemudian disusul berturut-turut adalah subkriteria Kenyamanan Customer (0.2113)
dan Budaya Kerja (0.0891).

Dari hasil pengolahan data menggunakan


metode PROMETHEE, didapatkan bahwa
rekomendasi alternatif jenis konservasi energi
yang optimal untuk Surabaya Plaza Hotel adalah
Pelatihan & Pengembangan SDM (A4).
6. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari
penelitian ini adalah sebagai berkut:
1. Penelitian serupa dapat dilakukan pada hotel
dengan klasifikasi kelas bintang hotel yang
berbeda untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan pola penggunaan energi dan
keputusan kebijakan manajemen energi.
2. Melakukan pengembangan kriteria dan
alternatif dalam pengambilan keputusan
mengenai konservasi dan manajemen energi
sehingga didapatkan hasil keputusan yang
lebih komprehensif.
3. Menggunakan metode MCDM lain untuk
permasalahan sejenis untuk kemudian
dibandingkan hasilnya.
7. Daftar Pustaka
Alexander,
S.
2002.
Green
Hotels:
Opportunities and Resources for
Success. Zero Waste Alliance: Portland
Ali Ramdhani, M. 1997. Penetapan Prioritas
Lokasi
Perumahan
Berdasarkan
Penggabungan
Metoda
PROMETHEE dan AHP. Institut
Teknologi Bandung: Bandung
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Prosedur
Audit Energi pada Bangunan Gedung.
SNI 03-6196-2000
Behzadian, M, et al. 2002. PROMETHEE: A
comprehensive literature review on
methodologies
and
applications.
European Journal of Operational
Research 200 (2010) 198215.

12

Brans, J Pierre, and Mareschal Bertrand. 1986.


How to decide With PROMETHEE.
ULB and VUB Brussels Free
Universities

Listrik di Gedung DPRD Tingkat II


Kota Surabaya. Tugas Akhir Jurusan
Teknik Industri Institut Teknologi
Sepuluh Nopember: Surabaya.

Cahyono, A. 2009. Studi Penghematan Dalam


Rangka Audit dan Konservasi Energi
di Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.
Universitas
Airlangga:
Surabaya

Shiming D, Burnett J. 2002. Energi use and


management in hotels in Hong Kong.
Hospitality Management 21 (2002) 371
380

Ciptomulyono, U. 2000. Pengembangan Model


Optimasi Keputusan Multi Kriteria
MCDM (Multi Kriteria Decision
Making)
untuk
Evaluasi
dan
Pemilihan Proyek. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember: Surabaya.
Elyza, et al. 2005. Buku Panduan Efisiensi
Energi di Hotel. ISBN 979-98399-2-0.

Green

Sujatmiko W., 2008. Penyempurnaan Standar


Audit Energi Pada Bangunan Gedung.
Prosiding PPIS. Bandung.
The Energy Conservation Center Japan, 2009.
Energy Conservation for Hotels Energy
Conservation for Hotels: Major points,
measures, and successful cases of energy
conservation for hotels

Building Council Indonesia, 2011.


Greenship Existing Building Version
1.0 Ringkasan Tolok Ukur.

Hindarto, D.E. (2004). Pelatihan Manajemen


Energi
Gedung
Perkantoran.
Departmen
Pendidikan
Nasional
Angkatan IX Tahun Anggaran 2004.
Karagiorgas M, et al. 2007. A simulation of
the energi consumption monitoring
in Mediterranean hotels application
in Greece. Energi and Buildings
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2009 Tentang
Konservasi Eergi
Rianto, A. 2007. Audit Energi dan Analisis
Peluang Penghematan Konsumsi
Energi pada Sistem Pengkondisian
Udara di Hotel Santika Premiere
Semarang. Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang. Semarang
Saaty, T. L., 1994. Fundamentals of Decision
Making and Priority Theory with The
Analytic Hierarchy Process. Pittsburg:
RWS Publications.
Setyodewanti, R. 2006. Audit Energi untuk
Pencapaian Efisiensi Penghematan
13

Anda mungkin juga menyukai