Anda di halaman 1dari 32

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH

HB (HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada
darah

ditentukan

oleh

kadar

Hemoglobin.

Nilai normal Hb :
Wanita

12-16 gr/dL

Pria

14-18 gr/dL

Anak

10-16 gr/dL

Bayi baru lahir

12-24gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian


cairan intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula
disebabkan

oleh

obat-obatan

tertentu

seperti

antibiotika,

aspirin,

antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat antiradang).


Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif
menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat
meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan
gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit

TROMBOSIT (PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses
menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi
perdarahan dan hambatan permbekuan darah. Jumlah normal pada tubuh

manusia adalah 200.000 - 400.000 /Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan


penyakit demam berdarah.
HEMATOKRIT (HMT)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan
Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT
berarti konsentrasi darah makin kental. Hal ini terjadi karena adanya
perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah sementara
jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD
(Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
Nilai normal HMT :
Anak

33 -38%

Pria dewasa

40 48 %

Wanita dewasa

37 43 %

Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut
(kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia,
leukemia, gagal ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan vitamin B dan C,
kehamilan, ulkus peptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat, eklampsia (komplikasi
pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.

LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)


Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik
yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi
sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Nilai normal :

Bayi baru lahir

9000 -30.000 /mm3

Bayi/anak

9000 12.000/mm3

Dewasa

4000-10.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya


proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia (radang paru-paru),
meningitis

(radang

selaput

otak),

apendiksitis

(radang

usus

buntu),

tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama
ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi
tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga
dapat

disebabkan

obat-obatan,

terutama

asetaminofen

(parasetamol),

kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika (penicillin, cephalosporin,


kloramfenikol), sulfonamide ( obat anti infeksi terutama yang disebabkan
oleh bakteri ).

Hitung Jenis Leukosit (Diferential Count)


Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang ada dalam
darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah
leukosit.Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik
kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi.
Tipe leukosit yang dihitung ada 5 yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit,
dan limfosit. Salah satu jenis leukosit yang cukup besar, yaitu 2x besarnya
eritrosit (se! darah merah), dan mampu bergerak aktif dalam pembuluh
darah maupun di luar pembuluh darah. Neutrofil paling cepat bereaksi

terhadap radang dan luka dibanding leukosit yang lain dan merupakan
pertahanan selama fase infeksi akut.
Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, radang,
kerusakan jaringan, apendiksitis akut (radang usus buntu), dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah neutrofil terdapat pada infeksi virus, leukemia, anemia
defisiensi besi, dan Iain-Iain.
EOSINOFIL
Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibat dalam alergi dan
infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan jumlahnya 1 2% dari seluruh
jumlah leukosit. Nilai normal dalam tubuh: 1 4%
Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi, infeksi parasit, kanker
tulang, otak, testis, dan ovarium.

Penurunan eosinofil terdapat pada

kejadian shock, stres, dan luka bakar.


BASOFIL

Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari
seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang
seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain. Nilai normal dalam tubuh: 0 -

1%
Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi (radang), leukemia,

dan fase penyembuhan infeksi.


Penurunan basofil terjadi pada penderita stres, reaksi hipersensitivitas
(alergi), dan kehamilan

LIMPOSIT

Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan dan

pembentukan antibodi. Nilai normal: 20 35% dari seluruh leukosit.


Peningkatan limposit terdapat pada leukemia limpositik, infeksi virus,
infeksi kronik, dan Iain-Iain.

Penurunan limposit terjadi pada penderita kanker, anemia aplastik,


gagal ginjal, dan Iain-Iain.

MONOSIT

Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan


ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar dalam
sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal dalam

tubuh: 2 8% dari jumlah seluruh leukosit.


Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya

cacing), kanker, dan Iain-Iain.


Penurunan monosit terdapat pada leukemia limposit dan anemia
aplastik.

ERITROSIT
Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu erythros
berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah jenis se)
darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan
tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Pada orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen
rendah maka cenderung memiliki sel darah merah lebih banyak.
Nilai normal eritrosit :
Pria

4,6 6,2 jt/mm3

Wanita

4,2 5,4 jt/mm3

LAJU ENDAP DARAH (LED)

LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara
eritrosit (sel darah merah) dan plasma. LED dapat digunakan sebagai
sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit, terutama

pada penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan TBC.


Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik
(menyeluruh), trauma, kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis,

kanker, operasi, luka bakar.


Penurunan LED terjadi pada gagal jantung kongestif, anemia sel sabit,
kekurangan

faktor

pembekuan,

dan

angina

pektoris

(serangan

jantung).
Selain itu penurunan LED juga dapat disebabkan oleh penggunaan
obat seperti aspirin, kortison, quinine, etambutol.

SGOT (Serum Glutamik Oksoloasetik )


Merupakan enzim transaminase, yang berada pada serum dan jaringan
terutama hati dan jantung. Pelepasan SGOT yang tinggi dalam serum
menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan hati.
Nilai normal :
Pria

s.d.37 U/L

Wanita

s.d. 31 U/L

Pemeriksan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya intoleransi laktosa


dengan cara memberi minum laktosa. Peningkatan SGOT <3x normal =
terjadi karena radang otot jantung, sirosis hepatis, infark paru, dan Iain-lain.
Peningkatan SGOT 3-5X normal = terjadi karena sumbatan saluran empedu,
gagal jantung kongestif, tumor hati, dan Iain-lain. Peningkatan SGOT >5x
normal = kerusakan sei-sel hati, infark miokard (serangan jantung),
pankreatitis akut (radang pankreas), dan Iain-lain.

SGPT (Serum Glutamik Pyruvik Transaminase)


Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam
jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan dalam serum darah menunjukkan
adanya trauma atau kerusakan hati.
Nilai normal :
Pria

sampai dengan 42 U/L

Wanita

sampai dengan 32 U/L

Peningkatan >20x normal terjadi pada hepatitis virus, hepatitis toksis.


Peningkatan 3 10x normal terjadi pada infeksi mond nuklear,

hepatitis kronik aktif, infark miokard (serangan jantung).


Peningkatan 1 3X normal terjadi pada pankreatitis, sirosis empedu.

Pemeriksaan Ginjal :
1. Pemeriksaan tekanan darah/tensi.
Tensi harus berada di bawah 130/80 karena hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah termasuk di ginjal atau yang dikenal dengan
glomerulus. Pada kondisi penyakit dasar tertentu seperti diabetes mellitus,
maka tensi <120/80 mmHg adalah ideal.
2. Pemeriksaan urin sederhana.
Untuk melihat jumlah protein. Jumlah protein yang melebihi normal
merupakan pertanda kerusakan ginjal sehingga perlu diteliti lebih lanjut
penyebabnya serta diobati.
3. Pemeriksaan kreatinin darah
Kreatinin bisa dianalogikan sebagai racun hasil metabolisme yang
dikeluarkan oleh ginjal. Tapi begitu ginjal rusak maka ginjal tidak mampu
mengeluarkan kreatinin yang optimal.
4. Pemeriksaan laju filtrasi (GFR)
Ini adalah pemeriksaan untuk mengukur kemampuan ginjal yang sensitif .
Nilai terbaik adalah diatas 90 ml/menit

Menurut Milestone perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus


dicapai anak pada umur tertentu, misalnya :
4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2

minggu kemudian
12-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh

kearah suara, memegang beneda yang ditaruh ditangannya


20 minggu : meraih benda yang didekatkan padanya
26 minggu : dapat memindahkan benda dari astu tangan ke tangan
lainnya, duduk, dengan bantuan kedua tangan ke depan, makan

biskuit sendiri
9-10 bulan : menunjuk dengan jari telunjuk, memegang benda dengan

ibu jari dan telunjuk, merangkak, bersuara da.. da


13 bulan : berjalan tanpa bantuan, mengucapkan kata-kata tunggal
Dengan milestone ini kita dapat mengetahui apakah anak mengalami
perkembangan

anak

dalam

batas

normal

atau

mengalami

keterlambatan. Sehingga kita dapat melakukan deteksi dini dan


intervensi dini, agar tumbuh kembang anak dapat lebih optimal.
Usia 1 bulan

Di hari-hari pertama setelah kelahiran, bayi belum bisa membuka


matanya. Namun setelah berjalan beberapa hari kemudian, ia akan
bisa melihat pada jarak 20 cm.

Bulan pertama ini bayi akan memulai adaptasinya dengan lingkungan


baru

Memiliki gerakan refleks alami.

Memiliki kepekaan terhadap sentuhan.

Secara refleks kepalanya akan bergerak ke bagian tubuh yang


disentuh.

Sedikit demi sedikit sudah bisa tersenyum.

Komunikasi yang digunakan adalah menangis. Arti dari tangisan itu


sendiri akan Anda ketahui setelah mengenal tangisannya, apakah ia
lapar, haus, gerah, atau hal lainnya.

Peka terhadap sentuhan jari yang disentuh ke tangannya hingga ia


memegang jari tersebut.

Tiada hari tanpa menghabiskan waktunya dengan tidur.

Usia 2 bulan

Sudah bisa melihat dengan jelas dan bisa membedakan muka dengan
suara.

Bisa menggerakkan kepala ke kiri atau ke kanan, dan ke tengah.

Bereaksi kaget atau terkejut saat mendengar suara keras.

Usia 3 bulan

Sudah mulai bisa mengangkat kepala setinggi 45 derajat.

Memberikan reaksi ocehan ataupun menyahut dengan ocehan.

Tertawanya sudah mulai keras.

Bisa membalas senyum di saat Anda mengajaknya bicara atau


tersenyum.

Mulai mengenal ibu dengan penglihatannya, penciuman, pendengaran,


serta kontak.

Usia 4 bulan

Bisa berbalik dari mulai telungkup ke terlentang.

Sudah bisa mengangkat kepala setinggi 90 derajat.

Sudah bisa menggenggam benda yang ada di jari jemarinya.

Mulai memperluas jarak pandangannya.

Usia 5 bulan

Dapat mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.

Mulai memainkan dan memegang tangannya sendiri.

Matanya sudah bisa tertuju pada benda-benda kecil.

Usia 6 bulan

Bisa meraih benda yang terdapat dalam jangkauannya.

Saat tertawa terkadang memperlihatkan kegembiraan dengan suara


tawa yang ceria.

Sudah bisa bermain sendiri.

Akan tersenyum saat melihat gambar atau saat sedang bermain.

Usia 7 bulan

Sudah bisa duduk sendiri dengan sikap bersila.

Mulai belajar merangkak.

Bisa bermain tepuk tangan dan cilukba.

Usia 8 bulan

Merangkak untuk mendekati seseorang atau mengambil mainannya.

Bisa memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya.

Sudah bisa mengeluarkan suara-suara seperti, mamama, bababa,


dadada, tatata.

Bisa memegang dan makan kue sendiri.

Dapat mengambil benda-benda yang tidak terlalu besar.

Usia 9 bulan

Sudah mulai belajar berdiri dengan kedua kaki yang juga ikut
menyangga berat badannya.

Mengambil benda-benda yang dipegang di kedua tangannya.

Mulai bisa mencari mainan atau benda yang jatuh di sekitarnya.

Senang melempar-lemparkan benda atau mainan.

Usia 10 bulan

Mulai belajar mengangkat badannya pada posisi berdiri.

Bisa menggenggam benda yang dipegang dengan erat.

Dapat mengulurkan badan atau lengannya untuk meraih mainan.

Usia 11 bulan

Setelah

bisa

mengangkat

badannya,

mulai

belajar

berpegangan dengan kursi atau meja selama 30 detik.

Mulai senang memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Bisa mengulang untuk menirukan bunyi yang didengar.

berdiri

dan

Senang diajak bermain cilukba.

Usia 12 bulan

Mulai berjalan dengan dituntun.

Bisa menyebutkan 2-3 suku kata yang sama.

Mengembangkan rasa ingin tahu, suka memegang apa saja.

Mulai mengenal dan berkembang dengan lingkungan sekitarnya.

Reaksi cepat terhadap suara berbisik.

Sudah bisa mengenal anggota keluarga.

Tidak cepat mengenal orang baru serta takut dengan orang yang tidak
dikenal
DIFTERI

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan
oleh

karena

toxin

dari

bakteri

dengan

ditandai

pembentukan

pseudomembran pada kulit dan atau mukosa dan penyebarannya melalui


udara. Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium Diphteriae, dimana
manusia merupakan salah satu reservoir dari bakteri ini.
Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit,
konjugtiva, genitalia dan telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala -gejala lokal
dan sistemik, efek sistemik terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan
oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. Masa inkubasi kuman ini antara 2
- 5 hari, penularan terjadi melalui kontak dengan penderita maupun carrier.
Difteri merupakan penyakit yang harus didiagnosa dan diterapi dengan
segera. Bayi baru lahir biasanya membawa antibody secara pasif dari ibunya
yang biasanya akan hilang pada usia 6 bulan, oleh karena itu bayi-bayi
diwajibkan di vaksinasi, yang mana vaksinasi ini telah terbukti mengurangi
insidensi penyakit tersebut

Etiologi
Spesies Corynebacterium Diphteriae adalah kuman batang gram-positif
(basil aerob), tidak bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, mati pada pemanasan 60C, tahan dalam keadaan beku dan kering.
Dengan pewarnaan, kuman ini bisa terlihat dalam susunan palisade, bentuk
L atu V, atau merupakan formasi mirip huruf cina. Kuman tidak bersifat
selektif dalam pertumbuhannya, isolasinya dipermudah dengan media
tertentu (yaitu sistin telurit agar darah) yang menghambat pertumbuhan
organisme yang menyaingi, dan bila direduksi oleh C. diphteheriae akan
membuat

koloni

menjadi

abu-abu

hitam,

atau

dapat

pula

dengan menggunakan media loeffler yaitu medium yang mengandung serum


yang sudah dikoagulasikan dengan fosfat konsentrasi tinggi maka terjadi
granul yang berwarna metakromatik dengan metilen blue, pada medium ini
koloni akan berwarna krem. Pada membran mukosa manusia C.diphtheriae
dapat hidup bersama-sama dengan kuman diphtheroid saprofit yang
mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,
glukosa, maltosa atau sukrosa. (4)
Secara

umum

dikenal

tipe

utama C.diphtheriae

yaitu

tipe

garvis,

intermedius dan mistis namun dipandang dari sudut antigenitas sebenarnya


basil ini merupakan spesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak
tipe serologik. Hal ini mungkin bias menerangkan mengapa pada seorang
pasien biasa mempunyai kolonisasi lebih dari satu jenis C.diphtheriae. Ciri
khas C.diphtheriae adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin baik invivo maupun in-vitro, toksin ini dapat diperagakan dengan uji netralisasi
toksin in vivo pada marmut (uji kematian) atau diperagakan in vitro dengan
teknik imunopresipitin agar (uji Elek) yaitu suatu uji reaksi polimerase
pengamatan.Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul
62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu
fragmen A (amino-terminal) dan fragmen B (karboksi-terminal). Kemampuan
suatu strain untuk membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh

adanya bakteriofag, toksin hanya biasa diproduksi oleh C.diphtheriae yang


terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene.
Patogenesis dan patofisiologis
Kuman

C.

diphtheriae

masuk

melalui

mukosa/kulit,

melekat

serta

berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan
mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan
protein

dalam

sel.

Pembentukan

protein

dalam

sel

dimulai

dari

penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA yang


mendapati kedudukan P dan A dari ribosom. Bila rangkaian asam amino ini
akan ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk polipeptida
sesuai dengan cetakan biru RNA, diperlukan proses translokasi. Translokasi
ini

merupakan

pindahnya

gabungan

transfer

RNA

dipeptida

dari

kedudukan A ke kedudukan P. Proses translokasi ini memerlukan enzim


traslokase (elongation factor-2) yang aktif.
Toksin difteria mula-mula menempel pada membran sel dengan bantuan
fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan
inaktivitasi enzim translokase melalui proses NAD+EF2 (aktif) toksin ADPribosil-EF2 (inaktif) + H2 + Nikotinamid ADP-ribosil-EF2 yang inaktif ini
menyebabkan proses traslokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk
rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati.
Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi
inflamasi local, bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk bercak
eksudat yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak,
daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah
suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung
dari jumlah darah yang terkandung. Selain fibrin, membran juga terdiri dari
sel radang, eritrosit dan epitel. Bila dipaksa melepaskan membran akan

terjadi

perdarahan.

Selanjutnya

akan

terlepas

sendiri

pada

masa

penyembuhan.
Pada pseudomembran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan
bakteri

(misalnya

Streptococcus

pyogenes).

Membran

dan

jaringan

edematous dapat menyumbat jalan nafas. Gangguan pernafasan / sufokasi


bias terjadi dengan perluasan penyakit kedalam laring atau cabang trakeobronkus. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bias mengakibatkan kerusakan
pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal. Antitoksin difteria
hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang terabsorbsi pada sel,
tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan penetrasi kedalam
sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang bervariasi
sebelum timbulnya manifestasi klinis. Miokarditis biasanya terjadi dalam 1014 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu.
Kelainan patologik yang mencolok adalah nekrosis toksis dan degenerasi
hialin pada bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak
edema, kongesti, infiltrasi sel mononuclear pada serat otot dan system
konduksi,. Apabila pasien tetap hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis
interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada
selaput myelin. Nekrosis hati biasa disertai gejala hipoglikemia, kadangkadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut pada ginjal

Manifestasi Klinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bias
bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan / penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai factor primer adalah imunitas pejamu
terhadap

toksin

difteria,

virulensi

serta

toksigenitas

C.

diphtheriae

( kemampuan kuman membentuk toksin), dan lokasi penyakit secara


anatomis. Faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan

penyakit

pada

daerah

nasofaring

yang

sudah

sebelumnya.

Difteria

mempunyai masa tunas 2 hari. Pasien pada umumnya dating untuk berobat
setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi
38,9C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit
difteria

Difteri Hidung
Difteria hidung pada awalnya meneyerupai common cold, dengan
gejala pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Infeksi
nares anterior (lebih sering pada bayi) menyebabkan rhinitis erosif,
purulen, serosanguinis dengan pembentukan membrane. Ulserasi
dangkal nares luar dan bibir sebelah dalam adalah khas. Pada
pemeriksaan tampak membrane putih pada daerah septum nasi.
Absorbsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak

nyata sehingga diagnosis lambat dibuat


Difteri Tonsil Faring
Pada difteri tonsil dan faring, nyeri tenggorok merupakan gejala awal
yang umum, tetapi hanya setengah penderita menderita disfagia,
serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam 1-2 hari kemudian timbul
membrane yang melekat berwarna putih kelabu, injeksi faring ringan
disertai

dengan

pembentukan

membrane

tonsil

unilateral

atau

bilateral, yang meluas secara berbeda-beda mengenai uvula, palatum


molle, orofaring posterior, hipofaring dan daerah glottis. Edema
jaringan

lunak

dibawahnya

dan

pembesaran

limfonodi

dapat

menyebabkan gambaran bull neck. Selanjutnya gejala tergantung


dari derajat peneterasi toksin dan luas membrane. Pada kasus berat,
dapat terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi. Dapat terjadi
paralisis palatum molle baik uni maupun bilateral, disertai kesukaran
menelan dan regurgitasi. Stupor, koma, kematian bias terjadi dalam 1
minggu sampai 10 hari. Pada kasus sedang penyembuhan terjadi
secara berangsur-angsur dan bias disertai penyulit miokarditis atau
neuritis. Pada kasus ringan membrane akan terlepas dalam 7-10 hari
dan biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

Difteri Laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Penderita
dengan difteri laring sangat cenderung tercekik karena edema jaringan
lunak dan penyumbatan lepasan epitel pernapasan tebal dan bekuan
nekrotik. Pada difteria faring primer gejala toksik kurang nyata, oleh
karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah
dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas
atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari
tipe infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang
progresif, suara parau dan batuk kering. Pada Obstruksi laring yang
berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular.
Bila terjadi pelepasan membrane yang menutup jalan nafas biasa
terjadi kematian mendadak. Pada kasus berat, membrane dapat
meluas ke percabangan trakeobronkial. Apabila difteria laring terjadi
sebagai perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak

merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia


Difteri Kulit
Difteri kulit berupa tukak dikulit, tepi jelas dan terdapat membrane
pada dasarnya, kelainan cenderung menahun. Difteri kulit klasik
adalah infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan ulkus yang
tidak menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat
keabu-abuan. Infeksi difteri kulit tidak selalu dapat dibedakan dari
impetigo

streptokokus

atau

stafilokokus,

dan

mereka

biasanya

bersama. Pada kebanyakan kasus, dermatosis yang mendasari, luka


goresan, luka bakar atau impetigo yang telah terkontaminasi sekunder.
Tungkai lebih sering terkena dari pada badan atau kepala. Nyeri, sakit,
eritema, dan eksudat khas. Hiperestesi lokal atau hipestesia tidak
lazim. Kolonisasi saluran pernapasan atau infeksi bergejala dan
komplikasi toksik terjadi pada sebagian kecil penderita dengan difteri

kulit
Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga

C. diphtheriae kadang-kadang menimbulkan infeksi mukokutan pada


tempat-tempat
(konjungtivitis
(vulvovginitis

lain,

seperti

purulenta
purulenta

telinga

dan
dan

(otitis

ulseratif),
ulseratif).

eksterna),

dan

saluran

Wujud

klinis,

mata
genital

ulserasi,

pembentukan membrane dan perdarahan submukosa membantu


membedakan difteri dari penyebab bakteri dan virus lain
Diagnosis
Diagnosis dini difteri sangat penting karena keterlambatan pemberian
antitoksin sangat mempengaruhi prognosa penderita.(3) Diagnosis harus
ditegakkan

berdasarkan

gejala-gejala

klinik

tanpa

menunggu

hasil

mikrobiologi. Karena preparat smear kurang dapat dipercaya, sedangkan


untuk biakan membutuhkan waktu beberapa hari. Cara yang lebih akurat
adalah dengan identifikasi secara Flourescent antibody technique, namun
untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C
diphtheriae dengan pembiakan pada media loeffler dilanjutkan dengan tes
toksinogenitas secara in-vivo(marmot) dan in-vitro (tes Elek).
Adanya membran tenggorok sebenarnya tidak terlalu spesifik untuk
difteri, karena beberapa penyakit lain juga dapat ditemui adanya membran.
Tetapi membran pada difteri agak berbeda dengan membran penyakit lain,
warna membran pada difteri lebih gelap dan lebih keabu-abuan disertai
dengan lebih banyak fibrin dan melekat dengan mukosa di bawahnya. Bila
diangkat terjadi perdarahan. Biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke
uvula.
Diagnosis Banding
Difteria Hidung, penyakit yang menyerupai difteria hidung ialah
rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing dalam

hidung, snuffles (lues congenital).


Difteria Faring, harus dibedakan dengan tonsillitis membranosa akut
yang disebabkan oleh streptokokus (tonsillitis akut, septic sore throat),
mononucleosis

infeksiosa,

tonsillitis

membranosa

non-bakterial,

tonsillitis

herpetika

primer,

moniliasis,

blood

dyscrasia,

pasca

tonsilektomi.
Difteria Laring, gejala difteria laring menyerupai laryngitis, dapat
menyerupai infectious croups yang lain yaitu spasmodic croup,

angioneurotic edema pada laring, dan benda asing dalam laring.


Difteria Kulit, perlu dibedakan dengan impetigo dan infeksi kulit yang
disebabkan oleh streptokokus atau stafilokokus.

Komplikasi
Komplikasi difteria dapat terjadi sebagai akibat inflamasi lokal atau
akibat aktivitas eksotoksin, maka komplikasi difteria dapat dikelompokkan
dalam infeksi tumpangan oleh kuman lain, obstruksi jalan nafas akibat
membrane atau adema jalan nafas, sistemik; karena efek eksotoksin
terutama ke otot jantung, syaraf, dan ginjal.
Infeksi tumpangan pada anak dengan difteri seringkali mempengaruhi
gejala kliniknya sehingga menimbulkan permasalahan diagnosis maupun
pengobatan. Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokok dan
stafilokok. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan
infeksi tumpangan dengan streptokok. Mengingat adanya infeksi tumpangan
ini, kita harus lebih waspada dalam mendiagnosis dan mengobati difteri
pada anak. Obstruksi jalan nafas, disebabkan oleh tertutupnya jalan nafas
oleh membrane difteria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah
submandibular dan servical. Kasus septikemi yang jarang dan secara umum
mematikan telah

diuraikan. Kasus

endokarditis

sporadik

terjadi,

dan

kelompok-kelompok pengguna obat intravena telah dilaporkan di beberapa


negara; kulit adalah tempat masuk yang mungkin, dan hampir semua strain
adalah nontoksigenik. Kasus arthritis piogenik sporadic terutama karena
strain nontoksigenik, dilaporkan pada orang dewasa dan anak-anak. Difteroid
yang diisolasi dari tempat-tempat tubuh steril tidak boleh dianggap sebagai
kontaminan tanpa pertimbangan wujud klinis yang teliti.
Miokardiopati toksik. Terjadi pada sekitar 10-25% penderita dengan
difteri dan menyebabkan 50-60% kematian. Tanda-tanda miokarditis yang
tidak kentara dapat terdeteksi pada kebanyakan penderita, terutama pada

anak yang lebih tua, tetapi resiko komplikasi yang berarti berkorelasi secara
langsung dengan luasnya dan keparahan penyakit orofaring lokal eksudatif
dan penundaan pemberian antitoksin. Bukti adanya toksisitas jantung khas
terjadi pada minggu ke-2 dan ke-3 sakit ketika penyakit faring membaik
tetapi dapat muncul secara akut seawall 1minggu bila berkemungkinan hasil
akhir meninggal, atau secara tersembunyi lambat sampai sakit minggu ke-6.
Takikardi diluar proporsi demam lazim dan dapat merupakan bukti efektif
toksisitas jantung atau disfungsi system saraf otonom. Pemanjangan interval
PR dan perubahan pada gelombang ST-T pada elektrokardiogram relative
merupakan tanda yang lazim. Disaritmia jantung tunggal atau disaritmia
progresif dapat terjadi, seperti blockade jantung derajat I,II dan III, dissosiasi
atrioventrikule, dan takikardi ventrikuler. Gagal jantung kongestif klinis
mungkin

mulai

aminotransferase

secara
aspartat

tersembunyi
serum

atau

sangat

akut.

parallel

Kenaikan
dengan

kadar

keparahan

mionekrosis. Disaritmia berat menramalkan kematian. Penemuan histologik


pascamati dapat menunjukkan sedikit mionekrosis atau difus dengan
respons radang akut. Yang bertahan hidup dari disaritmia yang lebih berat
dapat

mempunyai

defek

hantaran

permanent;

untuk

yang

lain,

penyembuhan dari miokardiopati toksik biasanya sempurna.


Neuropati toksik, komplikasi neurologis parallel dengan luasnya infeksi
primer dan pada mulainya yang multifasik. Secara akut atau 2-3 minggu
sesudah mulai radang orofaring, sering terjadi hipestesia dan paralisis lokal
palatum molle. Kelemahan nervus faringeus, laringeus, dan fasialis posterior
dapat menyertai, menyebabkan suara kualitas hidung, sukar menelan, dan
resiko kematian karena aspirasi. Neuropati cranial khas terjadi pada minggu
ke-5 dan menyebabkan paralisis okulomotor dan paralisis siliaris, yang
nampak sebagai strabismus, pandangan kabur, atau kesukaran akomodasi.
Polineuropati simetris mulainya 1hari sampai 3 bulan sesudah infeksi
orofaring dan terutama menyebabkan deficit motor dengan hilangnya refleks
tendon dalam.

Kelemahan otot proksimal tungkai menyebar kedistal dan lebih sering.


Tanda-tanda klinis dan cairan serebrospinal pada yang kedua tidak dapat
dibedakan dari tanda-tanda klinis dan cairan serebrospinal polineuropati
sindrom Landry-Guillain-Barre. Paralisis diafragma dapat terjadi. Mungkin
terjadi penyembuhan sempurna. 2 atau 3 minggu sesudah mulai sakit jarang
ada disfungsi pusat-pusat vasomotor yang dapat menyebabkan hipotensi
atau gagal jantung

Pengobatan Dan Penatalaksanaan.


Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin
yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit
yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah
penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria.
A. Pengobatan umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan
tenggorok negative 2

kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap

diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat

tirah baring selama kurang

lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat,

makanan

lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita
diawasi ketat atas kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain
dengan pemeriksaan

EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap minggu selama 5

minggu. Khusus pada difteri laring di

jaga agar nafas tetap bebas serta

dijaga kelembaban udara dengan menggunakan

nebulizer.

B. Pengobatan Khusus
1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria.
Dengan pemberian

antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada

penderita kurang dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6,
angka kematian ini biasa meningkat sampai

30%.

Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit


Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara
pemberian
Difteria Hidung 20.000 Intramuscular
Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular /
Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular /
Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular /
Intravena
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena
Difteria + penyulit, bullneck 80.000100.000 Intravena
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000100.000 Intravena

Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih
dahulu, oleh

karena

pada

pemberian

anafilaktik, sehingga harus disediakan

ADS

larutan

dapat

terjadi

reaksi

adrenalin

a:1000

dalam

semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml

ADS

dalam

larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan.


Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji mata
dilakukan dengan

meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam

fisiologis. Pada mata yang lain

diteteskan garam fisiologis. Hasil positif

bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis

pada konjungtiva bulbi dan

lakrimasi. Bila uji kulit/mata positif, ADS diberikan dengan cara

desentisasi

(Besredka).
Bila uji hiprsensitivitas negative, ADS harus diberikan sekaligus secara
intravena. Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit

dan lama sakit, tidak

tergantung pada berat badan pasien, berkisar antara

20.000-120.000 KI seperti tertera

pada

tabel

diatas.

intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml

Pemberian
glukosa

ADS
5%

dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat


dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya
Demikian pula

perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat

2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan
untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin dan juga
mencegah penularan organisme pada kontak. C. diphtheriae biasanya rentan
terhadap berbagai agen invitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin,
rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan
hanya penisilin atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada
penisilin untuk pemberantasan pengidap nasofaring.
Dosis :
Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari
atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-).
Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14
hari.
Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi
dalam 4 dosis.
Terapi diberikan selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit
diobati 7-10 hari. Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurangkurangnya dua biakan berturut-turut dari hidung dan tenggorok (atau kulit)
yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terap.
3. Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini
pada difteria. Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang

disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai
atau tidak bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian
kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat
selama 14 hari.
Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika
tetap baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversible.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang
progresif merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
D. Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji
Schick negative tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin 40mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin
diperlukan tindakan tonsilektomi/ edenoidektomi.

Pengobatan Terhadap Kontak Difteria


Biaka

Uji

Tindakan

n
(-)

Schick
(-)

Bebas isolasi : anak yang telah mendapat


imunisasi dasar diberikan booster toksoid

(+)

(-)

difteria
Pengobatan karier : Penisilin 100
mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau
eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 1
minggu

(+)

(+)

Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan


atau eritromisin 40 mg/kgBB + ADS 20.000

(-)

KI
Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan

(+)

dengan status imunisasi


IMUNISASI
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
imunitas (kekebalan). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
imunisasi yaitu tanyakan pada orang tua tentang status kesehatan saat inI,
pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat dan penyakit
sekarang dan masa lalu.
JENIS IMUNITAS
1.

Imunitas Aktif
Imunitas aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus yang menghasilkan

antibody dan

kekebalan seluler, biasanya bertahan lebih lama dibanding

kekebalan pasif.
Ada 2 jenis kekebalan aktif, yaitu:
a.

Kekebalan aktif didapat

Yaitu kekebalan yang didapat secara alami (naturally acquired). Misalnya


anak yang terkena difteri tau poliomyelitis dengan proses anak terkena
infeksi kemudian terjadi silent abortive, sembuh, selanjutnya kebal terhadap
penyakit tersebut.
b.

Kekebalan aktif dibuat

Yaitu kekebalan yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar
dan ulangan (booster), berupa pemberian vaksin (kuman yang masih hidup
namun dilemahkan). Vaksin tersebut akan berinteraksi dengan system
kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil yang diproduksi

akan sama dengan kekebalan seseorang yang mendapat penyakit btersebut


secara alamiah.
2.

Imunitas Pasif

Imunitas pasif adalah pemberian antibody yang berasal dari hewan atau
manusia kepada manusia lain dengan tujuan memberi pelindungan terhadap
penyakit infeksi yang bersifat sementara karena kadar antibody akan
berkurang setelah beberapa minggu atau bulan. (2,3)
Kekebalan pasif menurut terbentuknya:

Kekebalan pasif bawaan (passive congenital)


Pasif didapat (Passive Acquired)

Kekebalan pasif menurut lokalisasi dalam tubuh:


a.

Imunitas humoral

Terdapat dalam imunoglobulin (Ig)


b.

Imunitas seluler

Imunitas seluelr terdiri atas fagositosis oleh sel-sel retikuloendotelia

MAKANAN BAYI
Dari lahir sampai usia 6 bulan : ASI / susu formula

Usia 6-7 bulan


Pemberian MPASI berguna untuk merangsang tumbuhnya gigi, melatih
kemampuan motorik yaitu saat ini memegang makanan sendiri (finger
good).Untuk tahap awal, bayi diberikan makanan lunak dan cair seperti
bubur susu dan biskuit. Bubur susu dapat dibuat dari tepung beras yang
dicampur dengan ASI. Selingi dengan tepung beras merah, kacang hijau,
atau labu kuning.
Berikan dalam jumlah sedikit, lalu secara bertahap kentalkan dan
tambah jumlahnya. Kenalkan makanan satu demi satu pada bayi, hindari
dicampur. Tunggu beberapa hari untuk mengenalkan makanan baru lainnya.
Ini untuk melihat apakah bayi alergi terhadap makananitu atautidak.
Kemudian bayi dapat diberikan buah-buahan seperti pisang raja,
pisang ambon, jeruk, labu dan papaya. Pilih buah yang baik dan tak bergetah
untuk menghindari diare. Buat jus dengan campuran susu atau buah
dikonsumsi sebanyak dua sendok makan sekali makan dan dua kali sehari.
Setiap jenis buah diberikan 2-3 hari berturut-turut agar si kecil mengenal
rasanya.
Selanjutnya dikenalkan buah lain. Setelah ia mengenal rasa buah,
kemudian ditambahkan bubur susu. Beri ia satu kali buah lumat dan satu kali
bubur susu. Gunakan sendok kecil untuk menyuapkan bubur. Bila ia enggak
makan, hindari memaksa tapi coba bujuk sehingga ia kembali mau makan
atau

tunda

di

waktu

lain

ketika

ia

merasa

lapar.

Kemudian pada usia 7 bulan, selain bubur susu dan buah, mulai diberi
bubur saring. Pilih bahan makanan sumber karbohidrat, seperti beras,
kentang, makaroni, kacang hijau, atau roti. Lalu dilengkapi protein hewani
maupun nabati serta sayuran. Protein hewani bisa didapat dari kuning telur.
Campur bahan-bahan tersebut, lalu diblender agar halus atau diulek di atas
saringan. Untuk tahap awal, berikan 2 sendok makan sekali makan untuk 2-3
kali sehari.
Selanjutnya tingkatkan jumlahnya sampai setidaknya 7 sendok makan.

Berikut Contoh Jadwal MPASI bagi usia 6-7 bulan:


Pukul 06.00-07.00 atau setelah bangun tidur ASI
Pukul 09.00 : bubur susu
Pukul 11.00-12.00 : buah
Pukul 14.00 : bubur susu
Pukul 17.00 : buah atau biskuit yang dicampur susu
Pukul 18:00 : ASI
Usia 8-9 bulan
Saat ini pencernaan bayi sudah lebih kuat dan bisa dikenalkan dengan
makanan yang lebih padat. Selain bubur susu berbahan buah atau tepung,
lengkapi dengan bubur saring. Pada tahap usia ini dapat diberikan bubur
dengan jumlah pemberian minimal 8 sendok makan untuk sekali makan.
Kenalkan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, pudding dari
susu dan buah atau biskuit dan lainnya. Lalu, secara bertahap tambahkan
kandungan gizi dalam bubur dengan zat lemak seperti santan, margarin,
atau minyak kelapa. Lemak dapat menambah kalori makanan, juga memberi
rasa gurih dan mempertinggi penyerapan vitamin A serta zat gizi lain yang
larut dalam lemak. Selain telur, sumber protein hewani bisa didapat dari
daging ayam atau daging sapi, serta ikan. Variasikan bahan makanan secara
bergantian sehingga si kecil terhindar dari masalah sulit makan seperti
hanya mau makan dengan menu tertentu atau pilih-pilih makanan.
Berikut contoh Jadwal MPASI usia 8-9 bulan:
Pukul 06.00-07.00 atau setelah bangun tidur: ASI
Pukul 09.00 : bubur susu (berbahan buah atau tepung)
Pukul 11.00-12.00 : bubur saring
Pukul 14.00 : bubur susu (berbahan buah, tepung atau biskuit)
Pukul 17.00 : bubur saring
Pukul 18:00 : ASI

Usia 10 12 bulan
Si kecil mampu mencerna makanan semi padat berupa nasi tim.
Kenalkan pada makanan keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan
nasi tim diatur secara berangsur mendekati makanan keluarga. Nasi tim
dibuat dari beras dan dilengkapi protein hewani dan nabati: ikan, hati ayam,
ceker ayam, tempe, tahu, telur, daging ayam dan sapi, serta sayur-sayuran.
Tambahkan bumbu alami dalam nasi tim, misalnya ikan ditumis dengan
bawang putih dan mentega, sayur sup dimasak dengan bawang merah,
bawang

putih,

dan

daun

bawang.

Campurkan ke dalam makanan lembek, lauk pauk dan sayuran secara


bergantian. Lauk pauk sebaiknya diolah terpisah. Karena bila dicampur, lalu
dihangatkan

berulang-ulang,

maka

gizinya

akan

berkurang.

Berikan

makanan selingan bergizi seperti bubur kacang hijau, biskuit, atau buahbuahan seperti pisang, jeruk dan pepaya. Jadi perkenalkan dengan beraneka
ragam makanan.
Berikut contoh Jadwal MPASI bagi usia 10-12 bulan:
Pukul 06.00 atau setelah bangun tidur: ASI
Pukul 08.00 : bubur susu
Pukul 10.00 : buah atau biskuit
Pukul 12.00 : nasi tim
Pukul 13.00 : ASI
Pukul 14:00 : biskuit
Pukul 16.00 : ASI
Pukul 18:00 : nasi tim
Pukul 19:00 : ASI

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme


dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel.
Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut
dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu
dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.
Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.
Bilirubin

terkonjugasi

(bilirubin

glukoronida

atau

hepatobilirubin)

masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus


akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta
sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan
asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den
Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin
bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein
atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin
indirek atau bilirubin tidak langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada
hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin
terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan
masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.
Peningkatan

kadar

bilirubin

indirek

sering

dikaitkan

dengan

peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik


oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi
eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran
empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika
kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami
kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus. Kadar

bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang
menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar
bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang
berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan
bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara
bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah
fotometri

atau

spektrofotometri

yang

mengukur

intensitas

warna

azobilirubin.
Nilai Rujukan :

DEWASA : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1

1.0 mg/dl
ANAK : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR : total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis
Bilirubin Total, Direk
PENINGKATAN KADAR
ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat
antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam,
indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
PENURUNAN KADAR
anemia defisiensi besi.
Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam
dosis tinggi.

Bilirubin indirek
PENINGKATAN KADAR
eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin
(lihat biliribin total, direk)
PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk

Anda mungkin juga menyukai