Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Laboratorium Darah
HB (HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada
darah
ditentukan
oleh
kadar
Hemoglobin.
Nilai normal Hb :
Wanita
12-16 gr/dL
Pria
14-18 gr/dL
Anak
10-16 gr/dL
12-24gr/dL
oleh
obat-obatan
tertentu
seperti
antibiotika,
aspirin,
TROMBOSIT (PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses
menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi
perdarahan dan hambatan permbekuan darah. Jumlah normal pada tubuh
33 -38%
Pria dewasa
40 48 %
Wanita dewasa
37 43 %
Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut
(kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia,
leukemia, gagal ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan vitamin B dan C,
kehamilan, ulkus peptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat, eklampsia (komplikasi
pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.
Bayi/anak
9000 12.000/mm3
Dewasa
4000-10.000/mm3
(radang
selaput
otak),
apendiksitis
(radang
usus
buntu),
tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama
ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi
tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga
dapat
disebabkan
obat-obatan,
terutama
asetaminofen
(parasetamol),
terhadap radang dan luka dibanding leukosit yang lain dan merupakan
pertahanan selama fase infeksi akut.
Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, radang,
kerusakan jaringan, apendiksitis akut (radang usus buntu), dan Iain-Iain.
Penurunan jumlah neutrofil terdapat pada infeksi virus, leukemia, anemia
defisiensi besi, dan Iain-Iain.
EOSINOFIL
Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibat dalam alergi dan
infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan jumlahnya 1 2% dari seluruh
jumlah leukosit. Nilai normal dalam tubuh: 1 4%
Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi, infeksi parasit, kanker
tulang, otak, testis, dan ovarium.
Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari
seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang
seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain. Nilai normal dalam tubuh: 0 -
1%
Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi (radang), leukemia,
LIMPOSIT
MONOSIT
ERITROSIT
Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu erythros
berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah jenis se)
darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan
tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Pada orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen
rendah maka cenderung memiliki sel darah merah lebih banyak.
Nilai normal eritrosit :
Pria
Wanita
LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan
menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara
eritrosit (sel darah merah) dan plasma. LED dapat digunakan sebagai
sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit, terutama
faktor
pembekuan,
dan
angina
pektoris
(serangan
jantung).
Selain itu penurunan LED juga dapat disebabkan oleh penggunaan
obat seperti aspirin, kortison, quinine, etambutol.
s.d.37 U/L
Wanita
s.d. 31 U/L
Wanita
Pemeriksaan Ginjal :
1. Pemeriksaan tekanan darah/tensi.
Tensi harus berada di bawah 130/80 karena hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah termasuk di ginjal atau yang dikenal dengan
glomerulus. Pada kondisi penyakit dasar tertentu seperti diabetes mellitus,
maka tensi <120/80 mmHg adalah ideal.
2. Pemeriksaan urin sederhana.
Untuk melihat jumlah protein. Jumlah protein yang melebihi normal
merupakan pertanda kerusakan ginjal sehingga perlu diteliti lebih lanjut
penyebabnya serta diobati.
3. Pemeriksaan kreatinin darah
Kreatinin bisa dianalogikan sebagai racun hasil metabolisme yang
dikeluarkan oleh ginjal. Tapi begitu ginjal rusak maka ginjal tidak mampu
mengeluarkan kreatinin yang optimal.
4. Pemeriksaan laju filtrasi (GFR)
Ini adalah pemeriksaan untuk mengukur kemampuan ginjal yang sensitif .
Nilai terbaik adalah diatas 90 ml/menit
minggu kemudian
12-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh
biskuit sendiri
9-10 bulan : menunjuk dengan jari telunjuk, memegang benda dengan
anak
dalam
batas
normal
atau
mengalami
Usia 2 bulan
Sudah bisa melihat dengan jelas dan bisa membedakan muka dengan
suara.
Usia 3 bulan
Usia 4 bulan
Usia 5 bulan
Usia 6 bulan
Usia 7 bulan
Usia 8 bulan
Usia 9 bulan
Sudah mulai belajar berdiri dengan kedua kaki yang juga ikut
menyangga berat badannya.
Usia 10 bulan
Usia 11 bulan
Setelah
bisa
mengangkat
badannya,
mulai
belajar
berdiri
dan
Usia 12 bulan
Tidak cepat mengenal orang baru serta takut dengan orang yang tidak
dikenal
DIFTERI
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan
oleh
karena
toxin
dari
bakteri
dengan
ditandai
pembentukan
Etiologi
Spesies Corynebacterium Diphteriae adalah kuman batang gram-positif
(basil aerob), tidak bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, mati pada pemanasan 60C, tahan dalam keadaan beku dan kering.
Dengan pewarnaan, kuman ini bisa terlihat dalam susunan palisade, bentuk
L atu V, atau merupakan formasi mirip huruf cina. Kuman tidak bersifat
selektif dalam pertumbuhannya, isolasinya dipermudah dengan media
tertentu (yaitu sistin telurit agar darah) yang menghambat pertumbuhan
organisme yang menyaingi, dan bila direduksi oleh C. diphteheriae akan
membuat
koloni
menjadi
abu-abu
hitam,
atau
dapat
pula
umum
dikenal
tipe
utama C.diphtheriae
yaitu
tipe
garvis,
C.
diphtheriae
masuk
melalui
mukosa/kulit,
melekat
serta
berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan
mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan
protein
dalam
sel.
Pembentukan
protein
dalam
sel
dimulai
dari
merupakan
pindahnya
gabungan
transfer
RNA
dipeptida
dari
terjadi
perdarahan.
Selanjutnya
akan
terlepas
sendiri
pada
masa
penyembuhan.
Pada pseudomembran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan
bakteri
(misalnya
Streptococcus
pyogenes).
Membran
dan
jaringan
Manifestasi Klinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bias
bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan / penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai factor primer adalah imunitas pejamu
terhadap
toksin
difteria,
virulensi
serta
toksigenitas
C.
diphtheriae
penyakit
pada
daerah
nasofaring
yang
sudah
sebelumnya.
Difteria
mempunyai masa tunas 2 hari. Pasien pada umumnya dating untuk berobat
setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi
38,9C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit
difteria
Difteri Hidung
Difteria hidung pada awalnya meneyerupai common cold, dengan
gejala pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Infeksi
nares anterior (lebih sering pada bayi) menyebabkan rhinitis erosif,
purulen, serosanguinis dengan pembentukan membrane. Ulserasi
dangkal nares luar dan bibir sebelah dalam adalah khas. Pada
pemeriksaan tampak membrane putih pada daerah septum nasi.
Absorbsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak
dengan
pembentukan
membrane
tonsil
unilateral
atau
lunak
dibawahnya
dan
pembesaran
limfonodi
dapat
Difteri Laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Penderita
dengan difteri laring sangat cenderung tercekik karena edema jaringan
lunak dan penyumbatan lepasan epitel pernapasan tebal dan bekuan
nekrotik. Pada difteria faring primer gejala toksik kurang nyata, oleh
karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah
dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas
atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari
tipe infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang
progresif, suara parau dan batuk kering. Pada Obstruksi laring yang
berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular.
Bila terjadi pelepasan membrane yang menutup jalan nafas biasa
terjadi kematian mendadak. Pada kasus berat, membrane dapat
meluas ke percabangan trakeobronkial. Apabila difteria laring terjadi
sebagai perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak
streptokokus
atau
stafilokokus,
dan
mereka
biasanya
kulit
Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga
lain,
seperti
purulenta
purulenta
telinga
dan
dan
(otitis
ulseratif),
ulseratif).
eksterna),
dan
saluran
Wujud
klinis,
mata
genital
ulserasi,
berdasarkan
gejala-gejala
klinik
tanpa
menunggu
hasil
infeksiosa,
tonsillitis
membranosa
non-bakterial,
tonsillitis
herpetika
primer,
moniliasis,
blood
dyscrasia,
pasca
tonsilektomi.
Difteria Laring, gejala difteria laring menyerupai laryngitis, dapat
menyerupai infectious croups yang lain yaitu spasmodic croup,
Komplikasi
Komplikasi difteria dapat terjadi sebagai akibat inflamasi lokal atau
akibat aktivitas eksotoksin, maka komplikasi difteria dapat dikelompokkan
dalam infeksi tumpangan oleh kuman lain, obstruksi jalan nafas akibat
membrane atau adema jalan nafas, sistemik; karena efek eksotoksin
terutama ke otot jantung, syaraf, dan ginjal.
Infeksi tumpangan pada anak dengan difteri seringkali mempengaruhi
gejala kliniknya sehingga menimbulkan permasalahan diagnosis maupun
pengobatan. Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokok dan
stafilokok. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan
infeksi tumpangan dengan streptokok. Mengingat adanya infeksi tumpangan
ini, kita harus lebih waspada dalam mendiagnosis dan mengobati difteri
pada anak. Obstruksi jalan nafas, disebabkan oleh tertutupnya jalan nafas
oleh membrane difteria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah
submandibular dan servical. Kasus septikemi yang jarang dan secara umum
mematikan telah
diuraikan. Kasus
endokarditis
sporadik
terjadi,
dan
anak yang lebih tua, tetapi resiko komplikasi yang berarti berkorelasi secara
langsung dengan luasnya dan keparahan penyakit orofaring lokal eksudatif
dan penundaan pemberian antitoksin. Bukti adanya toksisitas jantung khas
terjadi pada minggu ke-2 dan ke-3 sakit ketika penyakit faring membaik
tetapi dapat muncul secara akut seawall 1minggu bila berkemungkinan hasil
akhir meninggal, atau secara tersembunyi lambat sampai sakit minggu ke-6.
Takikardi diluar proporsi demam lazim dan dapat merupakan bukti efektif
toksisitas jantung atau disfungsi system saraf otonom. Pemanjangan interval
PR dan perubahan pada gelombang ST-T pada elektrokardiogram relative
merupakan tanda yang lazim. Disaritmia jantung tunggal atau disaritmia
progresif dapat terjadi, seperti blockade jantung derajat I,II dan III, dissosiasi
atrioventrikule, dan takikardi ventrikuler. Gagal jantung kongestif klinis
mungkin
mulai
aminotransferase
secara
aspartat
tersembunyi
serum
atau
sangat
akut.
parallel
Kenaikan
dengan
kadar
keparahan
mempunyai
defek
hantaran
permanent;
untuk
yang
lain,
makanan
lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita
diawasi ketat atas kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain
dengan pemeriksaan
nebulizer.
B. Pengobatan Khusus
1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria.
Dengan pemberian
penderita kurang dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6,
angka kematian ini biasa meningkat sampai
30%.
Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih
dahulu, oleh
karena
pada
pemberian
ADS
larutan
dapat
terjadi
reaksi
adrenalin
a:1000
dalam
ADS
dalam
desentisasi
(Besredka).
Bila uji hiprsensitivitas negative, ADS harus diberikan sekaligus secara
intravena. Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit
pada
tabel
diatas.
Pemberian
glukosa
ADS
5%
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan
untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin dan juga
mencegah penularan organisme pada kontak. C. diphtheriae biasanya rentan
terhadap berbagai agen invitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin,
rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan
hanya penisilin atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada
penisilin untuk pemberantasan pengidap nasofaring.
Dosis :
Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari
atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-).
Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14
hari.
Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi
dalam 4 dosis.
Terapi diberikan selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit
diobati 7-10 hari. Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurangkurangnya dua biakan berturut-turut dari hidung dan tenggorok (atau kulit)
yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terap.
3. Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini
pada difteria. Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang
disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai
atau tidak bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian
kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat
selama 14 hari.
Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika
tetap baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversible.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang
progresif merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
D. Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji
Schick negative tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin 40mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin
diperlukan tindakan tonsilektomi/ edenoidektomi.
Uji
Tindakan
n
(-)
Schick
(-)
(+)
(-)
difteria
Pengobatan karier : Penisilin 100
mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau
eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 1
minggu
(+)
(+)
(-)
KI
Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan
(+)
Imunitas Aktif
Imunitas aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus yang menghasilkan
antibody dan
kekebalan pasif.
Ada 2 jenis kekebalan aktif, yaitu:
a.
Yaitu kekebalan yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar
dan ulangan (booster), berupa pemberian vaksin (kuman yang masih hidup
namun dilemahkan). Vaksin tersebut akan berinteraksi dengan system
kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil yang diproduksi
Imunitas Pasif
Imunitas pasif adalah pemberian antibody yang berasal dari hewan atau
manusia kepada manusia lain dengan tujuan memberi pelindungan terhadap
penyakit infeksi yang bersifat sementara karena kadar antibody akan
berkurang setelah beberapa minggu atau bulan. (2,3)
Kekebalan pasif menurut terbentuknya:
Imunitas humoral
Imunitas seluler
MAKANAN BAYI
Dari lahir sampai usia 6 bulan : ASI / susu formula
tunda
di
waktu
lain
ketika
ia
merasa
lapar.
Kemudian pada usia 7 bulan, selain bubur susu dan buah, mulai diberi
bubur saring. Pilih bahan makanan sumber karbohidrat, seperti beras,
kentang, makaroni, kacang hijau, atau roti. Lalu dilengkapi protein hewani
maupun nabati serta sayuran. Protein hewani bisa didapat dari kuning telur.
Campur bahan-bahan tersebut, lalu diblender agar halus atau diulek di atas
saringan. Untuk tahap awal, berikan 2 sendok makan sekali makan untuk 2-3
kali sehari.
Selanjutnya tingkatkan jumlahnya sampai setidaknya 7 sendok makan.
Usia 10 12 bulan
Si kecil mampu mencerna makanan semi padat berupa nasi tim.
Kenalkan pada makanan keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan
nasi tim diatur secara berangsur mendekati makanan keluarga. Nasi tim
dibuat dari beras dan dilengkapi protein hewani dan nabati: ikan, hati ayam,
ceker ayam, tempe, tahu, telur, daging ayam dan sapi, serta sayur-sayuran.
Tambahkan bumbu alami dalam nasi tim, misalnya ikan ditumis dengan
bawang putih dan mentega, sayur sup dimasak dengan bawang merah,
bawang
putih,
dan
daun
bawang.
berulang-ulang,
maka
gizinya
akan
berkurang.
Berikan
makanan selingan bergizi seperti bubur kacang hijau, biskuit, atau buahbuahan seperti pisang, jeruk dan pepaya. Jadi perkenalkan dengan beraneka
ragam makanan.
Berikut contoh Jadwal MPASI bagi usia 10-12 bulan:
Pukul 06.00 atau setelah bangun tidur: ASI
Pukul 08.00 : bubur susu
Pukul 10.00 : buah atau biskuit
Pukul 12.00 : nasi tim
Pukul 13.00 : ASI
Pukul 14:00 : biskuit
Pukul 16.00 : ASI
Pukul 18:00 : nasi tim
Pukul 19:00 : ASI
terkonjugasi
(bilirubin
glukoronida
atau
hepatobilirubin)
kadar
bilirubin
indirek
sering
dikaitkan
dengan
bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang
menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar
bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang
berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan
bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara
bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah
fotometri
atau
spektrofotometri
yang
mengukur
intensitas
warna
azobilirubin.
Nilai Rujukan :
DEWASA : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1
1.0 mg/dl
ANAK : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR : total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Masalah Klinis
Bilirubin Total, Direk
PENINGKATAN KADAR
ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat
antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam,
indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
PENURUNAN KADAR
anemia defisiensi besi.
Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam
dosis tinggi.
Bilirubin indirek
PENINGKATAN KADAR
eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin
(lihat biliribin total, direk)
PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk