Anda di halaman 1dari 5

Jumat, 4 Nopember 2011 - 23:28

Medan (ANTARA News) - Pakar hukum pidana Universitas Sumatera Utara (USU) Dr
Pedastaren Tarigan,SH, mengatakan para koruptor yang telah merugikan keuangan negara, sudah
sepantasnya dijatuhi hukuman mati, sehingga dapat membuat efek jera.
"Ganjaran hukuman mati itu, merupakan langkah yang dinilai paling tepat diterapkan bagi
koruptor yang ada di negeri ini," katanya di Medan, Jumat.
Sebab, menurut dia, tanpa diterapkannya hukuman mati terhadap koruptor di negeri tercinta ini,
pelaku kejahatan atau "pencoleng" harta dan kekayaan negara itu akan terus berkembang
semakin subur dan tidak akan pernah berhenti.
"Jadi, perlu adanya ketegasan dalam menerapkan hukuman mati terhadap koruptor yang telah
menghancurkan sendi-sendi kehidupan perekonomian negara," kata Kepala Laboratorium
Fakultas Hukum USU itu.
Dia mengatakan, penerapan hukuman mati itu juga diatur dalam ketentuan hukum di Indonesia,
namun sampai saat ini tidak pernah dilaksanakan terhadap koruptor yang nyata-nyata telah
merugikan keuangan negara.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah juga perlu mengkaji ulang Undang-Undang yang
menerapkan hukuman mati tersebut.
"Selama ini, pelaku yang terbukti korupsi itu, hanya dijatuhi hukuman lima tahun penjara.Ini
dinilai terlalu ringan, dan tidak membuat efek jera terhadap mereka yang telah memperkaya diri
sendiri atau dengan sengaja menyalahgunakan keuangan negara," kata staf pengajar di Fakultas
Hukum USU itu.
Selanjutnya Pedastaren mengatakan, dengan penerapan hukuman mati terhadap koruptor itu,
diyakini dapat membuat rasa takut atau kehilangan nyali korup, serta mereka tidak akan
mengulangi lagi kejahatan tersebut.
Penerapan hukuman mati itu, juga salah satu solusi untuk menyelamatkan keuangan negara dari
koruptor yang juga sebagai musuh negara.
"Perlunya penerapan hukuman mati bagi koruptor itu, untuk terciptanya penegakan hukum tegas
dan benar, sehingga minat untuk melakukan penyimpangan keuangan negara semakin
berkurang," ujarnya.
Ketika ditanya mengenai wacana hukuman minimal lima tahun penjara bagi koruptor, Pedastaren
mengatakan, dirinya kurang sependapat, hal ini terlalu ringan dan tidak akan membuat efek jera
terhadap koruptor itu.
Hukuman lima tahun terhadap pelaku koruptor tersebut, jelas membuat senang bagi mereka yang
melanggar hukum tersebut.
Karena, menurut Pedastaren, koruptor yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) itu, juga akan memperoleh remisi atau pengurangan hukuman. Koruptor tersebut juga
tidak akan penuh menjalani hukuman di Lapas.
"Pemerintah juga perlu ketegasan mengenai penerapan hukuman terhadap koruptor itu, yakni
apakah hukuman 20 tahun penjara, hukuman seumur hidup atau hukuman mati," kata Pedastaren.
(ANT)

JAKARTA, KOMPAS.com Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad


menyatakan setuju jika pejabat yang melakukan korupsi diberi hukuman mati. Menurut
Abraham, hukuman itu setimpal untuk mengganjar keserakahan pejabat yang korup.
"Pejabat yang korupsi harus dihukum mati, saya sepakat," kata Abraham dalam sebuah seminar
politik kebangsaan di Kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jakarta,
Kamis (12/12/2013).
Ia mengambil contoh pada kasus korupsi yang melibatkan mantan Ketua SKK Migas Rudi
Rubiandini dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Abraham yakin, kedua
pejabat tersebut melakukan korupsi bukan karena terdesak kebutuhan, melainkan
dilatarbelakangi oleh sifat kemaruk yang tak mampu dikuasai.
Abraham menuturkan, Rudi Rubiandini memiliki penghasilan sekitar Rp 300 juta di setiap
bulannya. Gaji pokok Rudi sebagai Kepala SKK Migas mencapai Rp 230 juta, ditambah Rp 80
juta sebulan dari jabatannya di sebuah bank.
"Perlakuannya harus dibedakan, kalau ada yang pungli karena gajinya Rp 3 juta, maka negara
harus hadir, perbaiki upahnya. Tapi, kalau pejabat, gajinya tinggi dan korupsi, itu hukumannya
harus mati," pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, Abraham banyak membeberkan hal-hal terkait pemberantasan korupsi di
Indonesia. Ia mengatakan, tiga sektor yang menjadi perhatian besar KPK adalah sektor pangan,
energi, dan pendapatan negara. Tiga sektor ini disoroti karena rentan terjadi kebocoran di
dalamnya.
Death penalty for corruptors
Referring to statements made by lawmakers, officials and anti-graft activists, calling for the
implementation of the death penalty for corruption criminals, I cannot wait for this law to come
off the ground.
However, no difference should be made where corruption is concerned on whether the culprit is a
small or big fish. Those who commit this crime should face the consequence of the death
sentence.
Majority of Indonesians may support this sentence because they are tired of the lengthy court
procedures when dealing with corruption criminals. Some king-size corruption criminals only
serve a two to five-year prison term.
The death sentence should apply to all corruption criminals because this will deter individuals
from engaging in graft in the future. China is quite rigid where corruption is concerned. They
immediately issue capital punishment to corruption criminals.
Since it is quite easy to escape from Indonesian prisons because criminals bribe prison officials,
it seems more appropriate to issue the death sentence in Indonesia.
With due respect to Legislator Gayus Lumbun's statement that capital punishment should be
restricted only to individuals who steal or embezzle money intended for people suffering from
natural disasters or money which should have gone to the poor, his statement will only encourage
individuals to steal from banks and other institutions since they believe that they will only face a
few years in prison.
House speaker Agung Laksono is right, capital punishment should apply to all graft convicts as
only this will deter corruption. SBY should not only encourage public discussions with regard to
capital punishment but he should push for this law to immediately take effect.
See
more
at:
http://www.thejakartapost.com/news/2008/08/09/death-penaltycorruptors.html#sthash.CgQ6Bu6p.dpuf

Support grows for death penalty for corruption convicts


Lawmakers, officials and anti-graft activists have thrown their weight behind calls for the
implementation of death penalty for some forms of corruption, while also saying current criteria
and procedures for imposing the sentence lack clarity.
Speaker of the House of Representatives Agung Laksono said he fully supported capital
punishment for those found guilty of major corruption to deter other people from engaging in
graft.
"In other countries where corruption is widespread, there was a drastic decline in the number of
graft cases after the death penalty came into effect," he said.
Agung, a seasoned Golkar Party politician, said graft convicts deserved the death penalty
because the crime damaged not only one or two families but all society.
Corruption has remained widespread in the country a decade after political reform, which
mandated eradication of corruption as one of its main priorities.
In the past six months alone, the Corruption Eradication Commission (KPK) has arrested six
active House lawmakers and scores of high-ranking officials including a former Bank Indonesia
governor. A number of governors and former ministers have been jailed for graft since the
creation of the KPK in 2004.
President Susilo Bambang Yudhoyono has encouraged public discussion of the death penalty for
graft convicts, despite objections from human rights groups.
KPK deputy chairman for prevention Haryono Umar also expressed support for the death penalty
for some of those found guilty.
"I think we must be tough on extraordinary corruption," he said.
Senior lawmaker Gayus Lumbuun of the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) said
the KPK law opened the possibility of seeking the death penalty for corruption, adding it was
necessary for the state to create clearer regulations.
"Article 2 of the law on the KPK states those found guilty of corruption can be subject to capital
punishment in cases of war, natural disasters and crises. But I think a judge needs clearer
guidance for meting out such a punishment," Gayus said.
He said capital punishment could be restricted to those who adversely affect the people by
stealing state money, such as corruption in a time of natural disaster or embezzlement of
education and health funds for the poor.
Firdaus Ilyas of Indonesia Corruption Watch said that although the death penalty remained
controversial in such cases, he said judges had the power to do impose it.
"To avoid arbitrary judgment, I think the criteria should take into account the scale of impact on
the people," he said.
- See more at: http://www.thejakartapost.com/node/175683#sthash.2KSjHzDP.dpuf

Akhiar: Saatnya Koruptor Dihukum Mati


JAKARTA, KOMPAS.com Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi,
mengungkapkan bahwa koruptor harus dihukum mati. Hal tersebut untuk menjamin asas
kepastian hukum karena korupsi merupakan tindak pidana yang berat dan merugikan masyarakat
banyak.
"Penegakan hukum harus serius. Jatuhkan hukuman yang keras bagi koruptor. Harus ada efek
jera, itu yang penting. Koruptor harus dihukum mati," ujar Akhiar Salmi di kantor Iluni UI
Salemba, Jakarta, Senin (13/8/2012).
Akhiar berpesan agar pemerintah tidak tersandera bahwa jika menjerat para koruptor dengan
hukuman mati, maka akan melanggar HAM. Selama ini, korupsi juga telah terbukti sangat
merugikan dan meresahkan masyarakat sehingga langkah yang tegas harus diambil.
Perilaku korupsi, lanjut Akhiar, juga termasuk melanggar HAM karena merampas hajat hidup
rakyat dengan sistematis dan terencana. Jika penegakan hukum dijalankan dengan baik, maka
banyak pejabat dari tingkat bawah sampai atas yang akan takut melakukan korupsi.
"Para pejabat itu akan takut korupsi jika hukum benar-benar ditegakkan karena mereka
(koruptor) pasti akan dihukum berat," tambahnya.
Hal tidak jauh berbeda diungkapkan Ganjar Laksmana Bonaprapta, pakar hukum pidana UI,
yang menyebutkan bahwa hukuman tegas harus diterapkan dalam pemberantasan korupsi.
Menurut Ganjar, tindakan korupsi adalah kejahatan luar biasa, sama halnya dengan terorisme.
Para koruptor harus diputus dengan hukuman yang tegas karena akar korupsi terus menjalar dan
sudah menjadi budaya. "Oleh sebab itu, pelaku dari tindak pidana korupsi harus ditindak dengan
tegas dan diberikan hukuman yang berat," katanya.

Setelah saya menjelaskan kepada anda apa itu korupsi dan koruptor pasti anda mengetahui dan
paham dengan hal itu karena di media televisi ataupun media lain sudah di perlihatkan bahwa
korupsi di indonesia sudah menjadi budaya yang tidak mengenal tingkatan jabatan maupun
profesi dari pimpinan hingga bawahan.dan dari kasus-kasus korupsi telah banyak terjadi dan di
beritakan kepada kita para pelaku korupsi yang dinyatakan sebagai tersangka atau yang kita
sebut koruptor dalam hasil keputusan pengadilan dalam rata rata kasus korupsi selama ini,
pelaku hanya dijatuhi hukuman dua hingga lima tahun penjara.Ini menurut saya dan mungkin
anda juga dinilai terlalu ringan, dan tidak membuat efek jera terhadap mereka yang telah
memperkaya diri sendiri atau dengan sengaja menyalah gunakan keuangan negara yang
jumlahnya pun dinilai sangat merugikan negara.
Kemudian karena hukuman lima tahun penjara tadi yang diberikan kepada para koruptor itu yang
sebagaiamana menurut pendapat anda dan saya, munculah beberapa pendapat dari para pakar
untuk memberikan hukman mati bagi para koruptor yang terbukti sebagai tersangka kasus
korupsi, yang menurut saya hukuman itu sudah pantas diberikan kepada para koruptor karena
memberikan efek jera , sehingga dengan hukuman tadi dapat membuat rasa takut atau kehilangan
nyali korup, serta mereka tidak akan mengulangi lagi kejahatan tersebut
Apabila anda semua mendukung usulan saya bahwa koruptor harus diberi hukuman mati ,maka
marilah kita bersama-bersama membuat dukungan kepada pemerintah untuk menerapkan
hukuman tersebut bagi para koruptor, karena saya tahu pemerintah sudah membuat undang
undang mengenai hukuman tersebut namun belum diterapkan dengan semesetinya karena belum
adanya ketegasan dari pemerintah dan karena kurangnya dukungan dari masyarkat , kemudian
masyarakta sudah tahu koruptor telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan perekonomian
negara dan juga dengan diterapkannya hukuman mati semestinya bagi para koruptor maka minat
untuk melakukan penyimpangan keuangan negara semakin berkurang.oleh karena itu sekali lagi
mari kita dukung pemerintah agar menerapkan hukuman mati untuk koruptor dilaksanakan
secepatnya dan sedini mungkin.
if everyone thought like that, corruption will not occur in the community, specifically in
Indonesia
I think enough for my speech, I apologize if there are many mistakes in my speech and last
thanks for your attention . . . Wassalamualaikum Wr.Wb.

Anda mungkin juga menyukai