Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik pengawetan tanah dan air merupakan upaya untuk bisa mengonservasi
tanah dan air. Konservasi tanah dan air ini dilakukan untuk memperkecil run off
dan memperbesar infiltrasi sehingga bisa mencegah terjadinya erosi pada lahan.
Erosi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu iklim, tanah, manusia, topografi dan
vegetasi. Pada praktikum kali ini mempelajari mengenai topografi yaitu
keminringan lahan.
Kemiringan dan panjang lereng merupakan bagian dari topografi yang
memengaruhi erosi. Kemiringan dan panjang lereng ini sangat memengaruhi
aliran air permukaan. Kemiringan lahan yang semakin curam maka akan
mempercepat aliran permukaan yang akibatnya top soil tanah akan semakin
banyak terbawa dan memperbesar terjadinya erosi. Kemiringan lahan adalah
tingkat kecuraman lereng permukaan suatu lahan yang dapat dinyatakan dalam
satuan persen atau derajat. Satuan persen adalah lereng lahan yang merupakan
perbandingan antara beda tinggi kemiringan lahan dengan jarak mendatar dari dua
titik yang diukur tingkat kemiringannya. Satuan derajat adalah satuan yang
menunjukkan sudut yang dibentuk antara garis kemiringan lahan dengan garis
mendatar.
Kemringan lahan dapat dilakukan dengan beberapa alat seperti teodolit, Sunto
Level, Abney Level, Hagameter dan meteran. Pada praktikum ini dilakukan
pengukuran kemiringan lahan menggunakan kelima alat tersebut. Dari
pengukuran tersebut diharapkan praktikan dapat memahami cara pengukuran dan
perhitungan menggunakan lima alat yang berbeda.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran kemiringan lahan dengan benar
menggunakan alat pengukur sudut dalam satuan persen atau derajat.
1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran
1.3.1 Alat dan Bahan
1. Patok

2.
3.
4.
5.
6.

Tali
Pita ukur
Rambu ukur
Alat ukur sudut (Sunto Level, Abney Level, Hagameter)
Alat ukur teodolit dan waterpass

1.3.2 Prosedur Praktikum


1. Menentukan lokasi lahan yang akan diukur kemringan lerengnya.
2. Pasang patok pada lahan sesuai dengan bentuk kemiringan lereng lahan atau
jarak antar patok tetap (mis: per 10 meter).
3. Memasang alat ukur teodolit dan waterpass diatas kaki tiga.
4. Memasang alat ukur teodolit:
- Alat yag sudah dipasang diatas aki tiga tersebut didirikan tepat diatas titik
-

ukur.
Mengatur sumbu satu (Sb 1) dalam keadaan tegak dan sumbu dua (Sb2)
dalam keadaan mendatar dengan cara mengatur kedua nivo tabung yang
ada pada Bausol bagian atas alat, gelembungnya ada ditengah yang diatur

dengan ketiga skrup mendatar.


5. Ukur tiap segmen dengan alat ukur sudut dan alat ukur teodolit.
6. Catat dan hitung jarak datar dan jarak miringnya.
7. Gambarkan profil kemiringan lahan serta tentukan kelas kemiringan lahan
rata-rata dan reliefnya.

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas mengenai pengukuran kemiringan lahan
dengan alat pengukur sudut. Praktikum dilakukan pada lahan di Ciparanje yang
memiliki kemiringan agak curam. Pengukuran ini dilakukan menggunakan lima
alat yang berbeda yaitu Teodolit, Hagameter, Abney Level, Sunto Level dan
meteran. Cara penggunaan dari setiap alat tersebut berbeda-beda dan hasilnya pun
berbeda pula. Pengukuran ini dilakukan pada 3 titik dengan jarak yang sama yaitu
pada titik ke 24 m, 48 m dan 72 m.
Pengukuran pertama menggunakan Hagameter. Pada jarak 24 m diperoleh
hasil pengukurannya sebesar 22% kemiringan lahan dengan sudut 0,8739o. Pada
jarak 48 m diperoleh hasil pengukurannya sebesar 23% kemiringan lahan dengan
sudut 0,8751o. Pada jarak 72 m diperoleh hasil pengukurannya sebesar 22,2%
kemiringan lahan dengan sudut 0,8742o. Pengukuran selanjutnya menggunakan
Abney Level. Pada alat ini hasil pengukuran ditunjukkan dengan satuan derajat.
Pada jarak 24 m diperoleh hasil pengukuran sebesar 16o dengan kemiringan lahan
sebesar 28,67%. Pada jarak 48 m diperoleh hasil pengukuran sebesar 18o dengan
kemiringan lahan sebesar 32,49%. Pada jarak 72 m diperoleh hasil pengukuran
sebesar 19o dengan kemiringan lahan sebesar 34,43%.
Selanjutnya yaitu pengukuran menggunakan Sunto Level. Pengukuran
menggunakan alat ini menghasilkan dua pengukuran yaitu compass dan lensa.
Pada compass diperoleh hasil pengukuran pada jarak 24 m dengan sudut sebesar
7o dengan kemiringan lahan 12,27%. Pada jarak 48 m diperoleh sudut sebesar 8o
dengan kemiringan lahan 14,05%. Pada jarak 72 m diperoleh sudut sebesar 14o
dengan kemiringan lahan 24,93%. Pada lensa diperoleh hasil pengukuran pada
jarak 24 m dengan sudut sebesar 9o dengan kemiringan lahan 15,83%. Pada jarak
48 m diperoleh sudut sebesar 8o dengan kemiringan lahan 14,05%. Pada jarak 72
m diperoleh sudut sebesar 12o dengan kemiringan lahan 21,25%.
Pada pengukuran menggunakan meteran diperoleh pesentase kemiringan
lahan 5,828% dengan sudut sebesar 333,54o pada pengukuran pertama. Pada
pengukuran kedua diperoleh kemiringan lahan sebesar 6,652% dengan sudut

sebesar 380,606o. Pada pengukuran ketiga diperoleh kemiringan lahan sebesar


64,88% dengan sudut sebesar 279,387o.
Pengukuran selanjutnya yaitu pegukuran menggunakan teodolit. Pada
jarak 24 m diperoleh kemiringan lahan 7,728% dengan sudut sebesar 0,47o. Pada
jarak 48 m diperoleh kemiringan lahan 16,578% dengan sudut sebesar 9,412o.
Pada jarak 72 m diperoleh kemiringan lahan 14,509% dengan sudut sebesar
8,255o.
Sehingga dari pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa kemringan lahan
yang diukur yaitu berada pada kelas miring hingga agak terjal dengan relief
berombak hingga bergelombang.
Dari kelima pengukuran ini diperoleh kemiringan lahan yang berbedabeda pula. Hal ini bisa dikarenakan alat yang digunakan memiliki tingkat
ketelitian yang berbeda. Selain itu kondisi alat juga memengaruhi hasil
pengukuran. Ketepatan praktikan dalam melakukan pengukuran juga
memengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan dalam pembacaan bisa terjadi karena
bidik yang dilakukan pada objek dengan jarak yang cukup jauh sehingga bisa saja
terjadi kesalahan dalam pengukuran. Dari kelima alat tersebut yang paling tidak
akurat adalah meteran. Karena bisa dikatakan bahwa pengukuran menggunakan
meteran adalah pengukuran manual. Alat dengan tingkat ketelitian paling baik
yaitu Teodolit.

Kesimpulan
1. Praktikum kali ini membahas mengenai mengukur kemiringan lahan
dengan alat pengukur sudut.
2. Praktikum menggunakan lima alat yang berbeda yaitu Teodolit,
Hagameter, Abney Level, Sunto Level dan meteran.
3. Pada setiap pengukuran diperoleh hasil yang berbeda-beda.
4. Hasil pengukuran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi alat,
tingkat ketelitian alat, ketepatan pembacaan dan jarak.
5. Alat dengan tingkat ketelitian rendah yaitu meteran dan tingkat ketelitian
tinggi yaitu teodolit.
6. Dari hasil pengukuran diperoleh kelas kemiringan lahan yaitu miring
hingga agak terjal dengan relief berombak hingga bergelombang.
Saran
1. Praktikan bisa memahami materi yang akan dipraktikumkan.
2. Praktikan menggunakan alat pengukur sudut dengan lebih baik, teliti dan
hati-hati lagi.
3. Karena kondisi cuaca yang penghujan, sebaiknya praktikan membawa
payung dan jas hujan saat praktikum.

Anda mungkin juga menyukai