Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH PERANCANGAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN

KONSEP PERANCANGAN MESIN KOTAK FERMENTASI DAN


PENCUCIAN BIJI KAKAO DI KOTA PAYAKUMBUH

Oleh:
Afifah Rahmi
240110120043

DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas nasional
andalan dan berperan penting perekonomian Indonesia karena perkebunan kakao
dapat menjadi lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan sumber devisa
negara disamping berkembanganya agrobisnis dan agroindustri kakao. Sentra
kakao terbesar di Indoenesia yaitu di Pulau Sulawesi sebesar 62,3%, di Sumatera
sebesar 17,3%, di Jawa sebesar 5,6%, di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara
Barat dan Bali sebesar 4,1%, di Kalimantan sebesar 3,7%, dan di Maluku serta
Papua sebesar 7,0% (Muis, Mahdonna, 2009).
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai
Gading dan Ghana dengan luas areal 1.462.000 ha. Produksi kakao di Indonesia
mencapai 1.315.800 ton per tahun atau setara dengan 15% dari produksi kakao
dunia (Karmawati et al., dalam Litbang Yogyakarta, 2010).
Kakao di Sumatera Barat merupakan komoditas ekspor ketiga setelah kelapa
sawit dan karet. Pemeritah dan masyarakat bertekad menjadikan Sumatera Barat
sebagai sentra produksi kakao di Kawasan Indonesia Barat (KIB). Perkembangan
luas tanam kakao dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun
2004 luas kakao hanya 13.197 ha dan akhir tahun 2010 sudah mencapai 101.014
ha (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2010).
Salah satu sentra produksi kakao di Sumatera Barat adalah Kotamadya
Payakumbuh. Secara geografis berada pada 0o10-0o17 LS dan 100o 100o42 BT
dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Keadaan topografi bervariasi
antara dataran dan bukit sera kondisi tanah yang relatif subur dengan jenis tanah
Latosol. Ketinggian tempat 514 mdpl, suhu rata-rata 26oC dengan tingkat
kelembaban 45-50%. Pada tahun 2008, produksi kakao di Kotamadya
Payakumbuh sebesar 172 ton dengan luas lahan 287 ha (Dinas Pertanian Kota
Payakumbuh, 2010).
Hingga Desember 2013, luas lahan kakao di Payakumbuh berjumlah sekitar
1.130 ha. Dari 1.130 ha tanaman kakao miliki masyarakat, sebanyak 920 ha
diantaranya sudah menghasilkan dengan total produksi 552 ton per tahun. Luas
areal terbesar berada di Kecamatan Payakumbuh Selatan seluas 417 ha dan luas
terkecil berada did Payakumbuh Utara seluas 111 ha (Morena, N, 2014).

Permasalahan yang banyak dihadapi petani kakao di Payakumbuh bahkan


Indonesia adalah fermentasi biji kakao. Petani pada saat panen banyak yang
mengabaikan proses fermentasi. Biji coklat diolah tanpa fermentasi terlebih
dahulu dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan lanjut ke
proses penjemuran. Hal tersebut dilakukan petani karena petani ingin
mendapatkan hasil penjualan yang cepat. Jika melakukan proses fermentasi akan
memakan waktu yang lebih lama. Sedangkan fermentasi merupakan kunci utama
dalam produksi biji kakao agar diperoleh cita rasa yang berkualitas (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2013).
1.2 Identifikasi Masalah
Petani di Indonesia khususnya di Kota Payakumbuh banyak yang
mengabaikan salah satu rantai produksi biji kakao yang sangat penting yaitu
fermentasi. Sedangkan proses fermentasi ini sangat menentukan kualitas dari biji
kakao yang diproduksi. Proses fermentasi yang dilakukan juga masih manual
sehingga dibutuhkan suatu mesin untuk bisa mengolah proses fermentasi secara
mekanis.
I.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukannya mesin fermentasi yang dapat
memudahkan petani dalam melakukan proses fermentasi hingga perendaman dan
pencucian biji kakao.
I.4 Manfaat
Manfaat dari penggunaan mesin ini adalah memudahkan petani dalam
melakukan proses fermentasi , perendaman hingga pencucian sehingga petani
tidak malas lagi untuk melakukan proses penting dari produksi kakao ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kondisi Biji Kakao di Indonesia
Produksi kakao Indonesia mencapai 1.315.800 ton per tahun atau setara
dengan 15% dari total produksi kakao dunia. Indonesia menempati posisi ketiga

penghasil kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal
1.462.000 ha dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir areal perkebunannya
meningkat pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8% per tahun (Karmawati
et al., 2010 dalam Utami, 2012). Kakao Indonesia mampu menyumbangkan
devisa bagi negara sebesar US$ 668 juta per tahun atau nomor tiga dari sektor
pertanian setelah kelapa sawit dan karet.
Biji kakao Indonesia menjadi salah satu komoditi perdagangan yang
menghasilkan devisa bagi negara. Selain itu, kakao Indonesia juga mempunyai
keunggulan yaitu mempunyai titik leleh tinggi, mengandung lemak coklat dan
dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik. Mutu produk akhir
kakao, seperti aspek fisik, cita rasa, kebersihan serta aspek keseragaman sangat
ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Pada proses ini
terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang
tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat. Mutu biji kakao juga menjadi
bahan perhatian oleh konsumen, dikarenakan biji kakao digunakan sebagai bahan
baku makanan atau minuman.
Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu
yang dihasilkan sangatrendah dan beragam. Keberagaman mutu biji
kakaoIndonesia disebabkan oleh beberapa faktor, sepertiminimnya sarana
pengolahan, lemahnya pengawasanmutu pada seluruh tahapan proses pengolahan
biji kakao rakyat, serta pengelolaan biji kakao yang masihtradisional (85% biji
kakao produksi nasional tidakdifermentasi). Kemampuan Indonesia sebagai
negaraprodusen kakao tidak diimbangi dengan kemampuanmengolahnya.
Indonesia hanya mampu menyediakanbahan baku bagi industri negara lain,
sedangkan
industri pengolahan di dalam negeri masih mengimporbahan olah dari luar, hal ini
kurang menguntungkan bagi agroindustri dalam negeri (Utami, 2012).

2.2 Standar Biji Kakao


Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 23232008 terbagi menjadi tiga,yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran

berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao,biji kakao digolongkan
menjadi dua, yaitu biji mulia (bijikakao yang berasal dari tanaman kakao jenis
Criolo atauTrinitario serta hasil persilangannya dan biji kakaolindak (biji kakao
yang berasal dari tanaman kakaojenis Forastero) (BSN, 2008 dalam Utami,
2012).
Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya,terbagi menjadi 3 kelas, yaitu
mutu kelas I, II, dan III,dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umumdan
khusus. Persyaratan umum dan khusus biji kakaokering tercantum dalam Tabel 1
dan Tabel 2.
Tabel 1. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008

Tabel 2. Persyaratan Khusus Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008

Persyaratan kualitas biji kakao kering jugaditentukan berdasarkan


penggolongan biji kakaomenurut ukuran berat bijinya per 100
gram.Penggolongan ini terbagi menjadi lima (5) kelas sebagaiberikut:
AA = Maksimal 85 biji per 100 gram
A = 86 - 100 biji per 100 gram
B = 101 110 biji per 100 gram
C = 111 120 biji per 100 gram

S = > 120 biji per 100 gram


(Sumber: Utami, 2012)
2.3 Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI
Teknologi pengolahan biji kakao kering menujupersyaratan SNI Biji Kakao
01-2323-2008 melaluibeberapa tahap, yaitu sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Kakao (Utami, 2012)


2.4 Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp
dan sebagai bentuk usahaagar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping
biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar kepingbiji kakao menjadi lebih
bersih dan cepat kering,sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki
peran membentuk prekursor senyawa aroma danwarna pada kakao.
Selama proses fermentasi mengakibatkanterjadinya beberapa perubahan pada
biji kakao, seperti:pulp terurai, terjadi fermentasi gula dalam lapisan pulpmenjadi

alkohol, adanya kenaikan suhu, terjadi oksidasioleh bakteri, terjadinya perubahan


alkohol menjadiasam asetat, menyebabkan kematian biji, kehilangandaya
berkecambah, terjadi difusi zat warna darikantong sel, terjadi dektruksi zat warna
antosianin,terjadi pembentukan prekursor aroma dan warna. Agarperubahan
tersebut dapat berhasil optimal, maka pulpsebagai media utama harus sesuai untuk
pertumbuhanmikrobia. Pulp yang sesuai berasal dari buah kakaoyang sehat dan
masak optimum, sehingga perbandingan kandungan gula dan asam optimal untuk
pertumbuhanyeast.
Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3kelompok, yaitu : 1)
fermentasi dengan menggunakankeranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan
penimbunandiatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan
3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu.Penggunaan kota kayu sebagai
wadah fermentasimemberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari duacara
fermentasi tradisional lainnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prosesfermentasi biji kakao, antara
lain lama fermentasi,keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/pembalikan,
aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dankuantitas fermentasi. Fermentasi untuk
biji kakao jenislindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5 hari,
sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3hari. Fermentasi yang terlalu
lama meningkatkan kadarbiji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan
fermentasi yang singkat menghasilkan kadar biji slaty(biji tidak terfermentasi)
tinggi.
Selain lama fermentasi, wadah fermentasi jugaikut menentukan kualitas biji
kakao yang dihasilkan.Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan
kuantitas minimal 40 kg. Kurangnya kuantitas bijikakao yang difermentasi
menyebabkan suhu fermentasitidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang
dihasilkan, tetapi biji yang berjamur (Utami, 2012).
Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam. Hal
ini untuk diperolehnyakeseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak
dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yangditengah dihasilkan panas
optimum sehinggafermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah,dan
samping akan berakibat sebaliknya.

Cara Fermentasi :
- Siapkan perlengkapan fermentasi biji kakao, seperti :timbangan, kotak
fermentasi berjenjang, bagor/karung goni/daun pisang.
- Timbang biji kakao baik sesuai dengan kapasitaskotak fermentasi (minimal 40
kg)
- Masukkan biji kakao baik kedalam kotak fermentasihingga mencapai 10 cm dari
mulut kotak
- Tutup biji kakao dalam kotak dengan bagor/karunggoni/daun pisang.
- Peram biji kakao selama 5 hari untuk biji kakaolindak dan 3 hari untuk biji
kakao mulia. Pengadukanpertama biji kakao pada saat pemeraman, dilakukan
setelah 48 jam pemeraman dan diulang setelah duahari. Hal ini untuk
menghomogenisasikan fermentasibiji kakao.
2.5 Perendaman dan Pencucian
Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi,
dapat mengurangikadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan
menaikkan persentase biji bulat. Perendamansebaiknya dilakukan selama 2-3 jam,
lebih dari itu tidakmemberikan perbedaan yang nyata. Sedangkanpencucian
bertujuan untuk menghilangkan sisa pulpyang masih menempel, sehingga
meminimalisirserangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama
penyimpanan dan memperbaiki warna dankenampakan biji kering menjadi lebih
bersih.
Kegiatan perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga berpotensi
memiliki pengaruhkurang baik diantaranya berat masa biji kakaoberkurang
(4,5%), karena beberapa senyawa darikeping biji keluar, persentase biji pecah
menjadi lebihbesar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkantenaga dan air
lebih banyak. Oleh karena itu, kegiatanini baik dilakukan untuk hasil akhir yang
lebih baik,apabila harga biji kakao kering telah memadai denganbiaya proses
produksinya.
III. PENERAPAN ALSINTAN

Penerapan mesin kotak fermentasi ini belum ada di kota Payakumbuh. Proses
fermentasi, perendaman dan pencucian semuanyadilakukan secara manual dan
tradisional. Proses fermentasi dilakukan dengan menyimpan biji kakao di dalam
karung goni tanpa adanya proses pengadukan. Perendaman dan pencucian juga
dilakukan secara manual pada ember-ember.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. I. PENDAHULUAN. Terdapat pada:
http://repository.unand.ac.id/22337/3/bab%201.pdf
Morena, N. 2014. Jadikan Payakumbuh Sentra Kakao Sumatera Barat. Terdapat
pada: http://payakumbuhkota.go.id/2014/01/17/jadikan-payakumbuhsentra-kakao-sumatra-barat/
Utami, R, dkk. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao
01-2323-2008. Terdapat pada:
http://yogya.litbang.pertanian.go.id/ind/phocadownload/Teknologi
%20Pengolahan%20Biji%20Kakao%20Menuju%20SNI%20Kakao.pdf

Anda mungkin juga menyukai