Di antara keempat sinusitis paranasal itu, sinus maksila merupakan sinus yang
paling sering terinfeksi. Hal ini terjadi karena (1) sinus maksila merupakan sinus
paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran
sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar
sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi
dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. 2
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembag dengan cepat an akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang degan fosa kanina,
dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
remolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi geligi
mudah naik keatas yang menyebabkan sinusitis.
Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis
dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis
kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang
atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan
akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar
secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe.
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk.
1.2. Etiologi dan Faktor Presdiposisi2
Beberapa fakor etiologi dan presdiposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hurmonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelaina anatomi seperti deviasi septum atau hipertropi konka, tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener
dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoidmerupaka faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto
polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia.2
1.3.Gejala Klinis Sinusitis
Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut (bila gejalanya
berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu), sinusitis subakut (bila berlangsung
dari 4 minggu sampai 3 bulan) dan sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3
bulan).2
Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis akut. Pasien kadang
tidak menunjukan demam atau rasa lesu. Pasien mungkin hanya mengeluh terdapat
ingus yang kental yang kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Hidung dirasakan tersumbat dan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena. Pada
sinusitis maksila, nyeri dirasakan di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan
telinga kanan.1, 2. Pada sinusitis etmoid, nyeri dirasakan di pangkal hidung dan
kantus medius. Kadang dirasakan nyeri di bola mata atau belakangnya, dan nyeri
akan bertambah bila mata digerakkan.
Pada pemeriksaan fisik sinusitis akut, akan tampak pembengkakan di daerah muka.
Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, sedang pada sinusitis etmoid
jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah
di meatus medius, sedangkan sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).
1.4.
Diagnosis Sinusitis
Pada pemeriksan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan laretal. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid
level) pada sinus yang sakit2. CT scan sinus merupakan gold standar diagonis
sinuistis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dala
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat antibiotik yang
tepat guna.
1.6. Terapi Sinusitis
Terapi sinusitis seringkali berupa pengobatan terhadap infeksi traktus respiratorius
bagian atas, dengan sinusitis sebagai bagian yang penting. Seringkali infeksinya
hanya merupakan penyakit terbatas yang sembuh sendiri dalam waktu singkat, jika
tidak disertai komplikasi supurasi.3
Pengobatan sinusitis secara lokal intranasal dengan antibiotik tidak berguna, karena
obat-obat tersebut tidak cukup luas berkontak dengan permukaan mukosa yang
terinfeksi terinfeksi agar dapat berfungsi. Selain itu, dapat terjadi iritasi atau
gangguan aktivitas silia, sehingga fungsinya sebagai pembersih mukosa hidung
justru semakin terganggu.3
Karena itu antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral. Pada sinusitis akut
diberikan antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang. Secara
empiris, antibiotika yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x 500mg),
Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2 x 960 mg), Amoksisilin dan Asam Klavulanat
(2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan Levofloksasin (4 x 500 mg). 1
Gejala nyeri akibat sinusitis diobati dengan analgetik. Diberikan juga dekongestan
lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Dekongestan ini
hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau
terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa.
Terapi bedah pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada
sekret yang tertahan oleh sumbatan.
Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi dan irigasi. Pada sinusitis
etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan
tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement therapy).
1.7.
Komplikasi Sinusitis