Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIA

POKOK POKOK HUKUM ADAT


DOSEN : AMRIZAL SIAGIAN

DISUSUN OLEH :

ANDRIANTO
WIWIEK WIDYAWATI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karuniaNyalah, karyailmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Matakuliah sistem hukum Indonesia.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang hukum adat
yang ada di Indonesia.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang
akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi
generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui adat dan kebudayaan dari seluruh provinsi
yang ada di Indonesia, karena kita adalah bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia tercinta

Tangerang Selatan, januari 2015

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber
pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar
tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat
hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak tertulis. Oleh karena itu,
dilihat dari perspektif ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-undang, seorang
sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab Undang-Undang, memang hukum
keseluruhannya di Indonesia di Indonesia ini tidak teratur dan tidak tegas.
Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada
umumnya tidak dapat mengerti. Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan
hukum adat tersebut. Akan tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia
mempelajari hukum adat kita ini secara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti
hukum adat kita dengan rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui
sumber hukum adat yang mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus
berkembang dan berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.
Tetapi tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah
sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap
penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adatistiadat yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar ,
maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Hukum adat berurat-akar pada
kebuyaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia
menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan
perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti dari hukum adat?

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Siapa penemu hukum adat ?


Bagaimana sejarah politik hukum adat?
Apa manfaat mempelajari hukum adat?
Bagaimana unsur dari hukum adat
Bagaimana masyarakat hukum adat?
Bagaimana bentuk-bentuk susunan masyarakat hukum adat?
Bagaimana system pembagian waris hukum adat?
Perubahan masyarakat hukum adat?

C. Tujuan
Untuk mengetahui arti dari hukum adat,penemu hukum adat,sejarah politik Hukum
adat,manfaat mempelajari hukum adat,unsure dari hukum adat,masyarakat hukum
adat,bentuk bentuk susunan masyarakat hukum adat,system pembagian waris hukum
adat,perubahan masyarakat hukum adat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Adat
Pengertian Hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau
kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak
masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari
sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama
menjadi kajian dari para ahli hukum. Pengertian hukum adat dewasa ini sangat mudah

kita jumpai di berbagai buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli hukum di tanah
air.
Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum Adat ialah : "keseluruhan
aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu
adalah hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam
bentuk kitab Undang-undang yang tertentu susunannya".
Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat" dipakai sebagai sinonim dari
hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum
yang hidup sebagai konvensi di badan-badan Negara (parlemen, Dewan perwakilan
rakyat dan sebagainya), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim
(Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang
dipertahankan di dalam pergaulan hidup
Kalau diperhatikan dengan seksama teori van den Berg ini, ada hal yang tersirat
dalam teori tersebut, yaitu masyarakat Indonesia tidak mempunyai hukum adat yang
asli, karena semuanya merupakan resepsi dari agama yang dianutnya. Sedangkan
semua agama itu tidak ada yang berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini
disokong oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje dan Van
Vollen hoven.
Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum agama diterima,
diresepsi dalam hukum adat.Hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat
dipengaruhi oleh hukum agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama
bagian dari hidup manusia yang sifatnya mesra, yang hubungannya erat dengan
kepercayaan dan hidup batin. Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga, hukum
perkawinan dan hukum waris.
Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya sebagian kecil saja
yang tertulis (seperti awig-awig di Bali,piagam-piagam perintah raja, patokanpatokan pada daun lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan saja. Unsur
yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai akibat persentuhan dengan
kebudayaan lain dan pengaruh hukum agama yang dianut.
B. Penemu Hukum Adat

Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di Nederland. Pada
umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai pamongpraja di berbagai daerah di
Indonesia yang kemudian menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri
tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama dengan hukum asli. Ia
belum memakai istilah adatrecht, baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli.
F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang bertugas di Lombok
dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat tersendiri terhadap hukum adat seperti
Wilken. Hasil karyanya terbatas hanya pada lingkungan adat tertentu, yaitu Bali dan
Lombok.
Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven ialah Snouck
Hurgronje. Ia adalah seorang

sarjana bahasa yang menjadi negarawan. Ia adalah

orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal
tentang daerah-daerah di Indonesia

adalah "De Acehers" yang diterbitkan pada

tahun 1893 dan 1894, dan "Het Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Keduaduanya mengenai hukum adat yang terpusat pada suatu lingkungan hukum belaka
dan tidak mengadakan suatu perbandingan dengan daerah-daerah lain di Nusantara.
C. Sejarah politik hukum Adat
Dengan ditemukannya hukum adat lahirlah ilmu hukum adat dan politik
hukum adat. Politik hukum adat itu adalah kebijaksanaan, pendirian dan sikap
terhadap hukum adat dari zaman dulu sampai sekarang.
Ringkasnya politik hukum adat yang dilakukan sampai tahun 1928 oleh
Pemerintah Belanda, adalah ditujukan untuk perlindungan kepentingan orang Belanda
(kepentingan pemerintahan, perniagaan, pertanian, agama Kristen dan sebagainya).
Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandangan para ahli hukum bangsa
Indonesia terhadap hukum adat, yaitu: mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan
menerima hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat secara
keseluruhan.
D. Manfaat Mempelajari Hukum Adat
Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum adat yang diperoleh
adalah semata-mata untuk menjamin kelangsungan penyelidikan ilmiah hukum adat

dan untuk memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat. Singkatnya
menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu". Oleh sebab itu hukum adat
dipelajari untuk memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran.
Penyelidikan tentang hukum adat semakin digiatkan dan pengajaran hukum adat di
Universitas ditingkatkan.
Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak
aslinya, menjauhkan hukum adat dari pengaruh modernisasi. Ini terselubung
maksudnya untuk memudahkan penelitian tentang hukum adat. Pandangan teoritis ini
sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat yang ditemukan itu untuk
kepentingan masyarakatnya. Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II,
pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau dijadikan nomor dua.
Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu dipelajari dimanfaatkan untuk
pembangunan masyarakat Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan
meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia. Maka manfaatnya mempelajari ilmu
hukum adat itu haruslah bersifat praktis dan nasional. Sifat praktis dan nasional itu
dapat terlihat dari tiga sudut, yaitu:dari sudut pembinaan hukum nasional; dari sudut
mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia dan dalam praktek
peradilan.
E. Unsur Hukum Adat
Pemakaian istilah godsdienstige wetten atau undang-undang agama untuk
menyatakan hukum adat mencapai puncaknya pada bagian kedua abad ke 19.
Kekeliruan dalam pengertian hukum adat dalam praktek maupun dalam perundangundangan pada zaman itu dipengaruhi oleh van den Berg dengan teorinya "Receptio
in Complexiu"
Menurut teori ini, hukum (adat) suatu golongan atau masyarakat adalah hasil
penerimaan bulat-bulat atau resepsi seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh
golongan masyarakat itu. Jadi hukum (adat) mereka yang beragama Islam adalah
hukum Islam, yang beragama Hindu adalah hukum Hindu, yang beragama Katolik
adalah hukum Katolik dan seterusnya.
F. Masyarakat Hukum Adat
From birth to death man lives out his life as a member of a society (Krech,
Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308). Atau dengan kata lain bahwa sejak dari lahir

sampai meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai anggota suatu


masyarakat. Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (adat). Inilah suatu
kenyataan umum di seluruh dunia. Sebagaimana yang dikatakan Cicero lebih kurang
2000 tahun yang lalu, dalam bahasa Latin yaitu : Ubi societas, ibi ius.
Jadi, manusia itu hidup berkelompok- kelompok dan bagaimanapun kecilnya
kelompok itu, sudah tentu ada hukum yang mengatur kehidupannya. Masing-masing
kelompok tersebut, mempunyai dasar persatuannya, yaitu ada yang berdasarkan
genealogis, ada yang berdasarkan teritorial, atau genealogis teritorial dan teritorial
genealogis.
Masyarakat hukum yang berdasarkan genealogis itu terbagi lagi dalam bentuk
bilateral (keibu-bapaan atau parental) dan unilateral (sepihak). Unilateral terbagi lagi
dalam bentuk kebapaan (patriachat) dan keibuan (matriachat). Bentuk lain ialah
masyarakat hukum yang altenerend, dan dubble-unilateral.
Masyarakat hukum yang berdasarkan teritorial juga macam-macam bentuknya,
yaitu masyarakat hukum desa, masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa) dan
masyarakat hukum serikat desa. Juga dalam bagian ini akan diuraikan tentang hak
ulayat dan transaksi tanah menurut hukum adat.
G. Bentuk-bentuk Susunan Masyarakat Hukum Adat
Susunan masyarakat hukum adat itu ada yang berasarkan darah (genealogis) dan
ada yang berdasarkan daerah (teritorial). Manusia itu merasa terikat satu sama lain
karena merasa keturunan (darah) atau sedaerah. Ini secara teoritis. Namun dalam
kenyataannya adalah

darah-daerah (genealogis -teritorial) atau daerah-darah

(teritorial-genealogis).
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ialah masyarakat hukum adat
yang para anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan
bahwa mereka semua merasa berasal satu keturunan (darah) yang sama.
Ada tiga tipe pertalian keturunan dalam masyarakat hukum adat yang ditentukan
oleh faktor genealogis, yaitu :
1. Pertalian keturunan menurut garis perempuan, ini terdapat dalam masyarakat
hukum adat orang Minangkabau, Kerinci dan orang Sumendo.
2. Pertalian keturunan menurut garis laki-laki, ini terdapat dalam masyarakat hukum
3.

adat orang Batak, Bali, Ambon, Lampung dan lain-lain.


pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, ini terdapat dalam masyarakat
hukum adat orang Jawa Sunda, Madura, Bugis, Dayak , Toraja dll.

Masyarakat hukum adat yang susunannya bersifat teritorial, adalah


masyarakat hukum di mana para anggotanya merasa terikat satu sama lain, karena
merasa berasal dari daerah yang sama.Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang
struktur nya bersifat teritorial, yaitu :
masyarakat hukum desa
adalah sekumpulan orang yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara
hidup dan sistem kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu tempat
kediaman bersama dan oleh sebab itu merupakan suatu kesatuan, suatu tata
susunan tertentu, baik ke luar maupun ke dalam. Masyarakat hukum desa ini
melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di luar wilayah desa
yang sebenarnya, yang disebut teratak atau dukuh, yang tunduk pada peraturanperaturan dan pejabat desanya. Contohnya adalah desa-desa di Jawa, Sunda,

Madura dan Bali.


masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa)
adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat
hukum desa yang masing-masingnya tetap merupakan kesatuan-kesatuan yang
berdiri sendiri. Masing-masing nya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
masyarakat hukum wilayah sebagai kesatuan sosial teritorial yang lebih tinggi.
Contohnya adalah kurya di Angkola dan Mandailing. Kurya sebagai masyarakat
hukum wilayah menaungi beberapa huta. Marga di Sumatera Selatan sebagai

masyarakat hukum wilayah menaungi


masyarakat hukum sertikat desa (perserikatan desa)
adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial, yang dibentuk atas dasar kerja sama
dalam berbagai lapangan untuk kepentingan bersama masyarakat hukum desa
yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa tersebut. Kerja samaitu
terbentuk mungkin.

H. Sistem Pembagian waris Hukum Adat


Sistem pewarisan yang dibagi-bagi : Sistem pewarisan yang dibagi-bagi ini adalah
merupakan suatu cara pengoperan harta warisan dari suatu generasi ke generasi
selanjutnya. Pada prinsipnya dalam sistem pewarisan yang dibagi-bagi ini, harta
warisan langsung dibagikan pemilikannya secara pribadi kepada para ahli
warisnya,setelah dikurangi utang-utang dan biaya penguburan yang meninggal.
Contoh dari sistem pembagian waris yang di bagi-bagi ini pada masyarakat bilateral

seperti Sunda, Jawa, Madura. Dalam masyarakat bila teral, anak-anak adalah ahli
waris dari ibu bapaknya.
Sistem pewarisan yang tidak dibagi-bagi :Pada sistem pewarisan yang tidak
dibagi-bagi , harta warisan tersebut tidak langsung dibagikan pemilikannya secara
pribadi kepada para ahli warisnya. Pengoperan harta warisan dalam sistem ini ada
dua cara pula yaitu kolektif dan mayorat.
Sistem kolektif ialah harta warisan itu tetap dimiliki secara bersama atau kolektif
oleh para ahli warisnya. Yang dibagikan hanyalah hasil dari harta tersebut atau
pengerjaannya.Contohnya di Minangkabau yang disebut harta pusaka, di Minahasa
disebut harta kalakeran dan di Ambon disebut tanah dati.
I. Perubahan Masyarakat Hukum Adat
Ada kecenderungan masyarakat matrilineal dan patrilineal itu berubah menuju
masyarakat bilateral. Hal ini dapat terlihat dari tiga sudut/segi yaitu :
Dari sudut hukum adat itu sendiri yaitu :masyarakat hukum adat yang goyah;
dalam perkawinan dan pewarisan; masyarakat hukum adat yang darurat ;
perkembangan hukum adat.
Dari sudut hukum Islam : Masyarakat Indonesia kurang lebih 90 % beragama
Islam. Islam meridoi masyarakat bilateral. Agama sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Oleh sebab itu kemungkinan masyarakat Indonesia berubah kearah bilateral.
Faktor-faktor sosiologis yang murni : Persentuhan dua atau lebih kebudayaan
akan menimbullkan kebudayaan baru. Faktor-faktor sosiologis yang murni yang dapat
mempengaruhi masyarakat Indonesia berubah kearah masyarakat bilateral antara lain
adalah : revolusi; peperangan; pendidikan; komunikasi; teknologi canggih.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan kesimpulan sebagai


berikut :
1.

Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga
hal ini mendorong timbulnya kebiasaan pribadi , dan apabila kebiasaan ini ditiru
oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai
kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus

2.

dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan.


Suatu hal yang rasional apabila interaksi sosial mengambil peran yang penting dalam
kelompok masyarakat.

B.

Saran
Bahwasanya sejarah timbulnya hukum adat di Indonesia itu dapat dipisahpisahkan dalam, Sejarah perkembangan hukum adat, sejarah perkembangan hukum adat
hingga dikenal dalam ilmu pengetahuan, dan sejarah politik hukum adat dalam
perundang-undangan di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah proses sejarah hukum adat
yang sangat penting bagi bangsa Indonesia sebagai pemilik asli hukum adat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Carventer Seminar Hukum Adat Dan Pembinaan Hukum Nasional. Yogyakarta: Binacipta. Hal. 64
Hadikusuma, hilman. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Hal. 78

Pengantar dan Asas asas Hukum Adat. Jakarta: Gunung Agung dan Badan Pembinaan Hukum
Nasional. 1976.
Rato, dominikus. Pengantar Hukum Adat.. (Laksbang :1993). Hal. 107
Supomo. 1993.Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta:Pradnya Pramita
Wignjodipuro,Surojo. 1984.

Anda mungkin juga menyukai