Jhptump A Agussugiar 160 2 Babii
Jhptump A Agussugiar 160 2 Babii
TINJAUAN PUSTAKA
Adneksa Mata
Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari: Kelopak mata berfungsi
melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata. Konjungtiva
adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi bola mata bagian luar. Sistem
saluran air mata (Lakrimal) yang menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada
pinggir luar dari alis mata. Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang
dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh. Otot-otot bola mata masing-masing bola mata
mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata secara
terkoordinasi pada saat melirik (Perdami, 2005:1).
b.
Bola Mata
Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, bola mata
terdiri dari: Kornea disebut juga selaput bening mata, jika mengalami kekeruhan
akan sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja sebagai jendela bening
yang melindungi struktur halus yang berada dibelakangnya, serta membantu
memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah
(Pearce, 1999:318). Sklera yaitu lapisan berwarna putih di bawah konjungtiva
serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras untuk
membentuk bola mata (Perdami, 2005:1). Bilik mata depan merupakan suatu
rongga yang berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak (Perdami,
2005:1). Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah
lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke
dalam mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang mengisi bilik mata,
sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah
untuk memberi nutrisi pada bagian mata (Perdami, 2005:1).
Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata,
dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris (Perdami, 2005:1). Bila cahaya lemah
iris akan berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih
banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil
sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan. Lensa mata adalah suatu struktur
biologis yang tidak umum. Transparan dan cekung, dengan kecekungan terbesar
berada pada sisi depan (Seeley, 2000:514). Lensa adalah organ fokus utama, yang
membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat,
menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul
elastik yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum
suspensorium. Dengan mempergunakan otot siliare, permukaan anterior lensa
dapat lebih atau agak kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda-benda
dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi visual (Pearce,1999:31). Badan Kaca
(Vitreus) bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut juga sebagai badan
kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan bening dapat meneruskan cahaya
yang masuk sampai ke retina (Perdami, 2005:2).
Retina merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah
mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus
optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkasberkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor, lensa dan
badan vitreus guna merangsang ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang
diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak,
untuk ditafsirkan. Kedua daerah visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga
menimbulkan lukisan dan bentuk (Pearce, 1999:319). Papil saraf optik berfungsi
meneruskan rangsangan cahaya yang diterima dari retina menuju bagian otak
yang terletak pada bagian belakang kepala (korteks oksipital) (Perdami, 2005:2).
Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina
adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi
dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun
penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan.
Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina,
terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat
khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di
antaranya, disebut granula. Ujung proximal batang-batang dan kerucut-kerucut itu
membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler dalam retina.
Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis kedua dengan
sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini merupakan
serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini bergerak ke
belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan
khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visuil khusus dalam lobus
oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan (Pearce, 1999:320).
2. Fisiologi mata
Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa mata
dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai otak melalui saaf
otik, sehingga mata secara terus menerus menyesuaikan untuk melihat suatu benda
(Suyatno,1995:159). Iris bekeja sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk ke dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada
suasana terang pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis,
jadi di luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk lebih
jauh ke dalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf kesadaran. Sistem
yang terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai peranan penting dalam melihat
di subut alat visual. Mata mengendalikan lebih dari 90 % dari kegiatan sehari-hari.
Dalam hampir semua jabatan visual ini memainkan peranan yang menentukan. Organ
visual ikut bertanggung jawab atas timbulnya gejala kelelahan umum.
kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup
lama (Siswanto, 2000).
Menurut Imansyah (2003) kelelahan mata ditandai oleh :
a. Iritasi pada mata atau konjungtivitas (konjungtiva berwarna merah dan
mengelurkan air mata).
b. Penglihatan ganda (double vision).
c. Sakit kepala.
d. Daya akomodasi dan konvergensi menurun.
e. Ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dan kecepatan persepsi menurun.
Tanda-tanda tersebut diatas terutama akan ditemukan bila eliminasi tempat
kerja tidak memadai dan orang bersangkutan mempunyai kelainan reflaksi yang tidak
dikoreksi. Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal
pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan
syaraf. General and nervous fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang akan
dilakukan oleh seseorang memerlukan konsentrasi, kontrol otot, dan gerakan-gerakan
yang sangat tepat. Kelainan syaraf ditandai oleh waktu reaksi yang memanjang,
gerakan-gerakan menjadi lambat dan gangguan-gangguan pada fungsi-fungsi motor
dan psikologis. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan terjadi
kelelahan kronis yang ditandai oleh : sakit kepala dan vertigo, sulit tidur, tidak suka
makan, badan lemah dan lesu. Kelelahan visual dan syaraf dapat pula terjadi secara
bersamaan (Siswanto, 2000).
Kelelahan mata dapat terjadi pada kualitas pencahayaan yang jelek, misalnya
pada pencahayaan pada daerah tugas visual jauh lebih terang dari pada di
sekelilingnya. Hal ini berakibat mata harus sering melakukan pengaturan (adaptasi
dan akomodasi) pada saat pandangan bergerak dari bagian yang terang kebagian yang
gelap. Dari bagian yang gelap kebagian yang terang secara berulang-ulang
(Atmodipoero, 2000).
Mata yang lelah (astenipia) akan memberikan keluhan mata berair, ngantuk,
sakit dan sukar dibuka. Mata lelah dapat diakibatkan letih, mata berbakat juling atau
foria, kaku akomodasi, astenopia akomodatif, astenopia konvergensi, kongesti pasif
mata dan hysteria (Ilyas, 1998).
2. Usia dan akomodasi
Menurut Siswanto (2000) usia mempunyai pengaruh yang penting terhadap
akomodasi dengan meningkatnya usia, elastisitas lensa akan semakin berkurang.
Keadaan ini akan menyebabkan menurunnya kemampuan lensa untuk menfokuskan
obyek pada retina sehingga titik dekat akan bergerak menjauhi mata. Sedangkan titik
jauh umumnya tidak mengalami perubahan. Menurut usia, letak titik dekat dari mata
rata-rata adalah sebagai berikut :
Pada usia 16 tahun
: 8
cm
: 12,5 cm
: 25
cm
: 50
cm
: 100 cm
Bila jarak mata titik dekat melebihi 25 cm, maka keadaan ini disebut
presbiopia. Kelainan refraksi ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata plus.
Dengan meningkatnya usia, kecepatan akomodasi akan menurun pula (Siswanto,
2000).
3. Masa kerja
Mata yang sering terakomodasi dalam waktu lama akan cepat menurunkan
kemampuan melihat jauh, sehingga dalam ruang kerja perlu diciptakan lingkungan
kerja yang nyaman bagi mata (Hadisudjono, 2007). Mata yang berakomodasi terus
menerus dalam waktu yang lama akan menurunkan kemampuan penglihatan dekatnya
dan menyebabkan nyeri kepala dan nyeri pada mata. Stress pada retina dapat terjadi
bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan (visual field) dan
waktu pengamatannya yang cukup lama (Imansyah, 2003).
4. Jarak pandang kerja
Posisi mata terhadap obyek yang kecil dan dekat penting untuk diperhatikan.
Pandangan mata terhadap obyek yang terlalu dekat dan terus menerus lebih dari dua
jam dapat
dan pedih dan hal ini dapat mempercepat timbulnya miopi (rabun jauh)
terutama pada seorang yang punya bakat (Saman, 2008). Stres yang persisten pada
otot akomodasi (ciliary muscle) dapat terjadi pada seseorang mengadakan inspeksi
pada obyek-obyek yang berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang
lama (Imansyah, 2003). Penyebabnya karena sudah terbiasa melihat benda atau
tulisan dengan sangat dekat sehingga lensa mata terbiasa tebal. Miopi sering dialami
oleh tukang arloji, penjahit, orang yang suka baca buku dan lain-lain. (Saman, 2008).
7. Riwayat penyakit
Jumlah penyakit dan gangguan mata lebih dari 200 macam, tetapi hampir
semua penyakit mata masih dapat dicegah. Kerusakan pada syaraf berawal dari
pergerakan mata. Masalah kerusakan mata yang menyebabkan kejulingan biasanya
berlaku pada seorang dewasa yang mengidap kencing manis dan tekanan darah tinggi.
Pengidap kencing manis dan tekanan darah tinggi akan mengalami diplopia, yaitu
mata mereka nampak dua gambar, padahal hanya ada satu obyek didepan mereka,
(Jamaluddin, 2007). Dari banyak kasus, diabetes adalah penyebab paling dominan
pada gangguan mata.
Diabetes yang menyebabkan gangguan pada retina atau bisa disebut retino
oleh diabetes. Diabetes menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi
makanan pada retina mata bagian belakang. Pembuluh darah yang lemah ini dapat
bocor dan menyebabkan keluarnya cairan atau darah yang dengan sedirinya membuat
bagian tertentu pada retina membesar. Retina adalah tempat cahaya difokuskan, maka
cahaya yang masuk melalui lensa mata tersebut akan membentuk bayangan kabur.
Gambar bayangan kabur itulah yang akan dikirim ke otak. Sehingga tidak dapat
diterjemahkan dengan sempurna. Untuk mengatasi penyakit mata jenis ini, yang
paling penting untuk diperhatikan adalah pola makan. Terutama makanan yang
memiliki kadar gula tinggi, sedapat mungkin harus dihindari (Mangoenprajodo,
2005).
Meningkatnya katarak ada hubungannya dengan penuaan, jumlah tersebut
akan terus bertambah. Di Indonesia prevalensinya sekitar 1,5% dari 200 juta
penduduk, katarak menempati urutan pertama bagi penyebab kebutaan yaitu 70%,
12,3% akibat glukoma, dan sisanya akibat kelainan refraksi mata (Haroen, 2005).
Glukoma adalah keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih 20 mmHg
disertai dengan gangguan lapang pandang dan atropi saraf optik (Ilyas, 1991).
Katarak merupakan bagian dari proses penuaan, katarak terjadi karena
kejernihan lensa berkurang dengan bertambahnya usia. Cairan dan protein dalam
lensa yang membuat lensa keruh, semakin tahun akan semakin mengeruh. Akhirnya
isi lensa bisa meleleh, lensa pecah, lalu tumpah ke ruang-ruang dalam bagian bola
mata yang bisa menimbulkan komplikasi. Obat tetes mata katarak bukan merupakan
obat penyembuhan, tetapi hanya berguna untuk memperlambat matangnya katarak
(Mangoenprasodjo,.2005)
Radang mata (konjungtifitis) adalah iritasi atau peradangan akibat infeksi pada
bagian selamput yang melapisi mata. Gejalanya mata merah, terasa nyeri, berair,
gatel, keluar kotoran (beleken) dan pengelihatan kabur. Penyakit ini mudah menular
dan bisa berlangsung hingga berbulan-bulan (Hilmansyah, 2008).
C. Pemeriksaan Visus
Ketajaman penglihatan digunakan untuk menentukan penggunaan kaca mata di
klinik yang dikenal dengan visus. Visus penderita bukan saja memberi pengertian
tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi
keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara keseluruhan. Pada penentuan visus,
para ahli mata menggunakan kartu snellen yang mempunyai ukuran huruf dan jarak yang
sudah ditentukan (Gabriel, 1996).
Pada pinggir tiap baris kartu snellen ada kode angka, yang menunjukan beberapa
meter huruf dengan ukuran tertentu masih dikenali mata normal. Ada juga angka-angka
dipinggir lainnya yang menunjukan nomor baris supaya secara cepat mengetahui visus
dengan hanya menanyakan baris nomor berapa masih bisa dibaca (Perdami, 1984).
Menurut
Djoyodibroto
(1999)
teknik
pemeriksaan
dan
penilaian
visus
Teknik pemeriksaan
a.
b.
c.
Diminta untuk membaca sampai baris terkecil yang masih dapat dibaca
olehnya. Hasil yang didapat merupakan tajam penglihatan sebelum koreksi.
d.
e.
Dicoba dengan lensa positif atau negatif terkecil dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat
membaca huruf baris terbawah.
f.
Apabila dengan penambahan lensa positif atau negatif belum juga dapat
mencapai tajam penglihatan normal, dilakukan melalui pemeriksaan lubang
intip.
g.
2.
Penilaian
a. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan dengan pembilang merupakan jarak
pemeriksa dan penyebut adalah angka yang terkecil yang masih terbaca.
b. Tajam penglihatan normal adalah 6/6.
c. Hasil koreksi kacamatanya sesuai dengan kekuatan lensa positif atau negatif
dengan atau tanpa lensa silinder negatif pada sumbu terpasang.
d. Apabila penderita tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu snellen maka
dilakukan uji tes hitung jari.
e. Ketajaman penglihatan pada tes ini diberikan simbol angka 1/300, apabila
penderita hanya dapat membedakan gelap dan terang. Ditetapkan pula
kemampuannya menentukan arah sumber cahaya.
Koreksi adalah usaha memperbaiki visus dengan kacamata. Koreksi mata dapat
dilakukan dengan menempatkan lensa sferis positif atau negatif mulai dari yang paling
ringan. Penderita tetap melihat pada kartu snellen dengan merasakan ada tidaknya
penambahan visus, bila sampai dengan ukuran tertentu pada penambahan lensa sferis
visus tidak naik maka dicoba dengan penanbahan lensa silinder positif atau negatif
(Soemarsono, 1998).
Dalam melakukan pekerjaan, seseorang sering mengalami masalah antara lain tidak
hadir karena berbagai sebab misalnya sakit, kecelakaan akibat kerja, konflik antara
sesama pekerja. Masalah tersebut
dapat
menghambat
terwujudnya kesehatan
keselamatan kerja (K3) (Yacub, 2005). Kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk
mempersiapkan, memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka pengadaan, serta
menggunakan tenaga kerja yang sehat fisik, mental maupun sosial secara maksimal
sehingga produktivitas optimal (Sahab, 1997).
Menurut Neuman (1995) dikutip dari George (1995), di dalam istilah
keseimbangan sistem, garis normal pertahanan menggambarkan keseimbangan dari waktu
ke waktu. Ini dipertimbangkan menjadi level keseimbangan yang biasa bagi sistem
tersebut atau bagian kondisi baik / sehat yang normal dan digunakan sebagai pangkal atau
garis dasar untuk menetapkan penyimpangan dari kondisi baik atau sehat untuk sistem
klien. Keseimbangan/kestabilan digambarkan dengan garis normal pertahanan yang
sebenarnya merupakan serangkaian respon terhadap lingkungannya.
Menurut Neuman (1995) di kutip dari George (1995), lingkungan adalah seluruh
faktor atau pengaruh dalam maupun luar yang mengelilingi klien. Pengaruh klien pada
lingkungan dan lingkungan pada klien kapanpun bisa positif maupun negatif. Variasi
dalam sistem klien dan lingkungannya dalam sistem klien dan lingkunganya dapat
mempengaruhi perintah dari reaksinya.
Lingkungan dalam (internal) ada di dalam sistem klien. Semua kekuatan dan
pengaruh-pengaruh interaktif semata-mata ada didalam batasan-batasan sistem klien yang
membangun lingkungan tersebut. Lingkungan luar (external) ada diluar sistem klien.
Semua kekuatan dan pengaruh-pengaruh interaktif yang ada diluar batasan-batasn sistem
tersebut diidentifikasi sebagai lingkungan luar (external).
Tekanan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu tekanan interpersonal, yaitu tekanan yang
terjadi di luar batasan sistem klien, yang terdekat dengan sistem dan memiliki akibat pada
sistem. Tekanan Intrapersonal terjadi didalam batasan sistem klien dan berhubungan
dengan lingkungan dalam. Tekanan extrapersonal juga terjadi di luar batasan sistem
tetapi ada pada jarak yang lebih besar dari sistem dari pada tekanan interpesonal. Tekanan
interpersonal dan extrapersonal berhubungan dengan lingkungan luar (Neuman,1995) di
kutip dari George (1995).
Menurut Neuman (1995), pencegahan di bagi menjadi tiga. Pencegahan pertama
terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap sebuah tekanan, ini mencakup promosi
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Pencegahan pertama fokus pada memperkuat
garis fleksibel pertahanan melalui pencegahan tekanan dan mengurangi fator-faktor
risiko. Pencegahan ke dua terjadi setelah sistem tersebut bereaksi terhadap tekanan dan
tersedia di dalam istilah adanya gejala-gejala. Pencegahan ketiga terjadi setelah sistem
tersebut dilatih melalui strategi pencegahan kedua. Tujuannya adalah untuk memelihara
kondisi sehat atau melindungi penyusunan sistem klien melalui dukungan kekuatan yang
ada dan selanjutnya menghemat energi
D. Kerangka Teori
Stressor
Faktor faktor yang mempengaruhi
visus: umur, kelelahan mata, jarak
pandang, riwayat pekerjaan, riwayat
penyakit, perawatan mata, masa kerja
Garis pertahanan
Garis pertahanan fleksibel
Garis resistensi
Derajat Reaksi
Pencegah Primer :
Mengurangi efek stressor
Memperkuat garis
pertahanan fleksibel
Pencegah Sekunder :
Penemuan Dini kasus
Pengobatan gejala
Rekonstitusi
Penurunan
visus
Pencegah tersier
:
Readaptasi
Reeduksi
Pemeliharaa
n stabilitas
Struktur Dasar :
Genetic
Kekuatan Fisik
Kemampuan kognitif
Sistem nilai
Gambar 2.1. Kerangka Teori Hubungan Faktor Resiko Terjadinya Penurunan Visus
Modifikasi dari Model Sistem Neuman ( George, 1995 )
E. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Kelelahan mata
Umur
Variabel terikat
Masa kerja
Jarak pandang
Visus
Perawatan mata
Riwayat pekerjaan
Riwayat penyakit
F. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kelelahan mata dengan visus para pekerja pembuat bulu mata di
desa Banjarsari
2. Ada hubungan antara umur dengan visus para pekerjaan pembuatan bulu mata di desa
Banjarsari.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan visus para pekerja pembuat bulu mata desa
Banjarsari.
4. Ada hubungan antara jarak pandang dengan visus para pekerja pembuat bulu mata di
desa Banjarsari.
5. Ada hubungan antara perawatan mata dengan visus para pekerja pembuat bulu mata
di desa Banjarsari.
6. Ada hubungan antara riwayat pekerjaan dengan visus para pekerja pembuat bulu mata
di desa Banjarsari.
7. Ada hubungan antara riwayat penyakit dengan visus para pekerja pembuat bulu mata
di desa Banjarsari.