Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KAJIAN FARMAKOTERAPI

Identitas Pasien
No. Med Rec

: 349-27-53

Alamat

: Jl. Mokmer II

Nama

: Tn. M

Blok C No. I RT

Usia

: 70 tahun

01/07,

Sawah

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Besar,

Jakarta

Agama

: Islam

Pusat

Pendidikan

: Diploma

Pekerjaan

: Pensiunan

Care-giver

: Istri

Pasien

Suku

: Jawa

BB: 51 kg, ; TB: 165 cm,

Pembiayaan kesehatan : Asuransi


Inhealth Silver

IMT: 18,75 kg/m2

: Rawat inap

Data Pasien pada tanggal 7 April 2011


No

Masalah

Terapi, dosis, waktu pemberian

.
1.

Diagnosis
HCAP
(Health-care

associated

pneumoniae)

Ulkus

dekubitus

grade

II

Ceftazidime 3 x 1 g

Levofloxacin drip 1 x 500 mg

Flumucyl (N-asetilsistein) syrup 3 x CI

Inhalasi Bisolvon : Ventolin = 1:1 per 8 jam

(regio

sakrum)
5.

Riwayat hematemesis e.c stress ulcer


dd/ gastritis erosif

6.

Oksigen 3 liter / menit (nasal kanul)


Perawatan luka
Perpindahan posisi berbaring secara berkala
Omeprazole iv 2 x 40 mg

Sucralfat 4 x CI
Regular insulin (kerja cepat), correctional dose 3 x

DM tipe 2

per hari; jam sebelum makan porsi besar

8.
9.

10.

11.

12.

GDS < 200 0 unit

GDS 200-250 5 unit

GDS 251-300 10 unit

GDS 301-350 15 unit

GDS > 350 20 unit


Penerangan yang cukup dan kacamata baca harus

Gangguan penglihatan
Hipoalbuminemia

dengan

tersedia
intake Diet per NGT blender 1900 kal (3 porsi kecil dan

kurang

3 porsi besar)

Hipertensi grade I dengan riwayat

IVFD NaCl 0,9% 500 ml/ 8 jam


Captopril 2 x 25 mg

CVD dengan hemiparesis sinistra

Simvastatin 1 x 10 mg

Asam folat

Hematuria

mikroskopik

e.c

BPH

Vitamin B12
Observasi dan evaluasi

dengan trauma

Imobilitas

Konsul bedah urologi


Heparin SC 2 x 5000 cc profilaksis trombosis

Minimalisasi manipulasi pada kateter

1.

vena
Keterangan
Pasien sedang ACS tipe hipoaktif, dan tidak boleh

Hendaya
Imobilitas

banyak berubah posisi untuk menghindari manipulasi


pada kateter
2.
3.
4.

Gangguan penglihatan
Inanition (Malnutrisi)
Depresi
Pemeriksaan Penunjang
Faal Hati

Intake sulit
Pasien dalam keadaaan ACS tipe hipoaktif
Hasil
SGOT: 17
SGPT: 17
Albumin 2,84
Bilirubin: -tidak ada dataUreum: 20

Faal ginjal

Kreatinin 0,7
CCT : 79,06 ml/menit

Kajian :
1. Ceftazidime
a. Telaah Farmakokinetik
Ceftazidime diberikan secara IV dan IM. Terikat pada protein plasma sekitar 17-20%.
Waktu paruh dalam plasma adalah 1,8 jam. Tidak mengalami metabolisme, dan
diekskresi secara ituhmelalui urin (75-85%).
b. Telaah Farmakodinamik
Ceftazidime merupakan sefalosporin generasi 3, merupakan antibiotik spektrum luas,
altif terhadap bakteri gram negatif, termasuk Pseudomonas. Memiliki efikasi yang lebih
rendah terhadap gram positif, tapi efikasi yang lebih tinggi terhadap organisme resisten.
Ceftazidime bekerja menghentikan pertumbuhan bakteri dengan berikatan pada satu atau
lebih

penicillin-binding

protein,

yang

kemudian

akan

menghambat

langkah

transpeptidasi akhir dalam sintesis dinding sel bakteri.


c. Potensi Interaksi
Pemberian bersama antibiotik betalaktam lainnya (amoxicillin , ampicillin) akan
meningkatkan kadarn plasma dengan cara mengurangi klirens ginjal. Pemberian bersama

obat-obatan yang membutuhkan flora normal usus dalam metabolismenya juga akan
mempengaruhi kadar obat bersangkutan (misal, estrogen, digoksin).
d. Potensi Efek Samping
Peningkatan transien dari transaminase, eosinofilia, diare, reaksi hipersensitivitas,
phlebitis, rash, trombositosis, dan depresi sumsum tulang.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini, pemberian ceftazidime ditujukan untuk mengobati pneumonia.
2. Levofloxacin
a. Telaah Farmakokinetik
Diabsorpsi dengan sangat baik, dengan availabilitas 99-100%. Waktu paruh 6-8 jam,
dengan mencapai kadar plasma puncak dalam waktu 1 jam. Terdistribusi dengan
konsentrasi tinggi di prostat, jaringan ginekologik, sinus, ASI, dan saliva; pada cairan
serebrospinal ~15% level serum. Dimetabolisme secara minimal di hepar. Diekskresikan
terutama melalui urin (85-90%).

b. Telaah Farmakodinamik
Termasuk golongan fluoroquinolon yang menghambat DNA girase sehingga
mengganggu proses multiplikasi bakteri dan bersifat bakterisidal. Sangat baik sebagai
monoterapi pada infeksi bakteri kelompok Pseudomonas dan pneumokokus.
c. Potensi Interaksi
Pemberian bersama obat-obat yang mengandung besi, alumunium, zink, atau magnesium
(misal, antasida, sukralfa, didanosine) dapat menyebabkan penurunan absorpsi, karena
Levofloxacin dapat berikatan dengan zat-zat tersebut. Oleh karena itu, obat-obatan yang
mengandung zat-zat tersebut sebaiknya diminum 2 jam lebih awal atau setelahnya. Dapat
mempengaruhi gula darah dan meningkatkan efek warfarin. Sebaiknya tidak
dikombinasikan dengan obat-obat yang dapat memperpanjang interval QTc (misal,
antiaritmia kelas IA dan kelas III).
d. Potensi Efek Samping
Keluhan yang lebih umum muncul (1-10%) adalah gangguan pengecapan, mual, sakit
kepala, diare, insomnia, farigitis, konstipasi, dizziness, dispepsia, muntah, nyeri dada,
edema, fatigue, reaksi pada tempat injeksi, dan nyeri. Fluoroquinolon pada umumnya

dihubungkan dengan peningkatan risiko tendinitis dan ruptur tendon, terutama pada
pasien usia lanjut dan dengan terapi steroid. Selain itu, terdapat laporan efek samping
lainnya dengan jumlah lebih sedikit (< 1%), yaitu henti jantung, pemajangan interval QT,
torsade de pointes, takikardi ventrikular, eritema multiforme, SSJ, pansitopenia, TTP,
hepatitis, gagal hati, kejang, dan gagal ginjal akut.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini, pemberian ceftazidime ditujukan untuk mengobati pneumonia.
3. Flumucyl (Asetilsistein)
a. Telaah Farmakokinetik
Cepat diabsorbsi oleh saluran cerna (oral). Onset kerja terjadi dalam 1 menit, dan
puncaknya sekitar 5-10 menit. Konsentrasi plasma puncak dicapai 1-2 jam setelah
pemberian. Terikat protein sekitar 50%. Metabolisme di hati. Ekskresi di urin dan waktu
paru 6,25 jam (oral) dan 5,58 jam (iv).
b. Telaah Farmakodinamik
Asetilsistein memiliki efek mukolitik sehingga menurunkan viskositas sekret paru. Hal
tersebut terjadi akibat aktivitas mukolitik zat ini langsung terhadap mukoprotein dengan
melepaskan ikatan disulfidanya.
c. Potensi Interaksi
d. Potensi Efek Samping
Efek samping yang mungkin timbul adalah spasme bronkus, terutama pada pasien asma.
Selain itu, dapat pula muncul mual, muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan
terbentuknya sekret berlebihan.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini digunakan untuk mengatasi produksi sekret paru akibat pneumonia yang
diderita pasien.
4. Bisolvon (Bromhexine HCl)
a. Telaah Farmakokinetik
Dimetabolisme di hepar. Bioavailibilitas sekitar 20% dan terdistribusi ke jaringan tubuh
serta terikat protein plasma. 85-90% diekskresikan di urin sebagai metabolit..
b. Telaah Farmakodinamik

Obat ini dapat mengecerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang
mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum
c. Potensi Interaksi
Dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik pada jaringan paru
d. Potensi Efek Samping
Efek samping pemberian oral berupa mual, efek pada saluran cerna, peninggian serum
transaminase, vertigo, sakit kepala, dan ruam kulit.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini digunakan untuk mengatasi produksi sekret paru akibat pneumonia yang
diderita pasien.
5. Ventolin (Salbutamol/ Albuterol)
a. Telaah Farmakokinetik
Pada pemberian inhalasi, waktu kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2-5 jam.
Waktu paruhnya 3-6 jam, dengan onset kerja 5-15 menit, dan durasi kerjanya 3-5 jam.
Sebagian kecil terikat dengan protein plasma (10%). Metabolisme di hati dan dinding
usus. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit dan bentuk utuh; sebagian diekskresikan
melalui feses.
b. Telaah Farmakodinamik
Merupakan agonis selektif reseptor 2; memiliki efek dilatasi pada bronkus dan sedikit
efek pada sistem kardiovaskuler.
c. Potensi Interaksi
Terdapat risiko hipokalemia jika dikombinasikan dengan derivate xantin, steroid dan
diuretik.
d. Potensi Efek Samping
Dapat menimbulkan tremor (20%), kecemasan dan insomnia pada anak-anak, mual,
demam, muntah, sakit kepala, batuk, dan reaksi alergi.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Obat ini digunakan untuk mengatasi kontriksi bronkus yang mungkin terjadi akibat
pneumonia.
6. Omeprazole
a. Telaah Farmakokinetik

Diberikan dalam bentuk salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif dalam zat
asam, tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik.
Bioavailabilitas akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh
karena itu diberikan -1 jam sebelum makan. Obat dimetabolisme di hati oleh sitokrom
P450 CYP2C19 dan CYP3A4. Ekskresi terutama melalui urin (77%), namun sebagian di
ekskresi juga feses, terutama melalui empedu (16-19%).
b. Telaah Farmakodinamik
Omeprazol aktif dalam kondisi asam, akan berdifusi di sel parietal lambung, terkumpul
di kanalikuli sekretoar dan diaktivasi menjadi bentuk sulfonamid trisiklik. Bentuk aktif
ini akan mengikat enzim H+K+ ATPase (pompa proton). Ikatan tersebut menyebabkan
penghambatan enzim tersebut sehingga produksi asam lambung terhenti sekitar 80-95%.
Penghambatan berlangsung antara 24-48 jam dan bisa menurunkan sekresi asam
lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsangan histamine, asetilkolin,
atau gastrin. Hambatan yang terjadi sifatnya ireversibel 3-4 hari setelah obat dihentikan
c. Potensi Interaksi
Dapat mempengaruhi eliminasi obat yang mempunyai jalur metabolisme yang sama
seperti warfarin, diazepam, dan siklosporin. Omeprazol dapat menghambat enzim
CYP2C19 sehingga menurunkan klirens disulfiram, fenitoin, dan obat yang
dimetabolisme enzim tersebut. Omeprazole juga menginduksi CYP1A2 sehingga
meningkatkan klirens imipramin, beberapa obat antipsikotik, teofilin). Pemberian
bersama makanan tablet yang pecah di lambung mengalami aktivasi terikat pada
berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan bioavaibilitas turun 50%.
d. Potensi Efek Samping
Efek samping yang umum muncul adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulens, dan
diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit,
batuk, ISPA, nyeri abdomen, regurgitasi asam, dan gangguan pengecap. Dapat pula
menimbulkan efek rebound hipersekresi saat PPI dihentikan.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Untuk mengatasi dugaan stress ulcer dd/ gastritis erosif pada pasien akibat adanya
riwayat hematemesis.
7. Sukralfat
a. Telaah Farmakokinetik

Penyerapan sulkralfat minimal di dalam tubuh, dan bekerja di sepanjang eiptel lambung
dan duudenum. Sucralfat akan membentuk polimer yang lengket mirip lem dalam
suasana asam, polimer ini nantinya akan melapisi epitel. Tidak dimetabolisme, dan
diekskresikan melalui urin. Diberikan saat lambung kososng; 1 jam sebelum makan atau
2 jam setelah makan.
b. Telaah Farmakodinamik
Sukralfat akan berikatan dengan permukaan luka (jaringan nekrotik) dan melapisinya,
melindungi dari kerusakan akibat asam dan pepsin (enzim yang dapat merusak protein).
Sukralfat juga mengikat garam empedu dari hati dan memproteksi epitel dari kerusakan
akibat asam empedu.
c. Potensi Interaksi
Sukralfat dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin, warfarin, fenitoin, dan digoksin. Dapat
menurunkan bioavailabilitas siprofloksasin dan norfloksasin sehingga terjadi kegagalan
antibiotik. Jangan diberikan bersamaan atau diberikan dengan interval 2 jam
d. Potensi Efek Samping
Efek samping tersering adalah konstipasi. Perlu hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal,
karena sulkralfat meningkatkan absorpsi aluminium. Sebaiknya tidak diberikan pada
wanita hamil (Kategori obat: B). Efek samping lain yang dilaporkan adalah sakit kepala,
dizziness, insomnia, veetigo, mulut kering, flatulens, diare, malabsorpsi, mual, muntah,
serta hiperglikemia pada pasien dengan diabetes.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Untuk mengatasi dugaan stress ulcer dd/ gastritis erosif pada pasien akibat adanya
riwayat hematemesis.
8. Lactulac (Laktulosa)
a. Telaah Farmakokinetik
Hanya kurang dari 3% yang diabsorpsi setelah pemberian oral. Laktulosa yang
diabsorpsi tidak dimetabolisme; laktulosa yang tidak diabsorpsi dimetabolisme oleh
bakteri di kolon menjadi asam organik (asam laktat, format, dan asetat). Distribusinya
tidak diketahui. Laktulosa yang diabsorpsi diekskresi melalui urin, sedangkan laktulosa
yang tidak diabsorpsi dan metabolitnya diekskresi minimal melalui feses dan empedu.
b. Telaah Farmakodinamik
Laktulosa menghasilkan efek osmotik, dengan meningkatkan kandungan air di kolon dan
meningkatkan peristaltik. Pencahar ini dihidrolisis di kolon oleh bakteri, terutama

menjadi asam laktat dan sebagian kecil membentuk asam asetat, yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik dan pengasaman pada isi kolon. Karena pengasaman
terjadi inhibisi dari difusi ammonia untuk kembali ke darah. Oleh karena itu, pencahar
ini juga digunakan untuk pengobatan koma hepatikum. Namun, kemampuannya dalam
meningkatkan kandungan air pada feses, dapat pula menyebabkan diare.
c. Potensi Interaksi
Penggunaan bersama dengan antasid dapat menurunkan efek laktulosa melalui
antagonisme farmakodinamik. Tidak boleh digunakan bersamaan dengan laksatif lain
pada pasien dengan ensefalopati hepatik (menyebabkan ketidakmampuan menentukan
dosis laktulosa yang optimal).
d. Potensi Efek Samping
Efek samping yang sering dilaporkan (> 10%) adalah kram abdominal, distensi
abdomen, sendawa, flatulens. Selain itu, pernah dilaporkan juga adanya peningkatan
aktivitas bowel, mual, muntah, hipokalemia, dan hipernatremia.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini diberikan untuk mengatasi kemungkinan konstipasi, dan akibat dari
imobilisasi

9. Captopril
a. Telaah Farmakokinetik
Merupakan obat yang bekerja langsung (bukan prodrug), diberikan secara oral,
diabsorpsi secara cepat, pemberian bersama makanan menurunkan bioavailabilitas
hingga 25-30%. Onset kerja awal sekitar 15-30 menit setelah pemberian PO, dan
puncaknya dalam 60-90 menit. Mencapai kadar puncak plasma dalam waktu -1 jam.
Sekitar 25-30% terikat pada protein plasma. Dimetabolisme di hepar (50%), menjadi
metabolit inaktif, yaitu captopril-cysteine disulfide. Hampir seluruh obat diekskresi
melalui urin (95%).
b. Telaah Farmakodinamik
Merupakan Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor). Kaptopril
mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II melalui inhibisi ACE dengan
cara berkompetisi dengan substrat fisiologisnya (angiotensin I) di tempat aktif ACE.
Inhibisi tersebut berakibat pada penurunan konsentrasi angiotensin II di plasma, sehingga

tekanan darah dapat diturunkan sebagai akibat dari menurunnya vasokonstriksi,


meningkatnya aktivitas renin, dan menurunnya sekresi aldosteron.
c. Potensi Interaksi
Antasida

dapat

mengurangi

bioavailabilitas

ACE

inhibitor.

Capcaisin

dapat

memperburuk batuk yang diinduksi oleh ACE inhibitor. NSAID, termasuk aspirin, dapat
menurunkan respons antihipertensif terhadap ACE inhibitor. Dapat terjadi hiperkalemia
yang diinduksi ACE inhibitor jika digunakan bersama diuretik hemat kalium. ACE
inhibitor dapat meningkatakan kadar plasma dari digoksin dan litium, serta
meningkatkan reaksi hipersensitivitas terhadap alopurinol. Pemberian bersama makanan
dapat menurunkan absorpsi.
d. Potensi Efek Samping
Hiperkalemia, ruam kulit, hipotensi, pruritus, batuk, nyeri dada, palpitasi, takikardi,
gagal ginjal akut, dan hepatotoksik.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini diberikan sebagai obat antihipertensi.
10. Simvastatin
a. Telaah Farmakokinetik
Mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Merupakan prodrug dalam bentuk lakton
yang kemudian dihidrolisis menjadi bentuk aktif asam -hidroksi, terutama mellaui jalur
nonenzimatik dan enzim nonspesifik. Namun, selain itu simvastatin juga dimetabolisme
oleh CYP3A4. Diekskresi terutama melalui feses (60%), dan sebagian melalui urin
(13%). Mencapai kadar plasma puncak dalam waktu 1,3-2,4 jam; bioavailabilitas: 5%.
Sebagian besar terikat dengan protein plasma (95%).
b. Telaah Farmakodinamik
Bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat
enzim HMG CoA reduktase (inhibisi kompetitif).
c. Potensi Interaksi
Pemberian bersama obat yang merupakan inhibitor kuat CYP3A4 (Antibiotik makrolid,
siklosporin, ketokonazol, penghambat protease HIV, takrolimus, nefazodon, fibrat) dapat
menghambat atau berkompetisi dengan simvastatin yang dimetabolisme lewat CYP3A4
sehingga mengakibatkan adanya akumulasi simvastatin dalam plasma. Adapaun
pemberian bersama obat-obat yang menstimulasi CYP3A4 seperti fenitoin, barbiturate,
griseovulvin, dan rifampin akan mengurangi kadar plasma statin.

d. Potensi Efek Samping


Efek samping yang potensial berbahaya adalah myopati dan rabdomiolisis (< 1%). Efek
samping lain yang mungkin terjadi adalah konstipasi, flatulens, ISPA, sakit kepala, rash,
neuropati perifer, peningkatan transaminase dan sindrom lupus. Dikontraindikasikan
pada kehamilan (Kategori X).
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini diberikan simvastatin sebagai tatalaksana dari faktor risiko CVD pada
pasien.
11. Vitamin B12
a. Telaah Farmakokinetik
Absorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SC. Kadar puncak dalam plasma
dicapai 1 jam setelah suntikan im. Absorbsi peroral berlangsung lambat di ileum dengan
2 cara yaitu dengan perantara Faktor Instrinsik Castle (FIC) dan absorbsi langsung.
Kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian. Vit B 12 terikat dengan protein plasma
(sebagian besar pada beta globulin). Didistribusikan ke hepar, sumsum tulang dan
jaringan lainnya. Metabolisme di hati dan ekskresi zat berlebih di ginjal dan saluran
empedu.

b. Telaah Farmakodinamik
Sianokobalamin harus diubah ke bentuk aktifnya dulu untuk dapat aktif dalam tubuh
manusia, yaitu deoksiadenosil kobalamin dan metilkobalamin. Vitamin B12 bersama
dengan asam folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Kedua zat ini penting
untuk sintesis DNA normal.
c. Potensi Interaksi
Efek terapi vitamin B12 dapat berkurang jika dikombinasikan dengan obat yang bersifat
menghambat hematopoiesis seperti kloramfenikol.
d. Potensi Efek Samping
Efek samping berupa reaksi alergi jarang ditemukan. Keluhan yang lebih sering
dikeluhkan (> 10%), yaitu nyeri di tempat penyuntikan, artralgia, dizziness, sakit kepala,
dan nasofaringitis.
e. Makna Klinis bagi Pasien

Pada kasus pasien di atas, vitamin B12 (dengan asam folat) ditujukan sebagai
neuroprotektor.
12. Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA)
a. Telaah Farmakokinetik
Pada pemberian per oral, absorbsi asam folat baik sekali terutama di bagian proksimal
usus halus. 2/3 asam folat terdapat dalam plasma darah terikat pada proterin yang tidak
difiltrasi ginjal. Distribusi merata ke semua sel jaringan dan terjadi penumpukan dalam
CSF. Ekskresi melalui ginjal.
b. Telaah Farmakodinamik
Bagian dari asam folat yang mengandung arti biologik adalah gugus PABA dan gugus
asam glutamat. PmGA bersama dengan konjugat yang mengandung glutamat akan
membentuk kelompok zat, yaitu folat. PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa
koenzim yang berfungsi pada transfer unit karbon tunggal. Reaksi penting yang
menggunakannya , antara lain
1. Sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat
2. Sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam
timidilat
3. Interkonversi beberapa asam amino misalnya antara serin dengan glisin, histidin
dengan asam glutamate, homosistein dengan metionin.

c. Potensi Interaksi
Obat antiepilepsi, obat TB, alcohol, aminopterin, methotrexate, pirimetamine,
trimetoprim, dan sulfonamide dapat menurunkan konsentrasi serum folat dengan cara
antagonisme farmakodinamik. Folat dapat menurunkan konsentrasi fenitoin.
d. Potensi Efek Samping
Gangguan saluran pencernaan, reaksi hipersensitivitas, dan bronkospasme
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada kasus pasien di atas, asam folat (dengan vitamin B12) ditujukan sebagai
neuroprotektor.
13. Heparin
a. Telaah Farmakokinetik

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara SC atau IV.
Bioavailabilitasnya bervariasi jika diberikan secara SC, dan efek koagulan terjadi setelah
20-30 menit setelah suntikan SC. Jika diberikan IV efek antikoagulan segera timbul.
Heparin cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya bergantung pada dosis
yang diberikan. Terikat secara ekstensif kepada protein plasma. Metabolit inaktif
diekskresi melalui urin; heparin diekskresikan dalam bentuk utuh melalui urin bila
digunakan dosis besar iv.
b. Telaah Farmakodinamik
Heparin berikatan dengan antitrombin III (AT-III) yang berfungsi menghambat protease
faktor pembekuan termasuk IIa, Xa, dan IXa dengan cara membentuk kompleks yang
stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat dengan AT-III
mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Heparin berat molekul
tinggi memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat dengan nyata
pembekuan darah. Adapun heparin berat molekul rendah efek antikoagulannya terutama
melalui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin.
c. Potensi Interaksi
Obat antiplatelet seperti aspirin dan dipiridamol dapat mempresipitasi perdarahan.
NSAID dapat meningkatkan risiko perdarahan. Peningkatan efek heparin terjadi jika
dikombinasikan dengan dextrans, penisilin dosis tinggi dan sepalosporin, fenilbutazon,
asparaginase, streptokinase, dan beberapa media kontras

d. Potensi Efek Samping


Bahaya utama dari pemberian heparin adalah perdarahan. Jumlah episode perdarahan
meningkat dengan meningkatnya dosis total per hari. Perdarahan ringan dapat diatasi
dengan penghentian pemberian heparin, sedangkan perdarahan cukup berat perlu
diberikan suatu antagonis heparin, yaitu protamin sulfat. Efek samping lain yang cukup
sering muncul adalah heparin-induced thrombocytopenia (10-30%). Dilaporkan juga
dapat terjadi reaksi hipersensitivitas, dan pada pemberian jangka panjang dapat terjadi
mialgia, nyeri tulang dan osteoporosis.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini, diberikan heparin SC dengan dosis 2 x 5000 unit per hari sebagai
profilaksis tormbosis vena sebagai akibat imobilisasi.

14. Insulin
a. Telaah Farmakokinetik
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibedakan menjadi 3: kerja cepat, kerja sedang, dan
kerja lama. Cara pemberiannya, dapat IV, IM, atau SC). Pemberian IV umumnya
digunakan pada keadaan ketoasidosis, sedangkan sebagai terapi reguler DM, diberikan
secara SC. Pada insulin kerja cepat, onset kerjanya 0,1-0,7 jam, dengan puncaknya 2,5-5
jam. Masa kerjanya 5-8 jam. Insulin beredar dalam darah sebagai monomer plasma,
volume disribusinya hampir sama dengan volume cairan ekstrasel. Insulin dimetabolisme
di hepar (> 50%), ginjal (>30%), dan jaringan adiposa/otot (20%).
b. Telaah Farmakodinamik
Insulin merupakan hormon protein yang menstimulasi ambilan glukosa oleh sel-sel
perifer. Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa darah adalah hepar,
otot, dan adiposa. Peran utamanya adalah ambilan, utilisasi, dan penyimpanan nutrien di
sel (efek anabolik).
c. Potensi Interaksi
Beberapa hormon bersifat antagonis terhadap efek hipoglikemik insulin, misalnya
glukokortikoid, tiroid, dan estrogen. Adrenalin menghambat sekresi insulin. Salisilat
meningkatkan sekresi insulin. Penggunaan bersama levofloxacin (quinolone) dan
kaptopril dapat meningkatkan efek insulin melalui sinergisme farmakodinamik.
d. Potensi Efek Samping
Hipoglikemia, reaksi alergi dan resistensi, lipoatrofi, lipohipertrofi, alergi lokal, dan
hipokalemia.
e. Makna Klinis bagi Pasien
Pada pasien ini digunakan untuk mengontrol gula darah karena pasien menderita diabetes
melitus tipe 2.

Kesimpulan
Melihat secara keseluruhan, terapi yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi klinis yang
terdapat pada pasien ini. Di antara semua obat yang diberikan di atas, ada kemungkinan
interaksi antara:

Kaptopril dan insulin

Beberapa laporan kasus, studi kasus-kontrol yang kecil, dan sudi farmakologi
mengemukakan bahwa ACE inhibitor meningkatkan risiko hipoglikemia pada pasien
yang mendapatkan insulin atau antidiabetes oral. Mekanisme terjadinya hal tersebut
belum sepenuhnya diketahui. Namun, diduga bahwa kaptopril (ACE inhibitor)
meningkatkan efek insulin dengan cara sinergisme farmakodinamik. Namun, hal
tersebut belum didukung oleh studi yang lebih besar lagi, sehingga makna klinisnya
masih menjadi perdebatan. Demi menjaga keamanan pasien, pada masa awal
pemberian ACE inhibitor bersama dengan insulin harus diobservasi untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia pada pasien.

Kaptopril dan heparin


Heparin dapat meningkatkan risiko hiperkalemia jika diberikan bersama ACE
inhibitor. Hal ini didasarkan bahwa, dari berbagai macam telaah literatur, dikatakan
bahwa heparin menginhibisi sekresi aldosteron, yang menyebabkan hiperkalemia. Jika
pada pasien dengan heparin dan ACE inhibitor terjadi hiperkalemia, maka salah satu
zat harus dihentikan, dan dilakukan koreksi. Oleh karena itu, pada pasien ini perlu
dilakukan observasi kadar kalium plasma.

Karena absorpsi pemberian oralnya berkurang akibat makanan, makan pemberian kaptopril
dilakukan 1 jam sebelum pemberian makan.
Efek samping apapun yang mungkin timbul akibat pemberian obat harus dimonitor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan SG, et al (eds). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007.
2. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi 10. USA: McGrew-Hill
3. Brunton, Laurence L. et.al. Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of
Therapeutics. 11th edition. The McGraw Hill Companies Inc., 2006.
4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscazlo. Harrisons Principles of
Internal Medicine 17th ed. USA: McGraw-Hil. 2008.
5. Baxter K (ed). Stockleys Drug Interactions. Edisi 8. London: Pharmaceutical Press.
2008.
6. Sudoyo AW, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI. 2007.

7. Drugs, OTCs, and Herbals. Diunduh dari http://reference.medscape.com/drugs pada


tanggal 9 April 2011.

Nama Mahasiswa

: Martha Rosana

NPM

: 0706259425

Penilai

: Dr. dr. Suharti K. Suherman, SpFK (K)

Tanggal

: 11 April 2011

Anda mungkin juga menyukai