Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus). Seorang pengidap HIV lambat
laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. AIDS dapat
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga berbagai jenis
penyakit lain dapat berdatangan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur.1
Keadaan rongga mulut merupakan hal yang penting dan dapat dijadikan
sumber informasi diagnosa pada pasien dengan infeksi HIV.1 Berbagai jenis lesi
pada rongga mulut telah banyak dilaporkan sebagai tanda klinis adanya infeksi
HIV.2 Selain itu, lesi rongga mulut tidak hanya dapat mengindikasikan adanya
infeksi HIV, tetapi juga dapat menentukan perkembangan penyakit dari infeksi
HIV tersebut.3 Lesi-lesi oral yang berhubungan dengan infeksi HIV dapat
ditemukan pada 30-80% penderita HIV/AIDS, namun kepedulian dan pengobatan
terhadap lesi tersebut masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 9.1% penderita
HIV/AIDS yang menerima perawatan rongga mulut.4
Diagnosa awal dan pengobatan lesi oral yang berhubungan dengan infeksi
HIV dapat mengurangi angka morbiditas.5 Kemampuan di bidang kedokteran gigi
dan mulut sangat diperlukan untuk mengatasi komplikasi oral pada infeksi
HIV/AIDS. Tenaga medis harus mampu mengenali lesi-lesi oral yang

berhubungan dengan infeksi HIV dan dapat memberikan perawatan yang tepat.
Maka, pada makalah ini akan dibahas secara garis besar manifestasi oral yang
sering ditemukan pada penderita HIV/AIDS serta penanganannya.4

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:
1. Apa saja manifestasi oral yang sering ditemukan pada penderita
HIV/AIDS?
2. Bagaimana cara penanganan terhadap manifestasi oral tersebut?
1.3

Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui manifestasi oral yang

sering ditemukan pada penderita HIV/AIDS serta penanganannya.


1.4

Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut.
-

Sebagai media bagi mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi dalam
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manifestasi oral yang

sering ditemukan pada penderita HIV/AIDS serta penangannya


-

Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kelainan-kelainan rongga


mulut yang dapat ditemukan pada penderita HIV/AIDS

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency


Syndrome (AIDS)

2.1.1

Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV

merupakan virus penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang


dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. HIV merupakan jenis virus golongan
retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV atau menderita AIDS sering disebut
dengan ODHA, singkatan dari orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Penderita
yang terinfeksi HIV dapat dinyatakan sebagai penderita AIDS apabila telah
menunjukkan gejala tertentu yang disebabkan oleh HIV dan tes darahnya
menunjukkan jumlah CD4 <200/mm.6
2.1.2

Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis virus golongan

retrovirus

yang dapat menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS).7 HIV adalah sejenis retrovirus RNA (Ribonucleic Acid) yaitu virus yang
menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. HIV disebut
retrovirus karena memiliki enzim reverse transcriptase. Secara morfologis HIV
terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA. Bagian selubung
terdiri atas lipid dan glikoprotein, glikoprotein terdiri dari gp 41 dan gp 120
(Gambar 1). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Limfosit (T4) yang rentan.8,9

Gambar 1. Struktur Human Immunodeficiency Virus


2.1.3

Patogenesis
Sesudah HIV memasuki tubuh manusia, partikel virus tersebut bergabung

dengan DNA (Deoxribonucleic acid) sel penderita dan akan terinfeksi seumur
hidup.10 Enzim reverse transcriptase ini memungkinkan virus mengubah
informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA dan
kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. 7
Dalam bentuknya yang asli, virus ini merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai virus ini masuk ke sel target. Sel target virus ini
yang paling utama adalah sel Limfosit T, karena sel ini mempunyai reseptor untuk
HIV yang disebut CD4.8 Didalam sel Limfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif.9 Virus ini membunuh sel CD 4 dan mengganggu peranan limfosit dalam
respon imunitas tubuh. Antibodi diproduksi sebagai respon tubuh terhadap virus
tetapi tidak protektif pada saat ini. Antibodi yang diproduksi untuk HIV
menunjukkan terjadi infeksi dan semua orang yang seropositif dianggap mampu

menularkan virus ini.11


Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T4). Limfosit T4 merupakan
pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas
seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel limfosit T4.
Setelah bagian selubung glikoprotein virus gp 120 HIV mengikat diri pada
molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan melepas bungkusnya kemudian
dengan enzim reverse transcriptase merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan menyebabkan
perkembangan bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi
irreversibel dan berlangsung seumur hidup.9
Pada awal terjadinya infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian
dari sel yang diinfeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun
akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4.
Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita
akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara
terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi)
adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan
60 bulan pada orang dewasa.9

Jumlah sel T CD 4 pada darah penderita infeksi HIV merupakan indikator


terpenting untuk mengetahui perjalan penyakit. Infeksi CD4 dari waktu ke waktu
akan menurun demikian juga fungsinya akan semakin kurang. Pada umumnya
penyakit AIDS tidak terjadi sebelum jumlah CD4 mencapai 200/uL bahkan
sebagian besar setelah CD4 mencapai 100/uL.11
Akibat infeksi HIV akan terjadi gangguan fungsi sel T yang akan
menyebabkan

hampir keseluruhan respons imunitas tubuh tidak berlangsung

normal, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi


yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur juga mudah terkena penyakit
kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi
sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.9
2.1.4

Cara Penularan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat ditularkan

melalui kontak dengan darah yang terinfeksi atau cairan seksual. Cairan yang
terinfeksi atau darah perlu berkontak dengan selaput lendir atau luka terbuka agar
virus dapat masuk ke tubuh manusia yang baru.6
Menurut literatur, HIV dapat ditularkan dengan cara:
1.Transmisi Seksual
Penularan

melalui

hubungan

seksual

baik

homoseksual

maupun

heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.


Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina.9,11
2.Transmisi Non Seksual

Penularan yang terjadi tanpa hubungan seksual terbagi kepada transmisi


parental dan transmisi transplasental.
a. Transmisi Parental
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat
tindik yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan narkotik suntik
yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama. Disamping itu
dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu.9,11
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktu menyusui. 9,11

2.1.5

Gejala-gejala klinis HIV/AIDS


The Centers of Disease Control (CDC) mengeluarkan sistem klasifikasi

yang lengkap, yang dapat digunakan untuk mengkategorikan pasien dengan


infeksi HIV sesuai dengan karakteristik klinis tertentu. Tahapan infeksi HIV
menurut sistem klasifikasi CDC, yaitu tahap infeksi HIV akut, infeksi HIV
asimtomatik (masa laten), simtomatik dan stadium AIDS.12

a. Infeksi HIV akut

Setelah seseorang terinfeksi HIV, 4-7 minggu setelah infeksi primer


dimana terjadi replikasi virus yang sangat cepat, akan terjadi sindrom retroviral
akut.13 Orang yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala primer yang
bervariasi antara lain gejala demam, malaise, sindrom limfadenopati, faringitis,
sakit kepala, mialgia dan kadang diseritai ruam.12,13,14 Setelah 4-7 minggu, gejala
dapat menghilang disertai serokonversi, dengan atau tanpa pengobatan. Pada
tahap ini jumlah CD4 berada pada tahap normal yaitu 500 ml/sel.12
b. Infeksi HIV asimtomatik (masa laten)
Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, dimana pasien tetap
memilki anti-HIV positif, tapi pasien tidak mengalami manifestasi fisik dari
infeksi.13 Virus tetap aktif bermultiplikasi, menginfeksi dan menghancurkan sel
imunitas. Tidak terlihat gejala pada pasien, pasien terlihat sehat, dapat melakukan
aktifitas secara normal, namun sudah dapat menularkan virus kepada orang lain.
Masa laten klinis ini dapat terjadi selama 8-10 tahun.12
c. Infeksi HIV simtomatik
Ketika jumlah sel CD4 berkisar antara 200-500 ml/sel, pasien akan mulai
mengalami gejala-gejala klinis akibat penurunan sistem imun yang bermakna,
seperti infeksi pneumonia bakteri, kandidiasis oral, kandidasis vagina, sariawan,
herpes zoster, leukoplakia dan tuberkulosis paru. Di samping itu timbul gejala
klinis seperti demam, keringat berlebih, kelainan kulit, kelelahan, serta penurunan
status nutrisi dan komposisi tubuh.12

d. AIDS

Ketika jumlah limfosit CD4 di bawah 200 ml/sel, sistem imun pasien
sudah lemah sekali sehingga pasien memiliki resiko tinggi untuk terkena infeksi
oportunistik atau keganasan. Penyakit yang merupakan indikator AIDS adalah
toksoplasmosis pada otak; kandidiasis pada esofagus, trakea, bronkus dan paruparu; dan kaposi sarkoma. Kondisi lain yang terjadi pada stadium AIDS ialah
wasting syndrome dimana pasien mengalami kondisi katabolik dan pada pasien
terjadi penurunan berat badan.12

2.2

Manifestasi Oral yang Dapat Ditemukan pada Penderita HIV/AIDS


Pada bulan September 1992, The EC-Clearinghouse on oral problems

related to HIV infection dan WHO Collaborating Centre on Oral manifestations


of the immunodeficiency virus mengklasifikasikan manifestasi oral pada infeksi
HIV (Classification and Diagnostic Criteria for Oral Lesions in HIV Infection.
EC-Clearinghouse on Oral Problems Related to HIV Infection and WHO
Collaborating Centre on Oral Manifestations of the Immunodeficiency Virus).
Selanjutnya pada tahun 2002, pertemuan internasional dilakukan untuk membahas
klasifikasi lesi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV/AIDS dan
klasifikasi EC-Clearinghouse disetujui untuk digunakan sebagai klasifikasi
manifestasi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV/AIDS (tabel 1).15

Tabel 1. Klasifikasi manifestasi oral pada infeksi HIV


Grup 1: Lesi rongga mulut Grup 2: Lesi rongga mulut Grup 3: Lesi rongga mulut yang
yang sering muncul pada yang kadang muncul pada jarang muncul pada infeksi HIV
infeksi HIV

infeksi HIV

Candidiasis

Hairy leukoplakia

Kaposis sarcoma

Non-Hodgkins

penyakit periodontal

gingivitis,necrotizing
ulcerative periodontitis)

Infeksi bakteri:

- Actinomyces israelii

- Mycobacterium tuberculosis

- Escherichia coli
- Klebsiella pneumonia

(linear gingival erythema,


necrotizing ulcerative

- Mycobacterium avium

lymphoma

Infeksi bakteri:

Hiperpigmentasi
melanotik

Cat-scratch disease

Necrotizing (ulcerative)

reaksi obat

stomatitis

(ulcerative,

erythema

Penyakit kelenjar saliva:

multiforme,

lichenoid,

- Mulut kering (berkurangnya


aliran saliva)
- Pembengkakan kelenjar saliva

toxic epidermolysis)

Epitheliod angiomatosis

Infeksi

(Unilateral/bilateral)

Thrombocytopenia
purpura

Infeksi virus:

- Herpes simplex virus


- Human papillomavirus
- Verruca vulgaris
(Varicella zoster virus, herpes
zoster, varicella)

2.2.1

jamur

selain

candidiasis:
- Cryptococcus neoformans
- Geotrichum candidum
- Histoplasma capsulatum
- Mucoraceae (mucomycosis
zygomycosis)
- Aspergilus flavus

Gangguan neurologik:

- Facial palsy

- Trigeminal neuralgia
Candidiasis Oral
Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh
jamur Candida albicans. Kandidiasis oral dapat berupa kandidiasis

pseudomembranous (thrush), Kandidiasis eritematous atropik, dan


angular cheilitis.15
a. Kandidiasis pseudomembranous (thrush)
Kandidiasis pseudomembranous (thrush) berbentuk plak putih
kekuningan dengan permukaan dasar yang eritema (gambar 2). Lesi ini
biasanya terdapat pada lidah, mukosa bukal serta palatum lunak dan keras.
Plak ini dapat dihilangkan dengan mengusapnya menggunakan penyeka
(gauze swab) dan meninggalkan permukaan yang kemerahan. Apabila
seorang pasien memiliki plak putih kekuningan pada mukosa rongga
mulut dengan ukuran lesi yang bertambah besar secara pesat serta pasien
tersebut tidak memiliki riwayat penyakit sistemik ataupun konsumsi
antibiotik dalam jangka waktu yang lama, maka lesi ini dapat dicurigai
sebagai lesi yang berhubungan dengan HIV/AIDS.16

Gambar 2. Kandidiasis pseudomembranous (thrush)


b. Kandidiasis eritematous atropik
Kandidiasis eritematous atropik dapat terjadi dimanapun di dalam
rongga mulut, namun paling sering terjadi pada permukaan dorsal lidah,
palatum dan mukosa bukal. Kandidiasis jenis ini memiliki gambaran klinis
pada permukaan mukosa yang eritema, kering dan mengkilap (gambar 3).
Pasien mengeluhkan adanya perasaan terbakar pada rongga mulut.

Kandidiasis eritematous yang muncul pada lidah akan menunjukan bentuk


eritema yang difus serta atropi pada papila filiform.15,20

Gambar 3. Kandidiasis eritematous atropik


c. Angular cheilitis
Angular cheilitis menunjukkan gambaran klinis pada sudut bibir
yang kemerahan, kering (retak-retak) disertai dengan rasa sakit tegang atau
kaku dan biasanya terjadi bilateral sudut bibir (gambar 4).15
Terdapat beberapa jenis pengobatan untuk kandidiasis oral, hal ini
tergantung dengan tingkat imunosupresi pasien. Untuk pasien dengan
minimal immunocompromised, penggunaan larutan nystatin dengan
berkumur dapat dilakukan 5 kali sehari. Pada pasien dengan tingkat
immunosuppresion yang moderate, antifungal sistemik dapat diberikan.
Fluconazole 200 mg pada dosis pertama dan hari berikutnya dengan dosis
100 mg sekali sehari untuk beberapa hari sampai beberapa minggu.16

Gambar 4. Angular cheilitis

2.2.2

Oral Hairy Leukoplakia (OHL)


Oral hairy leukoplakia (OHL) merupakan lesi rongga mulut yang

sering ditemukan pada infeksi HIV dan disebabkan oleh virus EpsteinBarr. OHL tampak sebagai lesi putih, bentuk lesi tidak teratur, bercak
sedikit menonjol, dan warna putih keabu-abuan, dengan pertumbuhan
keratin seperti rambut pada batas lateral lidah, sehingga dinamakan OHL
(gambar 5). Bentuk lesi seperti rambut disebabkan oleh hiperplasia epitel
yang padat sepanjang 1 cm. Permukaan lesi terkadang berombak dan
bergelombang memberikan gambaran seperti permukaan karpet yang
kasar. Pada umumnya lesi tidak dapat hilang dengan diusap atau
digosok.24,25
OHL menunjukkan adanya lipatan-lipatan tegak vertikal yang putih
pada sisi lateral lidah. Pada awalnya lesi-lesi tersebut mempunyai lipatanlipatan agak putih dan berlekuk-lekuk merah muda disekitarnya yang

saling bergantian sehingga tampak garis vertikal yang khas atau bercakbercak putih tebal yang luas, sedangkan lesi yang lama dapat menutup
seluruh lateral dan permukaan dorsal lidah.24,25

Gambar 5. Oral hairy leukoplakia

Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik maupun lokal. Secara


sistemik pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian terapi antiviral
sistemik, yaitu acyclovir (800 mg 5 kali sehari) dan akan menunjukkan
hasil yang baik setelah terapi 1-2 minggu. Sedangkan secara lokal,
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian podophyllum resin 25%
solution yang saat ini menjadi pilihan terbaik karena obat ini memberikan
periode waktu rekurensi yang lama, selain itu obat ini lebih murah dan
efek sampingnya sedikit.15

2.2.3

Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi merupakan malignansi oral yang sering terjadi

pada infeksi HIV dan disebabkan oleh KSHV (Kaposis sarcoma-

associated herpes virus). Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan


AIDS tampak sebagai penyakit yang lebih ganas dan biasanya telah
menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal. Sarkoma Kaposi pada mulut
awalnya terlihat sebagai makula, nodul dan plak yang datar atau menonjol,
biasanya berbentuk lingkaran dan berwarna merah atau keunguan.1 Lesi ini
terletak pada palatum dengan besar dari beberapa millimeter sampai
beberapa sentimeter (gambar 6). Bentuknya tidak teratur, dapat tunggal
atau multipel dan biasanya asimtomatik, sehingga baru disadari oleh
pasien bila lesi sudah agak besar. Lesi ini sangat agresif dan memiliki
prognosis yang buruk.26 Apabila lesi bersifat asimptomatik maka lesi ini
tidak membutuhkan terapi, namun apabila lesi bersifat simptomatik maka
dibutuhkan tindakan pembedahan, radiasi dan kemoterapi.16

Gambar 6. Sarkoma kaposi


2.2.4

Limfoma Non-Hodgkins
Limfoma non-Hodgkins merupakan limfoma yang sering dikaitkan

dengan infeksi HIV. Pada rongga mulut, limfoma non-Hodgkins tampak

sebagai massa lunak dengan atau tanpa ulser dan jaringan yang nekrosis,
biasa terletak pada gingiva, palatum dan mukosa alveolar.2 (gambar 7)
Prognosis dari lesi ini adalah buruk. Terapi untuk lesi ini dapat berupa
kemoterapi, radioterapi ataupun tindakan pembedahan, tergantung pada
daerah yang terlibat.16

Gambar 7. Limfoma Non-Hodgkins

2.2.5

Penyakit Periodontal
2.2.5.1 Eritema Gingiva Linear
Eritema gingiva linear atau red band gingivitis merupakan
gambaran pita merah di sepanjang gingiva margin meluas kira-kira 2-3
mm tanpa disertai ulseratif dan tanpa kehilangan perlekatan (gambar 8).
Eritema yang muncul disertai oleh warna kemerahan yang difus atau
petechia yang meluas ke arah apikal. Eritema gingiva linear kemungkinan
dapat berkembang cepat menjadi periodontitis ulseratif nekrosis. Eritema
gingiva linear paling sering terlihat pada gigi anterior, namun bisa meluas

ke gigi posterior. Terdapat peningkatan jumlah bakteri dan jamur Candida


pada sulkus gingiva. Jenis bakteri yang dapat diisolasi dari eritema gingiva
linear sama dengan jenis bakteri penyebab penyakit periodontal, seperti
Bacteriodes gingivalis, Bacteriodes intermedius, Actinomyces viscosus,
Fusobacterium nucleatum dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans.15
Pembersihan plak dan kalkulus dapat membantu mengurangi reaksi
inflamasi dan pendarahan. Obat kumur yang mengandung chlorhexidine
gluconate (0,12%) dapat digunakan 2 kali sehari. Antibiotik sistemik
(metrodinazole) dapat diberikan apabila masih terdapat eritema gingiva
linear.15

Gambar 8. Eritema Gingiva Linear


2.2.5.2 Gingivitis Ulseratif Nekrosis
Gambaran klinis dari gingivitis ulseratif nekrosis berbeda dengan
penyakit periodontal yang lain. Daerah ulserasi dan nekrosis pada papila
interdental, yang ditutupi oleh lapisan lunak berwarna kuning atau
pseudomembrane merupakan karakteristik dari lesi gingiva pada gingivitis
ulseratif nekrosis (gambar 9). Tepi ulseratif dikelilingi oleh lesi

eritematous. Lesi ditandai dengan rasa sakit dan mudah berdarah, sering
tanpa rangsangan. Gejala klinis pada penderita adanya ulseratif, punch
out papila, nyeri dan perdarahan merupakan pathognomonic dari
gingivitis ulseratif nekrosis. Pada penderita juga terdapat oral malodor,
limpadenopati yang terlokalisir, demam dan malaise.15

Gambar 9. Gingivitis Ulseratif Nekrosis

Perawatan lokal berupa pembersihan dan debridemen pada daerah


yang terlibat dengan bulatan kapas (cotton pellet) yang direndam dengan
peroksida setelah dilakukan aplikasi anastesi topikal. Pasien harus
berkunjung setiap hari pada minggu pertama dan setiap kali kunjungan
dapat dilakukan debridemen pada daerah yang terlibat serta diintruksikan
prosedur kontrol plak secara bertahap. Antimikroba diberikan sebagai obat
kumur seperti klorheksidin glukonat 0.12%. Antibiotika sistemik seperti
metronidazol atau amoksisilin dapat diresepkan untuk pasien dengan
kerusakan jaringan peridonsium tingkat sedang sampai dengan parah.16

2.2.5.3 Periodontitis Ulseratif Nekrosis


Periodontitis ulseratif nekrosis merupakan gambaran perluasaan
dari gingivitis ulseratif nekrosis, ditandai dengan terjadinya kehilangan
tulang dan kehilangan perlekatan. Pada pasien HIV positif sering dijumpai
adanya nekrosis, ulseratif, dan berkembang cepat menjadi periodontitis,
walaupun beberapa lesi dapat ditemukan sebelum terjadinya AIDS.
Periodontitis ulseratif nekrosis memiliki karakteristik adanya nekrosis
pada jaringan lunak, kerusakan jaringan periodontal yang cepat dan
kehilangan tulang interproksimal. Lesi dapat terjadi dimana saja pada
lengkung rahang dan biasanya terlokalisir pada beberapa daerah gigi,
walaupun periodontitis ulseratif nekrosis generalisata kadang-kadang
muncul setelah terjadi penurunan sel CD4. Kehilangan perlekatan
periodontal dan kehilangan tulang dapat menjadi sangat cepat dan meluas
serta berakhir dengan kehilangan tulang kira-kira 90% selama 12
minggu.15,16
Periodontitis ulseratif Nekrosis memiliki gambaran penyakit yang
sama dengan gingivitis ulseratif nekrosis. Namun yang membedakan
antara kedua penyakit tersebut adalah gingivitis ulseratif nekrosis
mengalami destruksi yang cepat pada jaringan lunak sedangkan
periodontitis ulseratif nekrosis pada jaringan keras. Kondisi ini memiliki
gambaran seperti nyeri yang hebat, kehilangan gigi, perdarahan, halitosis,
ulseratif pada papila gingiva, dan kehilangan tulang dan jaringan lunak
yang cepat. 15,16

Gambar 10. Periodontitis Ulseratif Nekrosis


Perawatan periodontitis ulseratif nekrosis mencakup debridemen
lokal, penskeleran dan penyerutan akar, irigasi dengan menggunakan
antimikroba yang efektif seperti klorheksidin glukonat atau povidin iodin
(Betadine) serta pengendalian higiena oral, termasuk pemakaian
antimikroba untuk obat kumur atau irigasi di rumah. 27 Pemberian
antibiotika seperti metronidazol 250 mg dikombinasikan dengan
amoksisilin klafulanat potassium 250 mg tiga kali sehari selama lima
hingga tujuh hari, dapat menjadi perawatan yang efektif untuk
periodontitis ulseratif nekrosis.28

BAB 3
PEMBAHASAN

Pengenalan manifestasi oral pada infeksi HIV merupakan hal yang penting
karena manifestasi oral tersebut dapat mewakili tanda-tanda adanya infeksi HIV
pada seseorang. Manifestasi oral tersebut telah terbukti sebagai tanda dari adanya
penurunan sistem imun tubuh yang parah dan perkembangan penyakit HIV/AIDS.
Virus

HIV menyebabkan

fungsi

sistem

kekebalan

tubuh

rusak

yang

mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang, akibatnya mudah terkena penyakit


lain seperti penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.16
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh JT Arotiba, dkk di
Aminu Kano Teaching Hospital Nigeria, didapatkan bahwa terdapat 191 dari 205
orang penderita HIV (93,2%) yang memiliki manifestasi oral berupa oral
candidiasis yang terdiri dari kandidiasis pseudomembraneous 93 orang (45,4%),
angular cheilitis 72 orang (35,1%) dan kandidiasis eritematous 26 orang (12,7%).
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashish S. Bodhade, dkk di
India, didapatkan bahwa terdapat 157 dari 399 orang penderita HIV memiliki
manifestasi oral berupa kandidiasis oral. Infeksi jamur Candida merupakan

manifestasi oral yang paling sering ditemukan pada infeksi HIV dan dapat
digunakan sebagai pengenal tanda awal adanya infeksi HIV. Kandidiasis oral erat
kaitannya dengan penurunan jumlah sel limfosit CD4 dan peningkatan jumlah
virus HIV. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashish S.
Bodhade, dkk yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah sel limfosit CD4 <200 cells/mm3 dengan kasus kandidiasis oral.18
Selain kandidiasis oral, manifestasi yang sering ditemukan pada infeksi
HIV adalah oral hairy leukoplakia. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Olutola M. Eweka di salah satu rumah sakit di Nigeria yang
menemukan bahwa oral hairy leukoplakia merupakan manifestasi oral terbanyak
kedua setelah kandidiasis oral pada infeksi HIV. Oral hairy leukoplakia sangat
jarang terjadi pada individu yang sehat sehingga oral hairy leukoplakia merupakan
indikator yang baik untuk mengenali adanya infeksi HIV.

19

Menurut CDC

(Centers for Disease Control and Prevention), oral hairy leukoplakia memiliki
prognosis yang baik dalam memprediksi perkembangan infeksi HIV menjadi
AIDS.15
Selain itu, manifestasi oral yang sering terlihat dan harus diwaspadai
sebagai adanya infeksi HIV adalah penyakit periodontal. Pada penderita
HIV/AIDS, gingiva dapat mengalami inflamasi meskipun tanpa adanya kalkulus,
trauma oklusi ataupun riwayat penyakit sistemik. Inflamasi gingiva ini secara
progresif dapat mengalami nekrosis sebagai tandanya peningkatan jumlah bakteri
secara signifikan dan adanya penurunan sistem imunitas tubuh. Inflamasi pada
gingiva ini dapat secara cepat menjadi menjadi periodontitis yang ditandai dengan

adanya jaringan lunak yang nekrosis dan kehilangan perlekatan ligamen


periodontal dan kerusakan tulang yang secara cepat dan parah.20
Selain itu, beberapa jenis neoplasma sering dihubungkan dengan infeksi
HIV, seperti sarkoma kaposi dan limfoma non-hodgkins. Sarkoma kaposi
merupakan neoplasma yang paling sering ditemukan pada infeksi HIV dan
merupakan indikator perkembangan penyakit menjadi AIDS. 1 Limfoma non
hodgkins juga merupakan limfoma yang sering dihubungkan dengan infeksi HIV
dan dapat ditemukan pada tahap akhir penyakit dengan jumlah limfosit CD4
100 ml/sel.1
Keahlian dokter gigi dibutuhkan untuk menangani secara tepat komplikasi
rongga mulut pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Klinisi harus mampu mengenali
penyakit rongga mulut berkaitan dengan HIV, menentukan perawatan yang tepat
dan merujuk pasien ke dokter spesialis.21
Profesi dokter gigi mempunyai resiko yang tinggi untuk tertular infeksi
ketika sedang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi HIV.22 Karena
dalam perawatan tersebut dokter gigi selalu berkontak dengan saliva dan darah.
Untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada waktu perawatan, dokter gigi
harus melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi pasien dan melindungi
dirinya sendiri.23 Dokter gigi dapat menggunakan teknik pelindung yang akurat
meliputi pemakaian sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinis,
dan isolator karet pada pasien.22

BAB 4
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Berdasarkan klasifikasi EC-Clearinghouse, manifestasi oral yang sering

ditemukan pada penderita HIV/AIDS, yaitu antara lain:


1. Candidiasis
2. Hairy leukoplakia
3. Kaposis sarcoma
4. Non-Hodgkins lymphoma
5. Penyakit periodontal (linear gingival erythema, necrotizing ulcerative
gingivitis,necrotizing ulcerative periodontitis)

4.2

1.

Saran

Klinisi harus mampu mengenali penyakit rongga mulut berkaitan dengan


infeksi HIV

2.

sehingga dapat menentukan perawatan yang tepat bagi

penderita HIV/AIDS
Tindakan sterilisasi dan proteksi diri pada saat melakukan perawatan
sangat diperlukan untuk menghindari resiko terjadinya penularan infeksi
HIV.

MANIFESTASI PENYAKIT RONGGA MULUT YANG SERING


DITEMUKAN PADA PENDERITA HIV/AIDS

MAKALAH

OLEH :

WINATTY KRISMA
04074821417003

Dosen Pembimbing : drg. A. Taufik


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Anda mungkin juga menyukai