Anda di halaman 1dari 2

Bangsa Indonesia Kehilangan Arah

Selasa, 03 Maret 2015 | 16:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menilai, bangsa Indonesia kini
sudah kehilangan arah. Kondisi saat ini sangat memprihatinkan karena bersamaan dengan kondisi
tersebut, sesama anak bangsa juga mulai saling tidak percaya satu sama lain sehingga mengancam
kelangsungan bangsa.
\"Sekarang ini bisa dikatakan terjadi sikap saling percaya yang rendah antarlembaga negara. Terjadi
sikap saling mengintip dan saling menerkam. Kalau bangsa ini dibangun dengan sikap tidak
percaya, maka dapat mengawali kehancuran bangsa,\" kata Arief Hidayat, Senin (2/3/2015), dalam
diskusi Empat Pilar MPR RI di Gedung MPR, Jakarta.
Ia mengungkapkan, dalam buku-buku yang dia pelajari, pada saat Nol Kilometer (tahun 1945),
bangsa Indonesia hidup dalam kondisi saling percaya yang sangat tinggi. \"Saat itu, (pemikiran)
Soekarno bisa bertemu dengan Natsir sehingga ketemu dasar negara kita Pancasila,\" ujar Arief.
Menurut dia, saat ini Indonesia merupakan negara demokrasi, tetapi kenyataannya antarkelompok
tidak ada yang mau mengalah. \"Inggris itu unwritten constitution (konstitusinya tidak tertulis), tetapi
demokrasinya dijalankan dengan benar, maka jadinya benar,\" kata Arief.
Berada di tepi jurang
Sehari sebelumnya, Minggu (1/3/2015), pengamat politik, Yudi Latif, mengatakan, demokrasi
Indonesia seolah berada di tepi jurang. Meruncingnya konflik internal partai, benturan antarinstitusi,
dan meningkatnya kekerasan di tengah masyarakat memperlihatkan bangsa ini sedang menghadapi
persoalan serius.
Demokrasi Indonesia kini semakin sulit untuk dikembalikan ke rel yang benar karena telanjur
rusak. \"Dulu, ada presiden seperti Soekarno yang sangat berwibawa dan mampu menerbitkan
dekrit dalam kondisi darurat. Apakah sekarang ada?\" katanya.
Untuk memulihkan demokrasi, Yudi berpendapat, masyarakat Indonesia harus mundur
sejenak. \"Kita harus mencari titik keseimbangan baru dan konsensus baru dalam politik. Terlebih
lagi, setelah amandemen UUD, ternyata cabang-cabang kekuasaan dalam kondisi setara.
Akibatnya, terjadi konflik antarinstansi,\" ujarnya.
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, menilai,
Indonesia telah memasuki fase \"jebakan demokrasi\".
\"Kita akan sulit bergerak karena politisi didominasi oleh pemilik modal. Masyarakat menengah kita
pun terperangkap karena ada ketergantungan terhadap pemilik modal. Ini berbahaya sekali. Untuk
menuntaskan itu, semua harus ada upaya radikal untuk membalikkan keadaan,\" kata Kristiadi.
Kristiadi mencontohkan, dalam sebuah kegiatan partai politik, seperti musyawarah nasional,
sebenarnya bisa dipertanyakan siapa yang menyumbang kegiatan tersebut. Hal ini penting agar
Indonesia tidak mengalami seperti yang pernah terjadi di Italia dan Kolombia. \"Ketika itu, politisi
justru menjadi jongos dari mafia, para pemodal itu,\" ungkapnya. (ryo)

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2015/03/03/15050031/Bangsa.Indonesia.Kehilangan.Arah

Pendapat
Bangsa Indonesia sekarang ini yang dianggap oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat sudah
kehilangan arah menurut kami bahwa bangsa ini tidak akan pernah bisa maju karena sesama saudara
bahkan antar lembaga saling membunuh, mengkorupsi, dan saling menjatuhkan agar demi keuntungan
diri sendiri dan pencitraan di mata public tentu ini tidak sesuai dengan semangat perjuangan yang
digelorakan oleh para bapak pendiri bangsa yaitu sikap tenggang rasa yakni mementingkan kepentingan
kelompok diatas kepentingan pribadi dan sudah tidak juga menghayati semangat sila 3 dalm pancasila
yaitu persatuan Indonesia.
Sebabnya sekrang nilai-nilai persatuan sudah tidak lagi dikedepankan sikap egoisme, ingin menang
sendiri dan tak mau mengalah menghinggapi para pemimpin di negeri ini. Selain itu para pemimpin dan
para lembaga Negara di Indonesia kita ini tidak tegas dan kurang leluasa dalam bergerak karena mereka
dirundung banyak kepentingan baik kepentingan partai politik tertentu atau para kaum pemilik modal
yang pro dengan kapitalis negara lain. sehingga para pemimpin kita yang ingin turun tangan, bakal
tersandera oleh kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menghentikan niat mereka untuk turun
tangan.
Kita menyadari demokrasi kita dari pemilu ke pemilu semakin tumbuh kita sudah pernah merasakan dari
jaman orde baru yang 3 partai dan yang sekarang ialah sistem multipartai kita ini. Kita tidak bisa
sepenuhnya menyalahkan system multi partai Karen arakyat bebas untuk memilih namun, begitu banyak
partai berlomba memenangkan hati rakyat, dan dalam rangka memenangkan hati rakyat tersebut apakah
tidak memakai modal? Begitu terpilih, untuk membalikan modal selama masa kampanye maka dengan
cara main proyek. Yang berujung pada korupsi.
Selain itu rasa tidak percaya antar masyarakat dan antar lembaga juga disebabkan oleh peran daripada
media massa. Harus diakui bahwa partisipasi media massa, dalam membantu membangun negeri ini
menjadi salah satu negeri penganut sistem demokrasi terbesar didunia, tidak terbantahkan bahkan
sangat signifikan. Mulai dari menjatuhkan rejim kediktatoran Orde Baru dimana pada saat itu
kemerdekaan pers sangat dikekang leh kepentingan penguasa sehingga menjadi tidak independen,
selain itu peran media massa mendidik rakyat Indonesia untuk menjalani hidup sehari-hari mereka
dibawah rejim demokrasi; Dari masyarakat yang kesulitan mengemukakan pendapat mengenai
pemerintah pada jaman orde baru, menjadi masyarakat kritis dan berani menyatakan pendapat serta
opini terhadap situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.
Seiring dengan tumbuh kembang demokrasi, media massapun menikmati hasil perjuangannya, yaitu
terlepas dari segala ketentuan yang membelenggu mereka dari kemerdekaan persnya. Media massa
menjadi bebas dimiliki siapapun, oleh siapapun, bagi siapapun warga negara Indonesia; Memiliki
kebebasan untuk memberitakan berbagai hal, sejauh tidak menyimpang dari kaidah-kaidah dan etika
jurnalistik.
Yang harus mendapat perhatian khusus dan serius dari masyarakat adalah, perihal kepemilikannya. Saat
ini media massa hanya dikuasai segelintir orang. Kondisi seperti ini tentu sangat tidak ideal dan
berbahaya. Pada suatu hari nanti, media akan dijadikan alat perusak sistem demokrasi yang telah kita
bangun. Dan media akan mengalami pembusukan dari dalam dirinya sendiri. Saat ini sedikit demi sedikit
dekomposisi demokrasi sedang berlangsung, melalui media massa yang dikendalikan dan terkontaminasi
oleh agenda tertentu para elit, pemilik modal dan penguasa.

Saya, sebagai salah seorang Rakyat masih mempunyai optimisme bahwa Republik Indonesia, pada
masanya, akan menjadi jaya. Prasyarat utama adalah perilaku religius kebanyakan Rakyat

Anda mungkin juga menyukai