Anda di halaman 1dari 16

Berbagai Macam Kelainan Penyebab

Sindrom Down
Dessy
10 2010 081 E7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan
Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang
berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian
lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan
suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan
fisik dan susunan saraf pusat. 1

Alamat Korespondensi :
Dessy
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta
Email : dessywidjaya@yahoo.com

Anamnesis
Berkaitan dengan penyakit ini kita dapat menanyakan beberapa pertanyaan :

Berapa usia ibu pada saat hamil anak yang menderita ?


Apakah pada saat hamil anak dulu terkena penyakit atau terdapat gangguan?
Dalam keluarga pasien merupakan anak yang keberapa? Dan apakah ada saudara

kandung dari pasien demikian juga?


Apakah di keluarga ada yang menderita seperti pasien ?
Bagaimana perkembangan pasien? Apakah sama dengan teman sebayanya? 2,3

Pemeriksaan Fisik
Kita dapat mencurigai seseorang menderita sindrom down dengan melihat
penampilan fisik seseorang. Ciri khas yang dijadikan acuan adalah biasanya pasien
mempunyai wajah yang khas, yaitu wajahnya membulat, hidung lebar dan datar, terdapat
lipatan epikantus pada mata. Gambaran ini dikatakan facies mongoloid.
Beberapa hal yang dapat diperhatikan untuk memeriksa pasien sindrom down :
1. Bentuk tengkorak
Beberapa kelainan yang tampak pada bentuk tengkorak penderita adalah mikrosephaly,
braciosephaly, occiput yang datar.
2. Mata
Kelainan yang ada pada mata penderita antara lain : up-slanting palpebra fissure, medial
epicanthal folds, Brushfield spots (speckled iris), strabismus (44%), nystagmus (20%),
blepharitis (33%).
3. Gigi dan mulut
Kelainannya berupa mulut yang kecil beserta lidah besar, ceilitis, microdontia, anodontia,
tooth agenesis, malformed teeth, delayed tooth eruption.
4. Leher
Leher pendek , lebar disertai kulit yang berlebihan di leher belakang.
5. Telinga
Ditandai dengan telinga yang kecil dan helix yang berlipat, sering ditemukan gangguan
berupa kronik otitis media dan hilang pendengaran. Diperlukan pemeriksaan auditory
brainstem respons.2,3

Gambar 1. Wajah-wajah Anak dengan Sindrom Down.

Gambar 2. Ciri-ciri Anak Sindrom Down.


Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang sindrom down dapat didiagnosis dengan beberapa cara :
1. Amniosentesis
Pemeriksaan ini dilakukan ketika bayi masih ada di dalam kandungan ibunya. Cairan
amnion berikut sel-sel bebas dari fetus diambil sebanyak 10-20 cc dengan menggunakan
jarum injeksi. Waktu paling baik untuk melakukan amniosentesis ialah pada kehamilan
14-16 minggu. Jika terlalu awal dilakukan cairan amnion belum cukup banyak, sedang
jika terlambat melakukannya, maka akan lebih sulit untuk membuat kultur dari sel-sel
fetus yang ikut terbawa cairan amnion. Kemudian dibiakkan dan 2-3 minggu kemudian
diperiksa kromosomnya untuk dibuat kariotypenya.

Gambar 3. Amniosentesis.
2. Studi sitogenetik
Diagnosis sindrom Down perlu ditegakkan dengan studi sitogenentik. Dengan kariotyping
dapat diketahui gambaran kromosom dan rekurensi.

Gambar 4. Kariogram dan Kariotipe Sindrom Down


3. Fluorescence In Situ Hybridization (FISH)
Pemeriksaan ini dapat mengetahui apakah pasien menderita tipe mosaik dari sindrom
down. Pemeriksaan ini diindikasikan bagi mereka yang memiliki onset alzeimer pada usia
dini atau keterlambatan mental. Untuk memastikan apakah menderita tipe mosaik dari
sindrom down.
4

4. Untuk menunjang diagnosis dapat dibuat juga pedigree atau silsilah keluarga. Tujuannya
adalah mengetahui apakah pada pihak keluarga ada yang menderita seperti ini
sebelumnya. 4
Working Diagnosis
Diagnosis dari sindrom Down berdasarkan atas adanya gejala-gejala klinis yang khas,
serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
radiologi pada kasus yang tidak khas. Pada pemeriksaan radiologi, didapatkan
brachycephalic, sutura dan fontanela yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya
melebar disertai sudut asetabulat yang lebih lebar, terdapat pada 87% kasus.
Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita sindrom Down adalah untuk mencari
adanya translokasi kromosom. Kalau ada, maka kedua ayah ibunya harus diperiksa. Kalau
dari salah satu ayah / ibunya karier, maka keluarga lainnya juga perlu diperiksa, hal ini sangat
berguna untuk pencegahan.
Kemungkinan terulangnya kejadian sindrom Down yang disebabkan translokasi
kromosom adalah 5-15%, sedangkan kalau trisomi hanya 1%.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili korionik, dapat
dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan. Dengan kultur jaringan dan kariotiping 99%
sindrom Down dapat didiagnosis antenatal. Diagnosis antenatal perlu pada ibu hamil yang
berumur lebih dari 35 tahun, atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan
sindrom Down. Bila didapatkan bahwa janin yang dikandung menderita sindrom Down,
maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tuanya.
Pemeriksaan sindrom Down secara klinis pada bayi seringkali meragukan, maka
pemeriksaan dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom Down
menunjukkan adanya gambaran yang khas. Dermatoglifik ini merupakan cara yang
sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup tinggi dalam
mendiagnosis sindrom Down.1

Gambar 5. Garis Tangan pada Sindrom Down.


5

Epidemiologi
Kelainan ini ditemukan di seluruh dunia pada semua suku bangsa. Diperkirakan angka
kejadian 1.5:1.000 kelahiran dan terdapat 10% di antara penderita retardasi mental. Secara
statistik ditemukan lebih banyak dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun,
walaupun tidak jarang juga ditemukan pada bayi yang dilahirkan ibu yang masih muda. Pada
golongan terakhir ini, kelainan kromosomnya berupa suatu translokasi. 5
Insidensinya sebagai berikut:
o
o
o
o
o

Usia 15-29 tahun - 1 kasus tiap 1500 kelahiran hidup


Usia 30-34 tahun - 1 kasus tiap 800 kelahiran hidup
Usia 35-39 tahun - 1 kasus tiap 270 kelahiran hidup
Usia 40 44 tahun - 1 kasus tiap 100 kelahiran hidup
Usia lebih dari 45 tahun - 1 kasus tiap 50 kelahiran hidup 4

Patofisiologi
Seperti telah diketahui penyebab dari sindrom Down kebanyakan disebabkan oleh
adanya trisomi dari kromosom 21. Kelebihan kromosom ini meningkat seiring dengan
pertambahan usia dari ibu. Beberapa terori telah diajukan untuk menjelaskan mengapa
insidens sindrom Down meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Sebagian besar
perkembangan sel benih pada wanita terselesaikan sebelum lahir; oosit terhenti
perkembangannya pada profase meiosis I selama trimester kedua gestasi. Salah satu teori
menyatakan bahwa kelainan biokimiawi yang mempengaruhi kemampuan pasangan
kromosom untuk memisah secara normal, menumpuk di sel-sel ini seiring dengan waktu dan
bahwa, tanpa sumber sel telur baru yang segar, proporsi telur yang mengalami nondisjunction
meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu.
Hipotesis lain mengusulkan bahwa perubahan struktural, hormonal dan imunologis
yang terjadi di uterus seiring dengan pertambahan usia menghasilkan lingkungan yang tidak
mampu menolak pertumbuhan mudigah yang cacat. Karena itu, uterus yang tua lebih besar
kemungkinannya menunjang konseptus trisomi 21 hingga aterm tanpa bergantung pada siapa
yang memberi tambahan kromosom.
Adanya penambahan jumlah kromosom memberikan efek pada semua organ. Hal ini
menjelaskan mengapa berbagai macam kelainan organ terjadi pada orang yang mengidap
sindrom ini.2

Etiologi
6

Kelainan kromosom terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinankemungkinannya adalah :
1. Non disjunction sewaktu osteogenesis (trisomi)
Sebagian besar orang dengan sindrom down memiliki 47 kromosom . bila lahir dari
orang tua yang memiliki kariotype normal maka biasanya disebabkan oleh nondisjunction
sewaktu agregasi meiotik yang berarti kegaglan dua kromosom homolog untuk berpisah
satu sama lain saat anafase. Kelainan nondisnjunction ini semakin meningkat seiring
dengan usia ibu. Semakin tua ibu itu hamil (biasanya di atas usia 35 th) akan semakin
tinggi resiko menderita sindrom ini.

Gambar 6. Mongoloid karena Non Disjunction


2. Translokasi kromosom 21 dan 15
Selain akibat kesalahan nondisjunction ini sindrom down juga dapat disebabkan karena
translokasi robertsonian. Pada translokasi ini terjadi penempelan bagian DNA atau
kromosom dengan kromosom lain. Paling sering bagian kromosom 14 dan 21, sehingga
jumlah kromosom nantinya bukan 47 melainkan tetap 46.

Gambar 7. Mongoloid karena Translokasi Kromosom 21 dan 15


3. Postzygotic non disjunction (mosaicism).
Trisomi 21 biasanya disebabkan oleh nondisjunction di gamet sebelum untuk konsepsi,
dan semua sel dalam tubuh yang terpengaruh. Namun, ketika beberapa sel dalam tubuh
normal, dan sel lain memiliki trisomi 21, ini disebut mosaik Down syndrome (46, XX/47,
7

XX, volume). Hal ini dapat terjadi dalam dua cara: cara nondisjunction semasa
pembelahan awal di embrio normal menyebabkan sebagian kecil dari sel-sel dengan
trisomi 21; atau embrio sindrom Down mengalami nondisjunction dan beberapa sel
embrio kembali ke susunan kromosom yang normal. 3,4,5

Gambar 8. Mongoloid karena Mosaicism


Penyebab kejadian non-disjunctional, yaitu :
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non-disjunctional. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down,
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30%
ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi di daerah
perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya
hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.

3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya non-disjunction.
4. Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow
8

1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan
autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu
kontrol yang umurnya sama.1
5. Umur ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan non-disjunctional pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunkan
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan
secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone)
secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya non-disjunctional.
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari
umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.1
Manifestasi Klinis
Anak dengan sindrom ini sangat mirip satu dengan yang lainnya, seakan-akan kakak
beradik. Retardasi mental sangat menonjol di samping juga terdapat retardasi jasmani.
Kemampuan berpikir dapat digolongkan pada idiot dan imbesil serta tidak akan mampu
melebihi seorang anak yang berumur 7 tahun. Mereka berbicara dengan kalimat-kalimat yang
sederhana, biasanya sangat tertarik pada musik dan kelihatan sangat gembira.
Wajah anak sangat khas. Kepala agak kecil dan brakisefalik dengan daerah oksipital
yang mendatar. Mukanya lebar, tulang pipi tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan
serta sipit miring ke atas dan samping (seperti mongol). Iris mata menunjukkan bercakbercak (Bronsfield spots). Lipatan epikantus jelas sekali. Telinga agak aneh, bibir tebal dan
lidah besar, kasar dan bercelah-celah (scrotal tongue). Pertumbuhan gigi-geligi sangat
terganggu.
Kulit halus dan longgar, tetapi warnanya normal. Di leher terdapat lipatan-lipatan
yang berlebihan. Pada jari tangan tampak kelingking yang pendek dan membengkok ke
dalam. Pada pemeriksaan radiologis sering ditemukan falang tengah dan distal rudimenter.
Jarak antara jari I dan II, baik pada tangan maupun kaki agak besar. Gambaran telapak tangan
tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis besar melintang (simian crease).

Alat kelamin biasanya kecil. Otot hipotonik dan pergerakan sendi-sendi berlebihan.
Kelainan jantung bawaan seperti defek septum ventrikel sering ditemukan. Penyakit infeksi
terutama saluran pernafasan sering mengenai anak dengan kelainan ini. Angka kejadian
leukemia tinggi. Pertumbuhan pada masa bayi kadang-kadang baik, tetapi kemudian menjadi
lambat. 5
Keterlambatan perkembangan biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai
kegagalan mencapai tahapan-tahapan penting perkembangan sesuai usia dan mempengaruhi
semua aspek motorik dan kognitif. IQ rerata 30 dan 70 dan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Salah satu gambaran klinis yang paling prevalen dan dramatis pada
sindrom down adalah kemunculan dini penyakit alzeimer. Kausa utama morbiditas pada
sindrom down adalah penyakit jantung kongenital, infeksi dan leukemia. Usia harapan hidup
sebagian besar bergantung pada adanya penyakit jantung kongenital.4,6,7

Gambar 9. Ciri-Ciri Sindrom Down.

Penatalaksanaan
Anak dengan sindrom Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain
penanganan secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian, disamping
partisipasi dari keluarganya.
A. Penanganan secara medis
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,
kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat
beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus,
yaitu dalam hal :
1. Pendengarannya

10

70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan
tes pendengarannya secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit jantung bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.
Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya, akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaiknya ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan
kerjasama dengan ahli gizi.1
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi
patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang
terakhir ini sampai menimbulkan depresi medula spinalis, atau apabila anak
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.1
B. Pendidikan
Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui
program intervensi dini, Taman Kanak-Kanak, dan melalui pendidikan khusus yang
positif akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.
1. Intervensi dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan
keluarganya, menyebabkan kemanjuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang
tidak mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program
intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan
lingkungan yang memadai bagi anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak
akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang mencakup
aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti
belajar makan, belajar buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan memberi
kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas
11

rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk


perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena ini perlu dipergunakan stimulistimuli yang spesifik.
2. Taman Bermain/Taman Kanak-Kanak.
Taman bermain/taman kanak-kanak juga mempunyai peranan yang cukup penting
pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan
keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga
dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan
bergaul dengan lingkungan diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi
dalam dunia yang lebih luas.1
3. Pendidikan khusus (SLB-C)
Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom Down akan membantu anak
melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan
bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh
perasaan tentang identitas personal, harga diri, dan kesenangan. Lingkungan sekolah
memberi kepada anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik,
akademis dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberi kesempatan anak
untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkannya
menjadi penduduk yang produktif. Kebanyakan anak dengan sindrom Down adalah
mampu didik. Selama selama pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik
dan menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan
mengerti mana yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul
dengan masyarakat. Banyak masyarakat yang menerima anak dengan sindrom Down
apa adanya.1
C. Penyuluhan pada orang tuanya.
Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini
secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap
orang tua selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan
yang pertama kali, reaksi orang tua sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya
singkat, oleh karena pada waktu itu mereka masih belum mampu berpikir secara nalar.
Mungkin pada waktu itu mereka masih dikuasai oleh perasaan kecewa, sedih atau pun
sebagai mekanisme pembelaan dapat saja mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau
menerima atau menolak. Dokter hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua
telah lebih beradaptasi dengan kenyataan yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua
orang tua hadir pada waktu kita memberi penjelasan yang pertama kali, agar mereka
12

dapat saling memberikan dukungan. Dokter harus menjelaskan bahwa anak dengan
sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang sama dengan anak yang
normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua.
Pertemua lanjutan diperlukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu
yang diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan
orang tua tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anaknya. Orang tua
harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang ditemukan dan
antisipasi masalah tumbuh kembangnya. Orang tua harus diberitahu bahwa fungsi
motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down.
Demikian pula kalau ada hasil analisa kromosom, harus dijelaskan dengan istilah yang
sederhana. Informasi juga menyangkut tentang risiko terhadap kehamilan berikutnya. Hal
yang penting lainnya adalah menekankan bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat
dipersalahkan tentang kasus ini. Akibat terhadap kehidupan keluarga ataupun dampak
pada saudara-saudaranya mungkin pula akan muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua
tidak mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota keluarga lainya. Untuk
itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka tentang masalah ini.
Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua
penderita, tetapi ketidak terbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapanharapan yang tidak mungkin dari orang tuanya.
Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak
dengan sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak
dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari ornag
yang senasib biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara
efektif. Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang
dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.1
Komplikasi
Pada pasien yang menderita sindrom Down mempunyai beberapa kemungkinan
komplikasi bila gejala penyakitnya tidak ditangani :
1. Komplikasi jantung
Kebanyakan anak yang mengalami sindrom down memiliki penyakit jantung bawaan.
Yang paling sering terjadi adalah ASD (Atrial Septal Defect), hal ini dapat dideteksi
dengan mendengarkan bunyi jantung bayi yang terdengar bunyi murmur. Biasanya
tindakan intervensi operasi di tunda hingga bayi memiliki kondisi yang cukup kuat untuk

13

menjalankan operasi. Biasanya di tunda hingga bayi berumur 6-9 bulan. Bila keadaan ini
tidak di operasi yang ditakutkan adalah terjadinya sianotik pada pasien.
2. Komplikasi hematologi
Pasien sindrom Down memiliki resiko lebih besar terkena leukemia.
3. Komplikasi endokrin
Pasien dengan sindrom Down memiliki resiko lebih besar terkena diabetes melitus dan
hipotiroid.
4. Komplikasi psikis
Pasien pasien dengan sindrom Down rentan terkena alzeimer pada usia lebih dini.
Selain alzeimer pasien-pasien ini juga pernah dilaporkan menderita gangguan psikis
seperti depresi dan skizophrenia.
5. Komplikasi imunologi
Dilaporkan adanya defisiensi dari sistem imunologi pada penderita sindrom Down.
Adanya penurunan dari imunoglobulin IgA dan IgG menyebabkan pasien sering
menderita infeksi saluran pernafasan yang berulang. Selain itu pasien juga lebih rentan
terkena penyakit autoimun seperti hipertiroid atau hipotiroid.3,4

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sindrom Down difokuskan kepada tindakan
deteksi dini. Tindakan deteksi dini yang dimaksudkan adalah prenatal screening. Cara-cara
yang dapat dipakai:
o Ultrasonography
Tindakan ultrasonography dipakai pada trimester kedua dan ketiga. Lebih baik lagi bila
diikuti dengan pemeriksaan amniosentesis dan pemeriksaan kromosom fetus. Diagnosis
ditegakkan apabila ditemukan: tidak adanya hypoplastic nasal bone, thickened nuchal
fold, echogenic bowel, pemendekan tulang panjang. Temuan ultrasonography sebaiknya
jangan dijadikan acuan primer untuk menegakkan diagnosis. Diperlukan pemeriksaan
penunjang lainnya.
o Invasif tes diagnostik
Tindakan invasif dilakukan dengan menggunakan amniosentesis yang telah dijelaskan
pada pemeriksaan penunjang di atas.
o Non-invasif tes diagnostik

14

Teknik ini dilakukan dengan memeriksa DNA serum dari ibu. Dikatakan pemeriksaan ini
keberhasilannya mendekati 100%. Setelah DNA dari serum ibu di dapat, maka diambil
suatu sekuens DNA yang akan diperiksa kromosomnya. 3,4,5
Prognosis
44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun dan 14% sampai umur 68
tahun. Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini.
Yang terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini
terjadi terutama pada satu tahun pertama kehidupan.
Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini
adalah meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari
populasi yang normal. Timbulnya penyakit Alzheimer yang lebih dini pada kasus ini, akan
menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. Juga anak dengan sindrom Down ini
rentan terhadap penyakit infeksi, yang sebabnya belum diketahui.1

Kesimpulan
Sindrom Down adalah suatu kondisi kromosom yang ditandai oleh adanya salinan
ekstra materi genetik pada kromosom 21, baik di seluruh bagian (trisomi 21) atau (seperti
akibat translokasi). Sindrom Down pada janin dapat diidentifikasi dengan amniosentesis
(dengan resiko cedera janin dan / atau keguguran) selama kehamilan, atau bayi saat lahir.
Kejadian sindrom Down secara statistik diperkirakan lebih umum dengan orang tua
lebih tua (baik ibu dan ayah) akibat peningkatan eksposur mutagenik pada sel reproduksi
beberapa orang tua tua. Faktor lain juga mungkin memainkan peran.
Seringkali sindrom Down dikaitkan dengan beberapa penurunan kemampuan kognitif
dan pertumbuhan fisik, dan satu set tertentu dari karakteristik wajah. Individu dengan
sindrom Down cenderung memiliki kemampuan lebih rendah dari rata-rata kognitif, sering
mulai dari ringan sampai sedang cacat.
Rata-rata IQ anak-anak dengan sindrom Down adalah sekitar 50, dibandingkan
dengan anak normal dengan IQ 100. Sejumlah kecil memiliki parah pada tingkat tinggi cacat
intelektual. Namun banyak anak dengan Down Syndrome yang telah menerima dukungan
15

keluarga, terapi pengayaan, dan bimbingan telah dikenal untuk lulus dari sekolah dan
perguruan tinggi, dan menikmati pekerjaan di angkatan kerja.
Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2005.h.211-20
2. Stephen MJ, William GF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta: EGC; 2011.h. 25-31
3. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1994.h. 259-72
4. Harold C. Sindrom down. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/943216overview, 14 September 2013
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Volume ke-1. Jakarta:
FKUI; 2007.h. 217-9
6. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM. Current pediatric diagnosis and treatment. 18th
edition. United States: McGraw-Hills. p.75-9
7. Hassan R, Alatas H, Latief A, Putra ST, Napitupulu PM, et al. Buku kuliah ilmu

kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta: Percetakan Indomedika; 2007.h. 145-6,169-184

16

Anda mungkin juga menyukai