Masalahnya perusahaan yang terkombinasi dari 3 business model yang dikerjakan secara bersamaan. Perusahaan mengerjakan apa yang seharusnya bukan menjadi fokusnya. Biaya terlalu besar, 3 budaya organisasi yang digabung pada satu bisnis sehingga tidak maksimal. Dengan model ini bisnis dipisah menjadi 3 bagian namun saling melengkapi. Perusahaan harus tahu dimana core businessnya, focus disana, sisanya bisa di outsource. Do not work hard, but work smart! Perusahaan harus memisahkan dan mengkoordinasi 3 model bisnis dengan biaya yang lebih rendah dan menutup efek yang tidak diinginkan (unfocused). Focus only on one thing! Contohnya: Private Bank Swiss yang memisahkan core bisnis banking dan SDM. Mobile Telco company yang akhirnya bersatu dalam jaringan dan bersaing dalam bentuk pelayanan konsumen. 2. Long Tail Masalahnya karena perusahaan hanya membidik profitable-clients saja, berfokus pada jumlah produk yang sedikit namun volume penjualan yang tinggi. Tantangan terjadi ketika perusahaan menargetkan less-profitable, hal tersebut akan memerlukan biaya yang besar. Dengan model ini target perusahaan menjadi membidik less-profitable clients dan segmen niche secara massive yang jika dijumlahkan akan profitable banget, atau dengan kata lain perusaaan focus pada jumlah produk yang besar namun volume penjualan yang rendah. Perusahaan harus meng-improve pemberian value pada konsumen pada jumlah besar dengan biaya seminim mungkin. Contohnya: Perusahaan Penerbit Lulu.com yang mempersilahkan siapapun menjadi penulis dan LEGO membiarkan konsumennya berkreasi dengan menyediakan Lego digital designer yang secara. 3. Multi-Sided Platforms Masalah perusahaan adalah tiap satu Value Proposition yang perusahaan tawarkan hanya menargetkan 1 segmen konsumen saja. Perusahaan gagal untuk mendapatkan konsumen yang potensial yang sebenarnya bisa didapatkan. Dengan model ini perusahaan memberikan akses bagi penggunanya untuk turut mengembangkan platform yang diberikan oleh perusahaan. Perusahaan harus bisa menjual sesuatu dari dagangan yang sudah ada. Microsoft Windows ikut jualan Microsoft Office!
Contohnya: Google memiliki 3 side platform, menyediakan search engine,
menyediakan tempat beriklan bagi para advertiser, dan memberikan pemilik website share dari iklan yang dideliver google dari para advertisers. Sony/Microsoft game vs Nintendo. Sony/Microsoft menargetkan gamers yang serius, mereka membuat higher level hardware dan sophicticated game yang berbiaya tinggi, namun ternyata earningnya tidak terlalu bagus. Nintendo menargetkan casual gamers yang less serious dibanding Sony/Microsoft, dengan hardware dan game yang low cost namun fun. 3 kunci sukses Nintendo: 1) Harga produksi murah; 2) Memasuki pasar baru yang tidak terlalu memperhatikan teknologi; 3) Revenue dari double-sided platform yang besar. Apple bukan hanya jualan hardware namun Itunes & App Store yang menjual music dan aplikasi, yang ternyata revenuenya lebih besar dibanding jualan hardware.
4. Free as a Business Model
Didalamnya ada tiga pattern: 1) Free-Offered dengan multi-plaform based contohnya segmen advertising; 2) Free-basic dengan jasa premium atau freemium; 3) Bait&Hook (umpan dan kail) dengan menjual sesuatu dengan harga murah berharap sering dibeli konsumen. Intinya biaya yang dikeluarkan besar karena Free, tapi value buat konsumen juga tinggi. Harganya yang free kadang tidak disukai konsumen. Nilai free kepada konsumen, namun revenue dari sumber lain (advertising,dsb..) Pelanggan disubsidi oleh revenue yang didapat dari sumber lain sehingga bisa free. Contoh model 1: Metro koran gratis Stockholm, Swedia, ditawarkan gratis di public transport yang isinya ringan untuk menghibur kalangan pemudapemudi di public transport. Revenue didapat dari Iklan. Contoh model 2: Flickr (sharing foto), Red hat (open source software), Skype (VOIP Call), menyediakan sebuah basic service yang free, namun premium dengan membatasi kapasitas layanan, untuk layanan yang real premium konsumen harus sedikit membayar lebih. Contoh model 3: Gillete (Pisaunya), perusahaan ini menemukan pisau cukur murah yang tidak dapat dipakai dalam waktu yang lama (disposable). Intinya Gillete bukan jualan razor (alat cukur) namun lebih bertujuan untuk menjual blades (mata pisau si alat cukur). 5. Open Business Model Masalah muncul karena perusahaan hanya memanfaatkan sumber internalnya saja. Biaya R&D internal usuallnya high dan hal tersebut tidak produktif.
Model ini menawarkan perusahaan untuk mengeksplor sumber eksternal
dalam menghasilkan ide (outside-in) ataupun dengan menggunakan sumber eksternal untuk menjalankan ide internal (inside-out). Mendapatkan R&D dari sumber eksternal costnya lebih murah, time-tomarket lebih cepat. Inovasi yang belum digarap ke pasar memiliki potensi untuk mendatangkan penghasilan yang besar. Contohnya: P&G, strateginya (connect & develop) bukannya melakukan R&D secara internal namun memanfaatkan R&D sumber eksternal secara partnership. (Outside-In) GlaxoSmithKline GSK, bekerja sama dengan perusahaan farmasi dalam mengembangkan obat yang sudah dipatenkan oleh GSK karena tujuan utama GSK untuk delivering dan menjadi wadah research, bukannya meresearch. Jadi GSK membuat paten dan kemudian dijalankan oleh perusahaan farmasi (Inside-Out). Innocentive, perusahaan ini kerjanya menjadi makelar antara organisasi yang memiliki permasalahan (seekers) dengan para researcher di seluruh dunia yang suka banget menyelesaikan berbagai masalah (solvers). Seekers memposting masalah yang dihadapi di Website Innocentive dan Solvers berusaha menyelesaikannya, siapa yang dapat menemukan solusi akan diberikan reward oleh Seekers.