Bab 3 Kesmas Rossi
Bab 3 Kesmas Rossi
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Demam tifoid merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah. 4
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7
hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. 5
3.2
Epidemiologi
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid jarang terjadi di negara
industri. Namun, tetap menjadi masalah kesehatan serius di sebagian wilayah
dunia seperti Uni Soviet, India, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu berakhir
kematian. Sekitar 70% dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam
tifoid di Asia. 6
Pada tahun 2000 insidensi demam tifoid di Amerika Latin sebesar 53 per
100 ribu penduduk dan di Asia Tenggara sebesar 110 per 100 ribu penduduk. Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Etiologi utama di
Indonesia adalah Salmonella subspesies enterika serovar typhi dan paratyphi A.
CDC Indonesia melaporkan insidensi demam tifoid mencapai 358-810 per 100 ribu
populasi pada tahun 2007 dengan 64% ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka
mortalitas antara 3,1-10,4% pada pasien rawat inap. 6, 7
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan
9
nyata antara insidensi pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi penderita
10
demam tifoid dengan usia 12-30 tahun sekitar 70-80%, usia 31-40 tahun sekitar
10-20%, dan usia > 40 tahun sekitar 5-10%. 7
3.3
Etiologi
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (rambut getar).
Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 o
C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH pertumbuhan 6-8. Kuman ini
bertahan hidup beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es, sampah, dan
debu serta hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu. Kuman
ini mati dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit, pasteurisasi,
pendidihan, dan khlorinisasi. 8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini tahan
2.
3.
tubuh
penderita
akan
menimbulkan
11
penderita yang terkontaminasi feses, urin, sekret saluran napas, atau pus. Selain
itu, transmisi juga dapat terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke janin.
Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus dan berkembang biak. 4, 7
Di usus diproduksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral lokal yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan
untuk imunitas humoral sistemik diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan
fagositosis kuman oleh makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk
membunuh kuman intraseluler. 10
Jika respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik, kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum
distal dan ke kelenjar limfe mesenterika. Melalui duktus torasikus, kuman yang
terdapat di dalam makrofag masuk ke sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
ke-1 yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hepar, lien, dan sumsum tulang. Di organ-organ ini kuman meninggalkan
sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid kemudian
masuk ke sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia ke-2 dengan
disertai tanda dan gejala klinis. 4, 7
Namun, sebagian lagi masuk ke kandung empedu dan berkembang biak
kemudian disekresikan secara intermiten bersama cairan empedu ke lumen usus,
sebagian keluar bersama feses, dan sebagian lagi menembus usus kembali dan
difagosit oleh makrofag yang sudah teraktivasi dan hiperaktif sehingga
melepaskan sitokin reaksi inflamasi sistemik. Oleh karena itu timbul demam, sakit
12
mual, muntah
intake kurang
sebagian hidup
dan menetap
sebagian menembus
lamina propria
gangguan nutrisi
perdarahan
perforasi
masuk ke kelenjar
limfe mesenterikus
PERITONITIS
nyeri tekan
3.7
Manifestasi Klinis
13
14
dan pecah-pecah disertai lidah kotor, berselaput putih, dan tepi hiperemis. Perut
agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien membesar, lunak, dan nyeri tekan.
Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian menjadi obstipasi. 4, 10
3.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan
hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekuler. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan
prognosis, serta memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan, dan timbulnya
komplikasi.
1. Hematologi
a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.
b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
d. Laju endap darah (LED) meningkat.
e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 13
2. Urinalisis
a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).
b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
3. Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang
sampai hepatitis akut. 7
4. Imunoserologi
15
a. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah terhadap
antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Pada uji ini hasil
positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi yang
disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile
agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan pernah vaksinasi, reaksi silang dengan spesies
lain
16
Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut
sedangkan lgG positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi, atau
di daerah endemik. 7
5. Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk
demam tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika
hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif
palsu dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah tidak
segera dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit sehingga
kuman terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam
minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan sudah vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-7 hari, jika belum ada
ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah
kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan feses. 1, 3, 10
6. Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara ini
dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi dengan
DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas tinggi. Spesimen
yang digunakan berupa darah, urin, cairan tubuh lain, dan jaringan biopsi. 6
3.7
Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji sampel
17
18
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin. 2, 7
3.9
Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid meliputi:
a. Non medikamentosa dan Medikamentosa
1. Tirah baring
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat
mempercepat penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai juga perlu dijaga. 5
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk
mencegah terjadinya
Managemen nutrisi
Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan
19
pemberian
cairan
dan
elektrolit
jika
terjadi
gangguan
20
angka
mortalitas
akibat
resistensi
kloramfenikol.
21
22
23
dengan
komplikasi
hari
Tabel 4. Rekomendasi DOC Pengobatan Antibiotik untuk Demam Tifoid
b.
Upaya Pencegahan
24
25
Menyajikan
makanan
pada
waktu
yang
tepat
dengan
26
tenaga
laboratorium
mikrobiologis
dan
tenaga
secara
subkutan.
Menurut
evaluasi
yang
telah
27
3. Pencegahan Karier
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan dan dengan pengobatan yang
baik berarti melaksanakan pencegahan yang baik pula. Bila pengobatan
tifoid terlaksana dengan sempurna, maka dapat mencegah karier yang
merupakan sumber penularan di masyarakat.
Masalah rumit yang sering timbul sehubungan penanganan kasus tifoid
yang tidak optimal adalah Karier (Carrier), Relaps dan Resistensi.
-
28
Resistensi adalah basil yang tidak peka lagi dengan antimikroba yang
lazim dipakai. Resisten timbul karena adanya perubahan atau mutasi
genetika kuman, tanpa perubahan patogenitas danvirulensinya. Tifoid
resisten terhadap kloramfenikol sering diambil sebagai standar
penelitian karena obat ini adalah obat yang menjadi pilihan utama
untuk tifoid (drug of choice). Dalam perkembangannya, sejak tahun
50an telah dilaporkan tifoid resisten di Mexico, Vietnam dan India
dan hingga saat ini, tifoid resisten dengan kloramfenikol makin
meningkat, bahkan pernah ada laporan peningkatan resisten dari 16%
s/d 81% dalam 1 tahun dalam satu lokasi. Resisten makin berkembang
pada anti mikroba lain seperti Ampisillin, Kotrimoksazol dan
Quinolone (Multi drug resistance Salmonella typhi/MDRST).
Beberapa faktor yang menunjang kejadian resisten:
- Pemakaian antibiotika yang bebas oleh masyarakat (tanpa resep)
- Pemakaian antibiotika oleh dokter tanpa pedoman dan tanpa
kontrol
- Pilihan antibiotika lini pertama yang kurang tepat
- Dosis yang tidak tepat
29
yang
dibuat
secara
berkala
(antibiogram)
serta
30
peningkatan
konseling,
promosi
kampanye
kesehatan
dan
dapat
dilakukan
melalui
penyebaran
informasi
dengan
menggunakan berbagai media KIE baik berupa media cetak maupun media
elektronik. Untuk mempercepat penyebarluasan informasi tersebut dapat juga
dilakukan kerja sama dengan media massa seperti majalah, koran, televisi, radio,
website dan jejaring sosial lainnya yang mengeluarkan informasi mengenai
pencegahan dan pengendalian demam tifoid. Penyuluhan dapat dilakukan di
Puskesmas dan di masyarakat melalui
taruna dan sebagainya serta
elektronik.
3.10
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat demam tifoid yaitu:
31
1. Intestinal
a. Perdarahan usus
Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak. Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah, terjadi perdarahan. Jika tukak menembus dinding usus,
terjadi perforasi. Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Namun, perdarahan
hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfusi dapat
mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini
merupakan suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah. 1, 3, 10
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ke-3 tetapi dapat juga terjadi pada minggu ke-1. Penderita
demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat terutama di
kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan disertai
tanda ileus. Peristaltik melemah pada 50% penderita dan pekak hepar
kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda
perforasi lain adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan syok.
1, 3, 10
32
Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari usia, keadaan umum, status
imunitas, jumlah dan virulensi kuman, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Prognosis buruk jika terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau
febris kontinyu, kesadaran menurun, malnutrisi, dehidrasi, asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia, dan komplikasi lain. Di negara maju dengan terapi antibiotik
yang adekuat angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang angka mortalitas >
10%, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Angka
mortalitas pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% dengan rata-rata
5,7%. 6, 7
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan bakteri
Salmonella typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis
terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidensi penyakit traktus
biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum.
Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai
terutama pada individu dengan skistosomiasis. 7, 13