Anda di halaman 1dari 8

Posisi Sulphonilurea dalam Modalitas Terapi Diabetes Tipe 2 di Era

Cardio-Renal-Diabetes Continuum

Hendra Zufry
Divisi Endokrinologi, Metabolik & Diabetes- Pusat Pelayanan Tiroid Terpadu
Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/
RSUD.Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.
Email : hendra.zufry@gmail.com , hendra_zufry@yahoo.co.id

Pendahuluan
Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di dunia. Setiap tahun angka kejadian diabetes
semakin meningkat di dunia, termasuk di negara Asia yang angka kejadiannya meningkat 10% setiap tahun
seiring dengan perubahan gaya hidup. Pada tahun 2017, 60 juta orang di Eropa menderita diabetes, setengah
dari jumlah tersebut tidak terdiagnosis dengan diabetes sampai mendapat komplikasi penyakit vaskular.
Diperkirakan pada tahun 2045 akan ada lebih dari 600 juta jiwa penderita diabetes di seluruh dunia. 1
Penelitian Rawshani dkk mengenai faktor risiko, kematian dan outcome kardiovaskular pada DM
type 2 di Swedia, risiko sangat tinggi penyakit jantung pada penderita diabetes terdapat pada pasien yang
menderita DM dan komplikasi jantung atau kerusakan organ target lain (gangguan ginjal, pembesaran
jantung (LVH), dan retinopati. Risiko sangat tinggi juga didapatkan pada penderita DM dan memiliki 3 atau
lebih faktor risiko berupa umur, tekanan darah tinggi, dislipidemia, merokok dan kegemukan. 2

Penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal (CKD) pada DM tipe 2 adalah salah satu komplikasi
vaskuler pada diabetes yang berawal dari keadaan disfungsi endotel. Disfungsi endotel terjadi melalui dan
melibatkan berbagai mekanisme hingga menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis pada pembuluh darah
jantung menyebabkan terjadinya cardio vascular disease (CVD). Resistensi insulin memainkan peran
penting pada patofisiologi DM tipe 2 dan komplikasi CVD. 3

Era Cardio-Renal- Diabetes Continuum

Faktor genetik dan lingkungan berperan dalam peningkatan resistensi insulin. Lebih dari 90% pasien
DM tipe 2 adalah obese dan pelepasan asam lemak bebas (FFA) dan sitokin-sitokin dari jaringan adiposa
mengganggu resistensi insulin. Pada jaringan otot dan lemak, FFA menginduksi terbentuknya reactive
oxygen species (ROS) yang kemudian akan menghambat aktivasi insulin receptor substrate 1 (IRS-1) dan

1
sinyal PI3K-Akt sehingga menghambat eksokstosis GLUT-4 ke permukaan sel. Dalam kaitannya dengan
disfungsi endotel, FFA menghambat fosforilasi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi nitrit oksida (NO) yang berujung pada disfungsi endotel dan
remodeling vaskuler (peningkatan ketebalan lapisan intimamedia pembuluh darah). Akumulasi ROS
mengaktivasi NF-kB yang kemudian meningkatkan ekspresi sitokin-sitokin inflamasi. Rantai transpor
elektron mitokondria adalah salah satu target utama dari keadaan hiperglikemia, yaitu akibat terbentuknya
superoksida. Peningkatan pembentukan superoksida berasal dari lingkaran setan yang melibatkan aktivasi
protein kinase C (PKC) yang diinduksi oleh ROS. Keadaan hiperglikemia menyebabkan aktifnya berbagai
jalur yang kemudian berujung dengan peningkatan ROS (plyol flux, AGEs dan reseptornya RAGEs, PKC,
dan hexosamine pathway. 4

Gambar 1 RAAS mendasari keadaan patologis pada DM, CKD dan CVD4
Salah satu kunci penting patogenesis cardio renal disease adalah renin angiotensin aldosterone
system (RAAS). Saat ini banyak komponen RAAS yang sudah diidentifikasi antara lain angioprotectin,

2
Ang III, IV,V, Ang (1-7), Angiotensin A, Alamandine, dan kofaktornya berupa vasodilation inducing factor
(VIF). Sebagai respon terhadap penurunan perfusi pada ginjal, renin diproduksi oleh sel justaglomerular
ginjal. Renin plasma melakukan konversi angiotensinogen yang dilepaskan oleh hati menjadi angiotensin
I. Selanjutnya angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh bantuan angiotensin converting enzyme
(ACE). Angiotensin II merupakan vasokonstriktif kuat yang menyebabkan pembuluh darah menyempit dan
meningkatkan tekanan darah. Angiotensin II merangsang sekresi aldosterone dari korteks adrenal,
aldosterone meningkatkan reabsorbsi natrium dan air ke dalam darah dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Efek angiotensinogen II dimediasi oleh reseptor protein G berupa angiotensin type I (AT1)
dan angiotensin type 2 (AT2). AT1 berhubungan dengan vasokonstriktor, proliferasi sel, dan stress
oksidatif, sedangkan AT2 berhubungan dengan vasodilator , antiproliferatif, dan proses apoptosis. Aktifasi
AT1 oleh angiotensin II pada ginjal menyebabkan konstriksi pada arteriol eferen, sehingga menurunkan
suplai aliran darah dan menyebabkan kerusakan glomerular akibat peningkatan tekanan kapiler gromerulus.
Selanjutnya hal ini menyebabkan kerusakan gromerular dan peningkatan produksi ROS (reactive oxygen
species) , sitokin profibrotik sehingga akan menyebabkan fibrosis renal mengarah ke CKD. 4,5
Inflamasi kronis telah diamati pada pasien dengan CKD dan hal tersebut berkontribusi terhadap
terjadinya morbiditas dan mortalitas CVD. Pelepasan sitokin mengaktivasi sistem imun yang akan
menghasilkan mediator inflamasi. Produksi lokal Ang II disebutkan sebagai patofisiologi inflamasi. Ang II
merangsang produksi proinflamasi seperti NF-κB by Toll-like receptor 4, Ang III and Ang IV via AT1 dan
reseptor AT2 . Ang II juga meregulasi “vascular cellular adhesion molecule 1” (VCAM), “intracellular
adhesion molecule-1” (ICAM), and NF-κB yang memediasi produksi kemokin MCP-1 yang akan mereksrut
sel imun. 4
Pada beta sel pankreas efek RAAS berupa Ang II-ACE-AT1R-aldosteran meningkatkan stress
oksidatif , apoptosis sel, dan menurunkan penyerapan glukosa (melalui supresi GLUT2 melalui AT1R) dan
meningkatkan produksi ROS melalui NADPH oksidase (NOX) yang menyebabkan penurunan jumlah
insulin sehingga terjadi hiperglikemia.4
Hubungan antara DM , CKD dan CVD dikaitkan dengan kalsifikasi vaskular. Deposisi kalsium
terjadi pada tunika intima dan media pembuluh darah, yang akan mengubah elastisitas dan hemodinamik
dinding pembuluh darah . Pada pasien diabetes kalsifikasi vaskular sering terjadi pada pembuluh darah
coroner dan pembuluh darah di ekstremitas bawah. Kunci mekanisme dari kejadian kardiovaskular tidak
lepas dari faktor risiko gangguan metabolisme mineral, inflamasi, stress oksidatif dimana hal ini juga
ditemukan pada pasien CKD. Gangguan metabolisme pada penderita DM terutama terjadi pada sel

3
endothelial dan sel beta. Pembuluh darah makro dan mikro berupa sel endothelial, kerusakan seluruh sistem
vaskular mengacu kepada CKD dan CVD. Oleh sebab itu, jika pasien mengidap CVD maka akan
mengalami CKD begitu juga sebaliknya.6,7

Gambar 2. Skema representatif hubungan Chronic Kidney Disease, Diabetes Mellitus, dan Cardiovascular
Disease4

Posisi Sulphonilureas dalam tatalaksana diabetes tipe 2.


Sulfonilurea merupakan golongan obat antidiabetik oral (1960’s) dan obat yang paling sering
diresepkan. Obat ini berikatan dengan adenosine triphosphate- sensititive kanal kalium (K ATP) pada sel
beta pankreas. Penutupan saluran K ATP menurunkan permeabilitas membrane sel beta terhadap ion kalium
yang menyebabkan depolarisasi membran. Sulfonilurea reseptor (SUR) 1 kebanyakan di ekspresikan oleh
sel beta, , SUR 2A diekspresiakan oleh sel jantung dan sel musculoskeletal, dan SUR 2B diekspresikan oleh
sel otot polos pembuluh darah. Generasi pertama sulfonilurea berupa tolbutamide dan chlorpropamide saat
ini jarang digunakan. Generasi kedua berupa gliklazid, glipizide, glibenklamid dan glimepiride saat ini lebih
banyak digunakan sebagai pengobatan antidiabetik. Sulfonilurea dapat menurunkan HbA1c 1.51%
dibandingkan placebo, 1.62% dibandingkan obat oral antidiabetik lain, dan 0,46% dibandingkan insulin.8,9

4
Secara umum pada bagan diatas penggunaan SU pada pasien DMT2 dikaitkan dengan peningkatan
risiko hipoglikemia. Disarankan memakai sulfonilurea generasi terbaru pada penderita DMT2.
Glibenklamid memiliki efek hipoglikemia yang paling tinggi dibandingkan dengan golongan obat
sulfonilurea lainnya. Glikuidon merupakan golongan SU yang ekskresinya melalui sistem bilier sehingga
tidak memerlukan penyesuaian dosis pada CKD. Gliklazid dimetabolisme oleh hati menjadi metabolit yang
tidak aktif untuk kemudian dieliminasi melalui ginjal sehingga risiko hipoglikemi pada penggunaan pada
CKD lebih rendah. Obat sulfonilurea berupa Glipizide, glimepiride, dan gliklazide memiliki efek
hipoglikemia paling minimal dibandingkan sulfonylurea lainnya. Pasien yang memerlukan pemantauan
ketat pemakaian sulfonilurea yaitu pasien usia tua dengan CKD.3
Penatalaksanaan pasien DM ditinjau dari keterlibatan kardiovaskular dan ginjal menurut EASD
2018 sebagai berikut :3

Gambar 3. Alur Tatalaksana Diabetes Tipe 2 dengan Ko-morbiditas Cardio-Renal Disease

5
Generasi pertama sulfonilurea berkaitan dengan kejadian kardiovaskular. Hal ini disebabkan
rendahnya afinitas terhadap sel beta pankreas SUR 1, tetapi afinitas tinggi pada sel jantung dan otot polos
pembuluh darah SUR 2 yang dapat menyebabkan jantung iskemik. Generasi kedua sulfonilurea memiliki
afinitas terhadap SUR 1 dan tidak ada efek pada jantung dan otot polos pembuluh darah. Meta-analisis dan
review menunjukkan gliklazid dan glimepiride memiliki angka kejadian kardiovaskular dan kematian yang
lebih rendah dibandingkan dengan glibenklamid. Sebuah studi kohort retrospektif menilai dosis hubungan
respon gliklazid, glibenklamid, dan MACE, menunjukkan bahwa sulfonilurea dosis rendah lebih baik
daripada dosis tinggi, dan menunjukkan sulfonilurea memberikan efek pankreas lebih baik daripada yang
tidak menggunakan sulfonilurea. Lebih lanjut lagi pada pasien yang memiliki myocardial infark
glibenklamid diikat pada SUR pada miosit jantung sehinga dapat meningkatkan ukuran infark dan
berkurangnya fungsi ventrikel kiri. Ini juga ditunjukkan pada hewan coba tikus uji coba membandingkan
glibenklamid dan gliklazid pada infark miokard, glibenklamid tercatat memperburuk cedera iskemik/
referfusi bersamaan dengan kerusakan dalam fungsi ventrikel kiri post infark miokard pada jantung
diabetes.8,10

Kesimpulan
Diabetes adalah penyakit dengan karakteristik hiperglikemia dengan komplikasi vaskuler. CVD dan
CKD adalah bagian dari komplikasi vaskuler pada DM tipe 2 yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penderita diabetes. Generasi sulfonilurea baru memiliki tempat dalam perawatan pasien dengan diabetes
tipe 2 dan harus dianggap sebagai bagian penting karena memberikan lebih sedikit efek hipoglikemia, dan
rasio biaya, kemanjuran, dan keamanannya terhadap kardiovaskuar dan ginjal yang menguntungkan
menjadikannya terjangkau secara ekonomi bagi sebagian besar pusat layanan kesehatan.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. ESC Guidelines on diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular diseases developed in collaboration


with the EASD The Task Force on diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular diseases of the
European Society of Cardiology (ESC) and developed in collaboration with the European
Association for the Study of Diabetes (EASD). ESC Guideline. 2019. doi:10.1093/eurheartj/ehz486
2. Rawshani A, Franzén S, Sattar N, Eliasson B, Svensson , Björn Z, et al. 2018. Factors, Mortality,
and Cardiovascular Outcomes in Patients with Type 2 Diabetes. The New England Journal of
Medicine: 2018; 379:633-44.DOI: 10.1056/NEJMoa1800256
3. New EASD-ADA consensus guidelines on managing hyperglycaemia in type 2 diabetes launched
at EASD meeting. Medical Press. 2018. https://doi.org/10.1007/s00125-018-4729-5
4. Prathibha Reddy Gajjala, Maryam Sanati and Joachim Jankowski. Cellular and Molecular Mechanisms of
Chronic Kidney Disease with Diabetes Mellitus and Cardiovascular Diseases as Its Comorbidities.2015. doi:
10.3389/fimmu.2015.00340
5. Philip McFarlane, David Cherney, Richard E. Gilbert , Peter. 2018. Diabetes Canada Clinical
Practice Guidelines Expert Committee. Can J Diabetes 42 (2018) S201–S209.
6. Paneni F. 2013 ESC/EASD guidelines on the management of diabetes and cardiovascular disease:
Established knowledge and evidence gaps. Switzerland: Diabetes and Vascular Research.
2014;11(1):5−10.
7. Muhammad Abdul-Ghani, Ralph A. DeFronzo, Stefano Del Prato, Robert Chilton, Rajvir Singh,
and Robert E.J. Ryder. Cardiovascular Disease and Type2 Diabetes: Has the Dawn of a New Era
Arrived?Diabetes Care 2017;40:813–820 | https://doi.org/10.2337/dc16-2736
8. Ruth L. M. Cordiner, Ewan R. Pearson. 2018. Reflections on the sulphonylurea story: A drug class
at risk of extinction or a drug class worth reviving? DOI: 10.1111/dom.13596
9. Kamlesh Khunti, Sudesna Chatterjee, Hertzel C Gerstein, Sophia Zoungas, Melanie J Davies.2018.
Do sulphonylureas still have a place in clinical practice? Lancet Diabetes Endocrinol 2018; 6: 821–
32. http://dx.doi.org/10.1016/ S2213-8587(18)30025.
10. James Xu and Rohan Rajaratna. Cardiovascular safety of non-insulin pharmacotherapy for type 2
diabetes. Cardiovasc Diabetol (2017) 16:18 DOI 10.1186/s12933-017-0499-5.

7
8

Anda mungkin juga menyukai