Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan gangguan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut dan paling serius dari diabetes mellitus (DM) yang berhubungan dengan meningkatnya angka kematian pada pasien DM. Sehubungan dengan peningkatan kadar hormon counterregulator, defisiensi insulin akan merangsang peningkatan produksi glukosa hepar dan menurunkan ambilan glukosa oleh sel yang pada akan mengakibatkan hiperglikemia, dan menstimulasi lipolisis dan ketogenesis, sehingga terjadi keatoasidosis.1,2 Insiden DKA biasanya tinggi pada DM tipe I. Studi Eropa dan USA, telah mengestimasi insiden DKA 15-70% untuk tipe I diabetes (dengan pasien dibawah umur 5 tahun) dan 525 % pada DM tipe II.4 Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana yang sederhana dan pasien usia lanjut, angka kematian dapat mencapai 25-50%. Penyebab dari KAD pada umumnya adalah infeksi (40%) ,kesalahan dalam terapi insulin (25%), pasien yang baru diketahui DM (15%), sisanya adalah yang disebabkan pencetus lainnya.7 Diagnosis KAD ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis berupa tanda-tanda dehidrasi, pernapasan Kussmaul dengan napas berbau aseton, serta tingginya tingkat glukosa darah kapiler, pH darah, tingkat serum bikarbonat, ada tidaknya keton dalam urin. Tatalaksananya terdiri dari koreksi adekuat dari dehidrasi, hiperglikemi, ketoasidosis, dan koreksi defisit elektrolit.2 Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia dan hipokalemia akibat penanganan yang berlebihan dengan insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan.7

Pada umumnya angka mortalitas pada kasus KAD kira-kira 2% dengan edema serebri menjadi penyebab utama kematian terutama pada pasien muda dan anak-anak. Penyebab lain yang menyebabkan mortalitas adalah hipokalemi, ARDS, dan penyakit komorbid (seperti pneumonia, infark miokard, dan lain-lain) yang sering terdapat pada pasien tua. Diagnosis yang tepat dan tatalaksana yang cepat sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya prognosis pada kasus ketoasidosis diabetikum ini. Maka dengan alasan tersebut kami mengangkatkan ketosidosis diabetikum menjadi topik bahasan pada referat kali ini.

1.2

Batasan Masalah Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor pencetus,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis ketoasidosis diabetikum.

1.3

Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor pencetus, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis ketoasidosis diabetikum.

1.4. Metode Penulisan Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketoasidosis adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemi, ketosis dan asidosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1 Ketoasidosis merupakan penurunan ph darah yang disertai penumpukan benda keton dalam jaringan dan cairan tubuh, seperti pada asidosis diabetikum dan asidosis karena kelaparan.2 KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.2

2.2 Epidemiologi Data komunitas di AS, rochester menunjukkan bahwa insiden KAD sebesar 8 per 1.000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok usia dibawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM pertahun.3 Insiden KAD biasanya tinggi pada DM tipe I. Studi Eropa dan USA, telah mengestimasi insiden KAD 15-70% untuk tipe I diabetes (dengan pasien dibawah umur 5 tahun) dan 525 % pada DM tipe II.4 Insiden KAD di Australia Bervariasi menurut usia dan jenis kelamin yaitu 4,6-13,4 per 1000 kasus diabetes pertahun.5 KAD awalnya digambarkan oleh Dreschfeld pada tahun 1886, sampai insulin ditemukan pada 1922, angka kematian KAD hampir 100%. Kematian diabetes untuk kedua jenis tetap sebesar 1% sampai 2% . Antara 20% dan 30% kasus kematian terjadi pada pasien dengan diabetes yang baru didiagnosa.6 Insiden KAD adalah 0,2 per tahun pasien dengan diabetes tipe 1. Ketoasidosis diabetik cenderung lebih umum di pasien muda dan masih penyebab utama kematian pada anak-anak dengan diabetes. 6
3

Dari data yang ada nampak bahwa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif tetap atau tidak berkurang dan angka kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya.1 Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana yang sederhana dan pasien usia lanjut, angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian KAD di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun tampaknya belum ada perbaikan. Selama periode 5 bulan (Januari Mei 2002) terdapat 39 episode KAD dengan angka kematian 15%. 1 Tabel 2.1 Jumlah Kasus dan angka kematian DKA di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo1 Tahun 1983-1984 (9 bulan) 1984 1988 (48 bulan) 1995 (12 bulan) 1997 ( 6 bulan) 1998 1999 (12 bulan) Jumlah Kasus 14 55 17 23 37 Angka kematian % 31,4 40 18,7 51%

2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus Penyebab dari KAD pada umumnya adalah infeksi (40%) ,kesalahan dalam terapi insulin (25%),pasien yang baru diketahui DM (15%),sisanya adalah yang disebabkan pencetus lainnya. Penyebab KAD dibagi menjadi dua,pada DM type 1 dan DM type 2.7 Tabel 2.2 Penyebab KAD pada DM tipe 1 dan DM tipe 27 DM type 1 DM type 2 Kesalahan dalam pemberian terapi Penyakit akut seperti MCI ,Stroke insulin Stress emosional dan fisik Infeksi bakteri (UTI ,Pneumonia) Pasien Perioperatif Idiopatik Pengobatan (kortikosteroid,pentamidine,dan clozapine) Infeksi (UTI,Pneumonia,Prostatitis) Perioperatif

KAD sering terdapat pada pasien DM gestasional dan merupakan emergency karena memiliki resiko kematian yang tinggi terhadap ibu dan janin. Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu terjadinya penyulit akut diabetes, oleh
4

karena itu setiap operasi elektif pada penyandang diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin dimana sasaran kadar glukosa darah puasa <150 mg/dL.8 Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongfan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetusnya.1 Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya KAD. Data seri kasus KAD tahun 1998-1999 di RS Dr.Cipto Mangunkusumo menunjukkan 58 kasus menyuntikkan dosis insulin kurang.1

2.4 Patogenesis dan Patofisiologi Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dengan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan), keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia.1

Diagram 2.1 Patofisiologi KAD2 Ketika terjadi defisiensi insulin, peningkatan nilai glukagon, katekolamin dan kortisol akan merangsang produksi glukosa hati melalui peningkatan glikogenolisis dan meningkatkan glukoneogenesis. Hiperkortisolemia mengakibatkan meningkatnya proteolisis yang menyediakan prekursor asam amino untuk glukoneogenesis. Rendahnya insulin dan tingginya katekolamin akan mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer. Kombinasi dari peningkatan produksi glukosa hepar dan penurunan penggunaan glukosa perifer adalah penyebab utama yang beratnggung jawab terhadap terjadinya hiperglikemia pada KAD.2 Pada KAD, kadar insulin yang rendah dikombinasikan dengan peningkatan katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan akan mengaktivasi lipase yang sensitifhormon, yang menyebabkan pemecahan trigliserida dan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan diambil hati dan diubah menjadi benda keton yang dilepaskan ke sirkulasi.
6

Proses ketogenesis dirangsang oleh peningkatan glukagon. Hormon ini mengaktivasi karnitin palmitoyltransferase I, suatu enzim yang memungkinkan asam lemak bebas dalam bentuk koenzim A untuk melintasi membran mitokondria setelah esterifikasinya menjadi karnitin. Di sisi lain, esterifikassi dibalikkan oleh karnitin palmitoyltransferase II untuk membentuk koenzim A fatty acyl, yang memasuki jalur -oksidatif untuk memrpduksi asetil koenzim A. Sebagian besar asetil koenzim A digunakan dalam sintesis asam Hidroksikbutirat dan asam asetoasetat, asam kuat relatif yang bertanggung jawab teradap terjadinya asidosis pada KAD. Asetoasetat diubah menjadi aseton melalui dekarboksilasi non-enzimatik spontan. Asam -Hidroksibutirat, asam asetoasetat, dan aseton yang difiltrasi oleh ginjal dan diekskresikan sebagian dalam urin.2 Asidosis pada KAD disebabkan produksi yang berlebihan dari asam -hidrobutirat dan asam asetoasetat. Pada pH fisiologis, kedua asam keto ini terpisah sepenuhnya, dan kelebihan ion hidrogen berikatan dengan bikarbonat, menyebabkan penurunan level bikarbonat dalam serum. Benda keton yang berada dal sirkulasi dalam bentuk anion, menimbulkan asidosis karena kesenjangan anion yang menjadi karakterisitik KAD. Kesenjangan anion ini bisa dihitung dengan rumus berikut : Na+ - (Cl + HCO3-). Berdasarkan rumus tersebut, selisih anion normal adalah 12 (standar deviasi 2 mmol/L). Pada KAD, bikarbonat digantikan oleh asam -Hidroksibutirat dan asam asetoasetat, sehingga jumlah dari bkarbonat dan klorida berkurang dan selisih anion menjadi meningkat.2 Asidosis metabolik akan mengiduksi hiperventilasi melalui stimulasi kemoreseptor perifer dan pusat pernapasan di batang otak, yang akan menurunkan tekanan parsial CO 2. Ini akan mengkompensasi asidosis metabolik secara parsial.

2.5 Manifestasi Klinis Sekitar 80% KAD adalah pasien DM yang telah dikenal. KAD biasanya muncul pada pasien yang lebih muda, cenderung terjadi pada pasien DM tipe 1 dan berkembang dalam 1 hari. KAD sering timbul dengan poliuria dan polidipsi serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Nyeri perut dengan mual dan muntah dapat terjadi disebabkan asidosis . Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Nyeri perut berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.1,2

Pernapasan Kussmaul-Kien (pernapasan cepat dan dalam) dengan napas aseton merupakan tanda khas KAD. Juga dijumpai berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah, dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia hingga syok. 1,2 Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).

2.6 Diagnosis Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik dan koma hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia dan asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis yaitu seperti tabel di bawah ini : 1 Tabel 2.3 Kriteria diagnosis KAD 1

Langkah pertama dalam penegakan diagnosis KAD adalah meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang KAD : A. Anamnesis Yaitu gejala klasik dari diabetes melitus yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi yang diikuti dengan penurunan berat badan. Terkadang ada riwayat lemah, malaise atau letargi. Seringnya pada krisis yang akut akan terlihat adanya infeksi akut atau stres metabolik. Mual, muntah, nyeri perut, susah bernapas atau progresifitas berat gejala. Pada anak-anak yang diketahui adanya diabetes melitus maka KAD harus dicegah. Terkait dengan menejemen rutin dan kegagalan untuk meningkatkan insulin dengan penyakit penyerta. 11 Gejala klinis KAD11 : Rasa letih dan lemah dalam waktu singkat, kurang dari 24 jam
8

Polidipsi dan peningkatan rasa haus Poliuria dan nokturia Polifagia Kehilangan berat badan Mual dan muntah, muntah bisa berwarna seperti kopi berhubungan dengan perdarahan lambung

Nyeri perut, berhubungan dengan asidosis dan dehidrasi Lemah dan letih .

B. Pemeriksaan Fisik11 1. Pernafasan Pernafasan akan ditemukan pernafasan cepat dan dalam (Pernafasan Kussmaul) 2. Gejala saraf : agitasi letargi, ngatuk dan koma. Peningkatan osmolalitas berhubungan dengan faktor yang bersamaan dengan mental status. 3. Gangguan visual berhubungan dengan hiperglikemia 4. Nafas cepat dan dalam, pernafasan Kusssmaul, bisa di dapatkan adanya nafas bau buahatau asetone. 5. Gejala Dehidrasi : turgor kulit yang menurun, kehilangan cairan tubuh seperti poliuri, muntah. 6. Gejala hipovolemia : takikardi, hipotensi, postural hipotensi berhubungan dengan kehilangan cairan kurang lebih 3 liter. Hipotermia sedang berhubungan dengan akibat pengaruh dari asidosis sehingga terjadi vasodilatasi perifer, kulit hangat dan kering dan demam. Hipotermia yang berat prognosisnya akan buruk.
9

7. Nyeri perut berhubungan dengan muntah dan ketosis yang persisten. C. Pemeriksaan Laboratorium11

Gambar 2.1. Pemeriksaan gula darah sewaktu11 1. Pemeriksaan inisial pada DKA : level glukosa serum >11 mmol/L, asidemia dan penemuan keton di urin. 2. Level glukosa serum 30-45 mmol/L 3. Asidosis dan derajat kompensasi dari hipokarbia (PaCO2). Seringnya pada Ph arteri tapi Ph vena akan mengikuti pH padarteri (pH vena biasanya 0,03 unit lebih rendah daripada arteri). Sewaktu Ph turun 7,2 akan terjadi hiperventilasi dan hipokarbia yang lebih berat. Bikarbonat serum <18 mmol/l pada DKA yang berat <15 mmol/L. 4. Urinalisis dipstik : untuk menguji positif pada keton urin (ketonuria) dan glukosa urin (glukosuria).
5. Fungsi ginjal maka dilakukan pemeriksaan urea dan kreatinin. Normal jumlah

urea : 2,5-6,4 mmol/L. Normal kreatinin : 60-12mol/l. Penurunan aliran darah ginjal yang akhirnya akan menyebabkan penurunan filtrasi glomerular dan penurunan jumlah urea dan kreatinin. 6. Elektolit : a. Jumlah K normal dalam darah adalah 3,5-5,0 mmol/L. Jumlah K dalam serum akan berkurang karena ada perpindahan ke ekstraselular dikarenakan defisiensi insulin dan asidosis.

10

b. Jumlah Na (normalnya adalah 136-145 mmol/L) bisa meningkat karena diuresis osmosis dan kehilangan air tanpa disadari. Sehingga akan terjadi penurunan karena terjadi peningkatan perpindahan ke ekstraselular. c. Magnesium dan fosfat : magnesium (normal : 0,07-1,10 mmol/L) dan fosfat (normal : 0,80-1,50 mmol/L) bisa rendah dikarenakan kehilangan melalui urin.
d. Penurunan perbandingan anion (jumlah Na dan K) - (Klorida +

bicarbonate)]. Nilai normal <12mmol/L. 7. Osmolalitas darah (normalnya 280-295 mosm/L) akan menurun pada DKA. Hiperosmolaritas merupakan faktor untuk penurunan kesadaran. 8. Hitung jenis leukosit : Leukosistosis sedang 10.000-20.000 terjadi pada dehidrasi dan stres. Pada leukositosis yang berat >30.000 kemungkinan infeksi. 9. Amilase serum, lipase serum dan enzim hati untuk mendeteksi adanya pankreatitis. 10. Hemoglobin A1C, indikator untuk kulitas pengontrolan diabetes atau onset baru diabetes.

Diagram 2.2. Hubungan antara osmolaritas dengan penurunan kesadaran11 4. Pemeriksaan Lain a. EKG untuk melihat adanya iskemik dan perubahan elektrolit pada hiperkalemia atau hipokalemia. b. Foto Rontgen untuk melihat adanya pneumonia c. CT- sccan dapat mendeteksi perubahan neurologikal (bila diduga stroke).
11

Tabel 2.4. Klasifikasi KAD11

2.7 Diagnosis Banding Manifestasi klinis dan data laboratorium menyediakan informasi yang diperlukan untuk diagnosis KAD. Penyebab lain dari ketosis dan asidosis metabolik dengan anion-gap yang tinggi hendaknya dipertimbangkan. Walaupun jarang, ketosis juga dapat timbul pada keadaan hiperosmolar hiperglikemik. Keadaan klinis ini dapat dibedakan dari KAD klasik dengan adanya peningkatan osmolalitas serum (>320 mOsm/kg) dan peningkatan yang kentara dari glukosa serum (> 600 mg/dL). Pada ketosis akibat kelaparan dan ketoasidosis alkoholik juga terdapat keton pada serum, tapi tidak seperti KAD, glukosa serumnya tidak meningkat secara signifikan pada kondisi tersebut. Sebagai tambahan, asidosis yang terkait dengan alkohol jarang mengakibatkan bikarbonat serum rendah dari 18 mEq/L. Pada ketosis akibat kelaparan tidak ditemukan asidosis dan glukosa darahnya bisa saja normal atau rendah.10 Diagnosis banding dari asidosis metabolik dengan anion-gap hendaknya juga melibatkan asidosis laktat, gagal ginjal, dan intoksikasi obat-obatan (metanol, etilen glikol, paraldehid, dan salisilat). Pemeriksaan laktat serum, level salisilat, melakukan uji toksin (metanol, etilen glikol, etanol) dan menghitung gap-osmolal sering membantu membedakan proses-proses ini dari KAD.10

2.8 Penatalaksanaan A. Pemberian oksigen / Ventilasi


12

Jalan nafas dan pernafasan merupakan prioritas utama dalam tatalaksana. Pasien dengan kesadaran menurun atau koma (GCS <8) harus dilakukan intubasi dan ventilasi. Pemberian nasogastric tube dan bebas drainase dilakukan bila pasien mengalami muntah berulang. Pemberian oksigen merupakan prioritas utama.

Gambar 2.2. Penggantian cairan pada KAD11 B. Terapi Cairan Sirkulasi merupakan prioritas kedua. Pasien KAD seringnya mengalami dehidrasi berat dan bisa terjadi syok hipovolemik. Resusitasi cairan mengurangi hiperglikemia, hiperosmolaritas dan pusat pengaturan hormon, seringnya pada beberapa jam pertama yang akan mereduksi resistensi insulin. Terapi insulin lebih efektif dilakukan sebelum terapi penggantian cairan dan elektrolit. Jumlah total defisit air bisa 10% dari berat badan lebih dari 6 liter cairan harus diganti. Penggantian cairan secara cepat untuk mengganti volume intravaskular dan peningkatan perfusi ginjal dengan kristaloid, walaupun kristaloid dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. NaCl 0,9% merupakan pilihan utama. Penggunaan normal salin seringnya dilakukan oleh karena adanya asidosis hiperkloremia beberapa hari kemudian. Bila pasien merupakan pasien dengan gangguan jantung makan bolus inisial cairan 15-20ml/kg perjam, sesuai dengan 1-1,5 L pada jam pertama lalu dilanjutkan dengan 4-10 ml/kg/jam pada jam selanjutnya. Idealnya 50% defisit air harus segera digantikan dalam 8 jam pertama dan selanjutnya 50% dalam 24 jam. Sebagai panduan, osmolalitas serum haruslah menurun yaitu <3mOsm/L/jam. Monitoring status hemodinamik (pada pasien dengan tidak stabil 15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan untuk menghindari terjadinya overload cairan. Cairan intravena harus direduksi secepatnya agar diuresis osmosis berkurang dan volume urin menurun. Reduksi secara cepat glukosa darah dan peningkatan jumlah
13

resusitasi cairan akan mengakibatkan udem serebral 1% pada anak dan dewasa. Rekomendasi untuk membatasi cairan resusitasi adalah pada 4 jam pertama terapi <50 ml/kg dengan larutan isotonik. Resusitasi cairan tidak boleh terlalu cepat pada pasien dengan gagal jantung. C. Terapi Pengganti elektrolit Dehidrasi dan diuresis osmotik akan menyebabkan terjadinya perpindahan elektrolit pada sel dan serum. a. Kalium Kalium merupakan ion positif intraseluler yang paling banyak, akan bereaksi pada perubahan gradien elektro potensial pada membran sel. Hiperkalemia akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Deplesi kalium intraseluler disebabkan oleh jumlah insulin yang berkurang, dehidrasi intraselular, asidosis dan ion hidrogen. Muntah akan menyebabkan deplesi kalium. Selama manajemen KAD, koreksi asidosis dan resusitasi cairan akan menurunkan jumlah serum kalium maka pemeriksaan kalium dalam darah harus rutin dilakukan. Kalium serum 3mmol/L pada dewasa diartikan defisit 200mmol, kalium serum 2,5 mmol/L diartikan defisit 300mmol dan kalium serum 2 mmol/L diartikan defisit 400mmol. Bila kalium <3,3 mmol/L maka itu sudah digantikan dengan infus insulin. Jumlah urin harus dipantau untuk melihat penggantian kalium. Kalium dikoreksi 10 mmol/jam hingga serum kalium 4,0mmol/l. Kalium dikoreksi dengan cara resusitasi intravena. Kalium tidak dikoreksi bila >5mmol/L. Kalium serum harus dimonitor setiap 2-4 jam. Selama koreksi kalium pasien harus dilakukan monitor jantung untuk mendeteksi aritmia. b. Natrium Hiponatremia pada KAD tidak selalu dilakukan terapi secara spesifik, karena terjadi pada dilusi pada hiperglikemia yang diinduksi oleh perpindahan air. Pada perpindahan air keluar ke ekstraselular dengan koreksi hiperglikemi, jumlah natrium akan kembali normal. c. Fosfat Jumlah fosfat total bisa dibawah normal dikarenakan diuresis osmosis. Fosfat akan berpindah ke sel dengan glukosa dan kalium saat terapi insulin dimulai, dan koreksi fosfat dilakukan bila <0,3 mmol/l bisa menyebabkan terjadinya kelemahan otot, kelemahan otot jantung dan penurunan 2,3-DPG
14

dan perpindahan ke kanan kurva oksihemoglobin. Dosis pada 24 jam adalah 30-60 mmol pada dewasa. D. Terapi insulin Terapi insulin sangat penting pada manajemen KAD. Uptake glukosa ke dalam sel, koreksi metabolisme sel dan asidosis. Insulin inisial diberikan secara bolus intravena 0,1 unit/kg atau 5-10 unit. Lalu dilanjutkan dengan infus insulin 50 unit pada Actrapid pada 50ml normal salin. Infus 5unit/jam atau 0,05-0,1 unit/kg/jam untuk anak. Jumlah glukosa dalam darah harus diperiksa tiap jam hingga keton urin negatif dan akhirnya dapat diperiksa 2 jam atau 4 jam sekali.

Gambar 2.3. Terapi insulin11 Tujuan pemberian insulin adalah tidak hanya menurunkan gula darah tapi juga memperbaiki ketonemia. Oleh karena itu bila kadar gula darah <200mg% insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia maka diberi cairan mengandung glukosa hingga kalori oral pulih kembali.1 E. Pemberian bikarbonat masih dalam perdebatan. Kemungkinan permberiannya hanya pada KAD yang berat. Bila pH kecil dari 7,1 maka diberikan bikarbonat.1 F. Monitoring dan perawatan a. Vital signs : tekanan darah, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan suhu. b. Pemeriksaan glukosa darah perjam hingga keton urin negatif. c. Pemeriksaan analisis gas darah tiap jam untuk monitor pH, bikarbonate dan kalium hingga pH diatas 7,10 lalu tiap 2 jam hingga pH diatas 7,30 atau bikarbonat diatas 15. d. Food intake dengan nasogastrik tube bila ada gangguan dalam makan.
15

e. Jumlah cairan : tekanan venai jugularias, perfusi perifer, pengisian kapiler, membran mukosa, nadi dan urin output. f. Monitor elektrolit, urea dan kratinin tiap 4 jam g. Kateter urin h. Keseimbangan cairan i. Urinalisis : periksa keton urin 2-4 jam bila ada kateter atau bila pasien ingin BAK bila tidak ada kateter. G. Tatalaksana komorbid pada faktor pendukung Terapi pada asidosis, dehidrasi dan hperglikemia. Umumnya, endpoint pada tatalaksana adalah tidak normoglikemia tapi koreksi asidosis. Asidosis akan terkoreksi bila bikarbonate serum adalah >18mmol/L dan pH darah >7,3. Perbaikan pada ketosis akan lebih lama daripada perbaikan pada asidosis dan hiperglikemi. Koreksi hiperglikemi dapat dilakukan bila glukosa darah <11mmol/L. Sewaktu Ph diatas 7,7 dan bikarbonat >18 mmol/L, infus insulin bisa direduksi hingga 0,05 unit/kg/jam atau hingga 3,5 unit/jam. Bila asidosis sudah terkoreksi maka pasien harus dapat oral intake. Bagaimanapun, bila pasien tidak bisa toleransi pada intake oral, infus dekstrosa, infus normal saline dan insulin intravena harus dilanjutkan. Bila pasien dapat makan, infus insulin harus dilanjutkan dan insulin subkutan. H. Pencegahan Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat akut, meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna. Yang paling penting adalah agar tidak menghantikan pemberian insulin atau obat hiperglikemia oral.1

2.9 Komplikasi Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena penanganan yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telah membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan salin yang berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik seperti klor
16

dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali pada kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem.7 Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi, penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Meskipun mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma menurun secara cepat saat terapi KAD. Oleh karena terbatasnya informasi tentang edema serebri pada orang dewasa, beberapa rekomendasi diberikan pada penanganannya, antara lain penilaian klinis yang tepat dibandingkan dengan bukti klinis.7 Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko edema serebri pada pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara bertahap pada pasien yang hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti KAD. Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik yang merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada paru dan penurunan compliance paru.7 Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient oksigen alveolo-arteriolar yang lebar yang diukur pada awal peneriksaan analisa gas darah atau dengan ronki pada paru pada pemeriksaan fisik tampaknya mempunyai risiko tinggi untuk menjadi edema paruedema paru nonkardiak dapat sebagai komplikasi.

2.10 Prognosis Pada umumnya angka mortalitas kira-kira 2%. Pada pasien yang mengalami koma yang lama, hipotermia dan oliguria menunjukkan prognosis yang buruk. Prognosis yang baik pada pasien yang dirawat dengan ketoasidosis diabetikum pada pasien dewasa muda tanpa penyakit penyerta. Manakala prognosis yang buruk pada pasien yang lebih tua dengan penyakit penyerta yang buruk seperti infark miokard, sepsis dan pneumonia terutama ketika
17

pasien dirawat di luar ICU. Pada hasil pengobatan yang baik adalah pasien yang dirawat di ICU pada 1-2 hari pengobatan. 7 Edema otak adalah penyebab tersering yang menyebabkan mortalitas terutama pada pasien dewasa muda dan anak-anak .Edema serebral muncul akibat dari ketidakseimbangan cairan intrasel
7

dan elektrolit. Penyebab lain yang menyebabkan mortalitas adalah

hipokalemi, ARDS, dan penyakit komorbid seperti pneumonia, infark miokard, dan lain-lain

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Ketoasidosis adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemi, ketosis dan asidosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif yang merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus. Insiden KAD biasanya tinggi pada DM tipe I. Studi Eropa dan USA, telah mengestimasi insiden DKA 15-70% untuk tipe I diabetes (dengan pasien dibawah umur 5 tahun) dan 525 % pada DM tipe II. Penyebab dari KAD pada umumnya adalah infeksi (40%) ,kesalahan dalam terapi insulin (25%),pasien yang baru diketahui DM (15%),sisanya adalah yang disebabkan pencetus lainnya. KAD terjadi akibat kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dengan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan), yang menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan menurunnya penggunaan glukosa oleh sel tubuh, dengan hasil akhir hiperglikemia. Diagnosis KAD ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis berupa tanda-tanda dehidrasi, pernapasan Kussmaul dengan napas berbau aseton, serta tingginya tingkat glukosa darah kapiler, pH darah, tingkat serum bikarbonat, ada tidaknya keton dalam urin.

18

Tatalaksananya terdiri dari koreksi adekuat dari dehidrasi, hiperglikemi, ketoasidosis, dan koreksi defisit elektrolit. Komplikasi yang bisa terjadi adalah hipoglikemi, hipokalemi, hiperglikemia sekunder, dan edema paru, dimana edema serebri menjadi komplikasi yang paling ditakutkan karena dapat berakhir dengan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. 2009:(4):1896-99. 2. Dorland,W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland.Jakarta:EGC. 2002(29): 3. Butkelwiez EK, Lleibson CL. Insulin Therapi for diabetic Keoacidosis ; bolus insulin infusion. Diabetes care. 1995. 4. Steel FRCA Simon, Journal Pediatric diabetic ketoacidosis. 2009. 5. Nepean Hospital, APACHE II diagnosis data. 2007.
6. Michael A Pisckhae, PA-C, Diabetic ketoasidosis, MPA 2008:42-43.

7. Raghavan VA. Diabetic Ketoacidosis, diakses pada tanggal 2 agustus 2013 dari http://emedicine.medscape. com/article/118361-overview. 8. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. 2011. 9. Chiasson et al. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar state. Canadian Medical Association or its licensors. 2003; 168 (7). 10. Yehia BR et al. Diagnosis and Management of Diabetic Ketoacidosis in Adults : Hospital Physician. 2008: 21-26 11. Oakes EE, Cole L. Diabetic Ketoacidosis. 2007:16-26.
19

Anda mungkin juga menyukai