TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.
(3,6)
Anatomi
(6)
(9)
(10)
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang
arteri serebri posterior
batang
otak
dan
(6)
medula
spinalis
atas.
Arteri
basilaris
memberikan
(6)
III. Patofisiologi
dengan
(6)
(terbentuknya
ateroma)
. Erat
dan
Aterosklerosis
klinik dengan cara
aterosklerosis
(9)
(6)
dapat
menimbulkan
bermacam-macam
manifestasi
a. Menyempitkan
lumen
pembuluh
darah
dan
mengakibatkan
dinding
pembuluh
menjadi
lemah
dan
terjadi
(9)
(11)
(6)
Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah
tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya.
Glutamat
ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan
kematian
sel.
Sebelumnya,
sel
yang
mati
ini
akan
(8)
(8)
IV.
Faktor Resiko
1. Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA / stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, heterozigot
atau homozigot untuk homo sistinuria
(5,6)
(12)
(5,6)
(13)
1. Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini
gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas atau Reversible Ischemic Neurological
Defisit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama 24 jam. Tapi tidak lebih seminggu.
3. Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala
neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke Komplit (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis
sudah menetap.
VI. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah
otak dapat dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
1. Arteri vertebralis
(6)
a. Hemiplegi alternan
b. Hemiplegi ataksik
2. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior ; gejala-gejalanya biasanya
unilateral). Lokasi lesi yang paling sering adalah pada bifurkasio arteria
karotis komunis menjadi arteria karotis interna dan eksterna. Gejala-gejala
yaitu
(6)
b. Hemiparese kontralateral
3. Arteri Basilaris
(6)
a. Tetraplegi
b. Gangguan kesadaran
c. Gangguan pupil
d. Kebutaan
e. Vertigo
4. Arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau)
(14)
(14)
a. Koma.
b. Hemiparesis kontralateral.
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf otak ketiga hemianopsia, koreoatetosis.
6. Arteria serebri media
(14)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil
(6)
1. Penemuan klinis
Anamnesis :
a. Terutama
terjadinya
keluhan
mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO
Pemeriksaan Fisik
gejala
defisit
neurologi
yang
2. Pemeriksaan penunjang
Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1. CT Scan dan MRI
(11)
2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau
transesofageal)
doppler
untuk
menghasilkan
continuous
wave
untuk
(9)
(15)
(9,15)
a. Membuka sumbatan
Trombolisis
merubah
dengan
sirkulasi
streptokinase
plasminogen
atau
menjadi
urikinase,
plasmin.
keduanya
Jadi
timbul
(9,15)
yang
melarutkan
membrane
sel
dapat
diinhibisi
dengan
ganglioside GM1
e. Menetralisir radikal bebas dengan vitamin C, vitamin E, superoxide
dismutase seperti 2-1 aminosteroid (lazeroid) akan memperpanjang
half life dari endothelial derived relaxing factor.
f.
(6)
(8)
(6)
Harus sistematik
Terapi preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu
Berhenti merokok
(16)
(8)
(16)
o
vaskuler
o
Penggunaan
mengurangi
aspirin
setelah
kematian
dan
Pencegahan sekunder
Hipertensi diturunkan melalui
(8)
(3)
mengalami
dapat
TIA,
dapat
meningkatkan
Mengurangi obesitas
Olahraga
(16)
Apakah penderita dapat bangun dari tempat tidur dan berjalan ke WC.
Di Indonesia yang paling sulit adalah mandi sendiri dan naik tangga.
X. Pengaruh Depresi Pada Penyembuhan Stroke
a.
Depresi Pasca-Stroke
Gangguan depresi mungkin merupakan gangguan emosional yang paling
mengalami
depresi
setelah
serangan
stroke.
Kepustakaan
mengatakan bahwa gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi
fungsional seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak
bertenaga, sulit konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido,
gangguan tidur pada malam hari dan adanya ide-ide bunuh diri. Duapuluh
enam persen depresi pasca-stroke adalah penderita dengan sindrom depresi
berat sedang sisanya adalah dengan sindrom depresi ringan.
Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pascastroke yang
mengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas, bahkan
pada pasien yang lebih muda dan tidak mempunyai penyakit kronis yang
terlalu banyak dibanding pasien yang tidak depresi, angka kematian tetap
tinggi pada pasien depresi pasca-stroke dan yang didiagnosis gangguan jiwa
lain akibat stroke.
b. Etiologi
Walaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahui namun beberapa
penelitian mengatakan lokasi jejas pada otak memegang peranan penting.
Penelitian melaporkan sebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi
lesi otak dengan kejadian depresi pasca-stroke di lesi hemisfer kiri. Penelitian
tersebut juga menunjukkan adanya tingkat keparahan depresi dengan
jauhnya batas anterior lobus frontalis, walaupun demikian tidak semua lesi
pada hemisfer kiri menyebabkan depresi pasca-stroke.
Beberapa
mempunyai
penelitian
riwayat
melaporkan
gangguan
bahwa
psikiatrik
atau
pasien
adanya
dengan
depresi
keluarga
yang
untuk
pengobatan
depresi
pasca-stroke.
Kepustakaan
lain
misalnya
beta-blocker
atau
metildopa
karena
obat-obatan
gangguan
depresif.
Psikoterapi
dan
terapi
lainnya
seperti
upaya
promosi
kesehatan
untuk
mencegah
terjadinya
dietnya
peningkatan
gula
dalam
darah
angka
menjadi
mengontrol
tidak
gula
terkontrol
darah
dan
sehingga
komplikasi
penderita PPOK yang mendapat stroke akibat oklusi total a.cerebri media
tentu tidak mungkin diberikan program rehabilitasi substitusi agar ia dapat
berjalan dan mandiri penuh dalam aktivitas sehari-harinya, rehabilitasi
kompensasi tentu lebih tepat untuknya.
b. Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase.
Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk
menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan
diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
1) Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke.
Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat
di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih
mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.
2) Rehabilitasi Stroke Fase Subakut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien
pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya
(sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan
memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien
pulang dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan
intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang
optimal.
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan
dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak
memerlukan peralatan canggih
pasien
bersandar
telah
tanpa
mampu
mempertahankan
berpegangan
dalam
kurun
duduk
waktu
tegak
tertentu
tidak
tanpa
latihan
yang
sebaiknya
adalah
latihan
yang
tidak
sangat
Mengembalikan
kemampuan
fisik
seseorang
harus
Latihan
untuk
Kemandirian
dalam
Melakukan
Aktivitas
Sehari-hari
Mengembalikan
kemandirian
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari
pemberian,
frekuensi
dan
intensitas
terapi
yang
tepat
harus
disesuaikan dengan kondisi medis pasien. Selain itu terapi latihan fungsional
baru efektif apabila terpenuhi beberapa kondisi yaitu:
1) Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot.
Apabila ada, maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.
2) Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan
yang diberikan. Kesulitan pemahaman terjadi pada pasien afasia
sensorik
dan
gangguan
kognitif.
Pemberian
stimulasi
untuk
manusia
berkomunikasi
satu
sama
lain
melibatkan
pemahaman
bahasa
menjadi
indikator
penting
untuk
hemisfer
kiri
yang
justru
terganggu.
Stimulasi
melalui
lagu,
menyanyikan dan menyuarakan syair lagu yang sudah pasien kenal sebelum
sakit akan lebih bermanfaat.
2. Disartria
Disartria didefinisikan sebagai gangguan dalam mengekspresikan bahasa
verbal, akibat kelemahan, spastisitas dan atau gangguan koordinasi pada
organ bicara dan artikulasi. Parameter bicara yang terkena pada disatria
antara
lain
respirasi,
fonasi/suara,
artikulasi,
resonansi
dan
prosodi.
Tergantung letak lesi disatria dibedakan atas disatria flaksid, spastik, ataksik,
hipokinetik
dan
hiperkinetik.
Terapi
latihan
diberikan
sesuai
dengan
Fungsi kortikal luhur merupakan fungsi yang paling luhur pada manusia,
yang membedakan manusia dengan mahkluk Tuhan lainnya. Kerja fungsi ini
melibatkan jaringan yang rumit dan kompleks serta sulit untuk dipisahkan
karena saling terkait satu sama lain. Untuk memudahkan pemahaman, fungsi
kortikal luhur dibedakan menjadi fungsi berbahasa, fungsi memori, fungsi
visuospasial, fungsi emosi dan fungsi kognisi.
Fungsi kognisi seseorang memerlukan intaknya fungsi kortikal luhur yang
lain. Fungsi kognisi antara lain kemampuan atensi, konsentrasi, registrasi,
kategorial, kalkulasi, persepsi, proses pikir, perencanaan, tahapan serta
pelaksanaan aktivitas/tugas, pertimbangan baik buruk, bahaya tidak bahaya,
pemecahan masalah dan lain sebagainya. Pasien stroke disertai gangguan
fungsi
luhur
memerlukan
rehabilitasi
spesifik.
Rehabilitasi
untuk
jalan
perlu
diberikan
bertahap,
dimulai
dari
kemampuan
secara aktif. Apabila jalan sudah cukup stabil di dalam paralel bar, maka
latihan jalan dapat dilanjutkan dengan memakai tripod, yaitu tongkat yang
ujung bawahnya bercabang tiga. Untuk memperbaiki stabilitas jalan, tidak
jarang diperlukan perespon splint kaki (dynamic foot orthosis) atau sepatu
khusus.
Gangguan Melakukan Aktivitas Sehari-hari
Pasien yang telah kembali ke rumah seharusnya di motivasi untuk
mengerjakan semampunya aktivitas perawatan dirinya sendiri. Apabila sisi
kanan yang terkena, pasien dapat diajarkan untuk menggunakan tangan
kirinya untuk semua aktivitas. Pastikan juga tangan yang sakit diikutsertakan
dalam semua kegiatan. Semakin cepat dibiarkan melakukannya sendiri,
semakin cepat pula pasien menjadi mandiri. Hanya aktivitas yang dapat
menimbulkan risiko jatuh atau membahayakan pasien sendiri yang perlu
ditolong oleh keluarga.
Mengembalikan Kebugaran Fisik dan Mental
Pasien stroke seringkali mengeluh cepat lelah. Ia selalu berupaya untuk
sedikit
bergerak
dan
lebih
banyak
istirahat.
Keluarga
seringkali
disebabkan
oleh
endurans
pasien
menjadi
rendah
karena
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20
and
epidemiological
consederations.
The
role
of
hormone