GC
GC
4. Kolom
Jika suatu cuplikan dianalisis dengan GC maka pemisahan terjadi
pada kolom. Kolom di dalam GC sering disebut dengan jantung GC.
Hal ini disebabkan karena keberhasilan suatu analisis ditentukan oleh
tepat dan tidaknya kolom yang dipilih serta jenis cuplikan yang akan
dianalisis.
Kolom GC terdiri dari 3 bagian yaitu wadah luar yang terbuat dari
logam (tembaga, baja tahan karat, nikel),gelas atau plastik mislanya
teflon dan isi kolom yang terdiri dari padtan pendukung dan fasa
cairan.
Kolom isian
Fasa stasioner dalam kromatografi gas cair (KGC) adalah cairan,
tetapi cairan itu tidak boleh dibiarkan bergerak gerak di dalam
tabung. Cairan tersebut harus dimobilisasi, biasanya dalam bentuk satu
lapisan tipis dengan luas permukaan besar. Ini paling lazim dilakukan
dengan mengimpregnasi suatu bahan padat dengan fasa cair sebelum
kolom diisi. Padatan tersebut harus bersifat inert secara kimiawi
terhadap zat zat yang nantinya akan dikromatografikan, stabil pada
temperatur operasi, dan memilki luas permukaan yang besar persatuan
berat. Penurunan tekanan yang dibutuhkan untuk laju alir gas yamg
diinginkan harus tidak boleh berlebihan. Kekuatan mekanis lebih
diinginkan agar partikel partikelnya tidak pecah dan mengubah
distribusi ukuran partikel dengan penanganan. Kebanyakan padatan
yang digunakan sebagai penyangga pada KGC sangat berpori. Adsorben
aktif seperti karbon aktif dan silika gel adalah penyangga padat yang
buruk. Bahkan jika dilapisi dengan lapisan cairan tipis maka padatan ini
akan menyerap komponen komponen sampel yang menyebabkan
pengekoran (tailing). Bahan penyangga padat yang paling umum adalah
tanah diatom. Untuk dapat digunakan sebagai penyangga padatan
maka tanah diatom dijadikan seperti bata dan dipanaskan di dalam
tanur kemudian digerus halus sampai dan disaring dengan ukuran mesh
tertentu.
Pemilihan fasa cair
Fasa cair harus dipilih dengan mempertimbangkan
masalah pemisahan tertentu. Cairan tersebut harus memiliki tekanan
uap yang sangat rendah pad temperatur kolom; sebuah petunjuk
praktis mengusulkan suatu titik didih sekurang kurangnya 200 0C di
atas temperatur di mana cairan akan diberikan. Dua alasan penting
untuk menginginkan volatilitas yang rendah adalah pertama, hilangnya
cairan akan menghancurkan kolom itu, dan kedua, detektor akan
memberi respon pada uap fasa stasioner dengan hasil penyimpangan
pada garis dasar perekam dan menurunkan kepekaan terhadap
komponen komponen sampel yang dianalisis.
Jelas, fasa cair harus stabil secara termal pada temperatur kolom,
dan kecuali dalam kasus kasus khusus, cairan itu tidak bereaksi
secara kimia dengan komponen komponen sampel. Cairan tersebut
harus memiliki daya pelarut yang cukup untuk sampel. Mengingat
aturan lama bahwa sejenis melarutkan sejenis , bisa dinyatakan
1.
BDM
Senyawa
dianalisis
yang
5 x 10-10
Propana
5 x 10-12
Propana
-16
5 x 10
Lindan
-10
5 x 10
Tiofen
-12
2 x 10
Tributilfosfat
Ionisasi nyala
5 x 10-14
Azobenzena
-15
Alkali (DINA)
5 x 10
Tributilfosfat
Jenis jenis dari detektor :
Detektor konduktivitas termal
Alat ini mengandung baik suatu filamen logam yang dipanaskan
maupun suatu termistor. Termistor adalah bantalan kecil yang dispakan
dengan menggabungkan campuran logam oksida umumnya dari
mangan, kobal, nikel, dan runut logam lainnya.
Elemen, filamen atau termistor dari detektor dipanaskan pada
kondisi tunak, memiliki temperatur tertentu yang ditentukan oleh
panas diberikan padanya dan laju hilangnya panas ke dinding ruang
yang mengelilinginya.
Detektor itu umunya memiliki dua sisi, masing- masing
elemennya sendiri. Gas pembawa murni menelusuri satu sisi detektor
yang terletak di depan di depan lubang injeksi sampel, sementara
efluen kolom mengalir melalui sisi lainnya.
Helium merupakan gas pembawa yang cocok untuk detektor
konduktivitas termal karena konduktivitas termalnya jauh lebih besar
daripada kebanyakan senyawa organik dan tidak memiliki suatu bahaya
ledakan. Kepekaan detektor konduktivitas termal dapat ditingkatkan
dengan menjalankan elemen elemen pada temperatur yang lebih
tinggi dengan memberikan suatu arus jembatan yang besar, Tetapi
melibatkan harapan hidup elemen tersebut kecil. Detektor ini secara
umum tidak bersifat menghancurkan.
Detektor pengionan nyala
Prinsip dasar detektor pengionan nyala adalah energi kalor
dalam nyala hidrogen cukup untuk menyebabkan banyak molekul
untuk mengionisasi. Gas efluen dari kolom dicampur dengan hidrogen
dan dibakar pada ujung jet logam dalam udara brlebih. Suatu potensial
diberikan antara jet dan elektroda kedua yang bertempat di atas atau
sekitar nyala itu. Ketika ion ion itu dibentuk dalam nyala, ruang gas
antara kedua elektroda menjadi lebih konduktif dan arus meningkat
mengalir dalam sirkuit. Arus ini melewati resistor, tegangan terbentuk
yang dikuatan untuk menghasilkan suatu isyrat yang diterima perekam.
Dengan detektor pengionan nyala, konsentrasi ion ion dalam
ruang antara elektroda dan besarnya arus tersebut sangat bergantung
pada laju dimana molekul molekul zat terlarut dikirim ke nyala. Berat
zat terlarut yang mencapai nyala dalam satuan waktu akan
mnghasilakan respon detektor yang sama berapapun tingkat
pengenceran oleh gas pembawa. Ini dasar untuk pernyataan bahwa
detektor ini memberi respon bukan pada konsentrasi zat terlarut tetapi
pada laju alir massa zat terlarut tersebut. Juga harus diperhatikan
Hantaran panas
Ionisasi nyala
Tangkapan elektron
Fotometri nyala
a.
Pada satu seri zat baku internal dengan jumlah tertentu, masingmasing tambahkan sejumlah zat dengan jumlah yang berbeda-beda.
Dari masing-masing larutan baku tersebut, suntikan dengan jumlah
yang sama pada tempat penyuntikan zat. Garis kalibrasi diperoleh
dengan menggambarkan hubungan antara perbandingan luas daerah
puncak kurva atau tinggi puncak kurva zat dengan zat baku
internalnya, pada sumbu vertical, dan perbandingan jumlah zat baku
dengan jumlah zat baku internal, atau jumlah zat baku, pada sumbu
horizontal.
Buat larutan zat seperti yang tertera pada masing-masing
monografi, tambahkan zat baku internal dengan jumlah sama seperti
pada larutan zat baku di atas. Dari kromatogram yang diperoleh
dengan kondisi yang sama seperti cara memperoleh garis kalibrasi,
hiitung perbandingan luas daerah puncak kurva atau tinggi puncak
kurva zat dengan luas daerah puncak kurva zat baku internal. Jumlah
zat dapat ditetapkan dari garis kalibrasi.
Untuk baku internal, gunakan senyawa yang mantap yang puncak
kurvanya terletak dekat puncak kurva zat tetapi cukup terpisah dari
puncak kurva zat, serta puncak kurva komponen-komponen lain.
b. Cara garis kalibrasi mutlak
Buat satu seri larutan baku. Suntikan dengan volume sama tiap
larutan ke dalam tempat penyuntikan zat. Gambar garis kalibrasi dari
kromatogram, dengan berat zat pada sumbu horizontal, dan tinggi
puncak kurva atau luas daerah puncak kurva pada sumbu vertical. Buat
larutan zat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Dari
kromatogram yang diperoleh dengan kondisi yang sama seperti cara
memperoleh garis kalibrasi, ukur luas daerah puncak kurva atau tinggi
puncak kurva. Hitung jumlah zat menggunakan garis kalibrasi. Dalam
cara kerja ini, semua harus dikerjakan dengan kondisi yang betul-betul
tetap.
c.
WAKTU RETENSI
Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam
fase cair, akan mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas
pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu
retensi yang lama.
Pengaruh pengotor
Faktor kesalahan