240210120099
IV.
netral. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya
mengandung
sejumlah
kecil
komponen
selain
trigliserida.
Berdasarkan
sumbernya, minyak dibagi menjadi 2 macam, yaitu minyak bumi (mineral oils
atau petroleum) dan minyak dari mahluk hidup (lipida atau lipids). Adapun
minyak dari mahluk hidup terbagi lagi menjadi minyak nabati (vegetable oils) dan
minyak hewani (animal oils). Minyak nabati (vegetable oils) berasal dari bijibijian palawija (minyak jagung, biji kapas, dll), kulit buah tanaman tahunan
(minyak zaitun dan kelapa sawit) dan biji-bijian dari tanaman tahunan (kelapa,
cokelat, dll). Sedangkan minyak hewani (animal oils) berasal dari susu hewan
peliharaan (lemak susu), daging hewan peliharaan (oleo oil, oleo stearin, dll) dan
hasil laut (minyak ikan sarden dan minyak ikan paus) (Sutanto, 2008).
Minyak memiliki sifat fisikokimia yang berbeda-beda bergantung pada
sumber bahan baku pembuatannya. Beberapa jenis ester berada dalam bentuk
padat, cair, mudah menguap atau terdiri dari senyawa jenuh dan tidak jenuh.
Masing-masing ester tersebut menentukan sifat fisiko kimia dari minyak, sehingga
jumlah dan jenis dari ester menentukan sifat fisiko kimia dari minyak. Kegunaan
dari lemak dan minyak juga ditentukan oleh sifat fisiko kimianya. Pengujian sifat
fisiko kimia juga digunakan untuk identifikasi jenis dan penilaian mutu minyak
(Ketaren, 2012). Pada praktikum kali ini dibahas mengenai sifat fisiko kimia
beberapa jenis minyak nabati diantaranya minyak kelapa, minyak kelapa sawit,
minyak kedelai, minyak jagung, minyak bekas, minyak curah, minyak canola, dan
minyak bekatul.
4.1
Sifat Organoleptik
Pengujian sifat fisik-kimia digunakan untuk identifikasi jenis dan penilaian
mutu minyak dan lemak, pengujiannya meliputi uji organoleptik yang terdiri dari
pengujian terhadap warna, aroma, dan kejernihan minyak secara visual. Perbedaan
warna pada berbagai jenis minyak disebabkan karena ada atau tidaknya pigmen
berwarna merah jingga atau kuning yang disebabkan oleh karotenoid. Karotenoid
bersifat larut dalam minyak dan merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak
jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, karoten ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas
Grisselda Priliacita
240210120099
warna kuning berkurang. Mengingat sifat karotenoid yang tidak stabil pada suhu
tinggi, maka jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning akan hilang. Hal
ini juga yang mempengaruhi kejernihan dari minyak tersebut (Winarno, 1991).
Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik
Sampel
Warna
Aroma
Minyak Kelapa
Putih
Minyak Kedelai
Kuning +1
Minyak Canola
Kuning +1
Khas Minyak +4
Minyak Bekas
Coklat
Amis +1
Minyak Kelapa Sawit Kuning +2
Minyak Bekatul
Kuning +4
Minyak Jagung
Kuning +3
Khas Minyak +2
Minyak Curah
Kuning +3
Khas Minyak +
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)
Kejernihan
+5
+4
+4
+3
+1
+3
+1
Grisselda Priliacita
240210120099
tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoferol dan chroman 5,6 quinone
menghasilkan warna kecoklat-coklatan (Ketaren, 2012).
Bau atau flavor dalam minyak terdapat secara alami namun karena
terjadinya reaksi hidrolisis dan oksidasi, maka baunya menjadi tengik karena
adanya asam lemak bebas dan peroksida. Asam lemak bebas yang dapat menguap,
dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, dan C10 menghasilkan bau tengik dan
rasa yang tidak enak dalam bahan pangan berlemak (Keraten, 2012). Aroma dari
minyak memiliki ciri khas masing-masing bergantung pada sumber bahan
bakunya. Aroma khas minyak kelapa sawit berasal dari beta ionone sedangkan
minyak kelapa adalah nonyl methylketon. Minyak kedelai, minyak jagung dan
minyak bekatul juga memiliki aroma yang khas. Minyak bekas berbau masakan
karena minyak tersebut telah digunakan untuk memasak sehingga aroma masakan
menempel pada minyak karena sifat minyak yang mudah menyerap bau.
Selain sifat warna dan aroma, pengujian sifat organoleptik pada berbagai
jenis minyak juga dilakukan terhadap kejernihan minyak. Pengujian dilakukan
secara visual sehingga hasilnya tidak bersifat objektif. Warna minyak yang
diamati sebenarnya berkorelasi dengan kejernihan minyak. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa minyak yang paling keruh adalah minyak bekas. Warna
gelap dan keruh pada minyak bekas menunjukkan bahwa proses pengolahan dan
penyimpanan dapat merusak warna dan kejernihan minyak. Suhu pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan minyak teroksidasi dan dalam keadaan panas akan
mengekstraksi zat warna. Selain itu kejernihan juga dapat dipengaruhi akibat
adanya pengotor serta proses penyaringan pada minyak. Sementara itu minyak
paling jernih adalah minyak kedelai yang disimpan selama 1 tahun. Minyak
kedelai yang kurang berwarna kuning karena disimpan lama menyebabkan
pemucatan sehingga tampak lebih jernih.
4.2
Titik Cair
Minyak merupakan gliserida yang terdiri dari campuran berbagai asam
lemak dan komponen lainnya, sehingga tidak memiliki titik cair yang tepat, tetapi
mencair diantara kisaran suhu tertentu. Mennurut Krischenbauer (1960), asam
lemak selalu menunjukkan titik cair dengan semakin panjangnya rantai karbon.
Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi mempunyai titik cair
Grisselda Priliacita
240210120099
yang semakin rendah. Asam lemak yang berstruktur trans memiliki titik cair yang
lebih tinggi daripada yang berstruktur cis. Pengukuran titik cair dilakukan dengan
membekukan terlebih dahulu sampel minyak dalam pipa kapiler kemudian
dicairkan dan pada saat sampel jernih maka titik tersebut adalah titik cairnya.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Titik Cair
Sampel
Titik Cair
Minyak Kelapa
30 C
Minyak Kedelai
50 C
Minyak Canola
52 C
Minyak Bekas
60 C
Minyak Kelapa Sawit
> 50 C
Minyak Bekatul
31 C
Minyak Jagung
37 C
Minyak Curah
42 C
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)
Hasil pengamatan menunjukkan ada beberapa sampel yang titik cairnya
tidak sesuai dengan literatur yaitu minyak jagung dimana suhu titik cairnya
seharusnya berkisar antara 4-120C tetapi hasil pengamatan adalah 370C. Begitu
pula itu titik cair pada minyak kelapa sawit yang diatas 500C sedangkan nilai
literatur pada minyak kelapa sawit yaitu sekitar 26-290C. Minyak yang memiliki
titik cair terendah adalah minyak kelapa dimana pada minyak kelapa menurut
Ketaren (2012), memiliki asam lemak jenuh hampir 90% sehingga titik cairnya
rendah, namun hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan yang didapatkan.
4.3
Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan massa terhadap volume suatu sampel
pada suhu tertentu. Bobot jenis minyak merupakan sifat fisik minyak yang
biasanya digunakan untuk menyatakan tingkat kemurnian minyak goreng. Alat
yang bisa digunakan untuk penentuan bobot jenis adalah piknometer (Ketaren,
2012). Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak. Nilai berat jenis minyak didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama
dengan volume minyak pada yang sama pula.
Bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen
yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam
Grisselda Priliacita
240210120099
minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis
komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak
teroksigenasi. Semakin tinggi frekuensi pemakaian minyak semakin banyak
terakumulasinya bahan-bahan pengotor yang berasal dari bahan yang digoreng ke
dalam minyak, misalnya air, remah-remah, bumbu, dan lain-lain selama proses
penggorengan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai bobot jenis
minyak setelah digunakan berulang kali (Ayu dan Farida, 2010).
Pengukuran pada bobot jenis ini ketelitian benar-benar harus diperhatikan.
Botol pikometer yang digunakan harus benar-benar bersih dan kering sehingga
tidak ada bahan lain yang ikut tertimbang sebagai berat pikometer kosong.
Pengisian air atau minyak kedalam piknometer juga harus benar-benar penuh dan
tidak ada rongga udara, karena jika terjadi kesalahan maka berat minyak maupun
berat air hasilnya tidak akan teliti. Selain hal tersebut, faktor suhu harus
diperhatikan karena setiap minyak memiliki titik leleh yang berbeda. Bobot air
adalah selisih bobot piknometer dengan isinya dikurangi bobot piknometer
kosong.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Bobot Jenis Minyak
Berat
Berat
Volume
Sampel
pikno
pikno + air
air (ml)
kering (g)
(gram)
Minyak Kelapa
32,3139
81,0505
48,7366
Minyak Kedelai
16,2241
25,8105
9,3864
Minyak Canola
15,8904
25,6282
9,7378
Minyak Bekas
23,3743
47,2346
23,8603
Minyak Kelapa
23,4967
47,8036
24,3064
Sawit
Minyak Bekatul
16,2558
25,9608
9,7050
Minyak Jagung
15,8100
25,5847
9,7747
Minyak Curah
32,3411
81,8451
49,5040
Sumbe r : (Dokumentasi Pribadi, 2014)
Berat
minyak
(gram)
77,8469
25,1680
25,0125
45,5300
Berat
jenis
(gr/ml)
0,9349
0,9329
0,9370
0,9290
45,6454
0,9100
25,1567
24,8001
77,4346
0,9172
0,9200
0,9110
Grisselda Priliacita
240210120099
bobot jenis 0,9329 g/ml, hal ini kurang akurat dengan literatur namun cukup
mendekati nilai literatur, ketidak sesuaian ini dapat disebabkan oleh pengukuran
yang kurang tepat atau adanya zat pengotor lain yg ikut terukur. Hal tersebut
kemungkinan diakibatkan kesalahan atau penggunaan alat atau metode yang
berbeda se rta faktor luar yang mempengaruhi ketepatan pengukuran.
4.4
Kejernihan Minyak
Kejernihan minyak berhubungan dengan proses pemurnian minyak.
Transmitansi
96%
104%
Grisselda Priliacita
240210120099
Minyak Canola
-0,015
Minyak Bekas
0,508
Minyak Kelapa Sawit
0,054
Minyak Bekatul
0,074
Minyak Jagung
0,039
Minyak Curah
0,092
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)
103,7%
31%
88,4%
84,4%
91,5%
81,1%
Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan
pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias akan
meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan
terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias akan bertambah sesuai
dengan meningkatnya bobot molekul, selain itu dengan naiknya derajat kejenuhan
dari asam lemak tersebut.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Indeks Bias
Sampel
Suhu (C)
Minyak Kelapa
26,1
Minyak Kedelai
26,2
Minyak Canola
26,3
Minyak Bekas
26,3
Minyak Kelapa Sawit
25,7
Minyak Bekatul
25,5
Minyak Jagung
25,8
Minyak Curah
26
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)
Spesifitas
1,455
1,4725
1,472
1,466
1,465
1,4705
1,473
1,465
Brix
65,1
72,9
72,8
70,2
70
72
73
69,7
Grisselda Priliacita
240210120099
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata indeks bias berbagai jenis
minyak yang sedang diuji mencapai 70. Minyak yang memiliki indeks bias dari
yang paling tinggi hingga paling rendah adalah minyak jagung, minyak kedelai,
minyak canola, minyak bekatul, minyak bekas, minyak kelapa sawit, minyak
curah, dan minyak kelapa. Minyak yang memiliki indeks bias yang tinggi adalah
minyak yang memiliki ikatan tak jenuh tinggi. Minyak bekas merupakan minyak
yang seharusnya memiliki indeks bias yang paling kecil karena minyak tersebut
telah digunakan, sehingga ikatan rangkapnya sudah berkurang karena teroksidasi.
Menurut Ketaren (2012), minyak jagung memiliki indeks bias 1.46571.4659 pada 25C, minyak kedelai memiliki indeks bias 1.471-1.475 pada 25C
dan minyak sawit memiliki indeks bias pada 40C sebesar 1.4565-1.4585
sedangkan menurut Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (2012) mengungkapkan
bahwa minyak sawit memiliki indeks bias pada 40C sebesar 46-49. Menurut
Ketaren (2012), pengujian indeks bias pada refraktometer Abbe harus
menggunakan pengatur suhu yaitu pada suhu 250C untuk minyak. Indeks bias
pada suhu tertentu dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
R = R + K(T-T)
Dimana R: Pembacaan skala pasa suhu T
R: Pembacaan skala pada suhu T
T: Suhu ketika R akan dicari
K: Faktor koreksi untuk minyak adalah 0,000385
Hal tersebut diatas menunjukkan kemungkinan kesalahan terjadi pada saat
pengukuran dan skala yang didapat juga kemungkinan harus dihitumg terlebih
dahulu dengan menggunakan rumus diatas sehingga hasilnya akan sesuai dengan
literatur.
Grisselda Priliacita
240210120099
V.
5.1
Kesimpulan
1. Minyak kelapa merupakan minyak yang memiliki kejernihan yang paling
tinggi, sedangkan minyak bekas merupakan miyak yang memiliki tingkat
kejernihan yang paling rendah.
2. Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelao, minyak canola, dan
minyak jagung memiliki aroma minyak yang khas. Berbeda dengan
minyak bekas yang sudah terkontaminasi dengan aroma masakan yang
digorengnya.
3. Pengukuran titik cari didapatkan titik cair terendah yaitu minyak kelapa,
dan yang tinggi adalah minyak bekas.
4. Bobot jenis yang paling tinggi yaitu minyak kelapa dan bobot jenis
minyak kelapa lebih berat dibandingkan dengan minyak bekas yang sudah
terkandung zat-zat lain.
5. Tingkat kejernihan minyak terendah yaitu pada minyak bekas dan yang
tertinggi adalah minyak kedelai.
6. Spesitifitas tertinggi yaitu minyak jagung dan yang terendah yaitu pada
minyak kelapa.
5.2
Saran
1. Praktikum yang dilakukan harus dilakukan dengan secara hati-hhati dan
teratur, serta dibutuhkan ketelitian yang tinggi.
2. Penggunaan kuvet dalam menentukan kejernihan minyak lebih baik
menggunakan kuvet yang baru, sebab penggunaan kuvet mempengaruhi
pengukuran kejernihan minyak.
3. Seharusnya didukung dengan sarana dan prasarana yang baik dan susai,
serta ketersediaan alat yang memadai agar praktikum yang dilakukan lebih
efektif dan haisl yang di dapatkan lebih sesuai.
Grisselda Priliacita
240210120099
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, F. D. dan Farida Hanum Hamzah. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia Minyak
goreng yang Digunakan oleh Pedagang Makanan Jajanan di Kecamatan
Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal SAGU ISSN 1412-4424 Vol. 9 No. 1 hal
4-14
Ketaren S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UIPress.
Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology.
Reinhold Publishing Co. New York.
Sutanto, Adi. 2008. Minyak Goreng. Penerbit NTUST Indonesian Student
Association, Jakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.