Anda di halaman 1dari 24

KONSEP MEDIS

EPILEPSI
1 Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat
yang dikarakteristikan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus oyot atau
gerakan dan gangguan perilau, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga
epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel
saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengelurkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang
epileptik adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini. (Brunner &
Sudarth)
2. Epidemiologi
Seperti halnya insidensi, angka prevelansi epilepsi dari berbagai penelitian
berkisar 1,5 31/1000 penduduk.
Estimasi prevelansi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah mengalami
epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara.
Adapun rata rata prevelansi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun
sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi di seluruh dunia berkisar 4-6/1000.
Pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis
populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi
sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7 1,0% yang berarti
berjumlah 1,5 2 juta orang.

3. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Menurut Mansjoer (2000), etiologi dari epilepsi yaitu :


1. Idiopatik
2. Aquiret adalah kerusakan otak keracunan obat metabolik
3. Trauma kepala
4. Tumor otak
5. Stroke
6. Cerebral edema
7. Hipoksia
8. Keracunan
9. Gangguan metabolik
10. Infeksi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab
utama, ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak
pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi
menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak
etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik
dan yang buruk.

Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,


definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila
defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan
ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama.
Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut
akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama
untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang,
yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam
dan ini berpotensi menjadi embrio epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera
menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak
dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak
atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya
epilepsi. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsy :
1. Bayi (0- 2 th)
2. Hipoksia dan iskemia paranatal
3. Cedera lahir intracranial
4. Infeksi akut
5. Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia,
6. defisiensi piridoksin)
7. Malformasi congenital

8. Gangguan genetic
9. Anak (2- 12 th)
10. IdiopatikInfeksi akut
11. Trauma
12. Kejang demam
13. Remaja (12- 18 th) Idiopatik
14. Trauma
15. Gejala putus obat dan alcohol
16. Malformasi anteriovena
17. Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
18. Alkoholisme
19. Tumor otak
20. Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
21. Penyakit serebrovaskular
22. Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjutajuta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar
melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya
sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula

setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain


pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx
natrium ke intraseluler.
Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke
dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah

keseimbangan

asam-basa atau

elektrolit,

yang

mengganggu

homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.


Gangguan

keseimbangan

neurotransmitter

aksitatorik

ini
atau

menyebabkan
deplesi

peningkatan

berlebihan

neurotransmitter

inhibitorik.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya
tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan
beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1.

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami


pengaktifan.

2.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan


muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara berlebihan.

3.

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang


waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).

4.

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa


atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga

terjadi

keseimbangan

kelainan

ini

depolarisasi

menyebabkan

neuron.

peningkatan

Gangguan
berlebihan

neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.


Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang.
Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan
atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan
oleh

kehilangan

cairan

tubuh

berlebihan)

selama

aktivitas

kejang.

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural.
Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat

dan menyingkirkan

asetilkolin.

5. Klasifikasi Kejang
2.4.1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b.

epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya

2.4.2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan


a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal Dengan gejala motoric
a) Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian
tubuh saja
b) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
c) Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
d) Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
e) Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti
atau

pasien

mengeluarkan

bunyi-bunyi

tertentu

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai


halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan
bangkitan yang disertai vertigo).
f) Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
g) Visual : terlihat cahaya Auditoris : terdengar sesuatu
h) Olfaktoris : terhidu sesuatu
i) Gustatoris : terkecap sesuatu
j) Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil). Dengan gejala psikis
(gangguan fungsi luhur)

Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku


kata, kata atau bagian kalimat.

Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti


sudah

mengalami,

mendengar,

melihat,

atau

sebaliknya.

Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu,


merasa seperti melihatnya lagi;

Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil


atau lebih besar.

Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara,


musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.

2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.


Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.

Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti


pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.

Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang


timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah,
menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata

sesuatu,

memegang

kancing

baju,

berjalan,

mengembara tak menentu, dll.


Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.

Hanya dengan penurunan kesadaran

Dengan automatisme

3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonikklonik, tonik, klonik). Epilepsi parsial sederhana yang berkembang
menjadi bangkitan umum.Epilepsi parsial kompleks yang berkembang
8

menjadi bangkitan umum.Epilepsi parsial sederhana yang menjadi


bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan
umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence) Lena khas (tipical absence) Pada epilepsi ini,
kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong,
bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya epilepsi ini berlangsung selama menit dan biasanya
dijumpai pada anak.

Hanya penurunan kesadaran

Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan,


biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau
otot-otot lainnya bilateral.

Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot


leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga
tampak mengulai.

Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot


ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang,
kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat
mengetul atau mengedang.

Dengan automatisme

Dengan komponen autonom.

Lena tak khas (atipical absence) Dapat disertai:

Gangguan tonus yang lebih jelas.

Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

2) Grand Mal Mioklonik, Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi


mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua

otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai


pada semua umur.diantaranya :
a) Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
b) Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
c) Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira menit diikutti kejang kejang
kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur
beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang
masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
d) Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan.

10

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan


bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,
atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
6. Manifestasi Klinis dan Perilaku
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h)

Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan


terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat

i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara


secara tiba- tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendangmenendang
k) Gigi geliginya terkancing
l)

Hitam bola matanya berputar- putar

m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak

11

ada respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan,


maupun rangsang nyeri.
Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam
bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan
jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat.
Terkadang diikuti dengan buang air kecil.
Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel
otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik.
Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh
adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada
sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak.
Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik,
benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat
penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi
biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah

menilai fungsi hati dan ginjal

12

menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat


menunjukkan adanya infeksi).

Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

8.Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsy
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai, yakni:

Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.

Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat


yang normal.

Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.

Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika


penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.

13

d)

Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya


kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.

e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras


diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut aura. Aura ini bisa ditandai dengan sensasi
aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di
telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.
g)

Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau


penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit
terdekat.

2.

Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d)

Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang

e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan


f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut

14

h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk


pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut
penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih
penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat
penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.
9. Komplikasi
Mengakibatkan kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak, dan
mengakibatkan retardasi mental, dapat timbul akibat kejang yang berulang, dapat
mengakibatkan timbulnya depresi dan cemas

15

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia:

Penyakit

epilepsi

dapat

menyerang

segala

umur

Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress


dapat memicu terjadinya epilepsi. Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum
alcohol (alcoholic)
b) Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan
kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien /
keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat.
Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.
c) Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d) Riwayat penyakit dahulu:

Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

Tumor Otak

Kelainan pembuluh darah

demam,

Stroke

gangguan tidur

penggunaan obat

hiperventilasi

stress emosional

16

e) Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan


merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat
dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f) Riwayat psikososial

Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.

Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang


berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau ayan yang lebih umum di
masyarakat).

g) Pemeriksaan fisik (ROS)


1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain): penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang
h) Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS:

DO: pasien kejang (kaki menendang- nendang, ekstrimitas atas fleksi),


gigi geligi terkunci, lidah menjulur perubahan aktivitas listrik di otak
Keseimbangan terganggu gerakan tidak terkontrol Resiko cedera

DS: sesak,

DO:apnea,

cianosis

gangguan

nervus

V,

IX,

lidah melemah menutup saluran trakea Adanya obstruksi Bersihan


jalan napas tidak efektif

DS: terjadi aura (mendengar bunyi yang melengking di telinga, baubauan, melihat sesuatu), halusinasi, perasaan bingung, melayang2.

17

DO: penurunan respon terhadap stimulus, terjadi salah persepsi Terjadi


depolarisasi berlebih

Bangkitan listrik di bagian otak serebrum Menyebar ke nervus- nervus

Mempengaruhi aktivitas organ sensori persepsi Gangguan persepsi


sensori

DS: klien terlihat rendah diri saat berinteraksi dengan orang lain

DO:menarik diri Stigma masyarakat yang buruk tentang penyakit


epilepsi atau ayan

Klien merasa rendah diri

Menarik diri Isolasi social

DS: klien terlihat cemas, gelisah.

DO: takikardi, frekuensi napas cepat atau tidak teratur Terjadi kejang
epilepsi
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit

Bingung Ansietas

DS: pasien mengeluh sesak

DO: RR meningkat dan tidak teratur, Terjadi bangkitan listrik di otak


Menyebar ke daerah medula oblongata

Mengganggu pusat respiratori

Mempengaruhi pola napas Ketidakefektifan pola napas

DS: klien merasa lemas, klien mengeluh cepat lelah saat melakukan
aktivitas

DO:takikardi,

takipnea,

terjadi

bangkitan

listrik

di

otak

menyebar ke MO

mengganggu pusat kardiovaskular

takikardia

CO menurun

Suplai darah (O2) ke jaringan menurun


18

metabolisme aerob menjadi anaerob

ATP dari 38 menjadi 2

kelelahan
intoleransi aktifitas Intoleransi aktivitas

DS: pasien menunjukkan kelelahan, diam, tidak banyak bergerak

DO: penurunan kesadaran, penurunan kemampuan persepsi sensori,


tidak ada reflek CO menurun

Suplai darah ke otak berkurang

Iskemia jaringan serebral (O2 tidak adekuat) Resiko penurunan perfusi


serebral

19

3.

Penyimpangan KDM
Lesi pada otak
(talamus dan korteks serebri)
Gangguan fungsi neuron otak
Gangguan keseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi

Depolarisasi membran neuron


Terlepasnya muatan listrik secara abnormal
kesadaran hilang
---------

Perubahan motorik kejang

Kontraksi simultan Diafragma dan otak,


dada lidah tertekan
Obstruksi Jalan Nafas

Epilepsi

resiko tinggi
terjadi luka

Kurang Informasi
pemahaman proses penyakit kurang

Tidak efektifnya
jalan nafas

stressor meningkat

tidak efektifnya
koping adekuat

20

2. Diagnosa Keperawatan
a) Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
b) Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik
c) Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
3. Intervensi :
a) Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Intervensi :
1. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
2. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen
3. Lakukan pengisapan sesuai indikasi
Rasional :
1. Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat
jalan napas
2. Untuk memfasilitasi usaha bernapas, ekspansi dada
3. Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
4. secara abnormal dan kesadaran hilang.
b) Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik
Intervensi :
1. Bila serangan terjadi ditempat tidur letakkan bantal dibawah kepala
pasien
2. Dampingi pasien saat serangan tejadi
Rasional :
1. Untuk mencegah benturan di lantai
2. Untuk mencegah bahaya fisik: aspirasi, lidah tergigit
c) Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.

21

Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Beri informasi tentan kondisinya.
Rasional :
1. Membantu dalam menentukan intervensi
2. Mengurangi rasa cemas karena menyalurkan perasaannya kepada
orang lain.
3. Memberikan ketenangan kepada klien dan mengurangi rasa cemas.
4. Evaluasi
1) Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2) Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3)

Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak


menarik diri (minder)

4) Pola napas normal, TTV dalam batas normal


5) Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan aktifitas seharihari secara normal
6) Organ sensori dapat menerima stimulus dan menginterpretasikan dengan
normal
7) Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
8) Status kesadaran pasien membaik

22

PENUTUP
A. Kesimpulan
dari deFinisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa epilepsi merupakan
epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulangulang. diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali
kejang tanpa penyebab
B. Saran
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Kami menyadari, penyusunan Asuhan
Keperawatan Epilepsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan

23

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,

Marylin,1999.

Rencana

Asuhan

Keperawatan,

EGC,

Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,


Jakarta
http // :www.askep epilepsi blogspot.com

24

Anda mungkin juga menyukai