EPILEPSI
1 Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat
yang dikarakteristikan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus oyot atau
gerakan dan gangguan perilau, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga
epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel
saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengelurkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang
epileptik adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini. (Brunner &
Sudarth)
2. Epidemiologi
Seperti halnya insidensi, angka prevelansi epilepsi dari berbagai penelitian
berkisar 1,5 31/1000 penduduk.
Estimasi prevelansi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah mengalami
epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara.
Adapun rata rata prevelansi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun
sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi di seluruh dunia berkisar 4-6/1000.
Pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis
populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi
sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7 1,0% yang berarti
berjumlah 1,5 2 juta orang.
3. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
8. Gangguan genetic
9. Anak (2- 12 th)
10. IdiopatikInfeksi akut
11. Trauma
12. Kejang demam
13. Remaja (12- 18 th) Idiopatik
14. Trauma
15. Gejala putus obat dan alcohol
16. Malformasi anteriovena
17. Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
18. Alkoholisme
19. Tumor otak
20. Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
21. Penyakit serebrovaskular
22. Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjutajuta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar
melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya
sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
keseimbangan
asam-basa atau
elektrolit,
yang
mengganggu
keseimbangan
neurotransmitter
aksitatorik
ini
atau
menyebabkan
deplesi
peningkatan
berlebihan
neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya
tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan
beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1.
2.
3.
4.
terjadi
keseimbangan
kelainan
ini
depolarisasi
menyebabkan
neuron.
peningkatan
Gangguan
berlebihan
kehilangan
cairan
tubuh
berlebihan)
selama
aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural.
Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat
dan menyingkirkan
asetilkolin.
5. Klasifikasi Kejang
2.4.1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b.
pasien
mengeluarkan
bunyi-bunyi
tertentu
mengalami,
mendengar,
melihat,
atau
sebaliknya.
sesuatu,
memegang
kancing
baju,
berjalan,
Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonikklonik, tonik, klonik). Epilepsi parsial sederhana yang berkembang
menjadi bangkitan umum.Epilepsi parsial kompleks yang berkembang
8
Dengan automatisme
10
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak
11
12
8.Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsy
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai, yakni:
13
d)
2.
Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d)
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
14
15
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia:
Penyakit
epilepsi
dapat
menyerang
segala
umur
Tumor Otak
demam,
Stroke
gangguan tidur
penggunaan obat
hiperventilasi
stress emosional
16
DS:
DS: sesak,
DO:apnea,
cianosis
gangguan
nervus
V,
IX,
DS: terjadi aura (mendengar bunyi yang melengking di telinga, baubauan, melihat sesuatu), halusinasi, perasaan bingung, melayang2.
17
DS: klien terlihat rendah diri saat berinteraksi dengan orang lain
DO: takikardi, frekuensi napas cepat atau tidak teratur Terjadi kejang
epilepsi
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit
Bingung Ansietas
DS: klien merasa lemas, klien mengeluh cepat lelah saat melakukan
aktivitas
DO:takikardi,
takipnea,
terjadi
bangkitan
listrik
di
otak
menyebar ke MO
takikardia
CO menurun
kelelahan
intoleransi aktifitas Intoleransi aktivitas
19
3.
Penyimpangan KDM
Lesi pada otak
(talamus dan korteks serebri)
Gangguan fungsi neuron otak
Gangguan keseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi
Epilepsi
resiko tinggi
terjadi luka
Kurang Informasi
pemahaman proses penyakit kurang
Tidak efektifnya
jalan nafas
stressor meningkat
tidak efektifnya
koping adekuat
20
2. Diagnosa Keperawatan
a) Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
b) Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik
c) Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
3. Intervensi :
a) Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Intervensi :
1. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
2. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen
3. Lakukan pengisapan sesuai indikasi
Rasional :
1. Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat
jalan napas
2. Untuk memfasilitasi usaha bernapas, ekspansi dada
3. Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
4. secara abnormal dan kesadaran hilang.
b) Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik
Intervensi :
1. Bila serangan terjadi ditempat tidur letakkan bantal dibawah kepala
pasien
2. Dampingi pasien saat serangan tejadi
Rasional :
1. Untuk mencegah benturan di lantai
2. Untuk mencegah bahaya fisik: aspirasi, lidah tergigit
c) Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
21
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Beri informasi tentan kondisinya.
Rasional :
1. Membantu dalam menentukan intervensi
2. Mengurangi rasa cemas karena menyalurkan perasaannya kepada
orang lain.
3. Memberikan ketenangan kepada klien dan mengurangi rasa cemas.
4. Evaluasi
1) Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2) Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3)
22
PENUTUP
A. Kesimpulan
dari deFinisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa epilepsi merupakan
epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulangulang. diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali
kejang tanpa penyebab
B. Saran
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Kami menyadari, penyusunan Asuhan
Keperawatan Epilepsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan
23
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marylin,1999.
Rencana
Asuhan
Keperawatan,
EGC,
Jakarta.
24