TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT PISANG RAJA (MUSA PARADISIACA L.)
Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan ternak.
Akan tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku
yang berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang mengandung komponen
yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya.
Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat berpotensi untuk
digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol [3].
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) [1]
Tahun
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
2005
101.465
5.177.608
51,03
2006
94.144
5.037.472
53,51
2007
98.143
5.454.472
55,57
2008
107.791
6.004.615
55,71
2009
119.018
6.373.533
53,55
2010
101.276
5.755.073
56,83
No.
Produktivitas (Ton/Ha)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi pisang di berbagai provinsi di
Indonesia cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah
limbah dari pisang itu sendiri yaitu kulit pisang. Untuk itu dilakukanlah berbagai
penelitian untuk menambah nilai guna dari kulit pisang ini.
Kulit pisang mengandung air sebesar 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50
%. Karbohidrat pada kulit pisang dapat diubah menjadi etanol melalui proses
hidrolisa dan fermentasi. Dengan proses ini kulit pisang dapat ditingkatkan nilai
ekonomisnya [4].
Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara
umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik
barat. Selanjutnya menyebar ke berbagai negara baik negara tropis maupun negara
subtropis. Akhirnya buah pisang dikenal di seluruh dunia. Jadi pisang raja
7
Universitas Sumatera Utara
8
Universitas Sumatera Utara
ini dikonsumsi secara langsung atau hanya diolah menjadi pisang goreng, kripik pisang
atau pisang ijo. Padahal jenis pisang ini memiliki sejuta manfaat bagi kesehatan seperti
sebagai obat maag, dan harganya pun relatif murah [18].
Nilai
Konsentrasi
%b/b
Air
Energi
Protein
Total Lemak
Karbohidrat
Serat
Ampas
67,30 g
116,00 kkal
0,79 g
0,18 g
31,15 g
2,30 g
0,58 g
67,30
0,79
0,18
31,15
2,30
0,58
9
Universitas Sumatera Utara
asam. Reaksi akan berlangsung dengan baik jika direfluks bersama sedikit asam
sulfat atau asam klorida [23].
Etil asetat dibuat dengan reaksi antara etil alkohol dan asam asetat, yang
menghasilkan etil asetat, juga air. Etil asetat juga dapat dibuat dengan reaksi
anhidrida asetat dengan etil alkohol, selama reaksi selain etil asetat juga
dihasilkan asam asetat, yang selanjutnya akan diesterifikasi dengan etil alkohol.
Esterifikasi adalah reaksi kesetimbangan dan dipercepat oleh kehadiran katalis
asam [24].
Di indusri dan di laboratorium etil asetat dibuat dengan memanaskan etanol
dengan asam asetat glasial dengan penambahan asam sulfat.
H2SO4
CH3COOH + CH3OH
Asam Asetat
Etanol
Etil Ester
Air
10
Universitas Sumatera Utara
etanol dan etil asetat dalam perkembangan glukosa Candida utilis menunjukkan
bahwa pembentukan ester dihasilkan dari pemanfaatan etanol dibawah kondisi
aerasi yang tepat dan dihambat oleh penambahan Fe3+. Candida utilis
mengkonversi etanol menjadi etil asetat paling optimal pada pH 5-7. Proses
berlangsung selama lima hari [10].
Dehidrogenasi Etanol
Proses ini menggunakan kolom distilasi reaktif. Etanol di dalam kolom
distilasi yang bersuhu 180-500 oC dan tekanan 10 atm akan melepaskan hidrogen
sebagai produk atas dan etil asetat sebagai produk bawah. Etil asetat dari produk
bawah kemudian ditambahkan butan-2-1 butyraldehyde untuk menghilangkan
pengotor etil asetat [13].
11
Universitas Sumatera Utara
2.3 BIOETANOL
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah
terbakar dan menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan
[25]. Etanol mempunyai rumus dasar C2H5OH dan mempunyai sifat-sifat seperti
ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut
Tabel 2.4 Sifat-sifat Bioetanol [26]
Sifat Fisika
Keterangan
Titik Didih
78,32 oC
Kelarutan
Larut dalam air dan ether
o
Densitas : 15 C
0,7937 cal/g oC
20 oC
0,579 cal/g oC
Panas pembakaran (cair)
328 Kcal
o
Viskositas (20 C)
1,17 cp
Flash Point
70 oC
Pembentukan
Terjadi dari reaksi fermentasi
monosakarida
Bereaksi dengan:
Asam asetat
Asam sulfat
Asam nitrit
Asam ionida
12
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik
maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid,
antiseptik topikal dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol
juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
(gasohol). Di industri dikenal 2 macam pembuatan etanol, yaitu:
1. Cara non Fermentasi (synthetic)
Suatu proses pembuatan alkohol yang sama sekali tidak menggunakan
enzim atau jasad renik.
2. Cara fermentasi
Fermentasi merupakan proses metabolisme dimana terjadi perubahan
kimia dalam subtrat/bahan organik karena aktifitas enzim yang dihasilkan
jasad renik [25].
2.3.1 Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa
pecah atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang
digunakan berlebih, sehingga perubahan air dapat diabaikan.
Bahan-bahan yang mengandung monosakarida (C6H12O6) sebagai glukosa
langsung dapat difermentasi menjadi etanol. Akan tetapi disakarida pati, atau pun
karbohidrat kompleks harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi komponen
sederhana, monosakarida. Oleh karena itu, agar tahap fermentasi dapat berjalan
secara optimal, bahan tersebut harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum
di fermentasi.
Disakarida seperti gula pasir (C12H22O11) harus dihidrolisis menjadi glukosa.
Polisakarida seperti selulosa harus diubah terlebih dahulu menjadi glukosa.
Terbentuknya glukosa berarti proses pendahuluan telah berakhir dan bahan-bahan
selanjutnya siap untuk difermentasi [26].
Ada beberapa hidrolisis yaitu:
1. Hidrolisis murni, sebagai reaktan hanya air.
2. Hidrolisis dengan katalis larutan asam, bisa berupa asam encer atau asam pekat.
3. Hidrolisis dengan katalis larutan basa, bisa berupa basa encer atau basa
pekat.
13
Universitas Sumatera Utara
14
Universitas Sumatera Utara
Proses
hidrolisis
umumnya
digunakan
pada
industri
etanol
adalah
air
glukosa
pH (derajat keasaman)
pH mempengaruhi proses hidrolisis sehingga dapat dihasilkan
hidrolisis yang sesuai dengan yang diinginkan, pH yang baik untuk
proses hidrolisis adalah 2,3.
Suhu
Suhu juga mempengaruhi proses kecepatan reaksi hidrolisis, suhu
yang baik untuk hidrolisis selulosa adalah sekitar 21 oC.
Konsentrasi
Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi hidrolisis, untuk hidrolisis
asam digunakan konsentrasi HCl pekat atau H2SO4 pekat [26].
15
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Fermentasi
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahanperubahan atau reaksi-reksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab
fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai dengan
pertumbuhannya. Akibat terjadinya fermentasi sebagian atau seluruhnya akan
berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya [25].
C6H12O6
Glukosa
Etanol
Di dalam sel organisme, gula yang dapat difermentasi akan diubah menjadi
senyawa antara (intermediate) umum, piruvat, melalui tiga siklus utama, yaitu
Emden-Meyerhoff-Parnas (EMP), Entner-Doudoroff (ED), dan siklus pentosa
fosfat. Siklus metabolisme yang umum digunakan oleh mikroorganisme untuk
memecah gula adalah siklus EMP (atau lebih terkenal dengan nama glikolisis).
Siklus ini bisa terjadi pada kondisi aerobik maupun anaerobik, dan menghasilkan
energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) melalui fosforilasi substrat. Siklus
ED sangat mirip dengan EMP, dan kedua siklus berpusat pada piruvat. Namun,
siklus EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa yang digunakan, sementara
siklus ED hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sebagai konsekuensinya, biomassa
lebih banyak dihasilkan pada siklus EMP. Oleh karena itu, organisme dengan
siklus ini tidak diharapkan untuk produksi etanol. Zymomonas mobilis, misalnya,
menggunakan siklus ED, menghasilkan etanol lebih tinggi (510%) dan
produktivitas etanol lebih tinggi (2,50 kali), tetapi menghasilkan biomassa yang
lebih rendah dibandingkan dengan Saccharomycess cerevisiae, yang mempunyai
siklus EMP [29].
Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam produksi etanol secara
fermentasi telah banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces
cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Selain Saccharomyces cerevisiae,
Zymomonas mobilis juga sangat potensial, namun bakteri ini perlu dikembangkan
lebih lanjut, karena toleransinya yang rendah terhadap garam dalam media dan
membutuhkan media yang steril, sehingga menyulitkan untuk aplikasi skala
industri. Oleh karena itu Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme
penghasil etanol yang paling dikenal saat ini [30].
Ragi banyak dijumpai di alam terutama banyak ditemukan pada buahbuahan, biji-bijian dan makanan yang mengandung gula. Ragi juga ditemukan di
tanah, udara dan kulit binatang. Karena ragi tidak mempunyai klorofil, maka
hidupnya tergantung kepada tanaman atau hewan yang ditempati untuk
mendapatkan energi. Sel ragi berbentuk bulat sampai oval dengan ukuran lebar 15 um dan panjang di antara 5-30 um. Kulit sel sangat tipis ketika masih muda
tetapi semakin tebal setelah dewasa. Berkembang biak dengan berkecambah
(budding). Salah satu jenis ragi yang paling penting adalah Saccharomyces
cerevisiae [31].
Saccharomyces
merupakan
mikroorganisme
yang
sangat
dikenal
masyarakat luas sebagai ragi roti (bakers yeast) [32]. Salah satu mikroorganisme
yang biasa digunakan dalam fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae.
Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol dari glukosa pada kondisi
anaerob [33].
Bentuk dari Saccharomyces cerevisiae ditujukkan oleh gambar 2.3 di
bawah ini.
18
Universitas Sumatera Utara
Saccharomyces
19
Universitas Sumatera Utara
Selama ini, penelitian yang sudah ada masih mengenai pemanfaatan kulit
pisang sebagai bahan baku etanol. Dimana kulit pisang dihidrolisis terlebih dahulu
untuk mendapatkan glukosa kemudian difermentasi untuk diubah menjadi etanol.
Pada penelitian ini, kulit pisang diubah hingga menjadi etanol kemudian
diesterifikasi dengan asam asetat menjadi etil asetat. Jika dibandingkan dari
prosesnya, tentu proses ini lebih panjang dan lebih membutuhkan waktu yang
lebih lama, jika dibandingkan dengan proses pembuatan etanol. Tetapi jika
dibandingkan dari segi harga dengan etil asetat, etil asetat memiliki nilai jual yang
lebih tinggi dibandingkan dengan etanol. Harga jual etanol di pasaran adalah Rp.
236.000/L sementara harga jual etil asetat Rp. 671.600/L [35]. Oleh sebab itu,
penulis lebih memilih untuk lebih memanfaatkan kulit pisang dalam pembuatan
etil asetat.
Etil asetat adalah cairan jernih, tak berwarna, berbau khas yang digunakan
sebagai pelarut tinta, perekat dan resin [21]. Jika dibandingkan dengan etanol, etil
asetat memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi dibanding etanol termasuk
kelarutannya dalam gasoline. Selain dari penggunaannya sebagai pelarut, etil
asetat dapat berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan
pada bensin serta dapat berguna sebagai bahan baku kimia serba guna [10]. Dari
penelitian ini diharapkan limbah kulit pisang yang selama ini tidak memiliki nilai
ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang bernilai ekonomi tinggi seperti
etil asetat.
Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi etil asetat dari limbah
kulit pisang. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara
sederhana.
Dalam hal ini, harga etil asetat mengacu pada harga komersial dari etil
asetat di pasaran.
Harga etil asetat 60%
Dapat dilihat bahwa, kadar etil asetat yang semakin tinggi akan
meningkatkan harga jual etil asetat tersebut. Semakin tinggi kadar etil asetat yang
diperoleh maka harga jualnya akan semakin meningkat dimana akan semakin
menambah nilai ekonomis dari kulit pisang yang selama ini hanya dimanfaatkan
20
Universitas Sumatera Utara
secara terbatas dan juga dapat mengurangi sampah organik serta mengurangi
dampak lingkungan dari pembuangan limbah kulit pisang ke lingkungan.
21
Universitas Sumatera Utara