Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT PISANG RAJA (MUSA PARADISIACA L.)
Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan ternak.
Akan tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku
yang berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang mengandung komponen
yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya.
Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat berpotensi untuk
digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol [3].
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) [1]
Tahun

Luas Panen
(Ha)

Produksi
(Ton)

2005

101.465

5.177.608

51,03

2006

94.144

5.037.472

53,51

2007

98.143

5.454.472

55,57

2008

107.791

6.004.615

55,71

2009

119.018

6.373.533

53,55

2010

101.276

5.755.073

56,83

No.

Produktivitas (Ton/Ha)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi pisang di berbagai provinsi di
Indonesia cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah
limbah dari pisang itu sendiri yaitu kulit pisang. Untuk itu dilakukanlah berbagai
penelitian untuk menambah nilai guna dari kulit pisang ini.
Kulit pisang mengandung air sebesar 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50
%. Karbohidrat pada kulit pisang dapat diubah menjadi etanol melalui proses
hidrolisa dan fermentasi. Dengan proses ini kulit pisang dapat ditingkatkan nilai
ekonomisnya [4].
Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara
umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik
barat. Selanjutnya menyebar ke berbagai negara baik negara tropis maupun negara
subtropis. Akhirnya buah pisang dikenal di seluruh dunia. Jadi pisang raja

7
Universitas Sumatera Utara

termasuk tanaman asli Indonesia dan kultivar-kultivarnya banyak ditemukan di


pulau Jawa [18].
Adapun klasifikasi tanaman pisang raja menurut Tjitrosoepomo adalah
sebagai berikut [19]:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L.
Pisang raja memiliki tangkai buah yang terdiri atas 6 sisir yang masingmasing terdiri 15 buah. Berat satu buah pisang sekitar 92 gram dengan panjang
12-18 cm dan diameter 3,2 cm. Bentuk buahnya melengkung dengan bagian
pangkal bulat. Warna daging buahnya kuning kemerahan tanpa biji. Empulur
buahnya nyata dengan tekstur kasar. Rasanya manis. Lama tanaman berbunga
sejak anakan adalah 14 bulan. Sedangkan buah masak 164 hari sesudah muncul
bunga [20].
Pisang raja (Musa Paradisiaca L.) ditunjukkan seperti gambar 2.1 di bawah
ini.

Gambar 2.1 Pisang Raja (Musa Paradisiaca L.) [18]


Terdapat berbagai jenis varietas pisang yang jumlahnya mencapai ratusan. Dari
sekian banyak jenis pisang, terdapat satu varietas yang masih kurang proses
pengolahannya namun persediaannya melimpah, yaitu pisang raja. Biasanya pisang raja

8
Universitas Sumatera Utara

ini dikonsumsi secara langsung atau hanya diolah menjadi pisang goreng, kripik pisang
atau pisang ijo. Padahal jenis pisang ini memiliki sejuta manfaat bagi kesehatan seperti
sebagai obat maag, dan harganya pun relatif murah [18].

Berikut disajikan komposisi kulit pisang raja (Musa Paradisiaca L.)


sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Komposisi Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca L.) [18]
Komponen
Proksimat

Nilai

Konsentrasi
%b/b

Air
Energi
Protein
Total Lemak
Karbohidrat
Serat
Ampas

67,30 g
116,00 kkal
0,79 g
0,18 g
31,15 g
2,30 g
0,58 g

67,30
0,79
0,18
31,15
2,30
0,58

2.2 ETIL ASETAT


Etil asetat adalah cairan jernih, tak berwarna, berbau khas, yang rumus kimia
CH3COOC2H5 dan terutama digunakan sebagai pelarut tinta, perekat, resin [21].
Penampakan fisiknya berupa cairan bening dengan bau yang enak. Etil asetat
bersifat volatil, relatif tidak toksik dan tidak higroskopis. Sifat fisika dari etil
asetat dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini
Tabel 2.3 Sifat Fisika Etil Asetat [22]
Sifat Fisika
Keterangan
Berat Molekul
88,105 gr/mol
Wujud
Cairan Bening
Densitas
0,897 gr/ml
Titik Leleh
-83,6 C
Titik Didih
77,1 C
Titik Nyala
-4 C
(Data diambil pada keadaan standar 25 C, 100 Kpa)

2.2.1 Pembuatan Etil Asetat


Esterifikasi
Reaksi asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan senyawa ester melalui
reaksi yang dikenal dengan nama esterifikasi, dan biasanya menggunakan katalis

9
Universitas Sumatera Utara

asam. Reaksi akan berlangsung dengan baik jika direfluks bersama sedikit asam
sulfat atau asam klorida [23].
Etil asetat dibuat dengan reaksi antara etil alkohol dan asam asetat, yang
menghasilkan etil asetat, juga air. Etil asetat juga dapat dibuat dengan reaksi
anhidrida asetat dengan etil alkohol, selama reaksi selain etil asetat juga
dihasilkan asam asetat, yang selanjutnya akan diesterifikasi dengan etil alkohol.
Esterifikasi adalah reaksi kesetimbangan dan dipercepat oleh kehadiran katalis
asam [24].
Di indusri dan di laboratorium etil asetat dibuat dengan memanaskan etanol
dengan asam asetat glasial dengan penambahan asam sulfat.
H2SO4

CH3COOC2H5 + H2O [16]

CH3COOH + CH3OH
Asam Asetat

Etanol

Etil Ester

Air

Cara-cara mempertinggi hasil ester (penggeseran keseimbangan ke kanan)


antara lain dengan :
a. Penambahan asam atau alkohol.
b. Pengeluaran H2O dengan penarikan H2O (dengan H2SO4, ZnCl2 dsb.).
c. Pengeluaran ester dengan penyulingan [9].
Proses esterifikasi dapat dilakukan dengan cara memasukkan 50 ml etanol dan
50 ml asam asetat glasial ke dalam labu leher tiga, kemudian ditambahkan 16 ml
asam sulfat. Campuran dipanaskan selama 15 menit dengan pemasangan refluks
dan air pendingin pada labu. Kemudian peralatan diganti dengan peralatan
distilasi. Semua fraksi yang didapat dari distilasi hingga 80 oC dikumpulkan.
Distilat direaksikan dengan sodium carbonat 2M di dalam corong pemisah untuh
menghilangkan asam. Lapisan yang berminyak pada corong pemisah kemudian di
reaksikan dengan kalsium klorida untuk menghilangkan etanol. Produk akhirnya
dipisahkan dari kalsium klorida anhidrat dengan distilasi. Fraksi yang terkumpul
antara suhu 74-79 oC dikumpulkan [17].

Konversi Larutan Etanol Encer oleh Candida utilis


Proses ini menggunakan bantuan Candida utilis untuk mengkonversi
larutan etanol encer menjadi etanol pekat dan etil asetat. Kinetika akumulasi

10
Universitas Sumatera Utara

etanol dan etil asetat dalam perkembangan glukosa Candida utilis menunjukkan
bahwa pembentukan ester dihasilkan dari pemanfaatan etanol dibawah kondisi
aerasi yang tepat dan dihambat oleh penambahan Fe3+. Candida utilis
mengkonversi etanol menjadi etil asetat paling optimal pada pH 5-7. Proses
berlangsung selama lima hari [10].

Konversi Laktosa Pada Whey oleh Kluyveromyces marxianus


Kluyveromyces marxianus mampu mengkonversi laktosa menjadi etil asetat
sebagai salah satu langkah untuk menggunakan membali whey. Pembentukan
mikroba etil asetat dalam jumlah besar memerlukan proses aerobik dan kemudian
etil asetat yang mudah menguap dilepaskan dari bioreaktor yang teraerasi. Pada
proses ini berdasarkan percobaan yang sudah ada, laju stripping dibuat
sebanding dengan laju alur gas. Percobaan menunjukkan pembentukan etil asetat
hanya terjadi saat pertumbuhan yeast terhambat karena kekurangan makanan.
Produksi etanol tertinggi yaitu 0,25 gr etil asetat per gr laktosa, hasil ini
mendekati 50% teori maksimum [12].

Perbaikan Proses Esterifikasi


Etil asetat dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam asetat dan etanol
dengan katalis asam kuat selanjutnya uap yang dihasilkan dilewatkan melalui
zona distilasi, kemudian didinginkan dan dikondensasikan dan kemudian
didistilasi untuk kedua kalinya untuk menghasilkan asam asetat dengan sedikit
pengotor. Proses ini menggunakan distilasi azeotrop yang menghasilkan 50 ppm
pengotor [11].

Dehidrogenasi Etanol
Proses ini menggunakan kolom distilasi reaktif. Etanol di dalam kolom
distilasi yang bersuhu 180-500 oC dan tekanan 10 atm akan melepaskan hidrogen
sebagai produk atas dan etil asetat sebagai produk bawah. Etil asetat dari produk
bawah kemudian ditambahkan butan-2-1 butyraldehyde untuk menghilangkan
pengotor etil asetat [13].

11
Universitas Sumatera Utara

Diagram alir proses dehidrogenasi hidrogen ditunjukkan pada gambar 2.2 di


bawah ini.

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Dehidrogenasi Hidrogen [13]

2.3 BIOETANOL
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah
terbakar dan menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan
[25]. Etanol mempunyai rumus dasar C2H5OH dan mempunyai sifat-sifat seperti
ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut
Tabel 2.4 Sifat-sifat Bioetanol [26]
Sifat Fisika
Keterangan
Titik Didih
78,32 oC
Kelarutan
Larut dalam air dan ether
o
Densitas : 15 C
0,7937 cal/g oC
20 oC
0,579 cal/g oC
Panas pembakaran (cair)
328 Kcal
o
Viskositas (20 C)
1,17 cp
Flash Point
70 oC
Pembentukan
Terjadi dari reaksi fermentasi
monosakarida
Bereaksi dengan:
Asam asetat
Asam sulfat
Asam nitrit
Asam ionida

12
Universitas Sumatera Utara

Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik
maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid,
antiseptik topikal dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol
juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
(gasohol). Di industri dikenal 2 macam pembuatan etanol, yaitu:
1. Cara non Fermentasi (synthetic)
Suatu proses pembuatan alkohol yang sama sekali tidak menggunakan
enzim atau jasad renik.
2. Cara fermentasi
Fermentasi merupakan proses metabolisme dimana terjadi perubahan
kimia dalam subtrat/bahan organik karena aktifitas enzim yang dihasilkan
jasad renik [25].

2.3.1 Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa
pecah atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang
digunakan berlebih, sehingga perubahan air dapat diabaikan.
Bahan-bahan yang mengandung monosakarida (C6H12O6) sebagai glukosa
langsung dapat difermentasi menjadi etanol. Akan tetapi disakarida pati, atau pun
karbohidrat kompleks harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi komponen
sederhana, monosakarida. Oleh karena itu, agar tahap fermentasi dapat berjalan
secara optimal, bahan tersebut harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum
di fermentasi.
Disakarida seperti gula pasir (C12H22O11) harus dihidrolisis menjadi glukosa.
Polisakarida seperti selulosa harus diubah terlebih dahulu menjadi glukosa.
Terbentuknya glukosa berarti proses pendahuluan telah berakhir dan bahan-bahan
selanjutnya siap untuk difermentasi [26].
Ada beberapa hidrolisis yaitu:
1. Hidrolisis murni, sebagai reaktan hanya air.
2. Hidrolisis dengan katalis larutan asam, bisa berupa asam encer atau asam pekat.

3. Hidrolisis dengan katalis larutan basa, bisa berupa basa encer atau basa
pekat.

13
Universitas Sumatera Utara

4. Hidrolisis dengan menggunakan katalis enzim.


5. Alkali fussion, dengan sedikit atau tanpa air pada temperatur tinggi.
Zat zat penghidrolisa:
1. Air
Kelemahan zat penghidrolisa ini adalah prosesnya lambat kurang
sempurna dan hasilnya kurang baik. Biasanya ditambahkan katalisator
dalam industri. Zat penghidrolisa air ditambah zat-zat yang sangat reaktif.
Untuk mempercepat reaksi dapat juga digunakan uap air pada temperatur
tinggi.
2. Asam
Asam biasanya berfungsi sebagai katalisator dengan mengaktifkan air dari
kadar asam yang encer. Umumnya kecepatan reaksi sebanding dengan ion
H+ tetapi pada konsentrasi yang tinggi hubungannya tidak terlihat lagi. Di
dalam industri asam yang dipakai adalah H2SO4, HCl. H2C2O4 jarang
dipakai karena harganya mahal, HCl lebih menguntungkan karena lebih
raktif dibandingkan H2SO4.
3. Basa
Basa yang dipakai adalah basa encer, basa pekat dan basa padat. Reaksi
bentuk padat sama dengan reaksi bentuk cair. Hanya reaksinya lebih
sempurna atau lebih reaktif dan hanya digunakan untuk maksud tertentu,
misalnya proses peleburan benzen menjadi fenol.
4. Enzim
Suatu zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, biasanya digunakan
sebagai katalisator pada proses hidrolisa. Penggunaan dalam industri
misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu oleh enzim.
Hidrolisis dengan air murni berlangsung lambat dan hasil reaksi tidak komplit,
sehingga perlu ditambahkan katalis asam untuk mempercepat reaksi dan
meningkatkan selektivitas. Laju proses hidrolisis akan bertambah oleh konsentrasi
asam yang tinggi. Konsentrasi asam yang tinggi juga akan mengakibatkan
terikatnya ion-ion pengontrol seperti SiO2, phospat,dan garam-garam seperti Ca,
Mg, Na, K dalam pati [4].

14
Universitas Sumatera Utara

Proses

hidrolisis

umumnya

digunakan

pada

industri

etanol

adalah

menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan


asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl) [27].
Hidrolisis asam adalah hidrolisis dengan mengunakan asam yang dapat mengubah
polisakarida (pati, selulosa) menjadi gula. Dalam hidrolisis asam biasanya
digunakan asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4) dengan kadar tertentu.
Hidrolisis ini biasanya dilakukan dalam tangki khusus yang terbuat dari baja tahan
karat atau tembaga yang dihubungkan dengan pipa saluran pemanas dan pipa
saluran udara untuk mengatur tekanan dalam udara [26]. Proses hidrolisis dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic
hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis
yang lain [27].
Asam klorida (HCl) merupakan asam yang paling sering digunakan sebagai
katalis terutama untuk industri makanan karena sifatnya mudah menguap
sehingga memudahkan pemisahan dari produknya. Selain itu asam tersebut dapat
menghasilkan produk yang berwarna terang. Penggunaan HCl sebagai katalis
karena harganya murah, mudah diperoleh dan memiliki efektifitas yang tinggi
dalam meningkatkan kecepatan reaksi [4].
Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagi berikut:
(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6) [14]
pati

air

glukosa

Proses hidrolisis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

pH (derajat keasaman)
pH mempengaruhi proses hidrolisis sehingga dapat dihasilkan
hidrolisis yang sesuai dengan yang diinginkan, pH yang baik untuk
proses hidrolisis adalah 2,3.

Suhu
Suhu juga mempengaruhi proses kecepatan reaksi hidrolisis, suhu
yang baik untuk hidrolisis selulosa adalah sekitar 21 oC.

Konsentrasi
Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi hidrolisis, untuk hidrolisis
asam digunakan konsentrasi HCl pekat atau H2SO4 pekat [26].

15
Universitas Sumatera Utara

Metode hidrolisis asam nampaknya merupakan solusi yang paling tepat,


dimana memiliki keuntungan antara lain tidak adanya kebutuhan loading enzim
karena harga enzim yang relatif mahal, hasil etanol lebih tinggi dan mengurangi
resiko kontaminasi, gula hasil hidrolisis tidak menghambat proses hidrolisis itu
sendiri dan reaksi jauh lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisis enzim. Selain
itu metode ini tidak memerlukan preteatment bahan baku yang lama untuk siap
dihidrolisa, sehingga dapat menekan biaya produksi [28].

2.3.2 Fermentasi
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahanperubahan atau reaksi-reksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab
fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai dengan
pertumbuhannya. Akibat terjadinya fermentasi sebagian atau seluruhnya akan
berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya [25].
C6H12O6
Glukosa

2C2H5OH + 2 CO2 [14]


Enzim zimosa

Etanol

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi:


1. Keasaman (pH)
2. Mikroba
3. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan pada
suhu 10-30 oC terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal
pada suhu itu.
4. Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit.
5. Makanan (nutrisi)
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang menyediakan: Energi
biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon. Nitrogen, salah
satu contoh sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah urea. Mineral,
mineral yang dipergunakan mikroorganisme salah satunya adalah asam
phospat yang dapat diambil dari pupuk TSP [25].
16
Universitas Sumatera Utara

Di dalam sel organisme, gula yang dapat difermentasi akan diubah menjadi
senyawa antara (intermediate) umum, piruvat, melalui tiga siklus utama, yaitu
Emden-Meyerhoff-Parnas (EMP), Entner-Doudoroff (ED), dan siklus pentosa
fosfat. Siklus metabolisme yang umum digunakan oleh mikroorganisme untuk
memecah gula adalah siklus EMP (atau lebih terkenal dengan nama glikolisis).
Siklus ini bisa terjadi pada kondisi aerobik maupun anaerobik, dan menghasilkan
energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) melalui fosforilasi substrat. Siklus
ED sangat mirip dengan EMP, dan kedua siklus berpusat pada piruvat. Namun,
siklus EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa yang digunakan, sementara
siklus ED hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sebagai konsekuensinya, biomassa
lebih banyak dihasilkan pada siklus EMP. Oleh karena itu, organisme dengan
siklus ini tidak diharapkan untuk produksi etanol. Zymomonas mobilis, misalnya,
menggunakan siklus ED, menghasilkan etanol lebih tinggi (510%) dan
produktivitas etanol lebih tinggi (2,50 kali), tetapi menghasilkan biomassa yang
lebih rendah dibandingkan dengan Saccharomycess cerevisiae, yang mempunyai
siklus EMP [29].
Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam produksi etanol secara
fermentasi telah banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces
cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Selain Saccharomyces cerevisiae,
Zymomonas mobilis juga sangat potensial, namun bakteri ini perlu dikembangkan
lebih lanjut, karena toleransinya yang rendah terhadap garam dalam media dan
membutuhkan media yang steril, sehingga menyulitkan untuk aplikasi skala
industri. Oleh karena itu Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme
penghasil etanol yang paling dikenal saat ini [30].

2.4 SACCHAROMYCES CEREVISIAE


Fungi termasuk tanaman yang tidak berkloropil sehingga tidak mampu
untuk mensintesis makanannya sendiri. Fungi sel tunggal disebut yeast (ragi) dan
jamur (mold) adalah fungi multiseluler. Ragi dan jamur adalah biomasa yang
penting dalam industri makanan.
17
Universitas Sumatera Utara

Ragi banyak dijumpai di alam terutama banyak ditemukan pada buahbuahan, biji-bijian dan makanan yang mengandung gula. Ragi juga ditemukan di
tanah, udara dan kulit binatang. Karena ragi tidak mempunyai klorofil, maka
hidupnya tergantung kepada tanaman atau hewan yang ditempati untuk
mendapatkan energi. Sel ragi berbentuk bulat sampai oval dengan ukuran lebar 15 um dan panjang di antara 5-30 um. Kulit sel sangat tipis ketika masih muda
tetapi semakin tebal setelah dewasa. Berkembang biak dengan berkecambah
(budding). Salah satu jenis ragi yang paling penting adalah Saccharomyces
cerevisiae [31].
Saccharomyces

merupakan

mikroorganisme

yang

sangat

dikenal

masyarakat luas sebagai ragi roti (bakers yeast) [32]. Salah satu mikroorganisme
yang biasa digunakan dalam fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae.
Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol dari glukosa pada kondisi
anaerob [33].
Bentuk dari Saccharomyces cerevisiae ditujukkan oleh gambar 2.3 di
bawah ini.

Gambar 2.3 Saccharomyces cerevisiae [33]


Mikroorganisme ini bersel tunggal dengan ukuran antara 5 sampai 20
mikron dan berbentuk bola atau telur. Saccharomyces cerevisae tidak bergerak
karena tidak memiliki struktur tambahan di bagian luarnya seperti flagella.
Saccharomyces cerevisiae mempunyai lapisan dinding luar yang terdiri
dari polisakarida kompleks dan di bawahnya terletak membran sel. Sitoplasma
mengandung suatu inti yang bebas (discrete nucleus) dan bagian yang berisi
sejumlah besar cairan yang disebut vakuola [32].

18
Universitas Sumatera Utara

Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa,


galaktosa serta rafinosa. Saccharomyces cerevisiae yang termasuk top yeast
tumbuh cepat dan sangat aktif memfermentasi pada suhu 20 C [33]. Faktor-faktor
yang berbeda dapat mempengaruhi jalannya fermentasi, mempengaruhi ekologi
dan adaptasi dari mikrobiota ini. Suhu adalah variabel yang secara langsung
mempengaruhi tingkat pertumbuhan mikroorganisme dan komposisi akhir cairan
fermentasi. Variabel lain yang signifikan adalah konsentrasi dari gula fermentasi.
Sangat mungkin bahwa awal konsentrasi glukosa dan fruktosa (gula anggur
utama) akan selektif mempengaruhi spesies dan strain ragi selama fermentasi .
Harus pH , mulai 2,75-4,25, juga dianggap merupakan faktor penting untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ragi. Oleh karena itu, faktor-faktor ini harus
dipelajari dengan lebih detail, terutama interaksi antara mereka dan pengaruh
mereka pada mikroorganisme [34].
Saccharomyces cerevisiae dapat toleran terhadap alkohol yang cukup
tinggi (12-18 % v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif
melakukan fermentasi pada suhu 4-32 C. Suhu optimum
cerevisiae berkisar antara 20

Saccharomyces

sampai 30 C. Saccharomyces cerevisiae

mempunyai kecepatan fermentasi optimum pada pH 4,48 [33].

2.5 POTENSI EKONOMI


Data produksi pisang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan limbah yang dihasilkan
yaitu berupa kulit pisang. Berat kulit pisang dari berat keseluruhan buah pisang
mencapai 30-40% dari total berat seluruh buah pisang [2]. Kulit pisang
mengandung komponen yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan
nutrien lainnya [3]. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata
dan hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai bahan
makanan ternak seperti kambing, sapi atau kerbau [39]. Jumlah kulit pisang yang
cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa
dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi misalnya etil
asetat.

19
Universitas Sumatera Utara

Selama ini, penelitian yang sudah ada masih mengenai pemanfaatan kulit
pisang sebagai bahan baku etanol. Dimana kulit pisang dihidrolisis terlebih dahulu
untuk mendapatkan glukosa kemudian difermentasi untuk diubah menjadi etanol.
Pada penelitian ini, kulit pisang diubah hingga menjadi etanol kemudian
diesterifikasi dengan asam asetat menjadi etil asetat. Jika dibandingkan dari
prosesnya, tentu proses ini lebih panjang dan lebih membutuhkan waktu yang
lebih lama, jika dibandingkan dengan proses pembuatan etanol. Tetapi jika
dibandingkan dari segi harga dengan etil asetat, etil asetat memiliki nilai jual yang
lebih tinggi dibandingkan dengan etanol. Harga jual etanol di pasaran adalah Rp.
236.000/L sementara harga jual etil asetat Rp. 671.600/L [35]. Oleh sebab itu,
penulis lebih memilih untuk lebih memanfaatkan kulit pisang dalam pembuatan
etil asetat.
Etil asetat adalah cairan jernih, tak berwarna, berbau khas yang digunakan
sebagai pelarut tinta, perekat dan resin [21]. Jika dibandingkan dengan etanol, etil
asetat memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi dibanding etanol termasuk
kelarutannya dalam gasoline. Selain dari penggunaannya sebagai pelarut, etil
asetat dapat berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan
pada bensin serta dapat berguna sebagai bahan baku kimia serba guna [10]. Dari
penelitian ini diharapkan limbah kulit pisang yang selama ini tidak memiliki nilai
ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang bernilai ekonomi tinggi seperti
etil asetat.
Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi etil asetat dari limbah
kulit pisang. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara
sederhana.
Dalam hal ini, harga etil asetat mengacu pada harga komersial dari etil
asetat di pasaran.
Harga etil asetat 60%

= Rp. 200.000/L [35]

Harga etil asetat 99,5%

= Rp. 671.600/L [35]

Dapat dilihat bahwa, kadar etil asetat yang semakin tinggi akan
meningkatkan harga jual etil asetat tersebut. Semakin tinggi kadar etil asetat yang
diperoleh maka harga jualnya akan semakin meningkat dimana akan semakin
menambah nilai ekonomis dari kulit pisang yang selama ini hanya dimanfaatkan

20
Universitas Sumatera Utara

secara terbatas dan juga dapat mengurangi sampah organik serta mengurangi
dampak lingkungan dari pembuangan limbah kulit pisang ke lingkungan.

21
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai