Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan
fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital
setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan
kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Berikut ini adalah contoh anomali kongenital pada saluran kemih yaitu
agenesis ginjal bilateral maupun unilateral dan fimosis. Agenesis ginjal
merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah satu (unilateral) atau kedua
ginjal (Bilateral) tidak terbentuk. Fimosis adalah peyakit menganggu saluran
perkemihan atau eliminasi pada anak yang baru lahir. Penyebab penyakit ini
adalah infeksi bakteri yang menyerang pada penis bayi yang baru lahir. Untuk
mengetahui penjelasan materi selanjutnya, akan dibahas pada bab selanjutnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan proses pembelajaran mahasiswa diharapkan
mampu mempraktekkan pengelolaan pelayanan keperawatan secara
profesional dan mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya pada kasus

Anomali Kongenital (agenesis ginjal bilateral maupun unilateral dan


fimosis ).
1.2.2

Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep dasar Anomali Kongenital
2) Mengetahui konsep dasar Agenesis Ginjal Bilateral maupun
Unilateral.
3) Mengetahui konsep dasar Fimosis
4) Mengetahui asuhan keperawatan pada Anomali Kongenital

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan nantinya
mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang konsep dasar dari
Anomali Kongenital beserta bagaimana Asuhan keperawatan yang sesuai
pada klien dengan Anomali Kongenital.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Anomali Kongenital
2.1.1 Pengertian
Kelainan Bawaan (Kelainan Kongenital) adalah suatu kelainan pada
struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika
dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang
berat. Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu
sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan
bersifat ringan. (Mayor G. 2009).
Kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih lebih sering
ditemukan dari pada kelainan bawaan pada bagian tubuh lainnya. Kelainan
bawaan yang menyumbat aliran air kemih menyebabkan air kemih tertahan
dan hal ini bisa menyebabkan infeksi atau pembentukan batu ginjal. Suatu
kelainan bawaan pada sistem kemih - kelamin bisa menyebabkan gangguan
fungsi ginjal atau menyebabkan kelainan fungsi seksual maupun kemandulan
di kemudian hari.
2.1.2

Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.

Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti


faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan
-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula
diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant
traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini
sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu
keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
3

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka


telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama
kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan
selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21
sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin
sebagai sindroma turner.
2. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
3. Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi
yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama
kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada
trimester pertama disamping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat
pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi
virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama
dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan
pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf
pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada


trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah
diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis
jamu - jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang
baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang
- kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan;
keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik - baiknya sebelum kehamilan dan
akibatnya terhadap bayi.
5. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi
- bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal
bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975 1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100
kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok
ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1:
5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu
berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1
: 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat


menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang
cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi
pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada
bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa
kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada
penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital
pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik
gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A
ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian
kelainan kongenital.
9. Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan
kongenitai tidak diketahui.

2.1.3

Angka Kejadian
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000

kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai
berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979),
secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225
bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran
hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar
48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit
Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi.

Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk


berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara
perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.
2.1.4

Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat

dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada


saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan
berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya:
riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya
kelainan - kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati
menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan
bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk
mengambil contoh cairan amnion. Beberapa kelainan kongenital yang dapat
didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria,
galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta
meningocele. Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus kasus hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil.
2.1.5

Penatalaksanaan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang

memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan


kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan
kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang
tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah
penanganan dan prognosisnya.
2.2 Konsep Dasar Agenesis Ginjal Bilateral atau Unilateral
2.2.1 Pengertian
Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah
satu (unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak terbentuk. Kasus ini sangat

jarang terjadi. Sekitar 1 diantara 1.500 bayi terlahir hanya dengan satu ginjal
dan ginjal ini biasanya lebih besar dari normal.

Gambar : B,D bilateral agenesis, E unilateral agenesis


Agenesis bilateral ginjal ( sindroma potter ) tidak sesuai untuk hidup
yang normal. Ini terjadi pada 0,04% dari seluruh kehamilan. Anak - anak
dengan kondisi seperti ini mempunyai gambaran yang khas yaitu letak telinga
yang rendah, dahi lebar, mata yang berjauhan dan hidung melengkung seperti

burung betet. Selalu ditemukan kurangnya volume cairan amnion


( oligohidramnion ) akibat tidak adanya urin fetal. Pada agenesis 1 ginjal, bisa
bertahan hidup, tapi sangat riskan terhadap resiko kerusakan ginjal itu.
Kelainan ini sering didapatkan pada oligohidramnion yang pada pemeriksaan
USG dapat diketahui yang disertai dengan hipoplasia paru-paru dan kelainan
Wajah (Sindroma Potter). Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki
bantalan terhadap dinding rahim, Tekanan dari dinding rahim menyebabkan
gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam
rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami
kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga
menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik).
2.2.2 Etiologi
1. Genetik
Walau persentasenya kecil, kelainan ginjal bawaan bisa saja karena
faktor keturunan. Contohnya, ayah atau kakek-nenek yang memiliki
kelainan ginjal bisa menurunkan gangguan/kelainan sejenis pada
anak-cucu. Bentuk kelainannya bisa berupa pembengkakan ginjal,
ginjal yang tak berkembang semestinya, atau hanya punya satu ginjal.
2. Hamil di usia rawan
Yang termasuk dalam kategori ini adalah para ibu yang hamil di atas
usia 40 tahun atau sebaliknya usia ibu masih terlalu muda saat hamil,
yakni 17 tahun atau malah lebih muda. Kehamilan di usia rawan
sangat memungkinkan janin mengalami pertumbuhan yang kurang
optimal selagi dalam kandungan.
3. Obat-obatan
Terutama jenis antibiotika atau obat-obatan antikanker.
4. Radiasi
Faktor radiasi yang dimaksud di sini adalah bila si ibu terpapar X-Ray.
Itulah mengapa di ruang radiologi untuk pemeriksaan rontgen
terpampang larangan bagi perempuan yang tengah hamil.
2.2.3

Epidemiologi
Agenesis ginjal adalah salah satu bawaan umum kemih malformasi

dan agenesis ginjal unilateral lebih umum daripada agenesis ginjal bilateral.

Insiden agenesis ginjal bilateral adalah sering dilaporkan berkisar antara 1 di


4000 untuk 1 dari 10.000 kelahiran dan kejadian unilateral agenesis ginjal
dilaporkan berada di kisaran 1 di 1000 banding 1 dalam 5000 kelahiran.
Skrinning USG rutin untuk bayi yang sehat menunjukkan bahwa kejadian
agenesis ginjal unilateral adalah sekitar 1 di 1.200, agenesis ginjal telah
dilaporkan pada sekitar 30% dari semua otopsi perinatal dengan cacat bawaan
dari urin yang saluran dan hampir 25% dari semua antenatal terdeteksi
struktur anomali perkembangan ginjal, setelah tidak termasuk kelainan
saluran kemih dilatasi, yang ginjal agenesis. Parikh et al melaporkan
prevalensi gabungan kelahiran ginjal agenesis sebagai 1 per 2900 kelahiran.
Namun mereka tidak bisa membedakan antara unilateral dan agenesis
bilateral dan itu tidak mungkin bahwa semua kasus agenesis ginjal unilateral
diidentifikasi dalam populasi mereka. Berdasarkan data dari tiga populasi
besar berbasis kelainan bawaan pendaftar bayi, Harris et al melaporkan
prevalensi tingkat 0,54 - 1,15 per 10 000 kelahiran untuk agenesis ginjal
bilateral dan 0,56 - 0,79 per 10.000 kelahiran untuk agenesis ginjal unilateral
rendah. Kejadian agenesis ginjal unilateral di laporan ini mungkin menjadi
sekunder untuk fakta bahwa banyak kasus agenesis ginjal unilateral yang
tidak didiagnosis pada saat lahir. Kebanyakan penelitian telah menunjukkan
dominan laki-laki antara pasien dengan ginjal unilateral agenesis dan agenesis
ginjal bilateral dan ini kelebihan laki-laki akan lebih parah untuk terisolasi
dari terkait kasus dan dalam kasus-kasus dengan ginjal bilateral agenesis.
Riwayat ibu diabetes mellitus gestasional, ras kulit hitam, dan kehamilan
kembar telah diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial pada bayi dengan
ginjal agenesis.

2.2.4

Prognosis Penyakit
Unilateral
Prognosis baik, bila ginjal pada sisi lain berfungsi dengan normal

karena masih bisa menopang beban fisiologi ginjal dengan baik meskipun

10

memang sedikit susah payah tidak seperti pada ginjal yg normalnya terbentuk
dengan lengkap.
Bilateral
Buruk : Janin akan dapat bertahan hidup sampai lahir karena ginjalnya
tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati beberapa
hari setelah lahir.
2.2.5

Komplikasi
1. Hipoplasia Paru
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan
terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim
menyebabkan gambaran wajah yang khas ( wajah potter ). Selain
itu, karena ruang didalam rahim sempit, maka anggota gerak
tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku
pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru - paru ( hipoplasia paru ),
sehingga pada saat lahir paru tidak berfungsi.
2. Gagal Ginjal
Pada sindroma potter, kelaianan yang utama adalah gagal ginjal
bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal ( agenesis
ginjal bilateral ) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang
menyebabkan gagal ginjal.
3. Sindroma Potter
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban
( sebagai air kemih ) dan tidak adanya cairan ketuban
menyebabkan gambaran yang khas yaitu sindroma potter.
4. Batu Ginjal
Pada keadaan ginjal dalam keadaan satu atau rusak keduanya,
maka akan menimbulkan banyak gangguan. Salah satunya yaitu
penyumbatan pada ginjal ( batu ginjal ).

2.2.6 Penatalaksaan Medis


a) Farmakologis
- Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri
resisten terhadap amoxicillin.

11

Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari


dalam 2 dosis.Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang
lebih besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan

amoxicillin.
Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin. Cephalexin kirakira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan
memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal
usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada

anak perempuan.
Co-amoxiclav digunakan pada bakteri yang resisten terhadap

cotrimoxazole.
Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak
digunakan pada anak-anak karena memiliki efek samping seperti

mual dan muntah.


b) Non farmakologis
Dalam kasus kelainan ginjal bawaan, penanganannya akan dilakukan
-

secara bertahap.
Pertama, menangani komplikasinya dulu. Jika ada infeksi saluran
kemih, infeksinya akan segera diatasi sambil dicari terus apa

penyebabnya.
Kedua, setelah penyebabnya ditemukan, langkah selanjutnya
adalah tindakan untuk menangani penyebabnya. Bila akibat
sumbatan, tentu akan diupayakan untuk menghilangkan sumbatan
tersebut. Begitu juga kalau disebabkan oleh klep di kandung kemih
yang tidak baik, akan dibuatkan klep baru.

2.2.7

Tanda dan Gejala


Unilateral
Manifestasi klinis akibat agenesis ginjal unilateral tidak tampak, kalau

pada ginjal pada sisi yang lain (kontra lateral) berfungsi normal. Kelainan ini
biasanya ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan kesehatan
rutin/screening, USG, IVP, atau scanning.
Agenesis ginjal biasanya disertai dengan kelainan organ genetalia
pada sisi yang sama. Kelainan duktus mesonefrik unilateral pada saat embrio
menyebabkan kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang
12

sesisi (ipsilateral). Karena itu jika dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia
tertis pada satu sisi, patut dicurigai kemungkinan adanya agenesis ginjal
unilateral. Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan
dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau
tidak adanya tuba atau ovarium, hipoplasia uterus, dan aplasia atau tidak
didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindroma Rokitanskykuster Hauser.
Bilateral
Pada kasus agenesis ginjal bilateral, sering didapatkan
oligohidramnion berat pada kehamilan 14 minggu. Keadaan ini terjadi karena
janin meminum cairan amnion, tetapi tidak dapat mengeluarkannya. Janin
akan dapat bertahan hidup sampai lahir karena ginjalnya tidak diperlukan
untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati beberapa hari setelah lahir.
Cacat berat lahir menyertai keadaan ini pada 85% kasus termasuk tidak
adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula seminalis.
Cacat di system lain juga sering ditemui antara lain cacat jantung, atresia
trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya buli buli atau ereter,
pneumothoraks spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia paru paru,
syndroma Potter (wajahnya aneh), labiopalatoskisis dan kelainan otak.
2.2 Konsep Dasar Fimosis
2.2.1 Pengertian
Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit preputium, sehingga
tidak dapat ditarik (diretraksi) ke atas glans penis. Fimosis adalah suatu
keadaan dimana kulit penis (prepusium) melekat pada bagian glans penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran ais seni sehingga bayi kesulitan
dan kesakitan saat berkemih.

2.2.2

Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di

antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini
menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik
13

ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat,
misalnya karena infeksi atau benturan.
2.2.3 Klasifikasi
1. Fimosis kongenital (kelainan bawaan, true phimosis)
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat
ditarik kebelakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi
lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam
preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik
kebelakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3
tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami
fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan
hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik kebelakang penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction)
pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan
ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

Gambar : A. Fimosis Kongenital, B. Fimosis patologi


2.2.4

Web Of Caution ( WOC )


Invasi bakteri
Menginfeksi Prepusium
Fimosis
14

Pre operasi

Post operasi

Lubang penis
tersumbat
Gangguan Pola

adanya luka
insisi
Nyeri akut

Eliminasi
2.2.5

Manifestasi Klinik
a) Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
b) Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan
menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang setelah
berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar
terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit
pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
c) Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul
rasa sakit.
d) Kulit penis tak bias ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
e) Air seni keluar tidak lancer. Kadang-kadang menetes dan kadangkadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga
f) Bisa juga disertai demam
g) Iritasi pada penis

2.2.6

Patofisiologi
Pada bayi, preputium normalnya melekat pada glans tapi sekresi

materi subaseum kental secara bertahap melonggarkannya. Menjelang umur 5


tahun, preputium dapat ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau
paksaan. Tapi karena adanya komplikasi sirkumsisi, dimana terlalu banyak
prepusium tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di
bawah prepusium yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya, prepusium
menjadi melekat dan fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah
retraksi.
2.2.7

Penatalaksanaan Medik

15

Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan
dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun.
Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau
balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa
memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk
memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan
mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama,
perlengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri
frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk
mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah
infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid
(0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan
untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat
dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun. Cara menjaga kebersihan pada
fimosis :
1. Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan
popok basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta
mikroorganisme penyebab infeksi air kemih/tinja, maupun gesekan dengan
popok atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar
bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatalgatal dan merah di bokong cenderung berulang timbul. Tindak pencegahan
yang penting ialah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
a) Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau
bepergian.
b) Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang
cocok untuk bayi Anda.
c) Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers,
kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya
(tiap kali ia habis buang air kecil/besar).

16

d) Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu,


biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup
hangat sehingga ia tak kedinginan.
e) Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik
dalam 1-2 hari atau bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi
dokter .
2. Penis
a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat, menggunakan
kasa. Membersihkannya sampai selangkang. Jangan digosok-gosok.
Cukup diusap dari atas ke bawah, dengan cara satu arah sehingga bisa
bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena
bisa menyebabkan iritasi.
2.3 Asuhan Keperawatan dengan Anomali Kongenital
2.3.1 Asuhan Keperwatan dengan Agenesis Bilateral atau Unilateral
1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik :
Pada Agenesis Bilateral saat bayi dilahirkan, pada pemeriksaan fisik
B1 ( Breath ) didapatkan adanya hipoplasia paru, hipoksia, sindrom
gawat napas ( ARDS ), terkadang didapatkan tangisan bayi lemah dan
tidak bernapas, takipneanapas cuping hidung.
B2 ( Blood ) : cacat jantung kongenital, pada auskultasi ditemukan
gangguan irama jantung, sianosis.
B3 ( Brain ) terdapat kelainan wajah yaitu letak telinga yang rendah,
dahi lebar, mata yang berjauhan, dan hidung melengkung seperti
burung betet, hidrosefalus, penurunan kesadaran, tidak berespon
kecuali dirangsang nyeri.
B4 ( Bladder )
Terdapat kelainan pada saluran cerna yaitu atresia bilier, fistula
esofagus.
B5 ( Bowel )

17

Tidak adanya miksi pada saat lahir dikarenakan pengaruh


oligohidramnion dalam kandungan ibu.
B6 ( Bone )
Warna kulit bayi keabu abuan, pucat saat bayi menangis, hipotonia,
kelemahan.
Pemeriksaan Penunjang :
Pada USG didapatkan keadaan oligohidramnion. Serta tidak adanya
ginjal atau keabnormalan ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Cedera (trauma lahir) berhubungan dengan trauma lahir akibat
oligohidramnion.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoplasia paru
c. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan ketakutan ibu
terhadap kematian bayi
3. Intervensi
1) Diangnosa: Risiko cedera (trauma lahir) berhubungan dengan
trauma lahir akibat oligohidramnion.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama proses
persalinan diharapkan tidak ada risiko cedera.
Kriteria hasil:
a. Tidak ada fraktur, memar, dan laserasi
b. Tidak ada komplikasi dari cedera lahir yang terjadi
Intervensi:
a. Kaji adanya kelainan pada wajah (Sindroma Potter) akibat
oligohidramnion
R: untuk memastikan adanya agenesis ginjal beserta
jenisnya.
b. Kaji kepala
R: untuk mendeteksi komplikasi dari agenesis ginjal.
c. Kaji tangisan
R: tangisan melengking dapat mengindikasikan trauma lahir
atau hipoksia pada bayi.
d. Kaji bahu dan ekstremitas
R: adanya penampilan atau postur asimetris.
e. Kaji kulit
18

R: adanya sianosis dapat menandakan kelainan bawaan


lahir pada bayi.
f. Beritahu orang tua bahwa bayi yang dilahirkan umumnya
mengalami kelainan pada wajah dan adanya cacat bawaan
lahir
R: dengan mempersiapkan orang tua terhadap setiap
kemungkinan penyimpangan dari normal akan membantu
mereka beradaptasi terhadap penampilan bayi dan
memampukan orang tua mengatasi cedera lain yang lebih
serius.
g. Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan
kekhawatiran
R: mengurangi ansietas dan mengutarakan kekhawatiran
serta mengungkapkan perasaan.
2) Diagnosa: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
hipoplasia paru.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan pertukaran gas dapat terkontrol.
Kriteria hasil:
a. Tidak ada dispnea, pernapasan cuping hidung, dan sianosis.
b. Frekuensi pernapasan dalam batas normal untuk neonatus
c. Tidak ada irama pernapasan abnormal
Intervensi:
a. Kaji AGD sesuai indikasi
R: untuk mendeteksi abnormalitas yang menandakan
kurangnya oksigenasi atau peningkatan konsumsi oksigen,
hipoksia.
b. Kaji pernapasan
R: retraksi, takipnea (lebih dari 60x/menit), dan pernapasan
cuping hidung dapat mengindikasikan gangguan
pernapasan.
c. Kaji nilai Apgar pada menit ke-1, ke-5, dan ke-10 setelah
kelahiran
R: nilai apgar antara 7 dan 10 pada menit ke-1 dan ke-5
dianggap normal, nilai kurang dari 7 mengindikasikan
perlunya intervensi.
d. Berikan oksigen pada neonatus sesuai program
R: untuk memastikan pengiriman oksigen ke paru secara
adekuat guna mencegah hipoksia jaringan.
19

e. Pantau warna
R: untuk mendeteksi tanda hipoksia atau gangguan
oksigenasi (pucat dan sianosis)
3) Diagnosa: Ansietas pada orang tua berhubungan dengan
ketakutan ibu terhadap kematian bayi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan ketakutan orang tua dapat teratasi.
Kriteria hasil:
a. Dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
menyangkut asuhan bayi.
b. Melaporkan keadekuatan sistem dukungan (mis. Keluarga,
finansial, masyarakat)
Intervensi:
a. Kaji perasaan tentang kondisi bayi dan pengaruhnya
terhadap keluarga
R: untuk mengidentifikasi masalah yang membutuhkan
intervensi
b. Kaji sistem dukungan keluarga
R: dukungan keluarga yang buruk selama krisis
menyebabkan pemberi asuhan lebih sulit mempertahankan
kesehatan fisik dan emosional diri sendiri.
c. Berikan informasi kepada keluarga tentang kondisi bati dan
rencana perawatan
R: bagi kebanyakan individu mendapatkan informasi adalah
cara efektif untuk mengurangi ketakutan dan memfasilitasi
koping yang efektif.
d. Dengarkan dengan penuh perhatian komentar negatif dan
perasaan putus asa serta kehilangan kendali
R: mendengarkan secara terapeutik mendorong rasa
percaya yang diperlukan ketika membantu ibu yang merasa
dirinya memiliki sedikit atau tidak ada kendali terhadap
situasi, atau ibu yang memiliki asumsi keliru bahwa bayio
sakit karena kesalahannya.
2.3.2

Asuhan Keperawatan dengan Fimosis


1. Pemeriksaan Fisik
B4 ( Bladder )
a) Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin

20

b) Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan


menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang
setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang
keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh
kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang
sempit.
c) Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadangkadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.
d) Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul
rasa sakit.
B6 ( Bone )
a) Kulit penis tak bias ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
b) Bisa juga disertai demam
c) Iritasi pada penis
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pre op:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan
penis
c) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan infeksi pada saluran
perkemihan
Diagnosa keperawatan post op:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi
3

Intervensi
Diagnosa keperawatan pre op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau terkontrol
K.H : Pasien terlihat tenang, tidak ada tanda infeksi
` Intervensi :

21

a. Kaji skala nyeri


R : Untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri pasien.
b. Ajarkan teknik distraksi kepada orang tuanya
R : Untuk mengurangi nyeri pada anak.
c. Atur posisi anak senyaman mungkin
R : Untuk memberikan rasa nyaman agar nyeri dapat
teralihkan.
d. Berikan lingkungan yang nyaman
R : Untuk memberikan rasa nyaman agar nyeri dapat
teralihkan.
e. Kolaborasi dengan pemberian analgesik
R : Untuk mengatasi nyeri
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan
penis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H :
a) tidak adanya tanda tanda infeksi
b) Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat
Intevensi :
a. Kaji tanda tanda infeksi
R : Untuk melakukan intervensi selanjutnya
b. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
R : Untuk mengatasi penyebab dari infeksi
c. Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene
pribadi pasien
R : Untuk mengurangi adanya infeksi lebih lanjut
d. Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada
keluarga
R : Untuk mencegah penyebaran bakteri
e. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum ingin
kontak langsung dengan pasien
R : Untuk mencegah penyebaran bakteri
f. Kaloborasi dengan pemberian antibiotik
R : Antibiotik digunakan untuk mengurangi infeksi dari
bakteri

22

3) Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada


saluran perkemihan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan gangguan pola eliminasi urin dapat di atasi
dengan
K.H :
a) pasien dapat berkemih > 50 100 cc setiap kali
b) Tidak adanya hematuria
Intervensi :
a. Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna yang tepat
b. Anjurkan kepada keluarga untuk mencatat haluaran urine
c. Kolaborasi dengan dokter untuk segera disunat
Diagnosa keparawatan post op
1) Nyeri akut berhubungan dengan sirkumsisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau berkurang
K.H : Pasien terlihat tenang, anak tidak menangis, dan terlihat
bebas dari rasa nyeri.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri sirkumsisi
R : Kulup memiliki banyak ujung saraf, bayi memang
memiliki rangsang nyeri dan tentu saja tidak dapat
merasakan nyeri yang dialami.
b. Anjurkan untuk menelungkupkan bayi di atas handuk
hangat dan ubah posisi dengan sering.
R : Meningkatkan kenyamanan, mengurangi kram
c. Lepaskan bayi dari pengekang segera setelah prosedur.
R : Tidak dapat bergerak meningkatkan ansietas bayi dan
oleh sebab itu, meningkatkan nyeri.
d. Berikan dot bila orangtua tidak keberatan
R : Isapan memberi distraksi dan dapat menenangkan bayi
e. Pasang popok dengan longgar, dan ganti dengan sering.
R : mencegah popok menggesek area yang terluka serta
iritasi.
f. Kaloborasi dengan pemberian analgesik
23

R : Untuk mengurangi rasa nyeri

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H :
a) Tidak adanya tanda tanda infeksi
b) Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat
Intevensi :
a. Kaji tanda tanda infeksi
b. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c. Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene
pribadi pasien
d. Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada
keluarga
e. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum
berkontak dengan pasien
f. Kolaborasi dengan pemberian antibiotik

24

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah
satu (unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak terbentuk. Fimosis adalah
penyakit menganggu saluran perkemihan atau eliminasi pada anak yang baru lahir.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memehami dan
mengetahui penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang ditimbulkan dari
Anomali Kongenital sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan di masa
mendatang dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang sudah ditetapkan.

25

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Sabiston, David. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2 hal 483. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R dan De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah hal 188 dan hal 859.
Jakarta: EGC
Rudolph, Abraham M, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Vol.2 Edisi 20. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai