Anda di halaman 1dari 112

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen merupakan suatu proses yang khas yg terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yg telah ditentukan dengan memanfaatkan SDM
& sumber daya lainnya (G.R. Terry)
Gillies (1986), manajemen didefinisikan

sebagai suatu proses dalam

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, sedangkan manajemen keperawatan


adalah suatu proses bekerja melalui anggota staff keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional.
Tujuan MPKP adalah Proses kerjasama dengan dan melalui orang-orang dan
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Di MPKP terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating, dan Controlling. Kegiatan perencanaan terdapat Perumusan
filosofi, visi, dan misi, serta tujuan, Menyusun Kebijakan, Penyusunan Standart
Kinerja, Pengembangan Sistem Informasi Manajemen. Penyiapan perangkat MPKP
disusun dalam bentuk :
1. kartu anggota Tim,
2. Format catatan harian
3. Format pengkajian awal keperawatan,
4. penentuan 10 (sepuluh) diagnosa yang sering muncul
5. Format pendelegasian,
6. Format discharge planning,
7. format audit dokumentasi,
8. format penghitungan BOR, LOS, TOI
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Filosofi, Visi dan Misi di ruangan ?
2. Apa saja 10 Standart Asuhan Keperawatan, 10 Standar Operasional Prosedur
dan Prosedur Tetap di ruangan ?
3. Bagaimana Job Description di ruangan ?
4. Bagaimana Kartu Anggota Tim di ruangan ?
5. Bagaimana Format Catatan Harian di ruangan ?
6. Bagaimana Format Pengkajian di ruangan ?
7. Apa saja 10 Diagnosa yg Paling Sering Muncul di ruangan ?
8. Bagaimana Format Pendelegasian di ruangan ?
9. Bagaimana Format DisCharge Planning di ruangan ?
10. Bagaimana Format Audit Dokumentasi di ruangan ?

1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui Bagaimana Filosofi, Visi dan Misi di ruangan ?
2 Agar mahasiswa mengetahui 10 Standart Asuhan Keperawatan, 10 Standar
3
4
5
6
7
8
9
10

Operasional Prosedur dan Prosedur Tetap di ruangan ?


Agar mahasiswa mengetahui Job Description di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Kartu Anggota Tim di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Format Catatan Harian di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Format Pengkajian di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui 10 Diagnosa yg Paling Sering Muncul di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Format Pendelegasian di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Format DisCharge Planning di ruangan ?
Agar mahasiswa mengetahui Format Audit Dokumentasi di ruangan ?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filosofi, Visi, dan Misi


2.1.1 FILOSOFI
Individu memiliki harkat dan martabat
Individu mempunyai kemampuan tujuan tumbuh kembang
Setiap individu memiliki potensi berubah
Setiap individu berfungsi holistik (berinteraksi dan bereaksi terhadap lingkungan
2.1.2 VISI

Pelayanan Keperawatan Prima Pilihan utama Masyarakat.


2.1.3 MISI
1. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan prima yang terjangkau seluruh
lapisan masyarakat berdasarkan cinta kasih.
2. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan berdasarkan proses keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan bio, psiko, sosio, dan spiritual pasien.
3. Melaksankan pengembangan SDM Keperawatan.
4. Merencanakan dan menyediakan fasilitas keperawatan.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan keperawatan.

2.2 10 standart asuhan keperawatan


2.2.1 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
Konsep Dasar Penyakit
Definisi Penyakit
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin di dalam
tubuh. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Mellitus adalah sindroma yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan
antara tuntutan dan suplai insulin.

Sindroma ini ditandai oleh hiperglikemi dan

berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.


Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi
ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.

Sistem untuk klasifikasi DM

dikembangkan oleh The National Diabetes Data Group of the National Institutes of
Health (USA) dengan masukan dari Word Health Organization tahun 1985 adalah:
Perbandingan Keadaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2

DM Tipe 1
1. Sel pembuat insulin rusak

DM Tipe 2
1. Lebih sering dari tipe 1

2. Mendadak, berat dan fatal


3. Umumnya usia muda
4. Insulin
absolut
dibutuhkan

2. Faktor turunan positif


3. Muncul saat dewasa
4. Biasanya
diawali

seumur hidup
5. Bahkan turunan tapi autoimun

dengan kegemukan
5. Komplikasi
kalau

(trigger)
tidak

terkendali
Etiologi Penyakit
a.

Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.
Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2.
Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat
3.

dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.


Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan

4.

kepekaan sel beta oleh virus.


Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat

b.

pada membran sel yang responsir terhadap insulin.


Gangren Kaki Diabetik
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, Metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma b. Infeksi c. Obat

Tanda dan Gejala Penyakit


a. Gejala klinis
1) Gejala khas
a) Poliuria (sering kencing)

b) Poliphagia (cepat lapar)


c) Polidipsia (sering haus)
d) Lemas
e) Berat badan menurun
2) Gejala lain
a) Gatal gatal
b) Mata kabur
c) Gatal di kemaluan (wanita)
d) Impotensia
e) Kesemutan
b. Gejala klinis lain :
Kriteria diagnosis DM dengan gangguan toleransi glukosa :
I.
Diagnosis DM apabila :
a.
Terdapat gejala gejala DM ditambah dengan,
b.
Salah satu dari GDP > 120 mg/dl dan 2 J PP > 200 mg/dl, atau
II.

III.

random GDA > 200 mg/dl.


Diagnosis DM apabila :
a. Tidak terdapat gejala DM tetapi,
b. Terdapat dua dari GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau
random GDA > 200 mg/dl.
Diagnosis GTG apabila :
GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140 200 mg/dl.
IV. Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP >
200 mg/dl, ulangi pemeriksaan sekali lagi dengan persiapan minimal
3 hari dengan diit karbohidrat > 150 gr/hari dan kegiatan fisik seperti
biasa.

Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II
: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III
: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV
: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanp a
selutis.
Derajat V

: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Diagnosa Keperawatan
1.

Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan

suplai darah ke jaringan perifer

2.

Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan akibat

3.

pembedahan (post op amputasi femur sinistra)


Kerusakkan intergritas jaringan b.d interupi mekanis
pada jaringan

4.

Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan

5.

adanya gangren pada ekstrimitas.


Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa
nyeri pada luka.

6.

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.


7.
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis )
8.

berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.


Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.

9.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.


10.
Gangguan gambaran diri berhubungan
11.

dengan

perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.


Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
pada luka di kaki.

Intevensi
1. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan perifer
Tujuan
: setelah dilakukan asuham keperwatan 2x24 jam diharapakan
sirkulasi darah perifer dapat stabil atau terkontrol
Kriteria Hasil
:
a. Inflamasi berkurang dan nadi perifer teraba
b. Kulit terasa hangat
c. Klien dapat menunjukkan keadaan yang rileks
Intervensi
Awasi tanda-tanda vital

Rasional
Indikator

Kaji warna, suhu, dan tekstur kulit klien

keadekuatan perfusi
Penurunan perfusi mengakibatkan bercak :

umum

status

sirkulasi

dan

kulit menjadi lebih dingin dan tekstur kulit


berubah
Tinggikan tempat tidur pada bagian kepala Untuk
meningkatkan

sirkulasi

pada

ekstermitas bawah klien


klien 30
Mengajarkan klien tekhnik bueger-allen Membantu sirkulasi kkolateral pada tungkai

(tinggikan ekstermitas yang sakit lebih klien


tinggi

dari

jantung

selama

menit.

Kemudian posisikan tergantung selama 3


menit)
Kolaborasi

dengan

ahli

gizi

untuk Untuk mengurangi resiko aterilorosis yang

pemberian diet rendah lemak, kolestrol, selanjutnya

akan

menurunkan

sirkulasi

sesuai program
darah dan pergusi jaringan
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Mencegah pembentukkan trombus tanpa
antikoagulasi

peningkatan

resiko

pendarahan

pasca

operasi/pembentukkan hematoma
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d terputusnya kontinuitas jaringan akibat
pembedahan (post op amputasi femur sinistra)
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam nyeri
klien dapat hilang/terkontrol
Kriteria hasil
:menyatakannyeri hilang dan klien tampak rileks
Intervensi
Rasional
Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala Membantu membedakan penyebab nyeri
0-10) dan karakter nyeri

Tinggikan

bagian

meninggikan

kaki

yang

dan

sakit

tempat

memberikan

kemajuan

atau

perbaikkan

terjadinya

komplikasi

dan

tentang
penyakit,
keefektifsn

intervensi
dengan Mengurangi terbentuknya edema dengan

tidur

atau peningkatan aliran balik vena, menurunkan

menggunakan bantal atau guling untuk kelelahanotot


amputasi

informasi

dan

tekanan

kulit

atau

jaringan. Catatan : setelah 24 jam pertama


dan tidak adanya edema,punting mungkin

meluas dan datar.


Ajarkan pasien teknik relaksasi. Contoh Meningkatkan
istirahat,
bimbingan

imajinasi,visualisasi,

memusatkan

latihan kembali perhatian, dapat meningkatkan

napas dalam
koping
Berikan pijatan lembut pada punting sesuai Menibgkatkan

sirkulasi

menurunkan

toleransi bila balutan dilepas


ketegangan otot
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Menghilangkan reflek spassme/kontraksi
obat sesuai indikasi:

otot halus dan membantu dalam menejemen

Antikolinergik: atropi
Antibiotic: ceftiaxon

nyeri. Antibiotic untuk mengobati proses


infeksi menurunkan inflamsi

3. Kerusakkan intergritas jaringan b.d interupsi mekanis pada jaringan akibat


pembedahan
Tujuan

: setelah dilakukan assuhan keperawatan selama 2x24jam

diharapakan pemyembuhan luka dapat tercapai


Kriteria hassil
: mencapai penyembuhan luka dan klien mengungkapkan rasa
nyaman
Intervensi
Rasional
Beri penguatan pada balutan awal atau Lindungi luka dari perlukaan makanis dan
pengantian sesuai indikasi. Gunakan aseptik kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan
yang kuat
Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka

yang dapat menyebabkan ekskoritasi


Menuruna cairan menandakan adanya
evolusi dari proses penembuhan, apabila
pengeluaran cairan terus menerus atau
adanya eksudat yang bau menunjukkan
terjadinya

komplikasi(misalnya

pembentukkan fistula, perdarahan , infeksi)


Anjurkan klien untuk tidak menyentuh Mencegah kontaminasi luka
bagian yang luka
Bersihkan
permukaan
menggunakan

hidrogen

kulit

dengan Menurunkan kontaminasi kulit : membantu

peroksida

atau dalam membersihkan eksudat

dengan air yang mengalir dan sabun lunak


setelah daerah insisi ditutup
Kolaborasi dengan dengan tim medis yang Membuang jaringan nekrotik atau luka.
lain untuk irigasi luka

Eksudat untuk meningkatkan penembuhan.

2.2.2 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA


A.

Pengertian

Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa
kurang dari 50 mg/%. Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi
adalah:

1. Diabetes melitus

8. Bayi

2. Parenteral nutrition

dengan

ibu

yang

ketergantungan narkotika

3. Sepsis

9. Luka bakar

4. Enteral feeding

10. Kanker pankreas

5. Corticosteroid therapi

11. Penyakit Addisons

6. Bayi dengan ibu dengan diabetik

12. Hiperfungsi kelenjar adrenal

7. Bayi

13. Penyakit hati

dengan

kecil

masa

kehamilan
14.
15. Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
1. Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar
ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga
terjadi hiperinsulin.
2. Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi
mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan
glikogen.
3. Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi
peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
4. Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolism insulin terganggu.
16.
17.
18.
19.
20.
21. ASUHAN KEPERAWATAN
22. Fokus Pengkajian
23. Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1.
Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih
sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain
sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2.

Riwayat :
1. ANC

7. Sepsis

2. Perinatal

8. Enteral feeding

3. Post natal

9. Pemakaian

4. Imunisasi

therapi

5. Diabetes melitus pada orang tua/

10. Ibu

keluarga
6. Pemakaian parenteral nutrition

yang

Corticosteroid
memakai

atau

ketergantungan narkotika
11. Kanker

12. Data Subyektif:


1. Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
2. Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
3. Rasa lapar (bayi sering nangis)
4. Nyeri kepala
5. Sering menguap
6. Irritabel
13. Data obyektif:
1. Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
2. Hightpitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat
irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
3. Plasma glukosa < 50 gr/%
14. Diagnose
1.

Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang


rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi

2.
3.

saraf otonom, koma hipoglikemi.


Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

4.

peningkatan pengeluaran keringat.


Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada
otot
15.
16. Intervensi

1.

Resiko

komplikasi

berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental,
gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
17. Rencana tindakan:
1.

Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan

2.

Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab

3.

Monitor vital sign

4.

Monitor kesadaran

5.

Monitor tanda gugup, irritabilitas

6.

Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12

7.

Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.

8.

Cek BB setiap hari

9.

Cek tanda-tanda infeksi

10. Hindari terjadinya hipotermi


11. Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
12. Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
18.
2.

Resiko

terjadi infeksi berhubungan dengan

penurunan daya tahan tubuh


19. Rencana tindakan:
1. Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
2. Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih
atau steril
3. Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran
nafas.
4. Perhatikan kondisi feces bayi
5. Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
6. Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
7. Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
20.
3.

Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan peningkatan pengeluaran keringat
21.
Rencana keperawatan

1. Cek intake dan output


2. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
3. Cek turgor kulit bayi
4. Kaji intoleransi minum bayi
5. Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
22.
4.

Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan


dengan hipoglikemi pada otot
23.

Rencana keperawatan

1. Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari


2. Lakukan fisiotherapi
3. Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.
24.
25. 2.2.3 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN KOMA DIABETIKUM
26.

Pengertian
27.

Koma Diabetikum adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi

insulin absolute atau relative dan peningkatan hormon kontra legulator (glukagon,
katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan), yang menyebabkan keadaan
hipergilkemi (Brunner and Suddart, 2002).
28.

Koma Diabetik adalah suatu keadaan darurat akibat gangguan metabolik

diabetes mellitus berat yang disifati oelh adanya trias hiperglikemi, asidosis, dan
ketonemi (Adam, 2001).
29.

Koma Diabetikum merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat

defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan
segera akan menyebabakan kematian (Arif Mansjoer, 2001).
30.
31.
32.

Etiologi
33.

Koma diabetikum didasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya

jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh:


1.

Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.

2.

Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya: pneumonia, kolestisitis,


iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi
insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan
hormon-hormon stres yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan
hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini akan menigkatakan produksi glukosa
oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak
dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam
keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut
menjadi ketoasidosis diabetik.

3.

Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan


tidak diobati (Brunner and Suddart, 2002)

34.
35.

ASUHAN KEPERAWATAN
36. Pengkajian
37.

Pengkajian Koma Diabetikum pada KGD didasarkan pada prinsip

prinsip skala prioritas : Airway (A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian
esensial yang lain.
1. Anamnesa
2. Keluhan utama
38. Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas, luka sukar
sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh
darah.
3. Riwayat penyakit sekarang
39. Berapa berat keluhan yang dirasakan
4. Riwayat penyakit dahulu
40. Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis. Penyakit
hipertensi dan pankreatitis kronik.
41.
5. Riwayat penyakit keluarga
42. DM dan penyakit jantung pada anggota keluarga.
6. Riwayat psikososial spiritual
a. Persepsi klien tentang penyakitnya
b. Apakah penyakit tersebut menggangu jiwanya
7. Pengkajian pola fungsional
a. Aktivitas/istirahat
43. S :
Lemah, lelah, kejang otot, gangguan istirahat tidur

44.

O :

Takhikardi, tachipneu saat istirahat/aktifitas, koma, penurunan

kekuatan otot.
b. Sirkulasi
45. S : Riwayat hipertensi, penyembuhan luka yng lambat
46. O : Takhikardi, hipertensi, penurunan nadi, disritmia, kulit kering
c. Eliminasi
47. S : Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare
48. O : Oliiguri/anuri, urin keruh, bising usus turun
d. Makanan/cairan
49. S : Anoreksia, mual, muntah, haus
50. O : Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah
e. Respirasi
51. S : Batuk dengan atau tanpa sputum
52. O : Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton
f. Neurosensori
53. S :
Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia,
gangguna penglihatan
54. O :
Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan memori, kejang
g. Keamanan
55. S : Kulit kering, ulserasi kulit
56. O : Panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
57. Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun,
b. Sistem pernafasan
58. Nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru.
c. Sistem integumen
59. Turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering.
d. Sistem kardiovaskuler
60. Hipertensi
e. Sistem gastrointestinal
61. Nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia
f. Sistem neurologi
62. Sakit kepala, kesadaran menurun
g. Sistem penglihatan
63. Penglihatan kabur
64.
65.
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d dilatasi lambung ditandai dengan asidosis
metabolik.
b. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d peningkatan respirasi ditandai dengan
pernafasan kusmaul
c. Gangguan keseimbangan cairan b/d dehidrasi ditandai dengan poliuri
d. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asidosis metabolik
ditandai mual, muntah, anoreksia

e. Gangguan persepsi sensori b/d viscositas mata turun ditandai dengan penglihatan
kabur
f. Intoleransi aktifitas b/d dehidrasi ditandai dengan kelemahan dan sakit kepala
g. Resiko cedera b/d suplai O2 ke otak turun ditandai dengan kesadaran menurun
66.
67. Rencana Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d dilatasi lambung ditandai dengan asidosis
metabolik.
- Tujuan
: Nyeri berkurang / hilang
- KH
: Nyeri berkurang hingga level terrendah
- Intervensi
:
1. Kaji nyeri, intensitas, karakteristik, skala, waktu
2. Monitor TTV
3. Anjurkan kurangi aktifitas yang dapat memperberat nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5. Lakukan distraksi nyeri
6. Monitor keadaan umum klien
7. Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
- Rasional
:
1. Mengidentifiakasi karakteristik nyeri merupakan faktor esensial
2. Observasi TTV dapat mengetaui keadaan umum klien
3. Penggunaan aktifitas dapat mengurangi nyeri
4. Nafas dalam adalah teknik relaxasi
5. Distraksi nyeri dapat menurunkan rangsangan nyeri
6. Keadaan umum klien dapat digunakan untuk indicator respon
7. Kolaborasi dapat mempercepat kesembuhan klien
68.
b. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d peningkatan respirasi ditandai dengan
pernafasan kusmaul
- Tujuan
: Pola nafas teratur
- KH
: Pertahanan pola nafas efektif, tampak rilex, frekuensi nafas
-

normal, nafas kusmaul.


Intervensi :
1. Kaji pola nafas tiap hari
2. Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
3. Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
4. Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
5. Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler
6. Berikan bantuan oksigen
7. Kaji Kadar AGD setiap hari
Rasional
:

1. Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status
hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan
faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang
berpengaruh/paling berpengaruh
2. Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih
akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan
menelan
3. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan
pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi
4. Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas
oleh sekret yang munkin terjadi
5. Pada posisi semi fowler paru paru tidak tertekan oleh diafragma
6. Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon
penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang
minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2
7. Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2 merupakan bentuk evaluasi
objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen
69.
c. Gangguan keseimbangan cairan b/d dehidrasi ditandai dengan poliuri
- Tujuan
: Kekurangan cairan teratasi
- KH
: TTV dalam batas normal, pulse perifer dapat teraba, turgor kulit
-

dan capillary refill baik , keseimbangan urin output, kadar elektrolit normal
Intervensi :
1. Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
2. Pantau tanda vital
3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa
4. Ukur BB tiap hari
5. Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
6. Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
7. Kolaborasi:
- Berikan NaCl, NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
- Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
- Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
- Berikan Bikarbonat
- Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
Rasional
:

1. Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi


mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL
2. Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi.
Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah
sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri
3. Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat
4. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti
5. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan terapi yang diberikan
6. Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi
7. Kolaborasi
- Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan
-

respon pasien individual


Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na
akibat sekresi aldosteron. Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan
selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh

kurang
Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium
fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan

lain
Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
70.
d. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asidosis
-

metabolik ditandai mual, muntah, anoreksia


- Tujuan
: Nutrisi adekuat
- KH
: Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat, menunjukkan
tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang
-

normal
Intervensi :
1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai
indikasi

4. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan

pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi


5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
6. Observasi tanda hipoglikemia
7. Kolaborasi:
- Pemeriksaan GDA dengan finger stick
- Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3
- Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi
- Berikan larutan dekstrosa dan setengah saline normal (0,45%)
Rasional :
1. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan
utilitasnya
2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapetik
3. Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik
5. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien
6. Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat
yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara
potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus dikenali
7. Kolaborasi
:
- Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk
-

mendeteksi fluktuasi
Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat

menurunkan insiden hipoglikemia


Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah

dan

kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati


normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia
71.
e. Gangguan persepsi sensori b/d viscositas mata turun ditandai dengan
penglihatan kabur
- Tujuan
: Klien mampu beradaptasi dengan situasi keterbatasan sensori
-

penglihatan.
KH
: Klien mampu mengenal lingkungan secara maksimal.

Intervensi :
1. Kaji ketajaman penglihatan
2. Identifikasi perbedaan lapangan pandang.
3. Orientasikan klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional
:
1. Mengetahui sejauh mana gangguan ketajaman yang timbul
2. Mengetahui jarak lapang pandang klien sehinga dapat meminimalkan
terjadinya cedera
3. Meminimalkan klien cedera terhadap barang barang yang berada di

sekitarnya
72.
73.
f. Intoleransi aktifitas b/d dehidrasi ditandai dengan kelemahan dan sakit kepala
- Tujuan
: Kelemahan terhadap aktifitas minimal
- KH
: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas, mandiri
-

dalam perawatan diri


Intervensi :
1. Monitor aktiitas, keluhan tentang kelemahan yang dirasakan
2. Evaluasi respon klien terhadap aktifitas
3. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
4. Anjurkan untuk mengurangi aktifitas, untuk menghemat energi
5. Dekatkan alat-alat dan kebutuhan klien
6. Diskusikan cara yang nyaman dalam perubahan posisi dari tidur, duduk
dan berdiri
7. Libatkan keluarga dalam perawatan dan pemenuhan kebutuhan klien
Rasional :
1. Monitor aktifitas dan keluhan tentang kelemahan dapat memudahkan
intervensi berikutnya
2. Evaluasi respon terhadap aktifitas dapat diketahui sejauh mana tingkat
aktifitas klien
3. Lingkungan yang tenang dapat membuat klien nyaman
4. Pengurangan aktifitas dapat menghemat energi
5. Dengan didekatkannya alat-alat kebutuhan klien

maminimalkan

terjadinya cedera
6. Perubahan posisi dapat meminimalkan terjadinya kram otot dan
membuat klien nyaman (meminimalkan nyeri kepala)
7. Keluarga sangat berpengaruh terhadap kesembuhan klien
74.
g. Resiko cedera b/d suplai O2 ke otak turun ditandai dengan kesadaran menurun
- Tujuan
: Tidak terjadi cedera
- KH
: Kesadaran composmentis, suplai O2 k otak terpenuhi
- Intervensi
:

1. Kaji tingkat kesadaran klien


2. Kaji faktor-faktor resiko yang mungkin timbul
3. Kaji tanda-tanda vital
4. Berikan lingkungan yang nyaman, bersih dan kering
Rasional :
1. Perubahan/dinamika derajat kesadaran dipengaruhi oleh level dehidrasi,
racun keton dan keseimbangan asam-basa sebagai akumulasi gejala
penyakit diabetik (hiperosmolar)
2. Resiko jatuh, resiko terluka dan resiko kerusakan jaringan kulit
merupakan hal yang perlu diperhatikan
3. Tanda vital merupakan patokan umum kondisi dan keparahan penyakit
yang mungkin muncul
4. Resiko cidera dapat diakibatkan benda-benda tajam dan berbahaya,
adanya tempat tidur yang basah atau kotor serta tidak rapi serta
pengaman yang kurang kuat.
75.

76. 2.2.4 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI


77. Pengertian
78.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada
polulasi manusia, hepertensi didefnisikan sebagai tekanan sistoliknya di atas 160 mmHg
dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
79.
Menurut lembaga kesehatan Nasional (The Nations Institutes of Health)
mendefinisikan sebagai tekanan sistolik yang sama atau di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik yang sama atau di atas 90 mmHg. Setiap peningkatan 10 angka di atas tekanan
sistolik akan meningkatkan resiko terkena penyakit jantung atau stroke sebanyak 30 %,
80.
81. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO (1978)
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolik 91-94 mmHg.
3. Tekanan darah tinggi (Hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg
82. ETIOLOGI
83. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.

84. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:


1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran
pembuluh darah.
85.
86. Table penyebab hipertensi sekunder
87. Area yang terganggu
89. Ginjal
Penyakit
parenkim

88. Mekanisme
93.
ginjal Seringkali menyebabkan hipertensi dependen

(glomerulonefritis, gagal ginjal)


90.
91.
92.
Penyakit renovaskuler

rennin

atau

dipengaruhi

natrium.

Perubahan fisiologis

olehmacamnya

penyakit

dan

beratnya insufiensi ginjal.


Berkurang perfusi ginjal karena aterosklerosis
atau arteri fibrosis yang membuat arteri renalis
menyempit; menyebabkan tahanan vaskuler
perifer meningkat.
97.
Menigkatnya volume darah
Aldosteron menyebabkan retensi natrium dan

94. Kelenjar Adrenal


Syndrome Cushing
Aldoteronisme primer
95.
96.
Fenokromositoma

air, yang membuat volume darah meningkat


Sekresi yang berlebihans dari katekolamin
(norepinefrin membuat tahanan vaskulerperifer
meningkat)
99. Menyebabkan tekanan darah menigkat pada

98. Koarktasi aorta

ekstremitas atas dan berkurangnya perfusi


pada ekstremitas bawah
100.

Trauma

kepala

atau tumor cranial

101.
akan

Meningkatnya tekanan intracranial


mengakibatkan

perfusi

serebral

berkurang; iskemia yang timbul akan


merangsang pusat vasomotor medula untuk
meningkatkan tekanan darah
102.

Hipertensi

akibat

103.

Penyebab belum diketahui. Ada teori

kehamilan

bahwa vasospasme umum bisa menjadi


factor penyebab

104.

Hipertensi disebut pembunuh diam-diam karena orang dengan hipertensi

sering tidak menampakkan gejala dan tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini
diderita, tekanan darah pasien haru dipantau dengan interval teratur karena hipertensi
merupakan kondisi seumur hidup. Berikut ini tabel klasifikasi Tekanan Darah.
105.
106.
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
107.
108.
109.
1. Kategori
2. Sis
3. Di
110.
(mmHg)
toli
at
111.
112.
k
oli
113.
(m
k
114.
115.
m
(m
116.
Hg
m
117.
)
H
g)
4. Optimal
5. Normal
6. Normal

hipertensi
7. Drajat I
8. Drajat 2
9. Drajat 3

10. <1

tinggi

20

17. <8

11. <1

18. <8

30
12. 13

5
19. 85

0
13
9
13. 14
0
15
9
14. 16
0
17
9
15. >1
80
16.

89
20. 90
99
21. 10

010
9
22. >1

10

118.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIPERTENSI
a. Pengkajian
1. Riwayat (auto anamnesa dan allo anamnesa)
a) Biodata
b) Keluhan utama
c) Riwayat masuk
d) Riwayat penyakit dahulu
119.
2. Pemeriksaan fisik
1) Pernafasan (Breath)
a. Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas / kerja takipnea,
ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
b. Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
2) Aktivitas/ Istirahat
a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b. Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
3) Sirkulasi
a. Gejala :Riwayat

Hipertensi,

aterosklerosis,

penyakit

jantung

koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.


b. Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari

karotis,

jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena


jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
4) Eliminasi (Bladder)
a. Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
5) Integritas Ego
a. Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
b. Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
6) Makanan/cairan
a. Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretic
b. Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
7) Neurosensori

a. Gejala:

Keluhan

pening

pening/pusing,

berdenyut,

sakit

kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara


spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
b. Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
8) Nyeri/ ketidaknyaman
a. Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
9) Keamanan
a. Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
120.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
2. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.


3. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Potensial perubahan perfusi jaringan:

122.
123.
124.

serebral,

ginjal,

jantung

berhubungan dengan gangguan sirkulasi.


121.
C. Perencanaan/Intervensi
Diagnosa keperawatan 1.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.


125.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard.
126.
Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan
tekanan darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang
individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung
stabil dalam rentangnormal pasien.
127.
Intervensi :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
5. Catat edema umum.
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi

8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan


9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
128.
129.
Diagnosa Keperawatan 2. :
130.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
131.
132.

umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.


Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil: Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan /
diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat

diukur.
133.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter
:frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD,
dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau
pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress,
aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /
kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja
jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
134.
Diagnosa Keperawatan 3. :
135.
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral
136.
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
137.
Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan

tampak nyaman.
138.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
3. Batasi aktivitas.
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
5. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
6. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
139.
140.
Diagnosa keperawatan 4. :
141.
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal,
142.
143.

jantung

berhubungan dengan gangguan sirkulasi.


Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil: pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik
seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada

keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.


144.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
2. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia.
3. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
4. Amati adanya hipotensi mendadak.
5. Ukur masukan dan pengeluaran.
6. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
7. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
145.
146.
2.2.5 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN AIDS-HIV
147.
148.

Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada

seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya
defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya.
149.
150.

Etiologi
Penyebab

adalah

golongan

virus

retro

yang

disebut

human

immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru
yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan
dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

151.
1.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.

2.

Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.

3.

Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4.

Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
152.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria

maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :


1.

Lelaki homoseksual atau biseks.

2.

Orang yang ketagian obat intravena

3.

Partner seks dari penderita AIDS

4.

Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5.

Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

153.
154.

Asuhan Keperawatan

155.

Pengkajian.

1.

Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan


obat-obat.

2.

Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3.

Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat


malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

4.

Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola


hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.

5.

Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,
withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

6.

HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,


ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.

7.

Neurologis

:gangguan

refleks

pupil,

nystagmus,

vertigo,

ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.


8.

Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan


ADL.

9.

Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10.

Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis,

SOB, menggunakan otot

Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.


11.

GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,


diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

12.

Gu : lesi atau eksudat pada genital,

13.

Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

156.
157.

Diagnosa keperawatan

1.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan


pola hidup yang beresiko.

2.

Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,


adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

3.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,


malnutrisi, kelelahan.

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.

5.

Diare berhubungan dengan infeksi GI

6.

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang


keadaan yang orang dicintai.

158.
1.

Intervensi
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pola hidup yang beresiko.

Tujuan : setelah dilakukan suhan keperawatan 2x24 jam diharapakan pasien

akan bebas dari infeksi oportunitistik dan komplikasinya


Kriteria hasil:

1.
2.
3.
4.

Tanda-tanda infeksi baru


Hasil laboratium tidak ada infeksi oportunis.
Tanda vital dalam batas normal.
Tidak ada luka atau eksudat.

159.
161.

INTERVENSI
Monitor tanda-tanda infeksi

162.

Guna

164.

baru.
163.

160.
RASIONAL
Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar

kan teknik aseptik pada setiap

oleh kuman patogen yang diperoleh

tindakan invasive. Cuci tangan

di rumah sakit.

sebelum meberikan tindakan.


165.
Anjurkan pasien metoda
mencegah

terpapar

terhadap

166.

Mencegah

bertambahnya

infeksi.

lingkungan yang pathogen.


167.
Kumpulkan
spesimen

168.

untuk tes lab sesuai order.


169.
Atur pemberian antiinfeksi

akurat dan pengobatan.


170.
Mempertahankan

sesuai order.
171.
2.

Meyakinkan

diagnosis
kadar

darah yang terapeutik.

Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,


adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan kepearwatan selama 2x24 jam di harapkan


infeksi

175.

HIV

tidak

ditransmisikan

dengan

memperhatikan

universal

precautions.
Kriteria hasil :
1. Kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV
2. Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
172.
173.
INTERVENSI
Anjurkan pasien atau orang

penting

lainnya

metode

mencegah

176.

174.
RASIONAL
Pasien dan keluarga mau dan

memerlukan informasikan ini

transmisi HIV dan kuman patogen


lainnya.
177.
Gunakan darah dan cairan tubuh
precaution

bial

merawat

Gunakan masker bila perlu.


179.

pasien.

178.

Mencegah

HIV ke orang lain.

transimisi

infeksi

3.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,


malnutrisi, kelelahan.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan

pasien dapat berpartisipasi dalam kegiatan keperawatan.


Kriteria Hasil: bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
180.

183.

181.
INTERVENSI
Monitor respon fisiologis terhadap

184.

aktivitas
185.

ke hari

Berikan bantuan perawatan yang

pasien sendiri tidak mampu.


187.
Jadwalkan
perawatan

182.
RASIONAL
Respon bervariasi dari hari

pasien

186.

Mengurangi

kebutuhan

energy.
188.
Ekstra istirahat perlu jika

sehingga tidak mengganggu isitirahat.

karena

meningkatkan

kebutuhan

metabolic.
189.
4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi

kebutuhan metaboliknya.
kriteria hasil :
1. mual dan muntah dikontrol
2. pasien makan TKTP
3. serum albumin dan protein dalam batas normal
4. BB mendekati seperti sebelum sakit.

192.

190.
INTERVENSI
Monitor
kemampuan

mengunyah dan menelan.


194.
Monitor BB, intake dan ouput.
196.
Atur antiemetik sesuai order.
198.
Rencanakan diet dengan pasien
5.

193.

191.
RASIONAL
Intake menurun dihubungkan

dengan nyeri tenggorokan dan mulut.


195.
Menentukan data dasar.
197.
Mengurangi muntah.
199.
Meyakinkan bahwa makanan

dan orang penting lainnya.


sesuai dengan keinginan pasien.
Resiko tinggi terhadap kekurangan cairan berhubungan dengan
diare,anoreksia.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan


pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal.
kriteria hasil :
1. Perut menjadi lunak, tidak tegang
2. feses lunak dan warna normal, kram perut hilang.

202.

200.
INTERVENSI
Kaji konsistensi dan frekuensi

203.

201.
RASIONAL
Mendeteksi adanya darah dalam

feses dan adanya darah.


204.
Auskultasi bunyi usus.

feses
205.

206.

diare.
207.
Mengurangi

Atur agen antimotilitas dan

psilium (Metamucil) sesuai order.


208.

Berikan ointment A dan D,

Hipermotiliti mumnya dengan


motilitas

usus,

yang pelan, emperburuk perforasi pada


intestinal.
209.
Untuk menghilangkan distensi.

vaselin atau zinc oside.


210.
6.

Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan deficit imunologis,


infeksi virus HIV.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan


terjadi peningkatan pencegahan kerusakan kulit.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan tingkah laku untuk mencegah kerusakan kulit
2. Menunjukkan kemajuan pada luka

213.

211.
INTERVENSI
Kaji kulit setiap hari(warna,

turgor, sirkulasi, sensasi)

214.

212.
RASIONAL
Menentukan garis dasar dimana

perubahan

pada

dibandingkan
215.
sprei

Secara teratur ubah posisi, ganti


kebutuhan.

dapat

melakukan

intervensi yang tepat


216.
Mengurangi stress pada titik

Dorong

tekanan, meningkatkan aliran darah ke

pemindahan berat badan secara periodic

jaringan dan meningkatkan proses

217.

sesuai

dan

status

Tutupi luka tekan yang terbuka

kesembuhan
218.
Menurunkan iskemis jaringan,

dengan pembalut yang steril atau barrier

mengurangi

tekanan

proktetif(duoderm)

jaringan dan lesi

pada

kulit,

219.

Lindungi lesiatau ulkus dengan

balutan basah salep antibiotic dan


balutan nonstick
221.
7.

220.

Melindungi area ulserasi dari

itkontiminasi

dan

meningkatkan

penyembuhan

Perubahan proses pikir berhubungan dengan infeksi SSP oleh HIV,


hemoragi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatab selama 2x24 jam diharapkan

pasien dapat berhadapan dengan situasi secara realistis


Kriteria hasil : mempertahankan orientasi realita umum dan fungsi kognitif
optimal

224.

222.
INTERVENSI
Kaji efek dari tekanan emosional

(ansietas, berduka dan marah)

225.

223.
RASIONAL
Dapat menunjang penurunan

kewaspadaan,
menarik

kekacauan

diri,

mental,

hipoaktivitas

dan

kebutuhan lebih lanjut akan evaluasi


226.

Pantau adanya tanda-tanda infeksi

dan intervensi
227.
Gejala

SSP

dihubunngkan

SSP (sakit kepala, tekanan nuklat, mual,

dengan meningitis mungkin memiliki

demam)

jangkauan

dari

perubahan

kepribadian yang tidak kelihatan


sampai

kekacauan

rangsangan,

mental,

mengantuk,

peka

pingsan,

mengenai

kejang dan demensia


229.
Dapat menurunkan ansietas

perawatan secara teru-menerus. Jawab

dan ketakutan tetang ketidaktahuan:

pertanyaan dengan sederhana dan jujur

berusaha meningkatkan pemahaman

228.

Berikan

informasi

pasien
230.

Berikan obat sesuai petunjuk:

1. amfoterisinn B (fungizone)
2. AZT (retrovir)
3. Antipsikotik : haloperidol(haldol), agen
antiansietas(lorazepam/ativan)

dan

keikutsertaan

dalam

perawatan jika memungkinkan


231.
Anti jamur digunakan pada
perawatan kriptokokosis menginitis.
Menunjukan

peningkatan

fungsi

neurologis dan mental. Penggunaan


denga waspada dapat membantu pada

masalah tidak dapat tidus, emosi


labil, halusinasi, curiga dan agitasi
232.
8.

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang


keadaan yang orang dicintai.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24jam diharapkan


keluarga atau orang lain dapat mempertahankan suport sistem dan adaptasi

terhadap perubahan akan kebutuhannya


kriteria hasil: pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif.

235.

233.
INTERVENSI
Kaji koping keluarga terhadap

sakit pasein dan perawatannya


237.

Biarkan

mengungkapkana
verbal.
239.
Ajarkan

bekerja
keluarga

perasaan
kepada

236.

234.
RASIONAL
Memulai suatu hubungan dalam

secara
keluaraga

tentang penyakit dan transmisinya.

secara

konstruktif

keluarga.
238.
Mereka tak menyadari bahwa
mereka berbicara secara bebas.
240.
tentang

Menghilangkan
transmisi

kecemasan

melalui

sederhana.
241.
242.

2.2.6 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTIROIDISME
243.
244.

Pengertian
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana

didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks
fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon
tiroid berlebihan.
245.

dengan

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling

berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi,

kontak

penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit


serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
246.

Klasifikasi

247.

Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) di bagi dalam 2 kategori:

248. 1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme


249. 2. Kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme
250.

Etiologi

251.

Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,

atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
252.

Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar

HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan
TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang
finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
253.

1. Penyebab Utama

254.a. Penyakit Grave


255.b. Toxic multinodular goitre
256.c. Solitary toxic adenoma
257.

2. Penyebab Lain

258.a. Tiroiditis
259.b. Penyakit troboblastis
260.c. Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
261.d. Pemakaian yodium yang berlebihan
262.e. Kanker pituitari
263.f. Obat-obatan seperti Amiodarone
264.

Asuhan Keperawatan

265.

Pengkajian

A. Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
266.

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit sekarang


4. Riwayat penyakit dahulu
B. Dasar data pengkajian Fisik.
267.
Aktivitas/istirahat.
268.
Gejala : insomnia,sensivitas meningkat.
269.
Otot lemah,gangguan koordinasi.
270.
Kelelahan berat.
271.
Tanda : Atrofi otot.
272.
Sirkulasi
273.
Gejala : Palpitasi
274.
Nyeri dada (angina)
275.
Tanda : Disritmia (vibrilasi atrium),irama gallop.mur-mur
276.
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia
saat istirahat.
277.
Sirkulasi kolaps,syok
278.
Eliminasi
279.
Gejala : Urine dalam jumlah banyak.
280.
Perubahandalam feses (diare)
281.
Integritas EGO
282.
Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.
283.
Tanda : Emosi labil (euforia sedang sampai delirium),depresi
284.

Makanan/cairan

285.

Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak.

286.

Nafsu makan meningkat,makan banyak,makanya sering,kehausan.

Mual-muntah.
287.
288.

Tanda : Pembasaran tiroid


Edema non-pitting terutama daerah pretibial.

289.

Neurosensori

290.

Tanda : Bicanya cepat dan parau.

291.

Gangguan status mental dan prilaku,seperti bingung,disorientasi,

gelisah, peka rangsang, delirium,stupor dan koma.


292.

Nyeri/kenyamanan.

293.

Gejala : Nyeri orbital,fotoforia

294.

Pernapasan

295.

Tanda : Frekwensi pernapasan meningkat,takipnea

296.

Dispnea

297.

Edema paru

298.

Keamanan

299.

Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan.

300.
301.

Alergi terhadap iodium.


Tanda : Suhu meningkat diatas 37,4 C diaforesis.

302.

Kulit halus, hangat,dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat, dan

lurus.
303.

Eksoftalmus, retraksi,iritasi pada konjungtiva,dan berair.Pruritus,

lesi eritama yag sangat parah.


304.

Seksualitas

305.

Tanda : penurunan libido,hipomenorea,amenorea,dan impoten.

306.
307. Diagnosa
1. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid
tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
energi.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan
penurunan berat badan).
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
perubahan mekanisme perlindungan dari mata ; kerusakan penutupan kelopak
mata/eksoftalmus.
5. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status hipermetabolik.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
7. Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik,
peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.
308.
309.
310.

Intervensi.
Dia

gnosa

Tujuan

312.

Intervensi

313.

Rasional

dan KH

1. Resiko
penuruna
n

311.

516.

Tujuan:

Setelah

curah dilakukan

janung

askep

b.d.

jam

2x24
tanda-

708. Mandiri.
821.
1. Pantau tekanan darah 1.

Hipotensi

pada posisi berbaring,

umum

dapat

duduk

terjadi

karena

dan

perhatikan
tekanan nadi.

berdiri.
besarnya

vasodilatassi
periver

yang

Hipertiro
id

tanda

vital 2. Pantau

tidak stabil.
517. KH:me
terkontro
mpertahankan
l.
314.
curah jantung
315.
yang adekuat
316.
317.
sesuai dengan
318.
kebutuhan
319.
320.
tubuh
yang
321.
ditandai
322.
323.
dengan tanda324.
tanda
vital
325.
326.
stabil,denyut
327.
jantung perifer
328.
329.
normal,pengisi
330.
an
kapiler
331.
332.
normal,status
333.
mental
baik
334.
335.
tidak
ada
336.
disritmia.
337.
518.
338.
519.
339.
520.
340.
521.
341.
522.
342.
523.
343.
524.
344.
525.
345.
526.
346.
527.
347.
528.
348.
529.
349.
530.
350.
531.
351.
532.
352.
533.
353.
534.
354.
535.
355.
536.
356.
537.
357.

CVP

jika

berlebihan.

pasien

Besarnya tekanan

menggunakanya.
3. Periksa/teliti

darah
merupakan

kemungkinan adanya
nyeri

dada/angina

yang

dikeluhkan

pasien.
4. Auskultasi
jantung

refleksi
kompensasi dari
peningkatan
penurunan

,perhatikan

tahanan

adanya bunyi jantung


tambahan,adanya

n ukuran volume

mur sistolik.
5. Pantau
EKG,catat/perhatikan

sesuai

tanda

715.

adanya

kebutuhan

ol,nadolol.

714.

secara

peningkatan

seperti:propanol,atenol

713.

dan

langsung.
3.
Merupakan

indikasi.penyekat beta

712.

langsung

jantung

indikasi.
7. Berikan obat sesuai

711.

yang

mengukur fungsi

adanya

disritmia.
709.Kolaborasi
6. Berikan
cairan

710.

sirkulasi

lebih akuratdalam

kecepatan/irama

IV

sistem

pembuluh darah.
2.
Memberika

irama gallop dan mur-

melalui

isi

sengkuncup dan

suara

jantung

nadi

4.

oksigen

otot

jantung

atau

iskemia.
S1

dan

mur-mur

yang

menonjol
berhubungan
dengan

curah

jantung
meningkat
keadaan

pada

838.
839.
840.

2.2.7 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERPARATIROIDISME
841. a. Pengertian
842. Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang

mengandung

kalsium.

Hiperparatiroidisme

dibagi

menjadi

2,

yaitu

hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau


tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang
berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi
yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
843.

b. Etiologi

844. Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:


845. 1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma
tunggal.
846. 2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai
adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan
dengan kelainan endokrin lainny
847. 3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid
karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak
diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom
endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme
turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
848. 4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada 15 % pasien
semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia

849.
850.

ASUHAN KEPERAWATAN

851. Pengkajian
852. Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan
hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
853.

1) Riwayat kesehatan klien.

854.

2) Riwayat penyakit dalam keluarga.

855.

3) Keluhan utama, antara lain :

856.

a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

857.

b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan

nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan


858.

c) Depresi

859.

d) Nyeri tulang dan sendi.

860.

4) Riwayat trauma/fraktur tulang.

861.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

862.

6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :


863.

a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

864.

b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

865.

c) Perubahan tingkat kesadaran.

866. 7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik
seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
867. 8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
868.

a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar

kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam


menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum;
kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat
urine meningkat.
869.

b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk

kista dan trabekula pada tulang.


870.

Diagnosa Keperawatan

871.

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan

hiperparatiroidisme antara lain :


872.

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi

tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.


873.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan

ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.


874.

3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

875.

4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari

hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.


876.
877.

Rencana Tindakan Keperawatan

878. 1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan


demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
879.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan

oleh tidak terdapatnya fraktur patologi.


880.

Intervensi Keperawatan :

881.

1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk

mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
882.

2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien

dengan hati-hati.
883.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi

kelemahan fisik.
884.

4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

885.

5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah

posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tibatiba.
886.

6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.

Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.


887. 2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan
dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

888.

Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang

ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
889.

Intervensi Keperawatan :

890.

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi

merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena


akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu
ginjal.
891.

2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine

lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah


pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine
yang asam ketimbang urine yang basa.
892. 3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia
dan mual.
893.

Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi,

seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.
894.

Intervensi Keperawatan :

895.

1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah

kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia.


896.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu

dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak


menyenangkan.
897.

3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori

tanpa produk yang mengandung susu.


898.

4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

899. 4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek


merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
900.

Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang

dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).


901.

Intervensi Keperawatan :

902.

1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan

fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.

903.

2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang

memungkinkan.
904.

3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum

sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra
indikasi.
905.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan

pada dokter pelunak feses atau laksatif.


906.

2.2.8 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN

HIPOPARATIROIDISME
907. a. Pengertian
908.

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon

paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya
sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada
saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak
dapat diketahui. (www.endocrine.com)
909. b. Etiologi
910. Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya
terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:
911.

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

912.

a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.

913.

b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat

(acquired).
914.

2) Hipomagnesemia.

915.

3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.

916.

4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

917.
918.

ASUHAN KEPERAWATAN

919. Pengkajian

920.

Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting

adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme.


Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda
perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom
seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
921.

1) Riwayat kesehatan klien.


922. 1. Sejak kapan klien menderita penyakit.
923. 2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
924. 3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya
pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
925. 4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

926.

2) Keluhan utama, antara lain :

927.

1. Kelainan bentuk tulang.

928.

2. Perdarahan sulit berhenti.

929.

3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

930.

3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

931.

1. Kelainan bentuk tulang.

932.

2. Tetani.

933.

3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.

934.

4. Pernapasan bunyi (stridor).

935.

5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan

mudah patah; kulit kering dan kasar.


936.

4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

937.

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.

938.

2. Pemeriksaan radiologi.

939.
940.

Diagnosa Keperawatan

941.

1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan

kadar kalsium serum.


942.

2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik

(individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet


dan medikasi.

943.

Rencana Tindakan Keperawatan

944. 1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar
kalsium serum.
945.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh

kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas
darah dalam batas normal.
946.

Intervensi Keperawatan :

947.

1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu

waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan


selalu set selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat
klien dengan tetani akut.
948.

2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah

tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat


tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
949.

3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk

beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.


950.

4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium

karbonat seperti Tums.


951.
952. 2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen
terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
regimen diet dan medikasi.
953.

Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang

dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen
diet dan terapi.
954.

Intervensi Keperawatan :

955.

1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis

sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet
sepanjang hidupnya.
956.

2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang

harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk


vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam

tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih
untuk melihat hasilnya.
957.

3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor.

Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya,
karena makanan ini mengandung fosfor.
958.
959.
960.

2.2.9 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN GASTRO

ENTERITIS (GE)
A. Pengertian
961. Diare adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran
buang air besar. Kekerapan yang masih di anggap normal adalah sekitar 1-3 kali dan
banyaknya 200-250 gram sehari. Beberapa kasus klien mengalami peningkatan
kekerapan dan kenceran buang air besar walaupun jumlahnya kurang dari 250 mg
dalam kuraun waktu sehari (Soeparman 1990).
B. Faktor pencetus timbulnya diare
1.

a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion.


962. b. Perangsangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus (Secretory diarrhea)

2.

Terdapatnya zat yang sukar diabsorbsi atau cairan dengan tekanan osmotik
yang tinggi pada usus(obat pencahar/ lansansia).

3.

Perubahan pergerakan dinding usus.

C. Gejala klinik
a.

Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik


secara menetap atau berulang panderita akan mengalami penurunan berat
badan.

b.

Berak kadang bercampur dengan darah.

c.

Tinja yang berbuih.

d.

Konsistensi tinja tampak berlendir.

e.

Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak.

f.

Penderita merasakan sekit perut.

g.

Rasa kembung.

h.

Kadang-kadang demam.

963.
964.

Asuhan keperawatan

965.

Pengkajian

1.

Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor pendukung terjadinya


diare, serta bio- psiko- sosio- spiritual.

2.

Keluhan dan pemeriksaan fisik

a.

Nyeri/ kolik pada perut bagian bawah yang berkurang dengan pergerakan usus.

b.

Malaise.

c.

Kadang demam.

d.

Peningkatan pengeluaran tinja.

e.

Adanya lendir atau pus di dalam tinja.

f.

Anoreksia.

g.

Penurunan berat badan.

h.

Obstruksi intestinal.

i.

Peningkatan bising usus (khususnya di kuadran kanan bawah).

j.

Tinja yang lembek atau cair.

k.

Flatus.

966.

Diagnosa keperawatan

1.

Perubahan pola eliminasi defekasi (diare)


berhubungan dengan proses peradangan pada usus.

2.

Resiko terj adi gangguan keseimbangan cairan (def


sist) berhubungan dengan diare.

3.

Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan penurunan atau berkurangnya kemampuan usus dalam
melakukan absorbsi makanan.

4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan


kram pada abdominal .

5.

Resiko

terjadinya

kerusakan

berhubungan dengan pengeluaran feces secara terus menerus


967.

integritas

kulit

968.
1.

Rencana tindakan keperawatan


Perubahan pola eliminasi defekasi (diare) berhubungan dengan proses
peradangan pada usus.
969.

Tujuan: Pasien menunjukan adanya pola eliminasi yang berangsur


normal dalam frekwensi dan konsistensi tinja.

a.

Kaji kebiasaan pasien dalam melakukan buang air besar (frekwensi dan
konsistensi).

b.

Perhatikan dan catat karakteristik, faktor presipitasi dari diare.

c.

Siapkan bedpan atau kamar kecil yang selalu siap di gunakan.

d.

Bersihkan bedpan secepatnya dan gunakan pewangi untuk mengurangi


bau.

e.

Kurangi makan atau minuman yang menjadi faktor pencetus diare (jika di
ketahui).

f.

Kolaborasi dalam pemberian antispamodic, antidiare, dan antikolinergik


untuk menurunkan peristaltik usus.

g.
2.

Kolaborasi dalam pemberian anti inflamasi dan steroid.

Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan


dengan diare
970.
a.

Tujuan: Selama dalam perawatan tidak terjadi defisit cairan.

Kolaborasi dalam pemeriksaan status cairan dengan (pemeriksaan BJ


Plasma).

b.

Pertahankan pemberian cairan oral yang adekuat.

c.

Hitung dengan tepat selisih antara jumlah cairan yang masuk dan yang
keluar.

d.

Kolaborasi dalam pemberian cairan perpar enteral jika di perlukan.

e.

Observasi tanda-tanda terjadinya defisit cairan (membran mukosa, turgor


kulit, produksi urin, peningkatan temperatur, kelemahan, peningkatan
BUN.

3.

Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan penurunan atau berkurangnya kemampuan usus dalam melakukan
absorbsi makanan.

971.

Tujuan : selama dalam perawatan pasien tidak mengalami penurunan


berat

a.

Kaji kebutuhan nutrisi pasien sesuai dengan kebutuhan individual pasien


(berdasarkan usia dan berat badan).

b.

Jika diare berkurang berikan peningkatan jenis makanan secara bertahap


(lembut dan berkalori tinggi kasar kemudian biasa).

c.

Sajikan makanan dan minuman dalam keadaan hangat.

d.

Anjurkan pada pasien untuk mengurangi beberapa jenis makan yang dapat
menimbulkan diare (makanan yang berlemak, pedas, susu)

e.

Kolaborasi dalam pemberian Zat besi jika terjadi anemia dan anti emetik
jika pasien mengalami mual.

4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram pada abdominal


972.

Tujuan: Rasa nyeri berkurang atau hilang

a.

Kaji dan catat adanya distensi abdomen, karaktristik nyeri dan lokasinya.

b.

Anjurkan pada pasien untuk rileks serta ajarkan tehnk relaksasi serta
beberapa cara untuk mengurangi rasa nyeri.

5.

c.

Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan anti kolinergik.

d.

Observasi keluhan serta TTV.

Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran


feces secara terus menerus
973.

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit selama dalam


perawatan

a.

Kaji keadaan kulit pasien terutama pada bagian bokong dan sekitarnya
yang mudah lecet akibat feces yang bersifat asam.

b.

Bersihkan sekitar lokasi bokong secara adekuat.

c.

Anjurkan pada pasien untuk mengganti sering ganti posisi pada saat
istirahat terlentang.

974.

d.

Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.

e.

Jaga daerah sekitar bokong agar tetap kering dan tidak lembab.

f.

Observasi keadaan kulit sekitar bokong.

975.

2.2.10 STANDART ASUHAN KEPERAWATAN

HIPOTIROIDISME
976.
977.

PENGERTIAN
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan hipometabolik akibat defisiensi

hormon tiroid yang dapat terjadi pada setiap umur.


978.

ETIOLOGI

979.

Primer :

a.

kongenital

b.

Idiopatik

c.

Defisiensi iodin

d.

Tiroiditas kronis
980.
981.

Sekunder / tersier :

a.

Disfungsi hipofise / hipotalamus

b.

Latrogenik

c.

Iodine radioaktif

d.

Pembedahan tiroid

e.

Obat anti tiroid


982.

f.

Asuhan keperawatan
I.

Pengkajian

1.

Biodata
983.

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan,

pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal MRS, no. reg, dx medis.


2.

Keluhan Utama
984.

Biasanya pasien mengalami kontipasi, penurunan suhu tubuh,

ansietas, BB meningkat, adanya pembengkakan di wajah.


3.

Riwayat Penyakit Sekarang


985.

P : tanyakan penyebab utama ? biasanya penyebabnya influensa

dan kekurangan iodium


986.

Q : px biasanya konstipasi, edema di palpebia, sensitif terhadap

dingin
987.

R : rasa sakit pada daerah perut dan kelopak mata

988. S :biasanya aktifitas px terganggu berhubungan px menghabiskan banyak


tidur sepanjang hari dan mengurung diri
989. T : waktu serangan ?
4.

Riwayat Penyakit Dahulu


990.

Biasanya px pernah mengalami tumor di leher dan influenza.

5.

Riwayat Penyakit Keluarga


991.

Tanyakan apakah keluarga px ada yang menderita penyakit yang

sama ?
6.

Riwayat Psikososial dan Spiritual


992.

Px sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya,

mengurung diri bahkan maniak


II.
993.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah

994. TD

: Biasanya hipotensi

995. N

: Biasanya lambat atau bradikardi

996. S

: Biasanya suhu tubuh menurun

997. BB

: Adanya pertambahan berat badan

998.

Pengkajian persistem
50

a.

Sistem integumen
999.

Biasanya kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat,

intoleransi terhadap dingin, hipotermi


b.

Sistem pencernaan
1000.

c.

BB meningkat, nafsu makan menurun, dan konstipasi


Sistem muskuluskeletal

1001.
d.

Parastesia dan reflek tendon menurun


Sistem kardiovaskuler

1002.
e.

Nadi lambat, ada pembesaran jantung, disritmia dan hipotensi


Sistem neurolgik

1003.

Ekspresi wajah kosong, malas beraktifitas, dan ingin tidur

sepanjang hari, gerak gerik klien sangat lamban


f.

Sistem penginderaan
1004.

Edema sekitar mata, wajah bulan, roman wajah kasar, lidah tampak

menebal
g.

Psikologis
1005.

Biasanya px sangat sulit membina hubungan sosial dengan

lingkungannya dan suka mengurung diri, suka mengantuk


h.

Sistem reproduksi
1006.

i.

Penurunan libido, intertilitas, menorhagi pada wanita muda


Metabolik

1007.

Seperti penurunan laju metabolisme tubuh, intoleransi terhadap

dingin, dan suhu tubuh menurun.


1008.

Diagnosa keperawatan

1.

Penurunan curah jantung yang b/d penurunan


volume sebagai akibat dari bradikardi dan arteriosklerosis arteri koronaria

2.

Pola nafas tidak efektif yang b/d kelelahan,


obesitas dan inaktivitas

3.

Gangguan proses berpikir yang b/d edema


jaringan otak dan retensi air

1009.
1010.

Rencana keperawatan

51

1.

Penurunan curah jantung


yang

b/d

penurunan

volume

sebagai

akibat

dari

bradikardi

dan

arteriosklerosis arteri koronaria


1011.

Tujuan :

1012.

Fungsi kardiovaskular tetap optimal yang ditandai dengan TD,

irama jantung dalam batas normal


1013.
1.

Intervensi keperawatan :

Observasi TTV setiap 2 jam

1014.
2.

R/ : untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya hemodinamik

Anjurkan px untuk memberitahu perawat bila kx mengalami nyeri dada

1015.
3.

R/ : mencegah komplikasi dan menanggulangi rasa nyeri

Kolaborasi dengan tim medis

1016.

R/ : dengan terapi yang tepat dapat mempercepat penyembuhan px

1017.
2.

Pola nafas tidak efektif


yang b/d kelelahan, obesitas dan inaktivitas
1018.

Tujuan :

1019.

Kx dapat mempertahankan pola nafas yang efektif

1020.

Intervensi keperawatan :

1.

Observasi TTV
1021. R/ : untuk mendeteksi perubahan dini pada px

2.

Bantu kx beraktivitas
1022. R/ : melatih kekuatan tonus otot

3.

Kolaborasi dengan tim medis


1023. R/ : dengan terapi yang tepat depat mempercepat penyembuhan px

1024.
1025.
1026.

3.Gangguan proses berpikir yang b/d edema jaringan otak dan

retensi air
1027.

Tujuan :

1028.

Proses berpikir kx kembali ke tingkat yang optimal

1029.

Intervensi keperawatan :
52

1.

Observasi dan catat tanda gangguan proses berfikir yang berat

1030.
2.

R/ : mengetahui keadaan dan perkembangan px


Beri dorongan pada keluarga agar dapat mencerna perubahan perilaku

kx dan mengadaptasinya
1031.

R/ : meningkatkan interaksi px dengan keluarga dan menciptakan

suasana harmonis yang berguna dalam proses rehabilitasi px


1032.

2.3 10 standar Operasional prosedur

1033. 2.3.1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PENGAMBILAN DARAH VENA
1034.
1035. Definisi :
1036. Suatu cara pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam
fossa cubiti, vena saphena magna/vena supervisial lain yang cukup besar untuk
mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif dengan menggunakan
spuit.
1037.
1038.

Tujuan :
Pengambilan darah vena merupakan bagian dari prosedur

pengambilan sampel darah yang digunakan untuk berbagai pemeriksaan di


antaranya :
ALT (alanin aminotransferase) atau SGPT (serum glutamic piruvic
transaminase).

Pemeriksaan

ini

untuk

menilai

kerusakan

pada

hepatoseluler yang dapat dijumpai pada kerusakan hati yang dapat


menunjukkan adanya peningkatan kadar ALT atau SGPT.
Albumin. Digunakan untuk menilai kadar albumin karena albumin
disintesis oleh hepar yang dapat meningkatkan tekanan osmotik (onkotik)
yang dibutuhkan dalam mempertahankan cairan vaskuler.
Aldosteron. Digunakan untuk menilai atau memantau

adanya

keseimbangan natrium, kalium, dan air karena aldosteron dapat


meningkatkan reabsorpsi natrium dari tubulus distal ginjal dan ekskresi
kalium.
Alkalin fosfatase (ALP). Digunakan untuk menilai berbagai penyakit yang
ada pada hati dan tulang mengingat sebagian besar enzim ini diproduksi di
hati dan tulang.

53

Asam folat. Merupakan salah satu vitamin B yang dibutuhkan untuk fungsi
sel darah merah atau sel darah putih yang normal sehingga dapat
digunakan untuk menilai adanya anemia atau defisiensi vitamin B 6 atau
malnutrisi.
SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) atau AST (aspartat
amino tranferase). Enzim ini sebagian besar terdapat pada otot jantung
dan hati, yang digunakan untuk mendiagnosis berbagai penyakit hati dan
jantung.
Bilirubin.

Merupakan

hasil

pemecahan

hemoglobin

oleh

sistem

retikuloendotel dan dibawa oleh plasma ke hepar dan diekskresi ke dalam


empedu. Peningkatan kadar bilirubin dapat menyebabkan ikterik
obstruktif.
LDH (laktat dehidrogenase). Enzim intraselular ini terdapat pada semua
sel yang mengalami metabolisme, khususnya pada jantung, otot kerangka,
hepar, ginjal, paru, dan sel darah merah sehingga peningkatan LDH dapat
dijumpai pada penyakit jantung, otot, hepar, ginjal, paru, dan sel darah
merah.
G6PD (glukosa-6 fosfat dehirogenase). Enzim ini ada dalam sel darah
merah yang digunakan untuk mendeteksi penyakit anemia hemolitik.
Hematokrit. Pemeriksaan hematokrit (Ht) dilakukan untuk mengukur
konsentrasi sel darah merah (eritrosit dalam darah). Hematokrit
merupakan volume sel darah merah dalam 100 ml (dL) darah. Penurunan
kadar Ht dapat ditemukan pada anemia, leukemia, gagal ginjal kronis,
sirosis hepatis, malnutrisi, defisiensi vitamin B dan C. Peningkatan kadar
Ht dapat ditemukan pada kasus dehidrasi, asidosis diabetikum, emfisema
paru-paru, trauma, pembedahan dan luka bakar.
Glukosa. Nilai laboratorium glukosa dapat digunakan untuk menilai
adanya penyakit diabetes mellitus.
Hemoglobin darah. Nilai hemoglobin (Hb) darah yang meningkat
menunjukkan adanya hemokonsentrasi akibat dehidrasi, sedangkan
penurunan Hb menunjukkan adanya anemia.
CPK (keratin fosfokinase). Pemeriksaan terhadap enzim ini digunakan
untuk menilai kadarnya yang terdapat pada otot rangka dan otot jantung.

54

Peningkatan pada enzim ini dapat dijumpai pada infark miokard akut
(IMA), penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.
Trombosit. Pemeriksaan terhadapnya digunakan untuk menilai kadarnya
dalam darah. Trombosit rendah dapat dijumpai pada kondisi adanya
kanker, anemia aplasti, penyakit hepar, penyakit ginjal. Peningkatan kadar
trombosit terjadi pada kehilangan darah akut, infeksi.
Laju endap eritrosit. Pengukuran terhadapnya untuk menilai kecepatan sel
darah merah mengendapkan darah yang tidak membeku dalam satuan
mm/jam. Penurunan nilai laju endap eritrosit dijumpai pada kasus gagal
jantung kongestif, angina pectoris. Peningkatan kadar ini dijumpai pada
arthritis rheumatoid, demam, IMA, dan kanker lambung.
Masa protombin plasma. Pemeriksaan ini untuk mengukur kemampuan
faktor pembekuan pertama (fibrinogen), dua protombin, faktor V, VI, dan
X. Nilai masa protombin menurun bila terjadi tromboflebitis, IMA, emboli
pulmonal. Nilai PT meningkat terjadi pada penyakit hepar, defisiensi
faktor II, V, VII, dan X serta leukemia.
Masa tromboplastin parsial. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi
adanya defisiensi faktor faktor pembekuan kecuali factor VII dan VIII
serta untuk mendeteksi variasi trombosit. Nilai yang meningkat dijumpai
pada defisiensi faktor V, VIII, IX, X, XI, XII, sirosis hepatis, defisiensi
vitamin K, leukemia.
Natrium. Pemeriksaan ini untuk menilai kadarnya dalam darah. Nilai
rendah dijumpai pada keadaan diare, muntah, luka bakar, dan penyakit
ginjal. Nilai menungkat ditemukan pada keadaan dehidrasi, gagal jantung
kongestif.
Tes toleransi glukosa (GTT). Untuk menilai kadar gula darah guna
mendeteksi adanya diabetes mellitus. GTT menurun dijumpai pada kasus
malnutrisi protein, insufisiensi kelenjar adrenal. GTT meningkat terjadi
pada diabetes mellitus, karsinoma pancreas, IMA.
Sel darah putih. Pemeriksaan terhadap sel darah putih untuk menilai kadar
sel darah putih. Nilai SDP rendah (leucopenia) didapatkan pada kasus
anemia aplastik, infeksi virus malaria, atritis rheumatoid. Peningkatan SDP
dapat ditemukan pada infeksi akut, IMA, sirosis hepatis, luka bakar,
kanker, leukemia, anemia aplastik.

55

1039.

Alat dan Bahan :

1. Spuit : dewasa ukuran 2-5 cc, anak-anak menggunakan wing needle


2. Anti koagulansia (EDTA)
3. Gabus/karet
4. Bak instrument
5. Bengkok
6. Tourniquet (alat ikat/karet pembendung)
7. Alcohol 70%
8. Kapas alkohol
9. Plester
10. Kasa
11. Gunting
12. Formulir laboratorium untuk pemeriksaan analisa darah
13. Sarung tangan
14. Perlak kecil
15. Botol atau tabung untuk menampung darah
1040.

Sikap :

1. Hati hati
2. Teliti
3. Sabar
1041.

Prosedur Kerja :

1. Mencuci tangan dan persiapan alat.


2. Gunakan sarung tangan.
3. Salam terapeutik dan lakukan penjelasan pada penderita tentang apa yang
dilakukan terhadap klien, kerjasama klien, sensasi yang dirasakan
penderita.
4. Letakkan perlak kecil di bawah tangan klien dan dekatkan alat.
5. Letakkan tangan lurus serta ekstensikan dengan telapak menghadap ke atas
sambil mengepal.
6. Lakukan pembendungan pada daerah proksimal kira kira 4-5 jari dari
tempat penusukan agar vena tampak lebih jelas. Pembendungan tidak
boleh terlalu lama (maksimal 2 menit, terbaik 1 menit).
7. Cari vena yang akan ditusuk (supervisial, cukup besar, lurus, tidak ada
peradangan, tidak diinfus).
8. Lokasi penusukan di desinfektan dengan kapas alcohol 70% dengan cara
berputar dari dalam keluar.
9. Ambil spuit dengan ukuran sesuai jumlah darah yang akan diambil
(misalnya 3 ml) cek jarum dan karetnya. Basahi bagian dalam spuit
dengan EDTA.
10. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi 30-45o dengan jarum
menghadap ke atas.
56

11. Penghisap spuit ditarik pelan pelan sampai didapatkan volume darah
yang diinginkan. Mintalah klien membuka kepalan tangannya.
12. Lepaskan tourniquet.
13. Letakkan kapas alcohol 70% di atas jarum, cabut jarum dengan menekan
kapas menggunakan tangan kiri pada bekas tusukan selama beberapa
menit untuk mencegah pendarahan.
14. Tutup spuit dengan teknik satu tangan kanan.
15. Tutup bekas tusukan dengan plester dan mintalah klien untuk menekan
dengan telunjuk dan ibu jarinya.
16. Bereskan peralatan dan lepaskan sarung tangan.
17. Ucapkan terima kasih.
18. Mencuci tangan.
1042.
1043.

2.3.2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMASANGAN CAIRAN INFUS


1044.
1045.
Definisi :
1046.
Pemasangan infus adalah suatu tindakan keperawatan
dalam pemberian cairan intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh.
1047.
Tujuan :
1.
2.
3.
4.
5.
1048.
1.

Memberikan terapi cairan (elektrolit, suplemen, vitamin, dll).


Memasukan obat intravena.
Menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi dalam proses metabolisme.
Memenuhi kebutuhan vitamin larutan air.
Menjadi media untuk pemberian obat melalui vena.
Indikasi :
Diberikan pada klien yang tidak mampu mengonsumsi cairan oral secara

adekuat.
2. Pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pasien pra dan pasca
bedah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
1049. Persiapan :
1. Pasien
a. Memberikan salam terapeutik.
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai proses dan tujuan pemasangan
cairan infus yang akan dilakukan.
2. Lingkungan
a. Memperhatikan privasi pasien.
3. Peralatan
a. Abokat
b. Selang infus

57

1050.
1.
2.
3.
4.

c. Cairan infus
d. Kapas alkohol
e. Kasa steril
f. Perlengkapan (perlak, tourniquet, plester, gunting)
g. Sarung tangan bersih
h. Bengkok
i. Bak instrument
Prosedur Kerja :
Jelaskan prosedur dan tujuan pada pasien.
Atur posisi pasien.
Cuci tangan.
Siapkan cairan infus dan selang infus, pertahankan teknik aseptik ketika

membuka cairan dan pack infus.


5. Hubungkan cairan ke selang infus dengan menusukkan ujung selang pada
bagian karet botol infus.
6. Isi cairan ke dalam selang infus dengan menekan ruang tetesan sampai
terisi sebagian dan buka klem selang sampai cairan memenuhi selang dan
udara di dalam selang keluar.
7. Letakkan pengalas di bawah area vena yang akan dipasang infus.
8. Bendung vena dengan memasang tourniquet 10-12 cm di atas area
penusukan dan anjurkan klien untuk menggenggam (bila sadar).
9. Kenakan sarung tangan bersih.
10. Dekatkan bengkok dan bak instrument di samping tangan pasien.
11. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol memutar dari dalam
keluar.
12. Lakukan penusukan vena dengan meletakkan ibu jari di bawah vena dan
posisi jarum (abbocath) mengarah ke atas.
13. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abbocath/surflo). Apabila
terlihat ada darah dalam jarum (abbocath/surflo), tarik keluar bagian dalam
jarum sambil menyusupkan bagian luarnya lebih jauh ke dalam vena.
14. Setelah jarum bagian dalam dilepaskan, tekan bagian atas vena dengan
menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Selanjutnya hubungkan
abbocath ke selang infus secara cepat dan cermat.
15. Lepaskan tourniquet dan lemaskan kepalan tangan pasien. Buka klem dan
atur kecepatan sesuai instruksi yang telah diberikan.
16. Periksa darah sekitar tempat penusukan untuk melihat adanya tanda-tanda
infiltrasi.
17. Bila tidak ada tanda-tanda infiltrasi, tutupi area penusukan dengan kasa
steril dan fiksasi dengan plester.
18. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta ukuran jarum.
19. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

58

20. Evaluasi dan dokumentasikan.


1051.
1052.
1053.
1054.
1055.
1056.

2.3.3 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMASANGAN PIPA NASOGASTRIK (NGT)


1057.
1058.
1059.

Pengertian
"Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari

bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan
berasal dari Latin nasusuntuk hidung atau moncong hidung. Gastik berasal dari
bahasa Yunani gaster yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang
berhubungan dengan perut. Istilah nasogastric bukanlah istilah kuno melainkan
sudah disebut pada tahun 1942. Selang Nasogastrik atau NGT adalah suatu selang
yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk
memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk
mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat
digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan caradisedot.
1060. Pemasangan pipa nasogastrik adalah memasukkan suatu pipa
meleawati hidung sampai ke lambung (gaster) untuk tujuan tertentu . Nasogastric
Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan
untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam
waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).
1061.
Tujuan
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Mengeluarkan cairan dan udara dari tractus gastrointestinalis


Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
Mencegah/memulihkan mual dan muntah
Menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik tractus gastrointestinalis
Mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian atas
Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke saluran cerna
Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan
operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan
aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general
anaesthesia)
59

1062.
1.
2.
3.
4.

Indikasi:

Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan


Keracunan makanan minuman
Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

1063.

Kontra Indikasi

1. Kontra indikasi absolute


a. Atresia koane
b. Fraktur lamina kribosa (dasar tengkorak)
c. Trauma wajah yang massif
d. Atresia eosophagus
e. Rupture Oesophagus
2. Kontra indikasi relative
a. Pasca bedah dini operasi lambung atau oesophagus
b. Pasca bedah dini hidung atau oropharing
c. Striker oesophagus
d. Luka bakar eosophagus
e. Divertikulum Zenker
1064.

Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan

berlebihan kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya


sewaktu memasang NGT,seperti:
a) Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior
fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka
potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi
intracranial.
b) Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali
ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
c) Klien dengan Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu
memasukan NGT, pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti
airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT
d) Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini mempunyai
kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan konstruksi
bypass adalah dari kantong lambung yang kecil ke duodenum dan bagian
bagain

usus

kecil

yang

menyebabkan

malabsorpsi(mengurangi

kemampuan untuk menyerap kalori dan nutrisi


1065.

Komplikasi/ penyulit

a) Salah arah
1. Melingkar di rongga mulut
60

2. Masuk ke intra cairan


3. Masuk ke trakea dapat menyebabkan batuk-batuk dan spasme
laring
4. Masuk mediastinum
5. Masuk ke rongga peritoneum
b) Trauma sepanjang jalan yang dilalui berupa lecet sampai perforasi
c) Pendarahan, dapat berupa epistaksis, perdarahan oesophagus, perdarahan
lambung
d) Radang, dapat berupa rhinitis, sinusiris, faringitis oesophagus, terutama
bila terpasang dalam waktu lama
e) Komplikasi mekanis
1. Sondenya tersumbat.
2. Dislokasi dari sonde, misalnya

karena

ketidaksempurnaan

melekatkatnya sonde dengan plester di sayap hidung.


f) Komplikasi pulmonal:
1066.
misalnya aspirasi. Dikarenakan pemberian NGT feeding yang
terlalu cepat
1067. Hal ini dapat langsung menyebabkan diare.
g) Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
1. Yang menyerupai jerat
2. Yang menyerupai simpul
3. Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
h) Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi
1.Komplikasi yang terjadi di usus
2.Diare
3.Perut terasa penuh
4.Rasa mual, terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi
enteral
1068.

Pengukuran panjang selang NGT

A. Metode Tradisional
1069. Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah
(tragus) dan ke prosesus xipoideus di sternum
1070.

1071.
1072.
1073.
61

1074.
1075.

B. Metode Hanson

62

1076. Pertama tandai 50 cm pada selang, kemudian lakukan pengukuran


tradisional. Selang dimasukkan ditengah antara 50 cm dan tanda
tradisional
1077.
Pemeriksaan letak selang NGT
a. Aspirasi cairan lambung dengan menggunakan syringe dan lakukan
tes reaksi asam dengan kertas lakmus. Bila lakmus berubah warna
menjadi merah mengindikasikan selang tepat berada di lambung
b. Masukkan udara melalu syringe kurang lebih 5 ml, dan dengarkan
suara epigastrik dengan stetoskop pada saat udara di dorong masuk
dengan cepat
c. Masukkan ujung pipa ke dalam air, bila timbul gelembung
mengindikasikan pipa berada pada saluran pernafasan. Segera cabut
pipa
1078.

Langkah-langkah pemasangan NGT

A. Persiapan Alat:
1. Pipa NGT yang sesuai:
1079. Bayi
: 5-8 Fr
1080. Anak
: 10-14 Fr
1081. Dewasa
: 16-20 Fr
2. Stetoskop
3. Sarung tangan
4. Syringe
5. Piala ginjal, plester, benang, dan gunting
6. Pipa atau kantong penampung
7. Lubrikan (mis, KY jelly)
8. K/P local anestesi spray
9. Spuit 10 cc
10. obat- obatan/ makanan yang akan dimasukan
B. Langkah-langkah:
1082.
1.
Menjelaskan tujuan pemasangan

NGT

pada

keluarga pasien
1083.
2.
Membawa alat-alat ke dekat pasien
1084.
3
Mengatur posisi pasien sesuai dengan keadaan
pasien
1085.
4.
1086.
5.
1087.
6.

Memasang perlak + pengalas pada daerah dada


Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
Mengukur dan memberi tanda pada NGT yang

akan dipasang lebih kurang 40-45 cm (diukur mulai dahi s/d


proxesus xypoideus)

63

1088.

7.

Mengolesi NGT dengan aquaJelly sepajang 15 cm dari

ujung NGT
1089.
8. Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan pasien
dianjurkan untuk menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah
pasien dengan spatel) masukan NGT sampai pada batas yang sudah
ditentukan sambil perhatikan keadaan umum pasien.
1090.
9.
Cek posisi NGT (apakah masuk di lambung atau di
paru-paru) dengan 3 cara :
1091.
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika
cairan bercampur isis lambung berarti sudah masuk
kelambung,
1092.
b. Memasukan ujung NGT (yang dihidung) kedalam
air dalam kom bila ada gelembung berarti NGT dalam paruparu
1093.

c. Petugas memasukan gelembung udara melalui

spuit bersamaan dilakukan pengecekan perut dengan


1094.

stetoskop untuk mendengarkan gelembung udara di lambung


10. Memasang corong (yang sudah dibilas dengan air

hangat), kemudian memasukan obat-obatan/makanan


1095.
11.
Melepas corong, menutup NGT dengan spuit 10 cc.
1096.
12. Merapikan alat-alat dan pasien kemudian sarung
tangan dilepas.
1097.
13. Mendokumentasikan
1098.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1099.
1. NGT / Sonde dipasang selama 7 hari (ganti setiap 7 hari
1100.

sekali)
Prosedur pada pasien sadar
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Mencuci tangan dan pakai sarung tangan
3. Pilih lubang hidung yang tidak ada sumbatan misalnya oleh polip,
septum devrasi, atau konka yang membesar
4. K/P teteskanvasokonstruktor pada lubang hidung atau semprotkan
obat anestesi local pada lubang hidung
5. Pilih diameter NGT yang sesuai dan tentukan panjang pipa yang
akan di masukkan
6. Oleskan lubrikan pada pipa yang akan di masukkan
7. Masukkan ujung pipa ke lubang hidung, pelan-pelan dorong ke
posterior.Bila ada hambatan di tarik sedikit kemudian di dorong
masuk lagi pelan-pelan
64

8. Setelah diperkirakan ujung pipa berada di oropharing, pasien


disuruh menelan, pada saat ini pipa disorong masuk ke dalam
oesophagus
9. Bila NGT sudah masuk dalam lambung lakukan pengecekan untuk
memastikan pipa tepat berada di dalam lambung
10. Bila posisi pipa telah benar beri tanda dan lakukan fiksasi dengan
plester
11. Mencatat waktu pemasangan pipa lambung
12. Merapikan pasien, mengembalikan alat kenudian cuci tangan
1101.
1102. Prosedur pada pasien tidak sadar
1103.
Pasien yang tidak sadar tidak dapat disuruh menelan
untuk mempermudah masuknya pipa ke oesophagus. Sering kali ujung
pipa cenderung menuju ke anterior masuk ke trachea.Beberapa hal yang
dapat membantu mengarahkan ujung pipa ke oeshopagus adalah sebagai
berikut:
1. Fleksikan posisi kepala pasien pada waktu memasukkan pipa
lambung.harus dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien tidak
mengalami cedera tulang leher
2. Sebelum digunakan, Pipa lambung dimasukkan ke dalam lemari es
terlebih dahulu agar lebih kaku
3. Pada waktu ujung pipa ada di nasopharing di arahkan ke posterior
dengan bantuan jari tangan di dalam rongga mulut
4. K/P gunakan laringoskop dan magill forcep untuk memasukkan
pipa kedalam oesophagus dengan melihat secara langsung.
1104.
2.3.4

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN


KATETERISASI URINE PRIA dan WANITA

1105.
1106.

Pengertian
Katerisasi merupakan suatu prosedur yang penting yang biasanya

didelegasikan kepada staf yang paling muda. Jika tidak dikerjakan dengan hati hati (gentle) dan trampil mungkin akan merusak dan menimbulkan striktur
(penyempitan) uretra.
65

1107.

Pada masa ROMAWI PURBA digunakan kateter yang terbuat dari

perunggu. CELSUS mempunyai satu set kateter dengan lima ukuran yang
berbeda,tiga untuk laki-laki dan dua untuk perempuan, yang untuk lelaki
mempunyai dua lengkung. ORIBASIUS (325 403AD) menggunakan kateter
terbuat dari kertas, hampir menyerupai sedotan jerami untuk minum.
ABULCASIS (936-1013M) kateter terbuat dari perak. DESNOS (1914M) kateter
perak yang keras digunakan sepanjang masa pertengahan, lihat gambar dan
sampai waktu baru-baru ini. Kateter itu berbentuk lurus untuk wanita dan
melengkung seperti uretra untuk pria, ujungnya bundar dan ujung lainnya sering
punya dua bengkokan atau loop yang melekat padanya yang digunakan untuk
mengikatkan kateter pada kantong kemih. Kateter yang lentur terbuat dari karet
elastis digunakan pada abad ke 18. Folley 1937 menggunakan kateter tetap dalam
kantong kemih, dan ini merupakan kateter yang ideal.
1108. Kateterisasi urine adalah memasukkan selang karet atau plastik
(nelathon) dan methal (besi) melalui uretra kedalam kandung kemih.

1109.

1110.
1111.
Prinsip prinsip pemasangan kateter :
1. Gentle
66

2.
3.
4.
1112.

Sterilitas
Adekuat lubrication
Gunakan kateter ukuran kecil
Tujuan

1. Menghilangkan distensi kandung kemih


2. Mendapatkan spesimen urine
3. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu
sepenuhnya dikosongkan
1113.
Indikasi Kateterisasi:
1. Pria dengan BPH (Benigna Prostatic Hiperplacia) yang mengalami
retensio urine akut maupun kronis
2. Penderita dengan sakit kritis atau pasca operasi dengan produksi urine
yang perlu dimonitor secara ketat
3. Penderita pasca operasi daerah uretra,misalnya operasi prostat
4. Penderita dengan gangguan fungsi buli-buli, misalnya trauma medulla
spinalis,diabetes melitus dengan buli-buli neuropathy
5. Sebagai spalk uretra sekaligus untuk drainage urine,misalnya pada
urethroplasty
1114.
Macam - macam kateter :
1. Sementara
a. Nelaton kateter/ methal kateter (1 cabang) yaitu untuk urine bag saja.
Setelah urin keluar, maka saat itu juga kateter dilepas. Batas
penggunaannya hanya untuk satu minggu atau tujuh hari.

1115.
2. Menetap/ permanen
a. Folley/ dower kateter (2 cabang) yaitu cabang yang pertama untuk
fiksasi balon dan cabang yang kedua untuk urin bag.

67

1116.
b. Threeway kateter (3 cabang) yaitu cabang yang pertama untuk fiksasi
balon, cabang yang kedua untuk urin bag dan cabang yang ketiga
untuk irigasi atau irrigator pada pasien pasca operasi.
3. Kondom kateter
1117.
Alat drainase urine eksternal yang mudah digunakan dan
aman untuk mengalirkan urine pada pasien yang sudah mengalami
kebocoran urine atau ngompol. Biasanya terdapat pada pasien usia lanjut
yang tidak bisa mengontrol out take urin. Alat ini hanya bisa digunakan
oleh pasien laki-laki.

1118.

1119.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kendala dalam Pemasangan Kateter

Lesi mukosa uretra


Salah arah (False Route)
Hematuria
Buli-buli spasme (uninhibitory destrusor contraction)
Infeksi
Bakteriuria Persiten
Abses, periuretra dan fistel
68

8.
9.

Terbentuknya batu buli-buli


Kateter tidak dapat dilepas
1120.

Hal ini dapat diatasi dengan cara sebagai berikut :

(1) Memasukkan cairan eter 10 ml ke dalam balon kateter.Ether akan


mengembang dan pecah akibat panas tubuh. Apabila sudah terlepas,
pastikan tidak ada sisa atau pecahan balon yang tertinggal.
(2) Ditusuk dengan jarum panjang dengan tuntutan USG
a. Kerak yang cukup besar mengitari dan lengket pada ujung kateter
1121. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan tindakan endoskopi atau
melakukan section alta.
1122.
1123. Persiapan
A. Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6. Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama komunikasi dihargai.
8. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta
respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan).
B. Persiapan alat
1. Bak instrumen steril berisi :
a.Kateter sesuai ukuran 1 buah (klien dewasa yang pertama kali

2.
3.
4.
5.

dipasang kateter biasanya dipakai no. 16)


b. Pinset anatomi steril 1 buah
c.Duk steril (berlubang/ tutup)
d. Kassa steril yang diberi jelly
e.Sarung tangan streril
f. Bengkok
g. Cucing:
Wanita: cairan aquades
Laki laki: cairan aquades, betadine
Satu pasang sarung tangan bersih
Kapas sublimat dalam kom tertutup
pengalas 1 buah
Sampiran
69

6. Cairan aquades atau Nacl


7. Plester dan gunting
8. Gunting verband
9. Bengkok 1 buah
10. Korentang steril
11. Urine bag
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan,
2.
3.
4.
5.

kemudian alat-alat didekatkan ke klien.


Pasang sampiran atau tutup privasi pasien
Cuci tangan, pakai sarung tangan bersih
Pasang pengalas atau perlak dibawah bokong klien
Pakaian bagian bawah klien ditanggalkan/dilepas, dengan posisi klien
dorsal recumben. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat

bokong klien.
6. Letakkan bengkok pertama didekat alat genetalia pasien untuk
menampung urin yang nantinya akan keluar.
7. Letakkan bengkok kedua didekat kaki pasien untuk tempat membuang
kapas sublimat atau kassa yang sudah di pakai
8. Bak instrument diletakkan diatara kaki 40 cm dari genetalia.
9. Buka bak instrument
10. Ambil sarung tangan steril dengan korentang, pakai sarung tangan
11. Pasang duk tutup dan lubang
12. Tangan kiri memegang genetalia, tangan kanan membersihkan alat
genitalia
13. Bersihkan genitalia dengan cara :
a. Pria: Penis dipegang dengan posisi penis 90 dengan tangan non
dominan, penis dibersihkan dengan menggunakan kassa sebanyak
3 buah yang telah diberi betadine, kemudian bersihkan pada daerah
gland penis oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari
meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga
bersih.
b. Wanita: Dengan tangan non dominan perawat membuka vulva
kemudian tangan kanan mengambil kapas sublimat yang sudah
dibasahi dengan cairan saflon. Selanjutnya bersihkan labia mayora
dari atas kebawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas
dibuang dalam bengkok, kemudian bersihkan labia minora kanan
& kiri, kemudian perineum (klitoris sampai dengan anus)
14. Untuk kateter menetap sebelum dipasang, tes terlebih dahulu fiksasi
balon apakah bocor atau tidak.
70

15. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam
uretra kira-kira 10 cm secara perlahan - lahan dengan menggunakan
tangan yang sudah memakai sarung tangan steril sampai urine keluar.
Kemudian dorong kateter masuk.

1124.
16. Lakukan fiksasi dengan memasukkan cairan Nacl atau aquades 20-30
cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada
saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada
kandung kemih
17. Lepas duk yang msih terpasang.
18. Sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat urine bag disisi
tempat tidur.
19. Fiksasi kateter dengan plester.
20. Lepaskan sarung tangan
21. Klien dirapikan kembali
22. Alat dirapikan kembali
23. Mencuci tangan
24. Melaksanakan dokumentasi :
a. Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada
lembar catatan klien.
b. Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien.
1125.
1126.
1127.
1128.
1129. 2.3.5

STANDAR

OPERASIONAL

PROSEDUR

PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA SECARA


LANGSUNG
1130.
1131.
1132.

Pengertian
pemberian obat yang dilakukan melalui vena,

diantaranya vena mediana cubiti / cephalika (lengan), vena saphenous


(tungkai), vena jugularis (leher), dan vena frontalis / temporalis (kepala).

71

1133.
1134.

Tujuan
Untuk memberikan obat dengan reaksi cepat dan langsung masuk

ke pembuluh darah.
1135.
Tahap persiapan
1136.
1. Alat
a.
b.
c.
d.
e.

Spuit
Kapas alkohol
Obat injeksi
Daftar buku obat
Bak injeksi

f.
g.
h.
i.
j.

Bengkok
Perlak
Tourniquet
Plester
Sarung tangan

k. 2. Pasien
a. Memberikan salam terapeutik
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai proses dan tujuan pemberian obat
melalui intravena langsung yang akan dilakukan
l.

Langkah Kerja

a. Tentukan vena mana yang akan disuntik.


b. Lakukan tindakan aseptik/antiseptik.
c. Ligasi bagian vena yang akan disuntik/ditusuk.
d. Tegangkan kulit pasien dengan tangan kiri.
e. Pastikan tidak ada udara dalam syringe.
f. Tusukkan jarum dengan arah jarum sejajar vena,
m.

lubang jarum mengarah keatas dan garis ukur syringe terlihat.

g. Hisap sedikit untuk melihat apakah jarum benar masuk


vena,bila berhasil masuk, darah dari vena akan masuk ke dalam syringe.
h. Masukkan obat secara perlahan dan perhatikan area penyuntikan.
i. Tindihkan kapas alkohol pada tempat penyuntikan lalu
cabut jarum. pertahankan kapas alkohol dengan plester.

72

j. Syringe dibuang pada tempat sampah medis.


n.

2.2.6 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PEMBERIAN OKSIGEN
o. Pengertian
p.

Memberikan oksigen pada pasien

q. Tujuan
r.

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien


s. Kebijakan

t.

Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter


u. Prosedur
v.

PERSIAPAN ALAT :

1. Tabung O2 lengkap dengan manometer


2. Mengukur aliran (flowmeter)
3. Botol pelembab berisi air steril / aquadest
4. Selang O2
5. Plester
6. kapas alkohol
w. PELAKSANAAN :
1. Atur posisi semifoler
2. Slang dihubungkan
3. Sebelum memasang slang pada hidung pasien slang dibersihkan dahulu d
engan kapas alkohol
4. Flowmeter dibuka, dicoba pada punggung tangan lalu ditutup kembali
5. Memasang canul hidung, lakukan fixasi (plester)

73

6. Membuka flowmeter kembali dengan ukuran sesuai saran dari dokter


x.
y.
z.
aa.

2.3.7.STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

SUCTIONING
ab.
ac. Pengertian
ad. Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut
ae. Tujuan
af. Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluark
an lendir, melonggarkan jalan nafas.
ag. Kebijakan
ah. Dibawah tangungjawab dokter.
ai. Prosedur
aj. PERSIAPAN ALAT :
ak.

Perangkat penghisap lendir meliputi :

1. Mesin penghisap lendir


2. Slang penghisap lendir sesuai kebutuhan
3. Air matang untuk pembilas dalam tempatnya (kom)
4. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam slang
5. Pinset anatomi untuk memegang slang
6. Spatel / sundip lidah yang dibungkus dengan kain kasa
7. Sarung tangan
8. Bak instrumen
9. Kasa
10. Bengkok
al. PERSIAPAN PASIEN :

74

1. Bila pasien sadar, siapkan dengan posisi setengah duduk


2. Bila pasien tidak sadar :
a. Posisi miring
b. Kepala ekstensi agar penghisap dapat berjalan lancar
am.PELAKSANAAN :
1.

jelasakan pada pasien/ keluarga + inform concern

2.

Alat didekatkan pada pasien dan perawat cuci tangan

3.

Perawat memakai sarung tangan

4.

Pasien disiapkan sesuai dengan kondisi

5.

Slang dipasang pada mesin penghisap lendir

6.

Mesin penghisap lendir dihidupkan

7.

Sebelum menghisap lendir pada pasien, cobakan lebih dahulu


an.

untuk air bersih yang tersedia

8.

tekan lidah dengan spatel

9.

Hisap lendir pasien sampai selesai.

10.

Mesin/pesawat dimatikan

11.

Bersihkan mulut pasien kasa

12.

membersihakan slang dengan air dalam kom

13.

Slang direndam dalam cairan desinfektan yang tersedia

14.

Perawat cuci tangan

ao.

2.3.8 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

RAWAT LUKA
ap.
A.

MENGGANTI BALUTAN KERING

75

1. Tahap pre interaksi


a. Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka
b. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat :
1) Seperangkat set perawatan luka steril
2) Sarung tangan steril
3) Pinset 3 ( 2 anatomis, 1 sirurgis )
4) Gunting ( menyesuaikan kondisi luka )
5) Balutan kassa dan kassa steril
6) Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
7) Salep antiseptic ( bila diperlukan )
8) Depress
9) Lidi kapas
10) Larutan pembersih yang diresepkan (Nacl, betadin)
11) Gunting perban / plester
12) Sarung tangan sekali pakai
13) Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
14) Bengkok
15) Perlak pengalas

76

16) Kantong untuk sampah


17) Korentang steril
18) Alcohol 70%
19) Troli / meja dorong
3. Tahap orientasi
1) Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya
2) Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien /
keluarga
aq.
4. Tahap kerja
1) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya

sebelum

kegiatan dimulai
2) Susun semua peralatan yang diperlukan di troly dekat pasien
( jangan membuka peralatan steril dulu )
3) Letakkan bengkok di dekat pasien
4) Jaga privacy pasien, dengan menutup tirai yang ada di sekkitar
pasien, serta pintu dan jendela
5) Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril
6) Mencuci tangan secara seksama
7) Pasang perlak pengalas

77

8) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,


ikatan atau balutan dengan pinset
9) Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih
terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
10) Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
11) Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan
larutan steril / NaCl
12) Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
13) Buang balutan kotor pada bengkok
14) Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
15) Buka bak instrument steril
16) Siapkan larutan yang akan digunakan
17) Kenakan sarung tangan steril
18) Inspeksi luka
19) Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau
larutan garam fisiologis
20) Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril
21) Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
22) Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
23) Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka

78

24) Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap
dengan cara seperti di atas
25) Berikan salep antiseptic bila dipesankan / diresepkan, gunakan
tehnik seperti langkah pembersihan
26) Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
27) Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau balutan
28) Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
29) Bantu klien pada posisi yang nyaman
5. Tahap terminasi
1) Mengevaluasi perasaan klien
2) Menyimpulkan hasil kegiatan
3) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Mengakhiri kegiatan
5) Mencuci dan membereskan alat
6) Mencuci tangan
6. Dokumentasi
1) Mencatat tanggal dan jam perawatan luka
2) Mencatat Kondisi luka
ar.
as.

2.3.9

STANDART

OPERASIONAL

PROSEDUR

PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAMUSKULER (IM)


79

at.
au.

Definisi
av.

Pemberian obat IM merupakan pemberian obat yang

dilakukan dengan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot.


Biasanya efek obat lebih cepat terjadi daripada pemberian obat
melalui SC. Lokasi penyuntikan adalah pada daerah dengan ukuran
otot yang memadai dan terdapat sedikit syaraf/pembuluh darah yang
besar, seperti pada paha (vastus lateralis), ventro gluteal (dengan
posisi berbaring), dorso gluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas
(deltoid).
aw.

Tujuan
ax.

Supaya terjadi reaksi obat yang cepat dan langsung

masuk pembuluh darah.


ay.

Persiapan alat

a. Spuit
b.
c.
d.
e.
f.

Obat dalam tempatnya


Kapas alkohol
Cairan pelarut
Bak instrumen
bengkok

80

g.

Persiapan pasien

a. memberikan salam terapeutik


b. menjelaskan kepada pasien mengenai proses dan tujuan dari pemberian obat
Intramuscular (IM)
h.

Prosedur pelaksanaan

a. cuci tangan
b. jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. ambil obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis, kemudian
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

letakkan pada bak instrumen


menentukan lokasi penyuntikan
desinfektan dengan kapas alkohol tempat yang akan dilakukan penyuntikkan
lakukan penyuntikan dengan sudut 900
lakukan aspirasi bila tidak ada darah, masukkan obat secara perlahan-lahan
tarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan kapas alkohol
membereskan alat-alat
mencuci tangan
i.

Terminasi

a.
b.
c.
d.
e.
f.

catat reaksi, jumlah dosis, dan waktu pemberian


mengevaluasi hasil tindakan
berpamitan dengan pasien
membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
mencuci tangan
mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
j.

k.
l.
m.
n.

2.3.10 SOP INJEKSI SUBCUTAN


Definisi
Menyuntikan obat dibawah kulit
Persiapan
I. Persiapan Klien

a. Cek perencanaan Keperawatan klien ( dosis, nama klien, obat, waktu pelaksanaan, tempat
injeksi )
b. Kaji riwayat alergi dan siapkan klien
c. Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
o.
II. Persiapan Alat
Spuit seteril dengan obat injeksi pada tempatnya yang sudah disiapkan
Kapas alkohol 70 %
Alat tulis
Bengkok
Kartu obat dan etiket
Sarung tangan kalau perlu
p. Pelaksanaan

Perawat cuci tangan


Mengidentifikasi klien, menyiapkan klien dan menjelaskan tentang prosedur yang akan

dilakukan dan pasang sampiran


Jika perlu menggunakan sarung tangan bila ada klien yang menderita penyakit menular
Bersihkan / desinfeksi lokasi injeksi dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke
bawah sekali hapus

q.

Membuang kapas alkohol kedalam bengkok


Memasukan jarum dengan sudut 45-90 O
Lakukan aspirasi
Memasukan obat secara perlahan lahan
Mencabut jarum
Alat-alat dibereskan dan lihat reaksi obat terhadap klien
Perawat cuci tangan
Catat tindakan yang dilakukan
Evaluasi
r.Perhatikan dosis obat, nama obat, nama klien sesuai dengan order dari dokter dan perhatikian

juga respon klien terhadap obat


s. Dokumentasi
t. Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi /
respon klien terhadap obat, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
ac.
ad.
ae.
af.
ag.
ah.
2.4 Job Description
ai.
KARU

ak.
al.
am.
an.
ao.
ap.
aq.
a r.
as.
at.
au.
av.
aw.
ax.
a y.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.

aj.

Br. Nanang

KATIM I

KATIM II

Zr. Diyan

Zr. Wulan

Anggota TIM :
Perawat
Pelaksana

Anggota TIM :
Perawat
Pelaksana

1. Zr.Mutiara
2. Zr. cindy
Daftar
Pasien :
3.
Zr. Anggi

1. Zr. Ida
2. Zr. Lina
Daftar Pasien :
3. Zr. Anita

1. Tn

1. Tn

2. Ny..

2. Ny..

3. Tn..

3. Tn..

bf.
bg.
bh.
bi.
bj.
bk.
bl.
bm.
bn.
bo. Uraian tugas dari masing-masing job description:
a. Kepala ruangan :
Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian.
Mengorganisir pembagian tim dan pasien
Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian menindak
lanjutinya, - Mewakili MPKP dalam koordinasi dengan unit kerja lainnya,
bp.
b. Ketua tim/perawat primer:
Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian
Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan
Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan bersamasama anggota timnya,
Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan keperawatan,
Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
bq.
c. Uraian tugas perawat pelaksana:
Membuat rencana harian asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawabnya.
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan melakukan interaksi dengan pasien dan
keluarganya
Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
br.
2.5 Kartu Anggota Tim
bs.
bt.
bu.

RUMKITAL
RAMELAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN

bv.
bw.
bx.
by.
bz.

Dr.

FOTO
3X4

ca.
cb.

a. RENCANA HARIAN KEPALA RUANGAN


b. Nama Karu
:.............
Ruangan
Tanggal : ............. MUTIARA ANJANI

cc.
cd.
ce.
cf.
cg.

c. Jumlah perawat : .............


Jumlah pasien : .............
PERAWAT PELAKSANA
d.
e.
KEGIATAN
g. Operan
(Pre Conference),
DEPARTEMEN
RAWAT INAP PAVILIUN III
f. h. Mengecek SDM, fasilitas, pasien

i.
k.

j.
l.
m.

ch.
o.
p.
q.

ci.
cj.
ck.
cl.
cm.
2.6

cn.

co.
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
cw.
cx.
cy.
cz.
da.
db.
dc.
dd.

: .............

n.

r.
s.

Mengecek kebutuhan pasien ( pemeriksaan, kondisi, dll.)


Melakukan interaksi dengan pasien baru/pasien yang
memerlukan perhatian khusus
...................................................................................................
......................................
Melakukan supervisi kepada ketua tim
Ketua tim I
: ...............................(nama)
Tindakan : ..............................................................................
.....................
Ketua tim II : ...............................(nama)
Tindakan : ...............................................................................
...................

Melakukan supervisi kepada perawat pelaksana


Perawat 1
:
Nama
: ..............................
Tindakan : ..............................................................................
t.
.....................
y. Perawat 2
:
z. Nama
: ..............................
aa. Tindakan : ..............................................................................
.....................
ac. Hubungan dengan bagian lain terkait
ab.
ad. Rapat-rapat terstruktur/insidentil
af. Mengecek ulang keadaan pasien, perawat, lingkungan yang
belum teratasi
ag. Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan
ae.
keperawatan untuk sore, malam dan besok sesuai tingkat
ketergantungan pasien
ah. Istirahat
aj. Operan
ai.
ak. Post conference
u.
v.
w.
x.

Format
catatan
harian
2.6.1
FORMAT
CATATAN
HARIAN
KEPALA
RUANGAN

de.
df.
dg.
dh.
di.
dj.
dk.
dl.
dm.
dn.
do.
dp.
dq.
dr.
ds.
dt.
du.
dv.
dw.
dx.
dy.
dz.
ea.
eb.
ec.
ed.
ee.
ef.
eg.
eh.
ei.

2.6.2 FORMAT CATATAN HARIAN KETUA TIM


ej. RENCANA HARIAN KETUA TIM/PERAWAT PRIMER
ek. Nama perawat:.........................Ruangan :
.......................Tanggal : .............................
el. Nama Pasien :
em.
1..........................
4..........................
7..........................
en.
2..........................
5..........................
8..........................
eo.
3.........................
6..........................
9..........................
ep.
eq.
KEGIATAN
es. Operan
er.
et. Pre Conference
ev. Pasien 1 :......................................................................
( tindakan )
ew. Pasien 2 :......................................................................
( tindakan )
ex.
Pasien 3 :......................................................................
eu.
( tindakan )
ey. Pasie............................................................................
( tindakan )
ez. Dst.

fa.

fg.

fj.

fb. Melakukan supervisi kepada perawat


fc. Perawat I
: ....................................(nama)
fd.
Tindakan :
..................................................................................
fe. Perawat II
: ....................................(nama)
ff.
Tindakan :
..................................................................................
fh. Memimpin terapi kelompok
fi.
.....................................................
.................................................................
......
fk. Pasien 1 :......................................................................
( tindakan )
fl. Pasien 2 :......................................................................
( tindakan )
fm. Pasien 3 :......................................................................
( tindakan )
fn. Pasien 4 :.......................................................................
(tindakan )
fo. Pasien 5 :.......................................................................
(tindakan )
fq.

fp.

fr.
ft.
fv.

fs. Istirahat
fu. Dokumentasi dan supervisi pendokumentasian yang
dibuat perawat pelaksana
fw. Operan

fx.
fy.
fz.
ga.
gb.

2.6.3 FORMAT RENCANA HARIAN PERAWAT PELAKSANA


gc. RENCANA HARIAN PERAWAT PELAKSANA
gd. Nama perawat:.........................Ruangan :
.......................Tanggal : .............................
ge. Nama Pasien :
gf.
1..........................
4..........................
7..........................
gg.
2..........................
5..........................
8..........................
gh.
3. ....................... 6..........................
9..........................
gi. WAKTU
gj.
gn.
gk.
gm.
gl.
20.30

gr.
go.

gp.

gq. 22.0
0
gv.

gs.

gw.

gt.

gu. 23.0
0

gx.

gy. 24.0
0

gz.

hd.
ha.

he.
hi.

hb.

hc. 06.0
0

hf.

hg. 07.0
0

hj.

hk. 08.0
0

hm.
hn.
ho.
hp.
hq.
hr.
hs.
ht.
2.7 Format pengkajian
hu.
I. IDENTITAS

hh.

hl.

1. Nama
: .....................................................................................................................
2. Umur
: .....................................................................................................................
3. Jenis kelamin
: .....................................................................................................................
4. Status
: .....................................................................................................................
5. Agama
: .....................................................................................................................
6. Suku/bangsa
: .....................................................................................................................
7. Bahasa
: .....................................................................................................................
8. Pendidikan
: .....................................................................................................................
9. Pekerjaan
: .....................................................................................................................
10. Alamat dan no. telp : .....................................................................................................................
11. Penanggung jawab : .....................................................................................................................
hv.
II. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN
1. Keluhan utama :
hw.
.............................................................................................................................................
............
2. Riwayat penyakit sekarang :
hx.
.............................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............
3. Riwayat penyakit dahulu :
hy.
.............................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............
4. Riwayat kesehatan keluarga :
hz.
.............................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............
5. Susunan keluarga (genogram) :
ia.
ib.
ic.
id.
ie.
if.
ig.

ih.
6. Riwayat alergi :
ii.
.............................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............
ij.
III. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan (Keyakinan Terhadap Kesehatan & Sakitnya)
ik.
.............................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............
2. Pola Aktivitas Dan Latihan
a. Kemampuan perawatan diri
im. SMRS
il. Aktivitas

in. MRS

ip.
0

iq.
1

ir.
2

is.
3

it.
4

iu.
0

iv.
1

iw.
2

ix.
3

iy.
4

iz. Mandi

ja.

jb.

jc.

jd.

je.

jf.

jg.

jh.

ji.

jj.

jk. Berpakaian/berdand
an

jl.

jm. jn.

jo.

jp.

jq.

jr.

js.

jt.

ju.

jv. Eliminasi/toileting

jw.

jx.

jy.

jz.

ka.

kb.

kc.

kd.

ke.

kf.

kg. Mobilitas di tempat


tidur

kh.

ki.

kj.

kk.

kl.

km. kn.

ko.

kp.

kq.

kr. Berpindah

ks.

kt.

ku.

kv.

kw. kx.

ky.

kz.

la.

lb.

lc. Berjalan

ld.

le.

lf.

lg.

lh.

li.

lj.

lk.

ll.

lm.

ln. Naik tangga

lo.

lp.

lq.

lr.

ls.

lt.

lu.

lv.

lw.

lx.

ly. Berbelanja

lz.

ma. mb. mc. md. me. mf. mg. mh. mi.

mj. Memasak

mk. ml. mm. mn. mo. mp. mq. mr. ms. mt.

mu.
Pemeliharaa
n rumah

mv. mw. mx. my. mz. na.

nb.

nc.

nd.

ne.

nf.
ng. Skor
nh.
ni.

nj. 0 = mandiri

nm.
3 = dibantu
orang lain & alat

nk. 1 = alat bantu


nl. 2 = dibantu orang lain

no.
np.

Alat bantu : ( ) tidak

( ) kruk

( ) tongkat

nn. 4 = tergantung/tidak
mampu

nq.

( ) pispot disamping tempat tidur

b. Kebersihan diri
nr. Di rumah
ns.

( ) kursi roda
nw.Di rumah sakit

Mandi

nx.

Mandi

........................ /hr
nt.

........................ /hr

Gosok gigi:

ny.

Gosok gigi:

........................ /hr
nu.

Keramas :

........................ /hr

....

nz.

Keramas :

....

................ /mgg
nv.

................ /mgg

Potong kuku

oa.

Potong kuku

.................... /mgg

.................... /mgg

c. Aktivitas sehari-hari
d.
.......................................................................................................................................
............
e. Rekreasi
f.
.......................................................................................................................................
............
g. Olahraga : ( ) tidak ( ) ya
h.
.......................................................................................................................................
............
3. Pola Istirahat Dan Tidur
a.
Di rumah
b.

Waktu tidur
:
Siang ..............-...............

c.

Malam ............-...............

d.
Jumlah
tidur : ..................................
i.

Masalah di RS :

j.

jam
( ) tidak ada

( ) insomnia

e.

Di rumah sakit

f.

Waktu tidur
:
Siang ..............-...............

g.

Malam ............-...............

h.
Jumlah
tidur : ..................................
( ) terbangun dini

jam

( ) mimpi buruk

( ) Lainnya, ...............................

4. Pola Nutrisi Metabolik


a. Pola makan
b.
Di rumah
c.

Frekuensi : .........................

d.

Jenis

: .........................

e.

Porsi

: .........................

f.

Pantangan : .........................

g.

Makanan disukai :
.........................

h.

Di rumah sakit

i.
Frekuensi :
..................
j.

................

Jenis : ..................................

k.

Porsi : ..................................

l.

Diit khusus
:
..................................

m.
Nafsu makan di RS
bertambah
( ) berkurang

( ) normal

n.

( ) muntah, .............. cc

( ) stomatitis

( ) mual

o.

Kesulitan menelan:

( ) tidak

p.

Gigi palsu

: ( ) tidak

( ) ya

q.

NG tube

: ( ) tidak

( ) ya
y.

Frekuensi : .........................

u.

Jenis

: .........................

v.

Jumlah

: .........................

w.
x.

( ) ya

r. Pola minum
s.
Di rumah
t.

Di rumah sakit

z.
Frekuensi :
..................

................

aa.

Jenis : ..................................

Pantangan : .........................

ab.
......

Jumlah :

Minuman disukai :
.........................

ac.

............................

5.
6. Pola Eliminasi
a. Buang air besar
7. Di rumah
8.
Frekuensi
..............................

....

9.
Konsistensi :
..............................

....

10.
Warna
..............................

....

14.
Frekuensi
..............................

....

15.
Konsistensi :
..............................

....

16.

Warna
:
( ) kuning
17. (

) bercampur

darah

11.

18. ( )
lainnya, ..............

12.
13. Di rumah sakit
19.

Masalah di RS

20.

Kolostomi :

( ) tidak

a. Buang air kecil


21. Di rumah
22.
Frekuensi
..............................

....

( ) konstipasi

( ) diare

( ) inkontinen

( ) ya
23.
Konsistensi :
..............................

....

24.
Warna
..............................

....

25. Di rumah sakit


26.
Frekuensi
..............................
29.
hematuria

....

Masalah di RS :

30.

....

28.
Warna
..............................

....

( ) disuria

( ) retensi

31.
Kolostomi
:
produksi : .................. cc/hari
32. Pola Kognitif Perseptual
33. Berbicara
: ( ) normal

27.
Konsistensi :
..............................

( ) nokturia

:
(

( ) inkontinen
( ) tidak(

) ya, kateter ...........................

( ) gagap

( ) bicara tak jelas

34. Bahasa sehari-hari : ( ) Indonesia

( ) Jawa

( ) lainnya, ....................................

35. Kemampuan membaca

( ) bisa

( ) tidak

36. Tingkat ansietas

( ) sedang

( ) berat

( ) panik

37.

: ( ) ringan

Sebab, ...................................................................................................

38. Kemampuan interaksi :


( ) sesuai
tidak, ...................................................................
39. Vertigo

: ( ) tidak

( ) ya

40. Nyeri

: ( ) tidak

( ) ya

41. Bila ya, P :


.................................................................................................................................
42. Q:

.....................................................................................................................

43. R:

.....................................................................................................................

44. S :

.....................................................................................................................

45. T :

.....................................................................................................................

............
............
............
............
46. Pola Konsep Diri
47. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
48. Pola Koping
49. Masalah utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri)

50. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
...... Kehilangan perubahan yang terjadi sebelumnya
51. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
52. Kemampuan adaptasi
53. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
54. Pola Seksual Reproduksi
55. Menstruasi terakhir
:
.....................................................................................................................
56. Masalah menstruasi
:
.....................................................................................................................
57. Pap smear terakhir:
.....................................................................................................................
58. Pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan

: ( ) ya

59. Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit


...............................................................
60. Pola Peran Hubungan
61. Pekerjaan
62. Kualitas bekerja

( ) tidak

: ......................................................................................................
: ......................................................................................................

63. Hubungan dengan orang lain


:
......................................................................................................
64. Sistem pendukung
65.

: ( ) pasangan

( ) tetangga/teman

( ) tidak ada

( ) lainnya, .................................................................................

66. Masalah
keluarga
mengenai
RS : .............................................................................

perawatan

di

67. Pola Nilai Kepercayaan


68. Agama

: ................................................................................................

69. Pelaksanaan ibadah

: ................................................................................................

70. Pantangan agama

: ( ) tidak

71. Meminta kunjungan rohaniawan :


72.

( ) ya, ................................................................
( ) tidak

( ) ya

IV. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System)


1. Tanda-Tanda Vital
a. Suhu :
................... C
lokasi : ......................

b. Nadi :
...................
/menit
c. Tekanan darah : ................... mmHg

irama : ......................
lokasi : ......................

pulsasi : ......................

d. Frekuensi nafas : ................... /menit irama : ......................


e. Tinggi badan : ................... cm
f. Berat badan
: SMRS ................... kg MRS .................... kg
73.
2. Sistem Pernafasan (Breath)
74. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
75.
3. Sistem Kardiovaskuler (Blood)
76. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
77.
4. Sistem Persarafan (Brain)
78. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
79.
5. Sistem Perkemihan (Bladder)
80. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
6. Sistem Pencernaan (Bowel)
81. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
7. Sistem Muskuloskeletal (Bone)
82. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................

.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
8. Sistem Integumen
83. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
9. Sistem Penginderaan
84. Mata
85. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
...... Hidung
86. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
87. Telinga
88. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
89.
10. Sistem Reproduksi Dan Genetalia
90. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
91.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
92. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......

2. Photo
93. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
...... Lain-lain
94. ...................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
......
95. ...................................................................................................................................................
......
96.
VI. TERAPI
97.
...................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
............
98.
99.
100.
101.

Surabaya, ................

.....
102.

Perawat

103.
104.
105.
106.
107.

(...............................

)
108.

ANALISA DATA

109.
110.

Nama klien :
..............................................

111.
Umur
:
..............................

................

112.
Ruangan/kamar
:
..........................................

....

113.

No. RM
:
..............................................

114.
115.
No

116.
Data
(Symptom)

117.

Penyebab
(Etiologi)

118.

Masalah
(Problem)

120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.

119.

144.

132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.

146.
147.

PRIORITAS MASALAH

145.

148.
149.

Nama klien :
..............................................

150.
Umur
:
..............................

151.
Ruangan/kamar
:
..........................................

................

152.

....

No. RM
:
..............................................

153.
156.

Tanggal

157.

P
araf

154.
No

164.

155.
Masalah
Keperawatan

165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.

161.
Dit
emukan

188.

162.
T
eratasi

189.

158.
(
Nam
a
Pera
wat)
190.

185.
186.
187.

191.

RENCANA KEPERAWATAN

192.
193.
N
198.

194. Diagnosa
Keperawatan

195.

199.

220.

200.

221.

201.

222.

202.

223.

203.

224.

204.

225.

205.

226.

206.

227.

207.

228.

208.

229.

209.

230.

210.

231.

211.

232.

212.

233.

213.

234.

214.

235.

215.

236.

216.

237.

217.

238.

218.

239.

Tujuan Dan
Kriteria Hasil

196.

240.

Intervensi

219.

262.

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN

263.
265.
W
264.
266.
Tg
274.

275.

267.

Tindakan

276.

268.
T

290.

269.
W
271.
270.
Tg
291.

Catatan Perkembangan
272.

(SOAP)

292.

277.

293.

278.

294.

279.

295.

280.

296.

281.

297.

282.

298.

283.

299.

284.

300.

285.

301.

286.

302.

273.
T

306.

289.

287.

303.

288.

304.
305.

2.8 10 diagnosa yang paling sering muncul


a.
Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan perifer
b.
Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan akibat pembedahan (post op amputasi femur
c.
d.
e.
f.

sinistra)
Kerusakkan intergritas jaringan b.d interupi mekanis pada jaringan
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

g.

makanan yang kurang.


Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar

h.
i.

gula darah.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

j.

berhubungan dengan kurangnya informasi.


Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota

tubuh.
Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
307.
2.9 Format pendelegasian
k.

308.

Lima konsep dasar yang mendasari efektivitas dalam pendelegasian, yaitu:

1. Delegasi bukan suatu sistem untuk mengurangi tanggung jawab. Tetapi suatu cara untuk
membuat tanggung jawab menjadi bermakna.
309.
Manajer keperawatan sering melimpahkan tanggung jawabnya kepada staf dalam
melaksanakan asuhan kepada klien. Misalnya, dalam penerapan model asuhan keperawatan
profesional primer, seorang Perawat Primer (PP) melimpahkan tanggung jawabnya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada Perawat Asosiat (PA). Perawat Primer memberikan
tanggung jawab yang penuh dalam merawat klien yang dilimpahkan.
310.
2. Tanggung jawab dan otoritas harus didelegasikan secara seimbang.
311.
Perawat Primer menyusun tujuan tindakan keperawatan klien. Tanggung jawab untuk
melaksanakan tujuan/rencana dilimpahkan kepada staf yang sesuai/menguasai kasus yang
dilimpahkan, kemudian PP mmeberikan wewenang kepada PA untuk mengambil semua
keputusan menyangkut keadaan klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses
tersebut harus meliputi:
a. Pengkajian kebutuhan klien
b. Identifikasi tugas yang dapat dilaksanakan dengan bantuan orang lain
c. Mendidik dan memberikan pelatihan supaya tugas dapat dilaksanakan dengan aman dan
kompeten

d.
e.
f.
g.

Proses menentukan kompetensi dalam membantu seseorang


Ketersediaan supervisi yang cukup oleh PP
Proses evaluasi yang terus-menerus dalam membantu seseorang
Proses komunikasi tentang keadaan klien antara Ners dan penerima limpah.
312.
3. Proses pelimpahan membuat seseorang melaksanakan tanggung jawabnya, mengembangkan
wewenang yang dilimpahkan, dan mengembangkan kemampuan dalam mencapai tujuan
organisasi. Keberhasilan pelimpahan ditentukan oleh:
a. Intervensi keperawatan yang diperlukan
b. Siapa yang siap dan sesuai dalam melaksanakan tugas tersebut.
c. Bantuan apa yang diperlukan
d. Hasil apa yang diharapkan.
313.
4. Konsep tentang dukungan perlu diberikan kepada semua anggota.
314.
Dukungan yang penting adalah menciptakan suasana yang asertif. Setelah PA
melaksanakan tugas yang dilimpahkan, maka Ners (PP) harus menunjukkan rasa percaya
kepada PA untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara mandiri. Jika masalah timbul,
maka Ners harus selalu menanyakan apa yang bisa kita lakukan. Empowering meliputi
pemberian wewenang seseorang untuk melaksanakan tugas secara kritis otonomi,
menciptakan kemudahan dalam melaksanakan tugas dan membangun suatu rasa kebersamaan
dan hubungan yang serasi.
315.
5. Penerima tugas limpah harus aktif
316.
Untuk ikut terlibat aktif, maka penerima tugas limpah harus dapat menganalisis
otonomi yang dilimpahkan. Keterbukaan akan mempermudah komunikasi antara PP dan PA.
317.
318.

Surat Pendelegasian tugas


319.

320.

321.

322.

323.

324.

326.

327.

328.

330.
Nam
a

331. :

332.

333.

334.

335.
Nip.

336. :

337.

338.

339.

340.

341.

342.

343.

325. Yang Bertanda tangan dibawah


ini :
329.

344.
349.

Unit
K
er
ja

345.
Jabat
a
n

346. :

351. :

363.

368.

373.
378.

352.

353.

Demi kelancaran pelaksanaan tugas tersebut, saya mendelegasikan

355. pelaksanaan tugas beserta kewenanganya


kepada :
358.

348.

Menyatakan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai .

350. pada hari,


tanggal
354.

347.

356.

357.

359.
Nam
a

360. :

361.

362.

364.
Nip.

365. :

366.

367.

369.
Unit
K
er
ja

370. :

371.

372.

374.
Jabat
a
n

375. :

376.

377.

Demikian surat pendelegasian ini saya buat dengan sungguh-sungguh

379.

380.

381.

382.

383.

384.

385.

386.

387.

388.

389.

390.

391.

392.

393. Jakarta,
.

394.

395.

398. Yang Mendelegasikan


tugas

399.

400. Penerima
delegasi

401.

402.

404.

405.

406.

408.

409. (
)

410.

411. (
.)

403.

412.
413.
2.10 Format discharge planning
414.
415.
416.
417.
418.
421.
422.
425.
426.
427.
428.
429.
430.
431.
432.
433.
434.
435.
436.
437.
438.
439.
440.
441.
442.
443.
444.
445.

396.

407.

LEMBAR DISCHARGE PLANNING

No. Reg
:
Nama
:
Jenis Kelamin :
Tanggal MRS :
Diagnosa MRS :
Diagnosa Keperawatan :

419.
420.

Alamat
:
Ruang Rawat :

423.
424.

Tanggal KRS :
Diagnosa KRS :

Aturan Diet :

Obat obat yang masih diminum, dosis, warna dan efek samping :

Aktifitas dan istirahat :

Tanggal / tempat control :

Yang dibawah pulang (hasil Lab, Foto, ECG) :

Dipulangkan dari RSU Dr. Soetomo dengan keadaan


Sembuh
Pulang paksa
Meneruskan dengan obat jalan

Lari

397.

446.
447.
448.
449.

Pindah ke RS lain
Lain lain : (Surat keterangan istirahat)

Meninggal

450. Surabaya,.2013
451.
Pasien / Keluarga
452.
453.
454. (..)
(..)
455. Mengetahui
456. Kepala Ruangan
457.
458.
459. (..)
460.
2.11 Format audit dokumentasi
461.
462.
463.

Perawat

Audit Hasil :

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat

pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut


bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
464.
BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service days to
inpatient bed count days in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes
RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
465. Rumus :
466. (jumlah hari perawatan di rumah sakit) 100%
467. (jumlah tempat tidur jlh hari dalam satu periode)
468.
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
469.
ALOS menurut Huffman (1994) adalah The average hospitalization stay
of inpatient discharged during the period under consideration. ALOS menurut Depkes
RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu

pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari
(Depkes, 2005).
470. Rumus :
471. (jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati)

472.
473.
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
474.
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur
tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1-3 hari.
476.

475. Rumus :
((jumlah tempat tidur Periode) Hari Perawatan)
477. (jumlah pasien keluar (hidup + mati))

478.
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
479.
BTO menurut Huffman (1994) adalah the net effect of changed in
occupancy rate and length of stay. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi
pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu
satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 4050 kali.
481.

480. Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
482. (jumlah tempat tidur)

483.
5. NDR (Net Death Rate)
484.
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit.
485.
Rumus :
486. Jumlah pasien mati > 48 jam 100%
487. (jumlah pasien keluar (hidup + mati))
488.
6. GDR (Gross Death Rate)
489.
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk
setiap 1000 penderita keluar.
490.
Rumus :
491. Jumlah pasien mati seluruhnya 100%
492. (jumlah pasien keluar (hidup + mati)
493.
494.

495.
496.

Evaluasi Aktivitas Pengendalian Di MPKP


497.
No

498.

Kriteria

499.
Sl

500.
Sr

501. 502.
K Tp

503.
1
509.
2
515.
3
521.
4
527.
5
533.
6
539.
7

504.

BOR dihitung setiap satu bulan

505.

506.

507. 508.

510.

ALOS diukur setiap bulan

511.

512.

513. 514.

516.

TOI diukur setiap bulan

517.

518.

519. 520.

523.

524.

525. 526.

529.

530.

531. 532.

535.

536.

537. 538.

541.

542.

543. 544.

547.

548.

549. 550.

553.

554.

555. 556.

545.
8
551.
9
557.
558.
559.
560.
561.
562.
563.
564.
565.
566.
567.
568.
569.
570.
571.
572.
573.
574.
575.
576.
577.

522. Angka Infeksi Nasokomial dicatat


setiap bulan
528. Survey kepuasan pasien dilakukan
setiap ada pasien pulang atau meninggal
534. Survey kepuasan keluarga dilakukan
setiap ada pasien pulang atau meninggal
540. Survey kepuasan tenaga kesehatan
dilakukan setiap ada pasien pulang atau
meninggal
546. Survey masalah keperawatan
dilakukan tiap bulan
552. Audit dokumen dilakukan tiap bulan

Petunjuk :
Sll
: selalu nilai 4
Sr
: sering nilai 3
Kd
: kadang-kadang nilai 2
Tp
: tidak pernah nilai 1
Nilai :
Total nilai x 100%

578.
579.
580.
581.
582.
583. BAB 3
584. PENUTUP
585.
586. Tujuan MPKP adalah Proses kerjasama dengan dan melalui orang-orang dan
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Di MPKP terdiri dari Planning, Organizing,
Actuating, dan Controlling. Kegiatan perencanaan terdapat Perumusan filosofi, visi, dan
misi, serta tujuan, Menyusun Kebijakan, Penyusunan Standart Kinerja, Pengembangan
Sistem Informasi Manajemen. Penyiapan perangkat MPKP disusun dalam bentuk :
a.
kartu anggota Tim,
b.
Format catatan harian
c.
Format pengkajian awal keperawatan,
d.
penentuan 10 (sepuluh) diagnosa yang sering muncul
e.
Format pendelegasian,
f.
Format discharge planning,
g.
format audit dokumentasi,
h.
format penghitungan BOR, LOS, TOI
587.
588.
589.
590.
591.
592.
593.
594.
595.
596.
597.
598.
599.
600.
601.
602.
603.
604.
605.
606.
607.
608. DAFTAR PUSTAKA
609.

610.

Nursalam, M.Nurs. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. 2007. Salemba Medika

611.

Anda mungkin juga menyukai