kesadaran pasien adalah GCS dan MMSE. Kedua form tersebut dapat dikombinasikan sebagai alat
untuk mengkaji secara cepat seperti yang diindikasikan. Penurunan pada salah satu pengkuran harus
segera diperhatikan dengan mendatangkan physician untuk mendapatkan intervensi dan dokumentasi
yang tepat. MMSE dapat digunakan sebagai dokumen dalam mengenali gangguan kognitif seperti
keracunan CO atau DCI (Decompression Illness) Type II. Hal ini juga berhubungan dengan
kemampuan dalam mengerti suatu pengarahan dan kebutuhan pemasangan tube Pressure
Equalization (PE) pada pasien. Hal ini untuk menghindari terjadinya barotrauma telinga tengah pada
pasien.
Cara berbicara juga dikaji untuk mengetahui keparauan atau kualitas dari suara nasal. Suara
yang parau mengindikasikan paralisis dari vocal cords sedangkan suara nasal mengindikasikan
paralisis dari palatum.
Nama
Fungsi
Evaluasi
Olfaktorius (N1)
Sensori: Bau
Optikus (N2)
Sensori: Penglihatan
dll
Lapang
pandang
(untuk
Motorik:
pergerakan
Trigeminalis (N5)
naik turun
Motorik dan sensoris: otot Refleks kornea, kemampuan
mata Observasi
wajah
Motorik:
pergerakan
dan suhu
mata Observasi
sebaliknya
Motorik
dan
sensori
kurang
dapat
dan Gangguan
nystagmus,
pendengaran,
pemeriksaan
Motorik
dan
kemampuan
menelan, (lidah
bagian
belakang),
sinus carotid
Sensori dan motorik: paru Refleks
gag,
kesimetrisan
laring
Motorik:
pergerakan
trapesius
Hipoglosus (N12)
sternokleidomasteoid
Motorik: lidah
Nervus kranial
Pengkajian pada nervus kranial bersifat sangat luas. Diperlukan pembatasan bila
memungkinkan kecuali bila terdapat indikasi yang serius pada suatu gangguan.
Sistem Motorik
Pengkajian nervus dan sistem motorik tidak terlalu diperlukan pada pasien hiperbarik, namun
sangat dibutuhkan pada pasien dengan diagnosaDCI. Pengkajian pada sistem motorik dapat
menggambarkan gangguan yang mengarah pada diagnosa DCI. Di bawah ini beberapa contoh tes
yang sering digunakan.
Cara berjalan dan kaki
Cara berjalan yang mengalami gangguan koordinasi, dengan terhuyung huyung dan tidak
stabil disebut ataksia. Hal ini dapat dikarenakan penyakit pada otak, kerusakan pada kemampuan
berposisi atau keracunan. Cara berjalan yang berurutan mungkin dapat dikenali secara lambat pada
ataksia.
Berjalan pada ujung jari, kemudian tumit menandakan adanya kelemahan pada otot distal di
kaki. Sejauh ini, dorsofleksi merupakan tes yang sensitif untuk kelemahan motorik bagian atas.
Melompat di tempat pada salah satu kaki. Tes ini digunakan untuk merasakan posisi dan fungsi
normal otak. Kesulitan dalam melompat, menandakan adanya kelemahan, gangguan dalam
merasakan posisi serta gangguan pada otak.
Tekukan lutut yang dangkal: kesulitan disini kemungkinan adanya kelemahan proksimal.,
kelemahan pada quadriceps atau keduanya. Menyokong lutut pasien secara ringan, sangat
membantu. Alternatif lain, anda dapat membantu pasien berdiri dari tempat duduk tanpa
menggunakan tangan. Hal ini sangat membantu pada pasien yang sudah berumur atau kurang tegap.
Tes romberg: tes fungsional untuk penentuan posisi. Pertama tama pasien harus berdiri
dengan kedua kaki dan mata terbuka. Setelah itu menutup mata selama 20 30 detik tanpa
dipegangi. Catatan, kemampuan pasien dalam menjaga postur tubuhnya dan cegah bila akan jatuh.
Normalnya, minimal hanya terjadi oleng saja.
Tangan dan bahu
Tes penyimpangan pronator: biasanya tes ini dikombinasikan dengan romberg tes. Instruksikan
pada pasien untuk menahan kedua tangannya lurus ke depan dengan tangan mengepal selanjutnya
tutup mata dan posisikan selama 20 30 detik. Kecenderungan salah satu dari terbukanya kepalan
tangan menandakan adanya mild hemiparase. Sedangkan untuk simpangan ke samping dan ke atas
kadang kala dengan penelitian, pergerakan menulis dengan tangan dapat disimpulkan hilangnya
kemampuan dalam berposisi. Saat ini, anda menyentuh tangan pasien dengan perlahan kebawah.
Normalnya tangan akan kembali pada posisi horizontal. Respon ini membutuhkan kekuatan otot
serta koordinasi dan good sense dalam berposisi. Ketika sense of position mengalami gangguan,
pasien tidak akan menyadari adanya perubahan posisi dan harus diberitahu terlebih dahulu untuk
mengkoreksinya.
Ekstremitas bawah
Berikut merupakan cara menilai kekuatan otot:
0- Tidak terdapat kontraksi muskular
1- Kontraksi jarang dirasakan
2- Terdapat pergerakan dari bagian tubuh namun tidak dapat melawan gravitasi
3- Terdapat pergerakan aktif serta dapat melawan gravitasi
4- Pergerakan aktif yang dapat melawan gravitasi dan beberapa tahanan
5- Pergerakan aktif melawan tahan yang kuat tanpa kelemahan
Untuk pengkajian neuro juga dibutuhkan penilaian reflek
0
Sentuhan ringan
Arahkan jari menuju depan dan belakang lengan, kaki. Bandingkan sisi kontralateral
Pulmonary
Pengkajian pada pulmonary sangat penting untuk mencegah masalah expansion gas.
Beberapa pasien kritis dengan terapi hiperbarik mempunyai masalah dengan pulmonary sehingga
membutuhkan suplemen oksigen. Beberapa intubasi dan lainnya membutuhkan ventilator.
Poin pertama yang harus dilakukan adalah mengkaji riwayat penyakit paru. Apakah terdapat
riwayat asma, PPOK, fibrosis, pneumothorax atau chest trauma. Beberapa kondisi ini dapat
mengakibatkan dekompresi. Pada pasien PPOK atau pasien dengan penurunan kemampuan
compliance membutuhkan waktu lebih lama saat ekshalasi. Bila pasien tidak mendapatkan intubasi,
digunakan dekompresi yang lambat (1 psig/ menit). Nilai yang sama juga digunakan pada pasien
yang menggunakan ventilator.
Bila terdapat chest trauma, apakah pneumothoraknya sudah teratasi? Pasien dengan
pneumothorax kecil yang tidak teratasi dapat berkembang menjadi tension pneumothorax pada saat
menjalani terapi HBO. Chest tube dapat digunakan diantara monoplace dan multiplace chamber.
Penggunaan heimlich valve dengan chest tube dapat mengalirkan udara atau air dari chest cavity dan
mencegah udara masuk ke dalam chest cavity. Bila terdapat drainage, folley cathether atau kontainer
kecil dapat diletakkan untuk menampung drainage.
Pengkajian fisik selanjutnya adalah auskultasi. Bila terdapat wheezing, direkomendasikan
menggunakan inhaler brochodilated. Respon dari penggunaannya harus dievaluasi untuk keamanan
saat berada di chamber. Bila terdapat rales, jangan meletakkan pasien datar, namun berikan posisi
elevasi 30-45 derajat tergantung dari toleransi pasien. Sedangkan untuk pasien dengan CHF atatu
dialysis dengan kelebihan cairan, memerlukan pengawasan khusus selama berada di chamber. Efek
dari vasokontriksi dari HBO memungkinkan terjadinya eksaserbasi CHF atau fluid overload.
GASTROINTESTINAL
Pengkajian gastrointestinal
Manajemen perawatan kritis pada pasien hiperbarik selalu mempunyai tantangan. Salah
satunya adalah pemeriksaan gastrointestinal saat pemberian terapi. Apakah pasien memakai PEG
tube yang bisa bocor ke kulit dan menjadi ekskoriasi? Atau apakah pasien memakai NGT yang
memerlukan suction dan bisakah di klem selama treatment?
Inspeksi abdomen
Perhatikan 4 kuadran yang mengalami abnormalitas. Seperti massa dan pembengkakan organ.
Auskultasi di kuadran kanan bawah untuk mendengarkan BU. Pada pasien dengan suspect lower
peripheral vascular disease, bruits dapat didengar di atas iliac dan arteri femoral. Perhatikan BU
yang hiperaktif dan tanyakan pada pasien mengenai kebiasaan BAB. Akan sangat memalukan bila
pasien BAB di chamber.distensi bowel dari pembentukan gas akan berkurang pada tekanan 2 ATA
ketika menghirup oksigen.
Tubes
Perawat harus memperhatikan adanya tube yang terpasang pada pasien. Jika pasien memakai
NGT, sebelumnya buang terlebih dahulu isi dari drainage. Putuskan apakah bisa di klem selama
treatment di HBO.
GENITOURINARY
Pengkajian sistem genitourinary
Yang perlu diperhatikan pada sistem genitourinary adalah pasien lansia dengan terapi diuretic.
Bila memungkin hitung farmakodinamik diuretic agar tidak mencapai puncak saat pasien berada
dalam chamber. Pertimbangan lainnya adalah pasien dengan CHF. Bila pemberian diuretic untuk
sementara waktu dihentikan. Maka kemungkinan yang terjadi selama terapi adalah peningkatan
pulmonary edema. Monitor suara nafas dan saturasi sebelum dan sesudah terapi HBO.
Tujuan dari terapi pada pasien dengan DCI adalah rehidrasi. Beberapa penyelam mengalami
dehidrasi. Ketika memberikan cairan IV, kemungkinan untuk BAK menjadi meningkat. Sediakan
urinal pot dalam chamber.
Folley cathether
Kosongkan reservoir pasien. Pastikan pengunci aman. Letakkan bag urin diantara kaki pasien .
inspeksi kateter, apakah terdapat kebocoran. Hanya pastikan bahwa selama terapi tidak merembes.
PERTIMBANGAN SPESIAL
Pasien dengan resiko bunuh diri memerlukan perhatian khusus. Kemungkinan terjadi insiden
selama terapi masih ada. Pasien harus menjalani sejumlah pemeriksaan sebelum masuk ke chamber.
Juga perhatikan kemungkinan terjadi barotrauma. Selalu ingat pasien safety, meskipun diri mereka
sendiri tidak mengingatnya.
MONITORING
Arterial oksigenasi
Pada beberapa pasien hiperbarik, perlu diperhatikan saturasi serta lever dari karbondioksida,
pada pasien dengan ventilator perlu dievaluasi keefektifan penggunaan ventilasi per menitnya.
Kemungkinan dapat terjadi bila karbon dioksida mengalami peningkatan, pasien beresiko mengalami
kejang karena keracunan oksigen. Pada pasien dengan gangguan pulmonary yang membutuhkan
suplemen oksigen memerlukan dosis yang tepat untuk mencapai tingkat tekanan oksigen yang
diinginkan. Pada pasien dengan gangguan pulmonary membutuhkan tekan oksigen lebih tinggi
daripada pasien dengan paru paru yang normal.
KESIMPULAN
Perawatan pasien di monoplace chamber merupakan tantangan tim. Pasien membutuhkan
perawatan intensif serta tenaga medis yang kompeten di bidang pengobatan hiperbarik. Dukungan
yang tepat diperlukan saat pasien membutuhkan. Monoplace chamber tidak dapat dipandang sebelah
mata, karenanya segala sesuatu harus dipersiapkan dengan baik untuk mencegah hal hal yang tidak
diinginkan sebagai kontraindikasi terapi. Sangat memuaskan bila pasien dapat pulang kembali ke
rumah dengan selamat.