Anda di halaman 1dari 7

Farmakologi

TUGAS TERSTRUKTUR
FARMAKOLOGI
INTERAKSI OBAT-OBAT

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2 A
RAHMINAWATI RITONGA (G1F010005)
RAKHMAWATI HANIFAH (G1F010006)
WINANTI HANDAYANI (G1F010007)
YESSY KHOIRIYANI (G1F010008)
SANI ZAKKIA ALAWIYAH (G1F010009)

JANESCA KRISTIANTO GINTING (G1F010010)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011

BAB I
PENDAHULUAN
Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara bersamaan, maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Dalam hal ini obat pertama dapat memperkuat atau
memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua.
Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau farmakokinetik. Interaksi
farmakodinamik yaitu interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau efek samping
yang serupa atau berlawanan. Interaksi farmakokinetik yaitu interaksi yang terjadi apabila suatu
obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian
interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menimbulkan efek
farmakologiknya.
Karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan
krusakan-kerusakan pada pasien, maka interaksi obat harus lebih diperhatikan daripada sekarang
dan dengan demikian dapat dikurangi jumlah dan keparahannya. Berikut ini dikemukakan
mekanisme interaksi obat yang sangat penting.

BAB II
ISI
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efeknya
tanpa saling mempengaruhi, atau bisa jadi saling berinteraksi. Interaksi tersebut dapat berupa
potensiasi atau antagonisme satu obat oleh obat lainnya, atau kadang efek yang lain. Pemakaian
beberapa obat secara bersamaan adalah sama tuanya dengan terapi obat sendiri. Masalah
interaksi baru menjadi akut sejak baru-baru ini, karena disatu pihak selalu tersedia obat-obat
yang lebih berkhasiat yang dapat menimbulkan efek-efek yang tak diinginkan apabila obat-obat
ini mempunyai pengaruh yang berlawanan dan dipihak lain baru beberapa tahun yang lalu
dikembangkan cara membuktikan interaksi demikian dan juga ditemukan mekanismemekanisme yang menyebabkannya. Walaupun demikian, dibuktikan bahwa istilah interaksi
mula-mula tidak menyatakan apakah berarti negatif atau positif. pada pembahasan tentang
interaksi mudah dilupakan bahwa inipun bekerja juga sangat positif, yang dapat merupakan
persyaratan untuk terapi yang bermanfaat. Dalam pemakaian sekarang interaksi diartikan hanya
interaksi yang tak diinginkan saja.
A.
Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamika hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling
mempegaruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ sasaran atau
pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-sifat farmakodinamika, yang kebanyakan dikenal

1.

2.

3.

4.

5.

baik, dari obat-obat yang diberikan secara bersamaan diperhatikan, interaksi demikian dapat
berupa secara teraupetik apabila menguntungkan atau dapat dicegah apabila tidak diinginkan.
Karena itu berikut ini hanya dikemukakan beberapa contoh yang kurang dikenal atau contoh
yang secara teori terkenal tetapi secara praktek kadang-kadang disebabkan oleh keteledoran.
Pengaruh berlawanan terhadap kadar gula darah
Dalam beberapa hal telah dikemukakan suatu penurunan kebutuhan insulin setelah
pemberian oksitetrasiklin dan guanetidin. Karena itu pemberian obat-obat ini pada penderita
kencing manis harus diikuti dengan perhatian khusus. Pemblok- yang tidak kardioselektif,
misalnya propranolol, memperlambat kenaikan kadar gula darah kembali setelah pemberian
insulin dan karena itu dapat menimbulkan reaksi hipoglikemi yang berkepanjangan.
Pengaruh berlawanan terhadap tekanan darah
Penderita tekanan darah tinggi umumnya memperoleh obat antihipertensi selama
bertahun-tahun atau berpuluh tahun. Sehubungan dengan itu kemungkinan interaksi besar.
Karena itu pada tiap pemberian obat untuk mengatur sirkulasi dan obat jantung disamping
pemberian obat ngkatan antihipertensi, harus diperhatikan apakah karena pemberian itu tekanan
darah berubah secara tak diinginkan, khususnya apakah tekanan darah turun di bawah angka
yang diinginkan dan karena itu kadang-kadang terjadi keadaan hipotonik. Hal ini dapat
berbahaya misalnya dam lalu lintas. Disini yang khusus harus diperhatikan
adalah antiaritmikadan obat-obat terapeutika koronar. Selanjutnya kepada pasien dengan
tekanan darah tinggi harus dijelaskan bahwa alkohol tidak hanya memperburuk penyakit tekanan
darah melainkan dalam beberapa hal juga menyebabkan penurunan tekanan darah yang tidak
dapat
dikontrol.
Demikian
juga
banyak psikofarmaka mempengaruhi
tekanan
darah. Antidepresiva terisiklik mengantagonis kerja menurunkan tekanan darah guanetidin,
metildopa, reserpin dan klonidin. Selanjutnya kerja hipotensif guanetidin diperlemah oleh
amfetamin dan efedrin. Pemberian inhibitor monoaminoksidase dan simpatomimetika tak
langsung secara bersamaan dapat menyebabkan perubahan tekanan darah yang parah (kenaikan
tekanan darah atau penurunan takanan darah).
Peningkatan nefrotoksisitas dan ototoksisitas
Antibiotika aminoglikosida, misalnya gentamisin dan streptomisin, yang diberikan
bersama diuretika jerat Henle, misalnya furosemida atau asam etakrinat, menaikkan
nefrotoksisitas sefalotin, selain itu menaikkan ototoksisitas antibiotika aminoglikosida kenaikan
ototoksisitas terjadi karena diuretika jerat henle mengubah komposisi elektrolit endolimfe dalam
telinga bagian dalam.
Peningkatan relaksasi otot
Bagi ahli anestesi, interaksi obat relaksan otot yang menstabilkan dengan antibiotika,
yang tersedia karena kerja jenis kurare (misalnya antibiotika aminoglikosida) mempunyai arti,
karena harus memperhitungkan peningkatan kerja merelaksasi otot.
Peningkatan toksisitas glikosida jantung

Hiperkalsemia dan hipokalemia meningkatkan kerja glikosida jantung. Ini berarti,


bahwa pasien dengan terapi glikosida jantung tak boleh disuntik dengan larutan yang
mengandung kalsium, dan selain itu pada pemberian glikosida jantung secara bersamaan dengan
senyawa-senyawa, yang dapat menyebabkan kehilangan kalium, terapi glikosida jantung harus
diawasi dengan sangat ketat. Ini berlaku, misalnya untuk laksansia dan saluretika, yang sering
diberikan bersama dengan glikosida jantung. Demikian juga berlaku untuk glukokortikoid.
Amfoterisin B juga mempertinggi toksisitas glikosida jantung karena mekanisme mengurangi
kalium.
6. Peningkatan kecenderungan perdarahan
Pada terapi dengan obat antikoagulan jenis dikumarol, berdasarkan
interaksi farmakodinamika, kecenderungan perdarahan meningkat jika diberikan bersamaan obat
berikut: dengan asam asetilsalisilat akibat penghambatan agregasi trombosit dan pada dosis lebih
dari 1,5 gram akibat menurunnya sintesis protombin ; dengan kuinidin karena menurunnya
sintesis faktor-faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K dengan sefalosporin yang
berstruktur N-alkil-tetrazol, misalnya Lamoxactam atau Cefamandol, karena sintesis protombin
dan fungsi trombosit dikurangi dengan asam valproinat karena penghambatan agregasi trombosit
dan pengurangan jumlah lempeng darah.
B.
Interaksi Farmakokinetika
Interaksi farmakokinetika dapat terjadi selama fase farmakokinetika obat secara
menyeluruh, juga pada absorpsi, distribusi, biotransformasi dan eliminasi. Berbeda dengan
interaksi farmakodinamika, peramalan interferensi farmakokinetika lebih sulit karena prosesproses farmakokinetika hanya spesifik terhadap obat dalam hal-hal kekecualian. Karena itu harus
selalu diperhitungkan interferensi demikian.
1. Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi pada proses absorpsi dalam saluran cerna dapat disebabkan karena:
Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa
obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami
penurunan kecepatan absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al3+ dalam antasida yang menyebabkan
jumlah absorpsi keduanya turun.

Perubahan pH

Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan
atau menurukan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi
penisilin G
Motilitas saluran cerna

Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi
absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.

Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat


parasetamol.
2. Interaksi dalam proses distribusi
Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat beberapa obat, terdapat kemungkinan
persaingan tehadap tempat ikatan pada protein plasma. Persaingan terhadap ikatan protein
merupakan proses yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai
ikatan protein yang tinggi, lebar terapi rendah dan volume distribusi relatif kecil.
Dalam tabel berikut dicantumkan bebrapa interaksi karena pengusiran dari ikatan protein.
Senyawa yang mengusir
Senyawa yang diusir
Kerja
Fenilbutazon
Fenprokoumon
Pendarahan
Klofibrat
Fenilbutazon
Tolbutamid
Hipoglikemia
Salisilat
Salisilat
Bilirubin
Kernikterus pada bayi baru
Sulfonamida
lahir
Antireumatika deret fenilbutazon, misalnya fenilbutazon atau oksifenbutazon, dapat mengusir
antikoagulan dari ikatan protein, karena itu untuk sementara sampai pengaturan steady-state yang
baru konsentrasi antikoagulan bebas meningkat. Kemudian kenaikan konsentrasi bebas ini pada
waktu yang sama menyebabkan kenaikan eliminasi dan akibat penghambatan sistesis protrmbin,
kecenderungan perdarahan meningkat. Efek yang sama telah dikemukakan juga untuk klofibrat.
Bahaya hipoglikemia setelahpemberian antidiabetika oral turunan sulfonamida, misalnya
tolbutamida, naik apabila saat yang sama diberikan asam asetilsalisilat atau fenilbutazon. Hal
yang analog ialah pengusiran bilirubin dari ikatan albumin oleh salisilat dan sulfonamida dengan
bahaya yang disebut kernikterus pada bayi yang baru lahir.
3. Interaksi pada proses metabolisme
Banyak obat dimetabolisme di hati. Induksi sitem enzim mikrosom hati oleh suatu obat
dapat meningkatkan laju metabolisme obat lain, sehingga kadar plasma obat lain tersebut
menurun dan efeknya menurun. Penghentian obat penginduksi menyebabkan kadar obat yang
dipengaruhi meningkat dan toksisitas dapat terjadi. Golongan barbiturat, griseofulvin, sebagian
besar antiepilepsi, dan rifampisin merupakan penginduksi enzim yang paling penting pada
manusia. Obat-obat yang dipengaruhinya termasuk warfarin dan kontrasepsi oral. Sebaliknya,
apabila suatu obat menghambat metabolisme obat lain, maka kadar plasma obat lain tersebut
meningkat, dan menimbulkan peningkatan efek dengan resiko terjadinya toksisitas. Beberapa
obat mempotensiasi warfarin dan fenitoin melalui mekanisme ini.
4. Interaksi pada proses ekskresi

Obat dieliminasi melalui ginjal, baik secara filtrasi glomerulus maupun secara sekresi
aktif di tubulus ginjal. Kompetisi terjadi antara obat-obat yang menggunakan mekanisme
transport aktif yang sama di tubulus proksimal. Contohnya probenesid yang menghambat
ekskresi banyak obat, termasuk golongan penisilin, beberapa sefalosporin, indometasin, dan
dapson. Dengan mekanisme yang sama, asetosal dapat meningkatkan toksisitas metotreksat.

BAB III
KESIMPULAN

a.
b.

Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efeknya tanpa
saling mempengaruhi, atau bisa jadi saling berinteraksi. Dalam hal ini obat pertama dapat
memperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua
Menurut jenis mekanisme kerja dibedakan:
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakodinamik yaitu interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau efek
samping yang serupa atau berlawanan
Interaksi farmakokinetik meliputi interaksi pada proses absorpsi, interaksi pada proses
distribusi, interaksi pada proses metabolisme, interaksi pada proses ekskresi.

DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G.,2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat, Penerbit ITB Bandung, Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Sagung Seto, Jakarta.
Sulistia, dkk., 2007, Famakologi dan Terapi, UI Press, Jakarta
Diposkan oleh Yessy Kh Calon Farmasis di 19.59

Anda mungkin juga menyukai