Anda di halaman 1dari 30

BAB III

PENGUJIAN KONVEKSI

3.1 PENDAHULUAN
Pada peristiwa perpindahan panas secara konveksi, perpindahan panas terjadi karena
terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran
entalpi, bukan aliran panas [1].

Gambar 3.1 Skema Perpindahan Panas Konveksi [2].


Pengelompokan aliran pada perpindahan konveksi berdasarkan dari bilangan
reynolds. Jenis aliran ada 2 yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar
dimana bilangan Reynold 2300 dan aliran turbulen jika bilangan Reynold 2300.
Perpindahan panas secara konveksi penting hal ini karena banyaknya penggunaan
perpindahan panas konveksi dalam kehindupan sehari-hari contohnya yaitu pendinginan
radiator pada mesin mobil. Pendinginan air radiator pada mobil memanfaatkan
perpindahan panas secara konveksi.

78

3.2 DASAR TEORI


Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya didasarkan
pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan kalor. Perpindahan panas akan terjadi
apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda. Panas akan berpindah dari
temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Panas dapat berpindah dengan tiga
cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Panas akan berpindah secara estafet dari
suatu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada peristiwa konveksi,
perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi
dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas [1].
Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa.
Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya
apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada
fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar,
seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].
Gambar 3.2 menunjukkan skema dari konveksi paksa

Gambar 3.2 Skema konveksi paksa [3].

Gambar 3.3 menunjukkan skema dari konveksi alami

79

Gambar 3.3 Skema konveksi alami [3].


3.2.1 Pengetahuan Umum Konveksi
Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa.
Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya
apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada
fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar,
seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].
Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara
benda dengan fluida sekelilingnya. Dapat dirumuskan menjadi
Q = h.A.(To - T).
Dimana :
Q = laju perpindahan kalor (W)
h = koefisien perpindahan panas (W/m2K)
A = Luas permukaan objek (m2)
To = Temperatur permukaan objek (K)
T = Temperatur lingkungan/fluida (K) [4].
Laju perpindahan kalor (Q) merupakan besarnya perpindahan panas yang terjadi
terhadap suatu objek. Koefisien perpindahan panas (h) merupakan koefisien konveksi

80

aliran. Luas permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan
panas. Ada beberapa rumus luasan yaitu :
a. Pada plat datar (A = P x L)
b. Pada silinder (Ar = 2rL)
Gradien temperatur (T) merupakan selisih temperatur antara temperatur objek dan
temperatur lingkungan/fluida [5].

3.2.2

Tujuan Praktikum Konveksi Paksa

Tujuan dari praktikum ini adalah:


1. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk
variasi tertentu seperti laju alir, temperatur udara keluar dan temperatur dinding
pada pipa horizontal.
2. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan
kecepatan laju alir dan bilangan Nusselt untuk mengetahui temperatur dinding
[1].
3.2.3

Rumus Perhitungan Konveksi Paksa


Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re),
Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Ketiga bilangan ini membentuk persamaan:
Nud = C . Redm . Prn
Ket :

Nud
Red
Pr
n

= Bilangan Nusselt

= Bilangan Reynold
= Bilangan Prandtl
= 0,4 (Pemanasan)
0,3 (Pendinginan)
Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan [6].
1. Bilangan Reynold
Bilangan tak berdimensi yang mengukur rasio gaya inersia dari fluida dengan
viskositas. Digunakan untuk menentukan kriteria aliran laminar dan turbulen [5].

81

R e d=

m d

Ket:

Red
m

= bilangan Reynold
= laju aliran udara (m/s)
= massa jenis (kg/m3)
= diameter (m)
= viskositas fluida (kg/m.s)

Batasan:
-

Aliran Laminar (Re 2300)

Aliran Turbulen (Re 2300) [1].

2. Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl merupakan bilangan yang digunakan sebagai perbandingan
viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida.
Pr =
Dimana:

v = viskositas kinematik
a = difusivitas termal (m2/s)
= viskositas dinamik (kg/m.s)

Cp = koefisien panas gas (kJ/kg.C) [6].


Untuk aliran dalam pipa, seperti halnya aliran melewati plat datar profil
kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan
Prandtl satu.

3. Bilangan Nusselt
a. Aliran laminar berkembang penuh
1
3

D
Nud=1,86 (d x Pr)
L
Batasan
Ket:

Red.Pr

1
3

( )( )

1
3

D
>10
L

Nud= bilangan Nusselt


82

= viskositas dinamik (kg/m.s)


w= viskositas dinding (kg/m.s)
D = diameter pipa (m)
L = panjang pipa (m) [6].
b. Aliran turbulen berkembang penuh
Berdasar Sneider & Tate:
1

Nu d=0,027 d0,8 Pr 3

0,14

( )

Ket: Nud = bilangan Nusselt


= viskositas dinamik (kg/m.s)
w= viskositas dinding (kg/m.s) [1].
c. Aliran turbulen berkembang penuh pada tabung licin
Nud = 0,023. Red0,8.Prn
Batasan :

n = 0,4 (Pemanasan)
n = 0,3 (Pendingin)

0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya
didalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida) [6].

4. Variabel perpindahan panas konveksi


Q=h . A .T

Keterangan : = Perpindahan Kalor (joule)


h = Koefisien Konveksi
A = Luas Penampang (m2)
T = Suhu (kelvin)

83

5. Koefisien Perpindahan Kalor


(W/m2.oC)
Dimana :

h
K
Nud

= koefisien perpindahan kalor (W/m2.C)


= konduktivitas termal (W/m.oC)
= Nusselt number [1].

6. Pemanas Heater
Qheater = h. 2. r. L ( Tw- Tb )
Ket:

(Watt)

= Banyaknya kalor (Watt)

= Koefisien perpindahan kalor (W/m2.C)

= Jari-jari (m)

= Panjang Pipa (m)

Tb = Temperatur udara keluar (C)


Tw = Temperatur dinding (C) [6].

7. Suhu Limbak/Suhu Film

Ket:

= Suhu film (C)

Untuk konsep suhu limbak (bulk temperatur) yaitu perpindahan kalor yang
melibatkan aliran dalam saluran tertutup, energi total yang ditambahkan dapat
dinyatakan dengan beda suhu-limbak:
m
c p (T w T b)
Q=
Ket :

m
= massa per satuan waktu (m/kg)

cp = kalor jenis pada tekanan konstan(Joule/Kg oC)

84

Tw = temperatur dinding (0C)


Tb = temperatur bulk (0C) [6].

3.2.4

Aplikasi Konveksi Paksa

Gambar 3.5 Skema Perpindahan Panas pada Radiator [7].


Salah satu aplikasi konveksi paksa adalah kipas pada radiator mobil. Konveksi paksa
terjadi ketika kipas radiator pada mobil berputar dan menghasilkan tekanan udara ke
radiator yang menyebabkan cairan radiator pada mesin temperaturnya turun.

3.2.5 Alat dan Prosedur Pengujian


3.2.5.1 Bagian Bagian Alat Beserta Fungsinya

Pipa A

Blower

Pipa B + Kain asbestos


+gips
Heat

Display Termo kopel


85

Gambar 3.6 Skema Peralatan Konveksi Paksa [1].


1.

Dioda Weatstone
Berfungsi untuk menyearahkan arus listrik

Gambar 3.7 Dioda Weatstone [8].


2.

Anemometer
Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida) pada waktu awal dan
suhu fluida keluar

Gambar 3.8 Anemometer [9].


3. Watt Meter
Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk

Gambar 3.9 Watt Meter [8].


4.

Asbestos

86

Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah
sambungan pipa

Gambar 3.10 Asbestos [8].


5.

Gips
Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke
lingkungan

Gambar 3.11 Gips [8].

6.

Kawat Filamen
Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi

Gambar 3.12 Kawat filament [10].


7.

Regulator
Berfungsi untuk mengatur tegangan yang dikeluarkan

87

Gambar 3.13 Regulator [8].


8.

Pipa Konveksi
Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara).

Gambar 3.14 Pipa konveksi [8].


9. Thermo display
Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik).

Gambar 3.15 Thermo display [8].


10. Blower
Berfungsi untuk memberi hembusan (penghembus) udara ke pipa konveksi.

88

Gambar 3.16 Blower [8].


11. Thermo kopel
Untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik).

Gambar 3.17 Sensor Thermokopel [8].

12. Stopwatch
Untuk meegukur waktu kenaikan dan penurunan temperatur .

Gambar 3.18 Stopwatch[8].

3.2.5.2 Prosedur Pengujian

89

Langkah-langkah pada pengujian ini adalah:


1. Menyambungkan alat-alat ke sumber listrik.
2. Mengatur daya keluaran dengan regulator sebesar 60 watt yang terukur pada watt
meter
3. Mencatat suhu dinding awal pada thermo display dan suhu keluaran awal dengan
anemometer.
4. Mencatat perubahan/kenaikan suhu dinding dan suhu keluaran setiap 30 detik
hingga mencapai steady state (saat suhu dinding dan suhu keluaran tetap sama
selama 5 kali pengambilan)
5. Setelah mencapai steady state, nyalakan blower untuk pengambilan data penurunan
suhu.
6. Mencatat suhu dinding awal, suhu keluaran awal, dan kecepatan awal aliran
7. Mencatat perubahan suhu dinding, suhu keluaran, dan kecepatan aliran setiap 30
detik hingga mencapai steady state.
8. Setelah mencapai steady state, pencatatan dihentikan.
9. Mematikan blower.

3.3 DATA PERHITUNGAN DAN ANALISA


3.3.1

Data Hasil Percobaan


Tabel 3.1 Kenaikan Temperatur (Konveksi Alami)

No

1
2
3
4
5
6
7

Suhu dinding (Tw)

Waktu
(s)
0
30
60
90
120
150
180

Suhu
udara
keluar

T1

T2

T3

T4

33
33
33
34
34
35
35

34
34
35
35
35
36
36

36
37
37
38
38
38
39

32
32
32
33
33
33
33

TRatarata
33,75
34,00
34,25
35,00
35,00
35,50
35,75

T5
31,50
31,60
31,70
31,70
31,70
31,80
31,80

90

8
9
10
11
12
13
14
15

210
240
270
300
330
360
390
420

35
35
36
36
36
36
36
36

36
36
36
37
37
37
37
37

39
39
39
40
40
40
40
40

33
33
33
34
34
34
34
34

35,75
35,75
36,00
36,75
36,75
36,75
36,75
36,75

31,80
31,80
31,80
31,90
31,90
31,90
31,90
31,90

Tabel 3.2 Penurunan Temperatur (Konveksi Paksa)


Waktu
No
1
2
3
4
5
6

3.3.2

Suhu dinding (Tw)

(s)

T1

T2

T3

T4

0
30
60
90
120
150

36
35
35
35
35
35

37
37
37
37
37
37

40
40
40
40
40
40

34
34
34
34
34
34

U (m/s)
TRatarata
36,75
36,50
36,50
36,50
36,50
36,50

T5
32,30
32,40
32,40
32,40
32,40
32,40

4,00
4,20
4,30
4,40
4,50
4,50

Perhitungan Ralat

1. Sample perhitungan dari tabel konveksi alami pada 0 detik, diketahui :


Tabel 3.3 Sample Data Konveksi Alami Pada t = 0 detik
T1
T2
T3
T4

T (Suhu) 0C
33
34
36
32

(T - )2
0,5625
0,0625
5,0625
3,0625

= 33,75

= 8,75

T Rata-rata
a. Galat (Error)

|Tn
|

T1

x 100 % = 2,22 %
|33,7533
33,75 |

x 100 %

91

T2

T3

T4

x 100 % = 0,74 %
|33,7534
33,75 |
x 100 % = 6,66 %
|33,7536
33,75 |
x 100 % = 5,18 %
|33,7532
33,75 |

b. Standar Deviasi
T

2
=

8,7
4 ( 41 )

c. Nilai T sesungguhnya = (

T)

= 0,853913

T = (33,75 0,851469) 0C
d. Ralat Nisbi

Ralat Nisbi =

0,851469
33,75

x 100 % = 2,522872

e. Keseksamaan
Keseksamaan =

(1 0,851469
33,75 )

x100 %

= 97,47713 %

No
.
1
2

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Ralat Data Temperatur Konvensi Alami Aliran Pipa
Horizontal
Keseksa
Waktu
Galat (%)
Ralat
-maan
(%)
Nisbi
(detik)
T1
T2
T3
T4
(%)
2,22222 0,74074 6,66666 5,18518
0
0,854
2,53
97,47
2
1
7
5
2,94117 0,00000 8,82352 5,88235
30
1,080
3,18
96,82
6
0
9
3
92

60

90

120

150

180

210

240

10

270

11

300

12

330

13

360

14

390

15

420

3,64963
5
2,85714
3
2,85714
3
1,40845
1
2,09790
2
2,09790
2
2,09790
2
0,00000
0
2,04081
6
2,04081
6
2,04081
6
2,04081
6
2,04081
6

2,18978
1
0,00000
0
0,00000
0
1,40845
1
0,69930
1
0,69930
1
0,69930
1
0,00000
0
0,68027
2
0,68027
2
0,68027
2
0,68027
2
0,68027
2

8,02919
7
8,57142
9
8,57142
9
7,04225
4
9,09090
9
9,09090
9
9,09090
9
8,33333
3
8,84353
7
8,84353
7
8,84353
7
8,84353
7
8,84353
7

6,56934
3
5,71428
6
5,71428
6
7,04225
4
7,69230
8
7,69230
8
7,69230
8
8,33333
3
7,48299
3
7,48299
3
7,48299
3
7,48299
3
7,48299
3

1,109

3,24

96,76

1,080

3,09

96,91

1,080

3,09

96,91

1,041

2,93

97,07

1,250

3,50

96,50

1,250

3,50

96,50

1,250

3,50

96,50

1,225

3,40

96,60

1,250

3,40

96,60

1,250

3,40

96,60

1,250

3,40

96,60

1,250

3,40

96,60

1,250

3,40

96,60

2. Sample perhitungan dari tabel konveksi paksa pada 0 detik, diketahui :


Tabel 3.5 Sample Data Konveksi Paksa Pada t = 0 detik
T (Suhu) 0C
(T - )2
36
T1
0,5625
37
T2
0,0625
40
T3
10,563
34
T4
7,563
T Rata-rata

= 36,75

= 8,75

a. Galat (Error)

|Tn
|

x 100 %

93

T1

T2

T3

T4

x 100 % = 2,04 %
|36,7536
36,75 |
x 100 % = 0,68 %
|33,7537
36,75 |
x 100 % = 8,84 %
|33,7540
36,75 |
x 100 % = 7,48 %
|33,7534
36,75 |

b. Standar Deviasi
T

2
=

8,7
4 ( 41 )

c. Nilai T sesungguhnya = (

T)

= 1,250000

T = (36,75 1,250000) 0C
d. Ralat Nisbi

Ralat Nisbi =

1,250000
36,75

x 100 % = 3,401361 %

e. Keseksamaan
Keseksamaan =

(1 1,250000
36,75 )

x100 %

= 96,59864 %

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Ralat Data Temperatur Konveksi Paksa Aliran Pipa
Horizontal
94

Waktu

No
.

Galat (%)

(detik)
1

30

60

90

120

150

3.3.3

Ralat

T1

T2

T3

T4

2,04081
6
4,10958
9
4,10958
9
4,10958
9
4,10958
9
4,10958
9

0,68027
2
1,36986
3
1,36986
3
1,36986
3
1,36986
3
1,36986
3

8,84353
7
9,58904
1
9,58904
1
9,58904
1
9,58904
1
9,58904
1

7,48299
3
6,84931
5
6,84931
5
6,84931
5
6,84931
5
6,84931
5

Keseksa
-maan
(%)

Nisbi
(%)
1,25000
0
1,32287
6
1,32287
6
1,32287
6
1,32287
6
1,32287
6

3,40

96,60

3,62

96,38

3,62

96,38

3,62

96,38

3,62

96,38

3,62

96,38

Perhitungan Data Hasil Praktikum

Contoh Perhitungan Konveksi Alami (Tabel 3.1)


Um = 0,1 m/s
L

(Laju aliran udara)

= 175 cm = 1,75 m

(Panjang pipa)

DI = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa)


Tb = Suhu fluida
Tw = Suhu dinding
Diperoleh dari tabel 3.1 pada no. 1
Tw = Trata-rata = 33,75 oC = 306,75 K
Tb = 32 oC = 305 K (Suhu standar 1 atm kota Semarang)

a. Suhu Limbak / Suhu Film

95

T f=

T w + T b 306,75+305
=
2
2
T f = 305,875 K

Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:


= 1.1563 kg/m3

Tabel 3.7 Interpolasi temperatur dengan densitas


T

300

1,1774

305,875

350

0.998

Cara melakukan interpolasi :



batas xbatasbawah
= x b
batasatasbatas bawah a b
305,875300
x 1,1774
=
350300
0,9981,1774
x=

. ( 5,875 ))+1,1774
([( 0,1794
]
50 )
x= 1,1563

kg/m3

Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :


k = 0,0264 W/moC
= 1,9879 x 10-5 kg/m.s
w = 1,989 x 10-5 kg/m.s
Pr = 0,7074

96

b. Angka Reynold
R e d=

um d

kg
m
1.1563
X 0,1 X 0,056 m
(
)
m3
s
Re =
d

1,9879 X 10 kg /m. s

R e d= 325,7405
Bilangan Reynold

2300 maka Alirannya laminar

c. Angka Nusselt

Dimana

Pr
R ed .

N ud=1,86.
=viskositas saat T f dan W =viskositas saat T w

0.056 0.3 1,9879 X 105


N ud=(1,86) X (325,7405 x 0.7074) x (
) x
1.75
1,989 X 105
0.3

0.14

N ud=3,6199
d. Koefisien perpindahan kalor konveksi
h=

k
.N
D ud
0,0264 W /m. C
h=
X 3,6199
0,056 m
h=1,7065 W/m2 oC

e. Panas heater
Q=h . 2 . r . L .(T w T b)
W
Q=( 1,7065 ) 2 . ( 2 ) . ( 0,028 ) m. ( 1,75 ) m.(33,7532)C
m C
Q=0,9190 Watt

97

Contoh Perhitungan Konveksi Paksa (Tabel 3.2)


Um

= 4,0 m/s

(Laju aliran udara)

= 175 cm = 1,75 m

(Panjang pipa)

Ddalam

= 5,6 cm = 0,056 m

(Diameter dalam pipa)

Tb

= Suhu fluida

Tw = Suhu dinding
Diperoleh dari tabel 3.2 pada no. 1
Tw = Trata-rata = 36,75 oC = 309,75 K
Tb = 32 oC = 305 K (Suhu Standar 1 atm kota Semarang)

a. Suhu Limbak / Suhu Film


T f=

T w +T b
2

T f=

309,75+305
=307,375
2

Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:


= 1.1509 kg/m3
Tabel 3.8 Interpolasi temperatur dengan densitas
T

300

1.1774

307,375

350

0.998

98

Cara melakukan interpolasi :



batas xbatasbawah
= x b
batasatasbatas bawah a b
307,375300
x 1,1774
=
350300
0,9981,1774
x=

. ( 7,375 ))+1,1774
([( 0,1794
]
50 )
x = 1,1509

Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :


k

w
Pr

= 0,0269 W/moC
= 2,0010 x 10-5 kg/m.s
= 2,0110 x 10-5 kg/m.s
= 0.7058

b. Angka Reynold
R e d=

m d

kg
1,1509
X 2,0110 X 10
(
m3 )
Re =

m
X 0,056 m
s

2,001 X 105 kg/m . s

R e d=12884,67
Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya turbulen
c. Angka Nusselt

Dimana

0.14

W
=viskositas saat T f dan W =viskositas saat T w
N ud=0.027 . R e d0.8 . Pr0.3

( )

99

N ud=(0,027)x (12884,67)0.8 x (0,7058)0.3 x

2,0010 X 105
2,0110 X 105

0.14

N ud=0,5631
d. Koefisien perpindahan kalor konveksi
k
.N
D ud
0.0269 W /m .C
h=
x 0,5631
0.056 m
h=

h=0,2705 W/m2 oC
e. Panas heater
Q=h . 2 . r . L .(T w T b)
W
Q=( 0,2705 ) 2 . (2 ) . ( 0,028 ) m . ( 1,75 ) m.(36,7532)C
m C
Q=0,3954 watt
3.3.4 Tabel Hasil Pengolahan Data
Tabel 3.9 Hasil perhitungan data konveksi alami aliran pipa horizontal

No.

Um
(m/s)

Red

Nud

h (W/m2
0

Q heater

C)

(watt)

Tw (0C)

Tb
(0C)

1.

0,1

325,740

3,619

1,706

0,919

33,75

32

2.

0,1

325,614

3,619

1,706

1,050

34

32

3.

0,1

325,487

3,619

1,706

1,181

34,25

32

4.

0,1

325,108

3,617

1,705

1,574

35

32

5.

0,1

325,108

3,617

1,705

1,574

35

32

6.

0,1

324,856

3,616

1,705

1,836

35,5

32

7.

0,1

324,729

3,616

1,704

1,967

35,75

32

8.

0,1

324,729

3,616

1,704

1,967

35,75

32

9.

0,1

324,729

3,616

1,704

1,967

35,75

32

100

10.

0,1

324,603

3,615

1,704

2,098

36

32

11.

0,1

324,224

3,614

1,703

2,490

36,75

32

12.

0,1

324,224

3,614

1,703

2,490

36,75

32

13.

0,1

324,224

3,614

1,703

2,490

36,75

32

14.

0,1

324,224

3,614

1,703

2,490

36,75

32

15.

0,1

324,224

3,614

1,703

2,490

36,75

32

Tabel 3.10 Hasil perhitungan data konveksi paksa aliran pipa horizontal
Um
No.

Red

Qheater

Tw

Tb

(W/m2 oC)

(watt)

(oC)

(oC)

Nud

(m/s)
1.

4,0

12884,07

0,563

0,270

0,395

36,75

32

2.

4,2

13533,54

0,572

0,274

0,380

36,5

32

3.

4,3

13855,77

0,576

0,277

0,383

36,5

32

4.

4,4

14178

0,581

0,279

0,386

36,5

32

5.

4,5

14500,23

0,585

0,281

0,389

36,5

32

6.

4,5

14500,23

0,585

0,281

0,389

36,5

32

3.4 PEMBAHASAN
3.4.1 Grafik dan Analisa Grafik
a) Data Kenaikan Temperatur

101

Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu


37.00
36.00
35.00
Konveksi Alami

Temperatur (0C) 34.00


33.00
32.00

Waktu (s)

Gambar 3.6 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada konveksi
alami
Analisa Grafik
Grafik diatas menunjukan hubungan kenaikan temperatur dinding dengan waktu.
Dari grafik tersebut terjadi kenaikan temperatur mengikuti bertambahnya waktu. Dari
grafik tersebut ditunjukkan juga terdapat kestabilan temperatur pada beberapa waktu.
Hal tersebut karena adanya perambatan panas dari heater pemanas ke dinding pipa,
sehingga temperatur pipa akan sama dengan temperatur heater pemanas.

Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu


32.00
31.90
31.80
31.70
Konveksi Alami

Temperatur (0C) 31.60


31.50
31.40
31.30

Waktu (s)

102

Gambar 3.7 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada
konveksi alami
Analisa Grafik
Grafik diatas menunjukkan hubungan temperatur udara keluar dengan waktu.
Dari grafik dapat terlihat bahwa suhu meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.
Dari grafik tersebut juga didapati beberapa waktu yang memiliki kestabilan temperatur
pada percobaan. Hal tersebut karena adanya konveksi alami yang terjadi pada pipa.

b) Data Penurunan Temperatur

Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu


36.80
36.75
36.70
36.65
36.60
Temperatur (0C) 36.55

Konveksi Paksa

36.50
36.45
36.40
36.35

30

60

90 120 150

Waktu (s)

Gambar 3.8 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada konveksi
paksa
Analisa Grafik

103

Grafik diatas menunjukan penurunan temperatur pada dinding pipa seiring


bertambahnya waktu. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh blower yang
memberikan tekanan udara keluar pipa membawa kalor keluar pipa sehingga temperatur
pipa menjadi turun. Perpindahan panas ini dapat disebut perpindahan panas secara
konveksi paksa.

Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu


32.42
32.40
32.38
32.36
32.34
Temperatur (0C) 32.32

Konveksi Paksa

32.30
32.28
32.26
32.24

30

60

90 120 150

Waktu (s)

Gambar 3.9 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada
konveksi paksa
Analisa Grafik
Grafik diatas merupakan grafik hubungan temperatur udara keluar dengan
waktu. Dari grafik diatas didapati peningkatan temperatur pada udara keluar yang
terukur pada anemometer. Hal ini terjadi karena adanya udara yang diberikan blower
membawa kalor dari dinding pipa keluar sehingga udara keluar yang diterima
anemometer naik suhunya.

104

Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien Perpindahan Kalor


0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.27
0.27
0.27
0.27
h(W/m2 oC) 0.27
0.26

Konveksi Paksa

Um(m/s)

Gambar 3.10 Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien Perpindahan Kalor


pada Konveksi Paksa
Analisa Grafik
Grafik diatas adalah grafik hubungan kecepatan dan koefisien perpindahan kalor
pada konveksi paksa. Dari grafik diatas didapati bahwa laju aliran besarnya berbanding
lurus dengan koefisien perpindahan panasnya. Hal ini terjadi karena laju aliran yang
diberikan blower membantu panas dari pipa keluar sehingga koefisien perpindahan
panasnya akan semakin besar.
3.5 KESIMPULAN DAN SARAN
3.5.1 Kesimpulan
Dari penghitungan konveksi alami dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U),
bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h),
panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Hasil yang didapat dari
penghitungan tersebut antara lain bilangan reynold terbesar adalah 325,740 dan terkecil
adalah 3244,224. Nilai bilangan Nusselt terbesar adalah 3,619 dan terkecil 3,614.
Koefisiensi perpindahan panas terbesar adalah 1,706 W/m20C dan yang terkecil adalah
1,703 W/m20C. Temperatur dinding paling besar adalah 36,75 oC dan paling kecil 33,75
o

C. Temperatur udara keluar paling besar adalah 31,900C dan paling kecil 31,500C.
105

Dari penghitungan konveksi paksa dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U),
bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h),
panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Laju fluida yang terbesar 4,5
m/s dan terkecil 4,0 m/s. Bilangan reynold terbesar 14500,23 dan terkecil adalah
12884,07. Bilangan Nusselt terbesar adalah 0,585 dan terkecil 0,563. Koefisiensi
perpindahan panas terbesar adalah 0,281 W/m2 oC dan terkecil 0,270 W/m2 oC.
Temperatur dinding terbesar adalah 36,75 oC dan terkecil 36,5 oC. Temperatur udara
keluar paling besar adalah 32,400C dan terkecil 32,300C.
Dari pengujian konveksi alami dan konveksi paksa, diperoleh grafik waktu (t) vs
suhu udara keluar (Tout) dan waktu (t) vs suhu dinding (T w). Pada konveksi alami
didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu dinding (T w).
Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar temperatur dindingnya. Pada
konveksi alami juga didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan
suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar
temperatur udara keluar. Pada konveksi paksa didapatkan grafik yang berbanding
terbalik antara waktu (t) dengan suhu dinding (T w). Jadi semakin lama waktunya maka
temperatur dindingnya menurun. Pada konveksi paksa juga didapatkan grafik yang
berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama
waktunya maka temperatur udara keluar semakin besar. Pada konveksi paksa juga
didapatkan grafik berbanding lurus antara kecepatan (v) dengan koefisien perpindahan
kalor (h). Jadi semakin besar laju aliran maka semakin besar koefisiensi perpindahan
panasnya.
3.5.2 Saran
1. Dalam mengambil data, praktikan sebaiknya teliti dan tidak terburu-buru.
2. Sebelum praktikum sebaiknya praktikan mempelajari dasar teori agar tidak
terjadi kesalahan ketika pengambilan data.
3. Untuk perkembangan penellitian objek penelitian diperluas dengan menambah
variabel yang mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]

Job Sheet Praktikum Fenomena Dasar 2014


Buchori, Luqman. 2004. Diktat Kuliah Perpindahan Panas. Semarang: Teknik
Kimia Universitas Diponegoro

106

[3]

Incropera, Frank P. 2006. Fundamental of Heat and Mass Transfer 6 th ed. New

[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]

York : Wiley.
http://id.wikipedia.org/wiki/Koefisien_pindah_panas diakses 27/05/2014
Bruce R, Munson. 2002. Fundamentals of Fluid Mechanics. New York : Willey
Holman, J. P. 1980. Perpindahan Kalor. Bandung : Erlangga
http://otomotif-spot.blogspot.com diakses 27/05/2014 02:21
Laboratorium Termofluida Universitas Diponegoro
http://www.sgimportaciones.cl diakses 29/05/2014 02:14
www.bangoalloy.com diakses 29/05/2014 02:18

107

Anda mungkin juga menyukai