Anda di halaman 1dari 95

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 2007


TENTANG
PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 31,


Pasal 41, Pasal 66, Pasal 68 ayat (6), Pasal 74 ayat (5), Pasal
84, dan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan
Keolahragaan;

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4493) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan
Daerah
menjadi
Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4535);

MEMUTUSKAN:...

- 2 MEMUTUSKAN:
Menetapkan

: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN


KEOLAHRAGAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pelaku olahraga adalah setiap orang dan/atau kelompok
orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan
olahraga yang meliputi pengolahraga, pembina olahraga,
dan tenaga keolahragaan.
2. Pembina olahraga adalah orang yang memiliki minat dan
pengetahuan, kepemimpinan, kemampuan manajerial,
dan/atau
pendanaan
yang
didedikasikan
untuk
kepentingan pembinaan dan pengembangan olahraga.
3. Pembina olahraga warga negara asing adalah pembina
olahraga
berkewarganegaraan asing yang melakukan
kegiatan pembinaan olahraga di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki
kualifikasi dan sertifikat kompetensi dalam bidang
olahraga.
5. Tenaga keolahragaan warga negara asing adalah tenaga
keolahragaan berkewarganegaraan asing yang telah
memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi dalam
bidang olahraga untuk melakukan kegiatan keolahragaan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti
pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh
dedikasi untuk mencapai prestasi.

7. Olahragawan . . .

- 3 7. Olahragawan
amatir
adalah
pengolahraga
yang
melakukan kegiatan pelatihan olahraga secara teratur dan
mengikuti kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk
mencapai prestasi atas dasar kecintaan atau kegemaran
berolahraga.
8. Olahragawan profesional adalah setiap orang yang
berolahraga untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk
uang atau bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran
berolahraga.
9. Alih status olahragawan adalah perpindahan status
olahragawan amatir ke olahragawan profesional atau
sebaliknya.
10. Olahragawan
asing
adalah
pelaku
olahraga
berkewarganegaraan asing yang melakukan kegiatan
olahraga di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11. Perpindahan olahragawan adalah proses kegiatan
beralihnya olahragawan dari satu tempat ke tempat
lainnya, antarklub atau perkumpulan, antardaerah,
dan/atau antarnegara.
12. Pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
keolahragaan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas
pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan
kaedah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti
kebenarannya untuk peningkatan fungsi, manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada
atau menghasilkan teknologi baru bagi kegiatan
keolahragaan.
13. Pelaku usaha adalah perseorangan atau badan hukum
yang melakukan kegiatan ekonomi yang terlibat secara
langsung dalam kegiatan olahraga.
14. Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang
digunakan untuk kegiatan olahraga.

15. Standardisasi . . .

- 4 15. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan,


menerapkan, dan merevisi standar nasional dalam
berbagai aspek yang berhubungan dengan bidang keolahragaan.
16. Standar nasional keolahragaan adalah kriteria minimal
tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan.
17. Standar kompetensi adalah standar nasional yang
berkaitan dengan kemampuan minimal yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus dimiliki
seseorang untuk dapat dinyatakan lulus dalam uji
kompetensi.
18. Kompetensi adalah kemampuan minimal yang dimiliki
tenaga keolahragaan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan dalam bidang keolahragaan
19. Uji kompetensi adalah kegiatan untuk melakukan
pengukuran
terhadap
kemampuan
minimal
yang
dipersyaratkan bagi seseorang untuk dapat melakukan
pekerjaan atau tugas tertentu yang mencakup sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan
dalam
bidang
keolahragaan.
20. Akreditasi adalah pemberian kelayakan dan peringkat
terhadap pemenuhan standar nasional keolahragaan yang
berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan
keolahragaan.
21. Sertifikasi adalah proses pemberian pengakuan atas
pemenuhan standar nasional keolahragaan.
22. Standar teknis sarana olahraga adalah persyaratan
khusus yang ditetapkan oleh induk organisasi cabang
olahraga dan/atau federasi olahraga internasional.
23. Standar kesehatan dan keselamatan sarana olahraga
adalah standar minimal tentang kesehatan dan
keselamatan yang dipersyaratkan untuk sarana olahraga
yang ditetapkan oleh induk organisasi dan/atau federasi
olahraga nasional serta memenuhi ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
24. Standar . . .

- 5 24. Standar pelayanan minimal adalah ukuran kinerja


penyelenggaraan pelayanan dasar di bidang keolahragaan
yang wajib disediakan baik oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, maupun lembaga dan organisasi keolahragaan.
25. Fasilitasi adalah penyediaan bantuan atau pelayanan
untuk kemudahan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan
keolahragaan.
26. Induk organisasi cabang olahraga adalah organisasi
olahraga
yang
membina,
mengembangkan,
dan
mengoordinasikan satu cabang/jenis olahraga atau
gabungan organisasi cabang olahraga dari satu jenis
olahraga yang merupakan anggota federasi cabang
olahraga internasional yang bersangkutan.
27. Induk organisasi olahraga fungsional adalah organisasi
olahraga
yang
membina,
mengembangkan,
dan
mengoordinasikan satu atau lebih cabang olahraga amatir
dan/atau profesional dalam lingkup olahraga pendidikan,
olahraga
rekreasi,
dan/atau
olahraga
prestasi
berdasarkan fungsi pengolahraga atau olahragawan.
28. Koordinasi adalah suatu proses kegiatan untuk
penyesuaian dan pengaturan diantara para pihak dalam
pengelolaan dan penyelenggaraan keolahragaan agar
terjadi kerja sama yang harmonis dan sinergis.
29. Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar penyelenggaraan keolahragaan berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
30. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
31. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keolahragaan.

BAB II . . .

- 6 BAB II
TUGAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 2
(1) Pemerintah menentukan kebijakan nasional keolahragaan,
standar nasional keolahragaan, serta koordinasi dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan
keolahragaan
nasional.
(2) Penentuan kebijakan nasional keolahragaan, standar
nasional keolahragaan, serta koordinasi dan pengawasan
terhadap
penyelenggaraan
keolahragaan
nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung
jawab Menteri.
Pasal 3
Kebijakan nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 meliputi:
a. penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan
olahraga prestasi;
b. pembinaan dan pengembangan olahraga;
c. penyelenggaraan kejuaraan olahraga;
d. pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga;
e. pembinaan,
profesional;

pengembangan,

dan

pengawasan

olahraga

f. peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana


olahraga;
g. pendanaan keolahragaan;
h. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
i. peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan;
j. pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan;
k. pembinaan dan pengembangan industri olahraga;
l. penyelenggaraan akreditasi dan sertifikasi;
m. pencegahan dan pengawasan terhadap doping;

n. pemberian . . .

- 7 n. pemberian penghargaan;
o. pelaksanaan pengawasan; dan
p. evaluasi nasional terhadap pencapaian standar nasional
keolahragaan.
Pasal 4
Standar nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 meliputi:
a. kompetensi tenaga keolahragaan;
b. isi program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan;
c. prasarana dan sarana olahraga;
d. pengelolaan organisasi keolahragaan;
e. penyelenggaraan kejuaraan olahraga; dan
f. pelayanan minimal keolahragaan.
Pasal 5
(1) Selaku penanggung jawab pengelolaan sistem keolahragaan
nasional, Menteri mengoordinasikan pelaksanaan tugas
penyelenggaraan keolahragaan nasional secara terpadu dan
berkesinambungan.
(2) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup semua aspek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(3) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. rapat koordinasi nasional;
b. rapat kerja nasional; dan/atau
c. rapat konsultasi nasional.
(4) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan secara:
a. hierarki intra sektoral;
b. fungsional lintas sektoral; dan
c. instansional multi sektoral.

(5) Koordinasi . . .

- 8 (5) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dapat diselenggarakan baik secara vertikal maupun
horisontal.
Pasal 6
(1) Pemerintah daerah mempunyai tugas melaksanakan:
a. kebijakan nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 di daerah.
b. standardisasi keolahragaan nasional di daerah.
(2) Pemerintah
daerah
keolahragaan
sesuai
Perundang-undangan.

dapat
menetapkan
dengan
ketentuan

kebijakan
Peraturan

Pasal 7
(1) Pemerintah provinsi harus membentuk dinas olahraga
tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dinas olahraga tingkat
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah.
(3) Pemerintah kabupaten/kota harus membentuk dinas
olahraga tingkat kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dinas olahraga tingkat
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Daerah.
Pasal 8
(1) Gubernur
mengoordinasikan
pelaksanaan
tugas
penyelenggaraan keolahragaan di provinsi secara terpadu
dan berkesinambungan.
(2) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup semua aspek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.

(3) Koordinasi . . .

- 9 (3) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan melalui:
a. rapat koordinasi provinsi;
b. rapat kerja provinsi; dan/atau
c. rapat konsultasi provinsi.
(4) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan secara:
a. hierarki intra sektoral;
b. fungsional lintas sektoral; dan
c. instansional multi sektoral.
(5) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diselenggarakan baik secara vertikal maupun
horisontal.
Pasal 9
(1) Bupati/walikota mengoordinasikan pelaksanaan tugas
penyelenggaraan keolahragaan di kabupaten/kota secara
terpadu dan berkesinambungan.
(2) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup semua aspek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.
(3) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. rapat koordinasi kabupaten/kota;
b. rapat kerja kabupaten/kota; dan/atau
c. rapat konsultasi kabupaten/kota.
(4) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan secara:
a. hierarki intra sektoral;
b. fungsional lintas sektoral; dan
c. instansional multi sektoral.
(5) Koordinasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diselenggarakan baik secara vertikal maupun
horisontal.
BAB III . . .

- 10 BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 10
(1) Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur,
membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
(2) Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi;
b. pembinaan dan pengembangan olahraga;
c. pengelolaan keolahragaan;
d. penyelenggaraan kejuaraan olahraga;
e. pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga;
f. peningkatan kualitas
sarana olahraga;

dan

kuantitas

prasarana

dan

g. pendanaan keolahragaan;
h. pengembangan
keolahragaan;

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

i. peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan;


j. pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan;
k. pembinaan dan pengembangan industri olahraga;
l. penyelenggaraan standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi
keolahragaan;
m. pencegahan dan pengawasan terhadap doping;
n. pemberian penghargaan;
o. pelaksanaan pengawasan; dan
p. evaluasi nasional terhadap pencapaian standar nasional
keolahragaan.
(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah dapat
mengikutsertakan komite olahraga nasional, Komite
Olimpiade Indonesia, induk organisasi cabang olahraga,
induk organisasi olahraga fungsional, masyarakat, dan/atau
pelaku usaha.
Pasal 11 . . .

- 11 Pasal 11
(1) Pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk
mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan
mengawasi penyelenggaraan keolahragaan di provinsi.
(2) Kewenangan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi;
b. pembinaan dan pengembangan olahraga;
c. pengelolaan keolahragaan;
d. penyelenggaraan kejuaraan olahraga;
e. pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga;
f. peningkatan kualitas
sarana olahraga;

dan

kuantitas

prasarana

dan

g. pendanaan keolahragaan;
h. pengembangan
keolahragaan;

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

i. peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan;


j. pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan;
k. pembinaan dan pengembangan industri olahraga;
l. penerapan standardisasi,
keolahragaan;

akreditasi,

dan

sertifikasi

m. pencegahan dan pengawasan terhadap doping;


n. pemberian penghargaan;
o. pelaksanaan pengawasan; dan
p. evaluasi
terhadap
keolahragaan.

pencapaian

standar

nasional

(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah provinsi dapat
mengikutsertakan komite olahraga provinsi, organisasi
cabang olahraga tingkat provinsi, organisasi olahraga
fungsional tingkat provinsi, masyarakat, dan/atau pelaku
usaha.

Pasal 12 . . .

- 12 Pasal 12
(1) Pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan untuk
mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan
mengawasi
penyelenggaraan
keolahragaan
di
kabupaten/kota.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota
dimaksud pada ayat (1) meliputi:

sebagaimana

a. penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,


dan olahraga prestasi;
b. pembinaan dan pengembangan olahraga;
c. pengelolaan keolahragaan;
d. penyelenggaraan kejuaraan olahraga;
e. pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga;
f. peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan
sarana olahraga;
g. pendanaan keolahragaan;
h. pengembangan
keolahragaan;

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

i. peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan;


j. pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan;
k. pembinaan dan pengembangan industri olahraga;
l. penerapan standardisasi,
keolahragaan;

akreditasi,

dan

sertifikasi

m. pencegahan dan pengawasan terhadap doping;


n. pemberian penghargaan;
o. pelaksanaan pengawasan; dan
p. evaluasi
terhadap
pencapaian
standar
nasional
keolahragaan.
(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah kabupaten/kota
dapat mengikutsertakan komite olahraga kabupaten/kota,
organisasi cabang olahraga tingkat kabupaten/kota,
organisasi olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota,
masyarakat, dan/atau pelaku usaha.

Pasal 13 . . .

- 13 Pasal 13
Pemerintah
dapat
melimpahkan
sebagian
kewenangan
pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan nasional kepada
pemerintah daerah dengan memperhatikan:
a. ketentuan tentang otonomi daerah;
b. potensi sumber daya alam;
c. kemampuan dan potensi sumber daya manusia;
d. kemampuan dan potensi sumber pendanaan; dan
e. partisipasi dan dukungan masyarakat, di daerah.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 14
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan keolahragaan
nasional.
(2) Tujuan
penyelenggaraan
keolahragaan
nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi:
a. pemerataan pembinaan
keolahragaan;

dan

pengembangan

kegiatan

b. peningkatan mutu pelayanan minimal keolahragaan;


c. peningkatan
efektifitas
keolahragaan; dan
d. peningkatan
olahraga.

kesehatan,

dan

efisiensi

kebugaran,

manajemen
dan

prestasi

Pasal 15
Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) meliputi:
a. penetapan
dan
keolahragaan;

pelaksanaan

kebijakan

nasional

b. penetapan dan pelaksanaan standardisasi keolahragaan


nasional;

c. koordinasi . . .

- 14 c. koordinasi penyelenggaraan keolahragaan nasional;


d. penggunaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
e. penyediaan pelayanan kegiatan keolahragaan sesuai dengan
standar pelayanan minimum;
f. pemberian kemudahan untuk
kegiatan keolahragaan; dan
g. penjaminan
mutu
keolahragaan.

untuk

terselenggaranya

terselenggaranya

setiap
kegiatan

Pasal 16
Tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan kebijakan nasional keolahragaan;
b. pelaksanaan standardisasi keolahragaan nasional;
c. koordinasi pembinaan dan pengembangan keolahragaan;
d. penggunaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
e. penyediaan pelayanan kegiatan keolahragaan sesuai dengan
standar pelayanan minimum;
f. pemberian kemudahan untuk terselenggaranya pada tiap
kegiatan keolahragaan; dan
g. penjaminan
mutu
untuk
keolahragaan di daerah.

terselenggaranya

kegiatan

Pasal 17
Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan keolahragaan
nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
Pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan
tanggung jawabnya bekerja sama secara terpadu dan
berkesinambungan.
Pasal 18
(1) Pemerintah
provinsi
bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan keolahragaan nasional di tingkat provinsi.

(2) Tanggung . . .

- 15 (2) Tanggung
jawab
pemerintah
provinsi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur.
(3) Dalam melaksanakan tanggung jawab penyelenggaraan
keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
gubernur mempunyai tugas:
a. melaksanakan kebijakan nasional keolahragaan;
b. menyusun dan melaksanakan rencana dan program
pembinaan dan pengembangan keolahragaan sebagai
bagian integral dari rencana dan program pembangunan
provinsi;
c. mengembangkan dan memantapkan sistem koordinasi
dan pengawasan pengelolaan keolahragaan;
d. membina dan mengembangkan industri olahraga;
e. menerapkan standardisasi keolahragaan;
f. menggalang
sumber
keolahragaan;

daya

untuk

memajukan

g. memfasilitasi kegiatan pembinaan dan pengembangan


kualitas dan kuantitas tenaga keolahragaan;
h. memfasilitasi
kegiatan
komite
olahraga
provinsi,
organisasi cabang olahraga tingkat provinsi, dan
organisasi olahraga fungsional tingkat provinsi;
i. mengoordinasikan kegiatan pengelolaan cabang olahraga
unggulan yang bertaraf nasional dan/atau internasional;
j. meningkatkan kualitas keolahragaan dengan mengacu
kepada standar nasional keolahragaan;
k. mengembangkan dan meningkatkan kuantitas
kualitas prasarana dan sarana olahraga;

dan

l. menjamin akses berolahraga bagi masyarakat;


m. mencegah dan mengawasi doping dalam olahraga;
n. mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan;
o. menyediakan dan mendayagunakan sistem informasi
keolahragaan; dan
p. melakukan
evaluasi
dan
pengawasan
penyelenggaraan keolahragaan tingkat provinsi.

atas

Pasal 19 . . .

- 16 Pasal 19
(1) Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab atas
penyelenggaraan keolahragaan nasional di kabupaten/kota.
(2) Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh bupati/walikota.
(3) Dalam melaksanakan tanggung jawab penyelenggaraan
keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bupati/walikota mempunyai tugas:
a. melaksanakan kebijakan nasional keolahragaan;
b. menyusun dan melaksanakan rencana dan program
pembinaan dan pengembangan keolahragaan sebagai
bagian integral dari rencana dan program pembangunan
kabupaten/kota;
c. mengembangkan dan memantapkan sistem koordinasi
dan pengawasan pengelolaan keolahragaan;
d. membina dan mengembangkan industri olahraga;
e. menerapkan standardisasi keolahragaan;
f. menggalang
sumber
keolahragaan;

daya

untuk

memajukan

g. memfasilitasi kegiatan pembinaan dan pengembangan


kualitas dan kuantitas tenaga keolahragaan;
h. memfasilitasi kegiatan komite olahraga kabupaten/kota,
organisasi cabang olahraga tingkat kabupaten/kota, dan
organisasi olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota;
i. mengelola cabang olahraga unggulan yang bertaraf
nasional dan/atau internasional;
j. meningkatkan kualitas keolahragaan dengan mengacu
kepada standar nasional keolahragaan;
k. mengembangkan dan meningkatkan kuantitas
kualitas prasarana dan sarana olahraga;

dan

l. menjamin akses berolahraga bagi masyarakat;


m. mencegah dan mengawasi doping dalam olahraga;
n. mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi keolahragaan;

o. menyediakan . . .

- 17 o. menyediakan dan mendayagunakan sistem informasi


keolahragaan; dan
p. melakukan
evaluasi
dan
pengawasan
atas
penyelenggaraan keolahragaan tingkat kabupaten/kota.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
melaksanakan pembinaan dan pengembangan olahraga yang
meliputi pembinaan dan pengembangan pengolahraga, tenaga
keolahragaan dan organisasi olahraga, penyediaan dana
olahraga, penyusunan metode pembinaan dan pengembangan
olahraga, penyediaan prasarana dan sarana olahraga, serta
pemberian penghargaan di bidang keolahragaan.
Pasal 21
(1) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 dilaksanakan melalui tahap pengenalan
olahraga, pemantauan, pemanduan, pengembangan bakat
dan peningkatan prestasi dalam jalur keluarga, jalur
pendidikan, dan jalur masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan sebagai proses yang terpadu,
berjenjang, dan berkelanjutan.
(3) Tahap pengenalan olahraga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui gerakan memasyarakatkan
olahraga
dan
mengolahragakan
masyarakat,
yang
diarahkan dalam rangka menyadarkan, memahami, dan
menghayati manfaat olahraga, membangkitkan minat
masyarakat untuk berolahraga sepanjang hayat, serta
menguasai gerak dasar olahraga.

(4) Tahap . . .

- 18 (4)

Tahap pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui pengamatan yang terencana dan
sistematis untuk memahami, mendeteksi, dan menemukan
sumber potensi bibit olahragawan berbakat.

(5)

Tahap pemanduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui penelusuran sumber potensi bibit
olahragawan berbakat secara terencana dan sistematis
untuk melakukan identifikasi dengan menggunakan tes
dan pengukuran, seleksi, dan/atau pengamatan dalam
pertandingan /perlombaan serta kejuaraan.

(6)

Tahap pengembangan bakat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bibit
olahragawan berbakat secara terencana, sistematis,
berjenjang dan berkelanjutan untuk menghasilkan
olahragawan berpotensi.

(7)

Tahap peningkatan prestasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan melalui pelatihan olahragawan
berpotensi secara intensif, terencana, sistematis, berjenjang
dan berkelanjutan untuk menghasilkan olahragawan
berprestasi.
Pasal 22

Pembinaan dan pengembangan bagi olahragawan muda


berpotensi
dilaksanakan
dengan
memperhatikan
taraf
pertumbuhan dan perkembangan, serta melalui tahap
pengembangan bakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (6).
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 23
(1) Masyarakat
dapat
melakukan
pembinaan
dan
pengembangan
olahraga
melalui
berbagai
kegiatan
keolahragaan secara aktif, baik yang dilaksanakan atas
dorongan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, maupun
atas kesadaran atau prakarsa sendiri.
(2) Dalam . . .

- 19 (2) Dalam hal melakukan pembinaan dan pengembangan


olahraga, masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan kegiatan keolahragaan yang antara lain
berkaitan dengan:
a. organisasi keolahragaan;
b. penyelenggaraan kejuaraan atau pekan olahraga;
c. peraturan permainan dan pertandingan;
d. perlombaan atau pertandingan;
e. penataran dan pelatihan tenaga keolahragaan;
f. pengenalan,
pemantauan,
pemanduan,
dan
pengembangan bakat olahragawan;
g. peningkatan prestasi;
h. penyediaan tenaga keolahragaan;
i. pengadaan prasarana dan sarana olahraga;
j. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga;
k. penyediaan informasi keolahragaan;
l. pemberian penghargaan;
m. industri olahraga; dan
n. pendanaan.
(3)

Pembinaan dan pengembangan olahraga oleh masyarakat


melalui kegiatan keolahragaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan oleh perkumpulan, klub atau
sanggar olahraga di lingkungan masyarakat setempat.

(4)

Dalam hal melaksanakan pembinaan dan pengembangan


olahraga, perkumpulan, klub atau sanggar sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat membentuk induk organisasi
cabang olahraga sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 24

(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga di lembaga


pemerintah atau swasta wajib diselenggarakan bagi
karyawannya melalui penyediaan prasarana dan sarana
olahraga untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran,
kegembiraan, kualitas, dan produktivitas kerja karyawan.

(2) Lembaga . . .

- 20 (2)

Lembaga pemerintah atau swasta dalam hal melaksanakan


pembinaan dan pengembangan olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):
a. wajib menyediakan alokasi waktu yang cukup bagi
karyawannya untuk kegiatan olahraga; dan/atau
b. dapat membentuk perkumpulan, klub, atau sanggar
olahraga.

(3)

Pembinaan dan pengembangan olahraga sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat diarahkan untuk mendukung
peningkatan prestasi olahraga daerah dan nasional.
Bagian Ketiga

Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Pendidikan


Pasal 25
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan


bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani serta
pengembangan minat dan bakat olahraga.

(2)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai
satu kesatuan yang sistemis dan berkesinambungan
dengan Sistem Pendidikan Nasional.

(3)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui
kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Pasal 26

(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan


menjadi tanggung jawab Menteri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan nasional.

(2)

Tanggung jawab Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi:

a. pembinaan . . .

- 21 a. pembinaan dan pengembangan pelatih olahraga untuk


ditempatkan pada satuan pendidikan, pusat pembinaan
dan
pelatihan
olahraga,
dan
klub/perkumpulan/sasana/sanggar olahraga;
b. penyediaan sarana pelatihan olahraga;
c. penyelenggaraan
olahraga;

proses

pembinaan

dan

pelatihan

d. pembinaan dan pengembangan pusat pembinaan dan


latihan olahraga pelajar;
e. pembinaan dan pengembangan pusat pembinaan dan
latihan olahraga mahasiswa;
f. pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi olahraga pendidikan; dan
g. penyelenggaraan kejuaraan olahraga bagi peserta didik
secara nasional maupun internasional.
(3)

Tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang pendidikan nasional meliputi:
a. pengembangan kurikulum;
b. penyediaan prasarana dan sarana olahraga;
c. pembinaan guru, tutor, dan dosen olahraga;
d. penyelenggaraan proses belajar mengajar;
e. pengembangan
olahraga;

unit

kegiatan

olahraga

dan

kelas

f. pengembangan sekolah khusus olahragawan;


g. pengembangan sekolah menengah kejuruan olahraga;
dan
h. penyelenggaraan perlombaan/pertandingan dan festival
olahraga antar satuan pendidikan.
(4)

Selain tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat


(2)
dan
ayat
(3),
Menteri
dan
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan nasional dapat mengembangkan kebijakan
pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(5) Dalam . . .

- 22 (5)

Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Menteri dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan nasional harus saling berkoordinasi
untuk
mencapai
tujuan
penyelenggaraan
olahraga
pendidikan.

(6)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan di


satuan pendidikan yang menjadi tanggung jawab menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan agama dilaksanakan bersama secara koordinatif
dengan Menteri sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 27

(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada


satuan pendidikan dilakukan oleh guru, tutor atau dosen
olahraga yang berkualifikasi dan berkompetensi.

(2)

Pembinaan dan pengembangan kegiatan olahraga pada


satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melibatkan pelatih atau pembimbing olahraga yang
memiliki sertifikat kompetensi dari induk organisasi cabang
olahraga bersangkutan atau instansi pemerintah.
Pasal 28

(1)

Pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan peran


serta masyarakat dan dunia usaha untuk membentuk dan
mengembangkan pusat pembinaan dan pelatihan olahraga
serta sekolah olahraga.

(2)

Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
memfasilitasi
pemberdayaan perkumpulan olahraga dan penyelenggaraan
kompetisi secara berjenjang dan berkelanjutan, yang
dilaksanakan oleh satuan pendidikan.

(3)

Pemerintah,
pemerintah
daerah,
dan
masyarakat
memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana olahraga
yang disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan,
melalui koordinasi antar instansi terkait.

Pasal 29 . . .

- 23 Pasal 29
(1)

Peserta didik yang dibina di pusat latihan olahraga prestasi


baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, yang karena
kegiatannya
mengurangi
kegiatan
persekolahannya
diberikan prioritas pemenuhan kegiatan persekolahannya
secara khusus.

(2)

Penyelenggaraan kegiatan persekolahan secara khusus


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai oleh
pelaksana pusat latihan olahraga prestasi tingkat nasional
atau tingkat daerah.
Bagian Keempat

Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Rekreasi


Pasal 30
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi bertujuan


untuk mengembangkan kesadaran masyarakat dalam
meningkatkan kesehatan, kebugaran, kesenangan, dan
hubungan sosial.

(2)

Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi diarahkan
untuk menggali, mengembangkan, melestarikan, serta
memanfaatkan olahraga tradisional yang tumbuh dan
berkembang sebagai budaya dalam masyarakat.
Pasal 31

(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi menjadi


tanggung
jawab
Menteri
dan
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang budaya
dan pariwisata.

(2)

Tanggung jawab Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi:
a. pembinaan dan
olahraga rekreasi;

pengembangan

pelatih/instruktur

b. pembangunan dan pemanfaatan potensi sumber daya,


prasarana, dan sarana olahraga rekreasi;

c. pengembangan . . .

- 24 c. pengembangan, pelestarian dan pemanfaatan olahraga


rekreasi berbasis masyarakat dengan prinsip mudah,
murah, menarik, manfaat dan massal;
d. pembinaan
dan
pengembangan
sanggar-sanggar,
perkumpulan olahraga dalam masyarakat; dan
e. pembinaan dan pengembangan festival dan perlombaan
olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan pada
tingkat daerah, nasional, dan internasional.
(3)

Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan
bersama
dengan
menteri
yang
menyelenggaran urusan pemerintahan di bidang budaya
dan pariwisata sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

(4)

Selain tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang budaya dan pariwisata dapat
mengembangkan kebijakan pembinaan dan pengembangan
olahraga rekreasi sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

(5)

Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Menteri dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang budaya dan pariwisata harus saling berkoordinasi
untuk mencapai tujuan penyelenggaraan olahraga rekreasi.
Pasal 32

(1)

Pemerintah
daerah
dan
masyarakat
berkewajiban
membangun prasarana dan sarana olahraga rekreasi sesuai
potensi sumber daya wilayah/daerah masing-masing.

(2)

Pemerintah
daerah
dan
masyarakat
memfasilitasi
pembentukan sanggar olahraga dan perkumpulan olahraga
dalam masyarakat.

(3)

Pemerintah daerah memfasilitasi festival dan perlombaan


olahraga rekreasi tingkat daerah yang diselenggarakan oleh
masyarakat setempat.

(4)

Pemerintah daerah dapat memfasilitasi penyelenggaraan


festival dan perlombaan olahraga rekreasi nasional dan
internasional.
Bagian Kelima . . .

- 25 Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Prestasi
Pasal 33
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi bertujuan


untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan
dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

(2)

Pembinaan
dan
pengembangan
olahraga
prestasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.

(3)

Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
berkewajiban
memberikan
pelayanan
dan
kemudahan
bagi
penyelenggaraan kegiatan olahraga prestasi.
Pasal 34

(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi menjadi


tanggung jawab induk organisasi cabang olahraga,
organisasi cabang olahraga tingkat provinsi, dan organisasi
cabang olahraga tingkat kabupaten/kota.

(2)

Induk organisasi cabang olahraga, organisasi cabang


olahraga tingkat provinsi, dan organisasi cabang olahraga
tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam memenuhi tanggung jawabnya melaksanakan
pemassalan, pembibitan, pembinaan dan pengembangan
prestasi
olahragawan,
pemberdayaan
perkumpulan
olahraga, pengembangan sentra pembinaan olahraga, dan
penyelenggaraan
kompetisi
dan
kejuaraan
secara
berjenjang dan berkelanjutan.

(3)

Dalam hal melaksanakan pembinaan dan pengembangan


olahragawan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), induk
organisasi cabang olahraga, organisasi cabang olahraga
tingkat provinsi, dan organisasi cabang olahraga tingkat
kabupaten/kota berkewajiban meningkatkan kualifikasi
dan kompetensi tenaga keolahragaan.

(4) Peningkatan . . .

- 26 (4)

Peningkatan
kualifikasi
dan
kompetensi
pelatih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
program pelatihan, pendidikan dan penataran secara
berjenjang dan berkelanjutan.

(5)

Pemberdayaan
perkumpulan
olahraga
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemberian
fasilitas, pendampingan program, dan/atau bantuan
pendanaan.

(6)

Pemberian bantuan pendanaan kepada perkumpulan dan


klub olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditujukan untuk:
a. penyelenggaraan kompetisi;
b. pelatihan, pendidikan, dan penataran;
c. penyediaan fasilitas sarana olahraga; dan/atau
d. peningkatan mutu organisasi.
Bagian Keenam
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Amatir dan
Olahraga Profesional
Pasal 35

Pembinaan dan pengembangan olahraga amatir menjadi


tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, satuan
pendidikan, dan induk organisasi cabang olahraga yang
pelaksanaannya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 34.
Pasal 36
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional


dilaksanakan dan diarahkan untuk terciptanya prestasi
olahraga, lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan.

(2)

Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh induk
organisasi cabang olahraga, induk organisasi olahraga
fungsional, dan/atau organisasi olahraga profesional.

(3) Pemerintah . . .

- 27 (3)

Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan


kemudahan kepada induk organisasi cabang olahraga,
induk organisasi olahraga fungsional, dan/atau organisasi
olahraga profesional untuk terciptanya prestasi olahraga,
lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 37

(1)

Menteri bertanggung jawab terhadap pembinaan dan


pengembangan serta pengawasan dan pengendalian
olahraga profesional.

(2)

Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) Menteri dibantu oleh Badan
Olahraga Profesional pada tingkat nasional.

(3)

Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai


tugas:
a. menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan
serta
pengawasan
dan
pengendalian
olahraga
profesional;
b. melakukan pembinaan dan pengembangan serta
pengawasan
dan
pengendalian
terhadap
penyelenggaraan kegiatan olahraga profesional;
c. melakukan pengkajian dan pengembangan sistem
pembinaan dan pengembangan serta pengawasan dan
pengendalian olahraga profesional; dan
d. menetapkan standar, norma, prosedur, dan kriteria
pembinaan dan pengembangan serta pengawasan dan
pengendalian olahraga profesional.

(4)

Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk


pada tingkat provinsi.

(5)

Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pembentukan,
kedudukan, fungsi, dan kepengurusan Badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketujuh . . .

- 28 Bagian Ketujuh
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Penyandang Cacat
Pasal 38
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya
diri, dan prestasi.

(2)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan penataran, pelatihan, dan kompetisi yang
berjenjang dan berkelanjutan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.

(3)

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berkewajiban


memfasilitasi program kegiatan penataran, pelatihan dan,
penyelenggaraan kompetisi olahraga penyandang cacat
pada tingkat daerah, dan nasional.

(4)

Pemerintah
membentuk
pengembangan olahraga
nasional.

(5)

Pemerintah
daerah
dan/atau
organisasi
olahraga
penyandang cacat yang ada dalam masyarakat dapat
membentuk sentra pembinaan dan pengembangan olahraga
penyandang cacat di daerah.

sentra
pembinaan
dan
penyandang cacat tingkat

Pasal 39
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


dilaksanakan oleh organisasi olahraga penyandang cacat
baik di pusat maupun di daerah.

(2)

Organisasi olahraga penyandang cacat yang bersifat


nasional
bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan
kompetisi olahraga penyandang cacat pada tingkat nasional
dan keikutsertaan Indonesia dalam pekan dan kejuaraan
olahraga penyandang cacat tingkat internasional.

Pasal 40 . . .

- 29 Pasal 40
(1)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


diselenggarakan berdasarkan jenis olahraga khusus bagi
penyandang cacat yang sesuai dengan kondisi kelainan
fisik dan/atau mental olahragawan penyandang cacat.

(2)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan,
olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

(3)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


pada lingkup olahraga pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diarahkan untuk terselenggaranya proses
pendidikan yang teratur dan berkelanjutan bagi peserta
didik penyandang cacat untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan kepribadian serta meningkatkan rasa
percaya diri, kesehatan, dan kebugaran jasmani.

(4)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


pada lingkup olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diarahkan untuk meningkatkan kesehatan,
kebugaran, dan kesenangan serta meningkatkan rasa
percaya diri dan hubungan sosial olahragawan penyandang
cacat.

(5)

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


pada lingkup olahraga prestasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diarahkan untuk meningkatkan prestasi
olahragawan penyandang cacat baik tingkat daerah, tingkat
nasional, maupun tingkat internasional dalam rangka
meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Pasal 41

Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat


menjadi tanggung jawab Menteri bersama menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan,
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di bidang pendidikan nasional, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang budaya dan
pariwisata.
BAB VI . . .

- 30 BAB VI
PENGELOLAAN KEOLAHRAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42
Pengelolaan sistem keolahragaan nasional merupakan tanggung
jawab Menteri.
Pasal 43
Dalam kedudukannya sebagai penanggung jawab pengelolaan
sistem keolahragaan nasional, Menteri melakukan pengelolaan:
a. perencanaan keolahragaan;
b. organisasi keolahragaan;
c. pembiayaan; dan
d. pengawasan.
Bagian Kedua
Perencanaan Keolahragaan
Pasal 44
(1)

Perencanaan keolahragaan nasional dibuat oleh Menteri.

(2)

Perencanaan
keolahragaan
nasional
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana strategis
keolahragaan
nasional
dan
rencana
operasional
keolahragaan nasional.

(3)

Rencana strategis keolahragaan nasional sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) antara lain meliputi visi, misi,
tujuan, sasaran, analisis strategis, arah kebijakan,
program, pola pelaksanaan, dan koordinasi pengelolaan
keolahragaan.

(4)

Rencana operasional keolahragaan nasional sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 45 . . .

- 31 Pasal 45
(1)

Perencanaan keolahragaan tingkat provinsi dibuat oleh


gubernur.

(2)

Perencanaan keolahragaan tingkat provinsi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana strategis
keolahragaan
provinsi
dan
rencana
operasional
keolahragaan provinsi.

(3)

Rencana strategis keolahragaan provinsi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) antara lain meliputi visi, misi,
tujuan, sasaran, analisis strategis, arah kebijakan,
program, pola pelaksanaan, dan koordinasi pengelolaan
keolahragaan.

(4)

Rencana operasional keolahragaan provinsi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 46

(1)

Perencanaan keolahragaan tingkat kabupaten/kota dibuat


oleh bupati/walikota.

(2)

Perencanaan keolahragaan sebagaimana dimaksud pada


ayat
(1)
meliputi
rencana
strategis
keolahragaan
kabupaten/kota dan rencana operasional keolahragaan
kabupaten/kota.

(3)

Rencana
strategis
keolahragaan
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain meliputi
visi, misi, tujuan, sasaran, analisis strategis, arah
kebijakan, program, pola pelaksanaan, dan koordinasi
pengelolaan keolahragaan, serta penggalangan sumber daya
keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal.

(4)

Rencana
operasional
keolahragaan
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Ketiga . . .

- 32 Bagian Ketiga
Organisasi Keolahragaan
Pasal 47
(1)

Dalam pengelolaan keolahragaan, masyarakat dapat


membentuk induk organisasi cabang olahraga dan induk
organisasi olahraga fungsional.

(2)

Setiap induk organisasi cabang olahraga dan induk


organisasi olahraga fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus berbadan hukum yang pendiriannya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3)

Setiap induk organisasi cabang olahraga atau induk


organisasi olahraga fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi standar pengelolaan organisasi
keolahragaan, mencakup persyaratan dengan memiliki:
a. akta pendirian yang bersifat autentik;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. struktur dan personalia yang kompeten;
e. program kerja;
f. sistem administrasi dan manajemen organisasi
keolahragaan; dan
g. kode etik organisasi.

(4)

Setiap induk organisasi cabang olahraga dan induk


organisasi olahraga fungsional yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjadi anggota
federasi olahraga internasional.
Pasal 48

(1)

Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 47 ayat (1) dapat mendirikan organisasi cabang
olahraga provinsi dan cabang olahraga kabupaten/kota
sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

(2) Organisasi . . .

- 33 (2)

Organisasi cabang olahraga provinsi dan organisasi cabang


olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada dalam dan/atau merupakan bagian dari induk
organisasi cabang olahraga yang berbadan hukum.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan


mengenai organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan hubungan organisatorisnya diatur dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga induk organisasi.

(1)

Pasal 49
Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1) mempunyai tugas:
a. membina dan mengembangkan organisasi cabang
olahraga tingkat provinsi, organisasi cabang olahraga
tingkat kabupaten/kota, dan perkumpulan olahraga;
b. merencanakan, melaksanakan, dan menkoordinasikan
program pembinaan dan pengembangan cabang
olahraga;
c. menyelenggarakan kejuaraan olahraga internasional dan
melaporkannya kepada Menteri;
d. memassalkan cabang olahraga bersangkutan;
e. melaksanakan pembibitan dan pengembangan prestasi;
f. mencegah dan
dalam olahraga;

mengawasi

penyalahgunaan

doping

g. menghimpun dana bagi pengelolaan cabang olahraga


sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan;
h. melaksanakan
olahraga; dan

kerja

sama

dengan

pelaku

industri

i. mengadakan
kerja
sama
internasional
untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaku olahraga,
olahragawan, serta prasarana dan sarana olahraga.
(2)

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), induk organisasi cabang olahraga wajib:
a. berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan komite olahraga
nasional;
b. mengkoordinasikan . . .

- 34 b. mengkoordinasikan penyelenggaraan kompetisi olahraga


secara berjenjang dan berkelanjutan;
c. menyelenggarakan upaya pemassalan olahraga yang
bersangkutan;
d. menkoordinasikan penyelenggaraan kejuaraan olahraga
kabupaten/kota, kejuaraan olahraga provinsi, dan
kejuaraan olahraga wilayah;
e. menyelenggarakan kejuaraan olahraga nasional;
f. melaporkan pelaksanaan kegiatan kejuaraan olahraga
tingkat nasional kepada komite olahraga nasional dan
Menteri secara berkala;
g. mempersiapkan tim nasional untuk mengikuti pekan
olahraga
internasional
dan
kejuaraan
olahraga
internasional;
h. melakukan pencegahan, pengawasan, dan penindakan
terhadap penyalahgunaan doping dalam olahraga;
i. memberikan kesempatan kepada olahragawan untuk
menjadi olahragawan profesional;
j. menkoordinasikan dan mengawasi kegiatan pengelolaan
organisasi cabang olahraga tingkat provinsi dan
organisasi cabang olahraga tingkat kabupaten/kota;
k. merencanakan dan melaksanakan program pembinaan
dan pengembangan olahraga profesional bagi induk
organisasi cabang olahraga yang membina dan
mengembangkan olahraga profesional tertentu;
l. mengembangkan kerja sama antar organisasi cabang
olahraga tingkat provinsi dan/atau organisasi cabang
olahraga tingkat kabupaten/kota; dan
m. mengelola dana sesuai program dan sasarannya
berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 50
(1)

Induk organisasi olahraga fungsional sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dapat mendirikan
organisasi olahraga fungsional provinsi dan olahraga
fungsional kabupaten/kota sesuai anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.

(2) Organisasi . . .

- 35 (2)

Organisasi olahraga fungsional provinsi dan organisasi


olahraga
fungsional
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berada dalam dan/atau merupakan
bagian dari induk organisasi olahraga fungsional yang
berbadan hukum.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan


organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
hubungan organisatorisnya diatur dalam anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga induk organisasi.
Pasal 51

(1)

Induk organisasi olahraga fungsional sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) menkoordinasikan
pembinaan olahraga sesuai fungsinya berdasarkan
keahlian/ profesi/jenis kelamin/ keterbatasan tertentu.

(2)

Induk organisasi olahraga fungsional sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) mempunyai tugas:
a. membina dan mengembangkan organisasi olahraga
fungsional tingkat provinsi dan organisasi olahraga
fungsional tingkat kabupaten/kota;
b. merencanakan
dan
menkoordinasikan
program
pengelolaan dalam pembinaan dan pengembangan
olahraga;
c. menghimpun dana bagi pengelolaan cabang olahraga
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan;
d. memassalkan cabang olahraga sesuai prioritas;
f. melaksanakan pembibitan dan pengembangan prestasi;
g. mencegah dan
dalam olahraga;
h. melaksanakan
olahraga;

mengawasi
kerja

sama

penyalahgunaan
dengan

pelaku

doping
industri

i. mengadakan
kerja
sama
internasional
untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaku olahraga,
olahragawan, serta prasarana dan sarana olahraga;

j. mengkoordinasikan . . .

- 36 j. mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan organisasi


olahraga fungsional tingkat provinsi dan organisasi
olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota;
k. melaksanakan program pembinaan dan pengembangan
olahraga baik di pusat maupun di daerah; dan
l. mengembangkan kerja sama antar pengurus organisasi
olahraga fungsional tingkat provinsi dan/atau pengurus
organisasi olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota.
(3)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), induk organisasi olahraga fungsional wajib:
a. berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan komite olahraga
nasional;
b. mengkoordinasikan penyelenggaraan kompetisi olahraga
secara berjenjang dan berkelanjutan untuk induk
organisasi olahraga fungsional tertentu;
c. menkoordinasikan penyelenggaraan kejuaraan olahraga
kabupaten/kota, kejuaraan olahraga provinsi, dan
kejuaraan olahraga wilayah untuk induk organisasi
olahraga fungsional tertentu;
d. menyelenggarakan kejuaraan olahraga nasional;
e. menyelenggarakan perlombaan, invitasi, atau festival
olahraga untuk induk organisasi olahraga fungsional
tertentu;
f. melaporkan pelaksanaan kegiatan kejuaraan olahraga
tingkat nasional kepada komite olahraga nasional dan
Menteri secara berkala;
g. mempersiapkan tim nasional untuk mengikuti pekan
olahraga
internasional
dan
kejuaraan
olahraga
internasional;
h. melakukan pencegahan, pengawasan, dan penindakan
terhadap penyalahgunaan doping dalam olahraga;
i. memberikan kesempatan kepada olahragawan untuk
menjadi olahragawan profesional;
j. mengkoordinasikan
dan
mengawasi
kegiatan
pengelolaan
organisasi olahraga fungsional tingkat
provinsi dan organisasi olahraga fungsional tingkat
kabupaten/kota;
k. merencanakan . . .

- 37 k. merencanakan dan melaksanakan program pembinaan


dan pengembangan olahraga profesional bagi induk
organisasi olahraga fungsional yang membina dan
mengembangkan olahraga profesional tertentu;
l. mengembangkan kerja sama antar organisasi olahraga
fungsional tingkat provinsi dan/atau organisasi olahraga
fungsional tingkat kabupaten/kota; dan
m. mengelola dana sesuai program dan sasarannya
menurut prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 52
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan serta
penyelenggaraan kejuaraan olahraga, induk organisasi olahraga
fungsional wajib bekerjasama baik dengan induk organisasi
cabang olahraga, organisasi cabang olahraga tingkat provinsi
maupun organisasi cabang olahraga tingkat kabupaten/kota,
dalam hal:
a. pemantauan, pemanduan, dan
olahraga di seluruh Indonesia;

pengembangan

bakat

b. peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku olahraga sesuai


dengan standar kecabangan olahraga; dan
c. peningkatan prestasi olahraga di tingkat nasional dan
internasional.
Pasal 53
(1)

Komite olahraga nasional dibentuk oleh induk organisasi


cabang olahraga dan induk organisasi olahraga fungsional
yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

(2)

Komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) mempunyai kewenangan:
a. mengusulkan kepada Menteri rencana dan program
dalam
membuat
kebijakan
nasional
mengenai
pengelolaan serta pembinaan dan pengembangan
prestasi olahraga nasional;

b. mengkoordinasikan . . .

- 38 b. mengkoordinasikan induk organisasi cabang olahraga,


induk organisasi olahraga fungsional, komite olahraga
provinsi, serta komite olahraga kabupaten/kota dalam
rangka pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga
nasional.
(3)

Pengajuan
rencana
kerja
dan
pelaksanaan
serta
pengkoordinasian kegiatan pekan olahraga nasional sesuai
dengan penugasan Menteri.
Pasal 54

(1)

Komite olahraga provinsi dibentuk oleh organisasi cabang


olahraga tingkat provinsi dan organisasi olahraga
fungsional tingkat provinsi yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2)
dan ayat (3).

(2)

Komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) mempunyai tugas:
a. mengusulkan kepada gubernur rencana dan program
provinsi mengenai pengelolaan serta pembinaan dan
pengembangan prestasi olahraga;
b. melakukan koordinasi dengan organisasi cabang
olahraga tingkat provinsi, organisasi olahraga fungsional
tingkat provinsi, serta komite olahraga kabupaten/kota
dalam rangka pembinaan dan pengembangan prestasi
olahraga;
c. mengajukan rencana kerja dan melaksanakan serta
mengkoordinasikan kegiatan pekan olahraga provinsi
dan pekan olahraga wilayah sesuai dengan penugasan
dari gubernur.
Pasal 55

(1)

Komite olahraga kabupaten/kota dibentuk oleh organisasi


cabang olahraga tingkat kabupaten/kota dan organisasi
olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (2) dan ayat (3).

(2) Komite . . .

- 39 (2)

Komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. mengusulkan kepada bupati/walikota rencana dan
program kabupaten/kota mengenai pengelolaan serta
pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga;
b. melakukan koordinasi dengan organisasi cabang
olahraga tingkat kabupaten/kota dan organisasi
olahraga fungsional tingkat kabupaten/kota dalam
rangka
pembinaan
dan
pengembangan
prestasi
olahraga;
c. mengajukan rencana kerja dan melaksanakan serta
mengkoordinasikan
kegiatan
pekan
olahraga
kabupaten/kota
sesuai
dengan
penugasan
dari
bupati/walikota.
Pasal 56

(1)

Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga


provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat
mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan
struktural dan jabatan publik.

(2)

Dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangannya,


pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bebas
dari pengaruh dan intervensi pihak manapun untuk
menjaga
netralitas
dan
menjamin
keprofesionalan
pengelolaan keolahragaan.

(3)

Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang


memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai
negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan
organisasi negara atau pemerintahan, antara lain, jabatan
eselon di departemen atau lembaga pemerintahan
nondepartemen.

(4) Pengurus . . .

- 40 (4)

Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang


memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui
suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui
pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
antara lain Presiden/Wakil Presiden dan para anggota
kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati,
walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD,
hakim agung, anggota Komisi Yudisial, Kapolri, dan
Panglima TNI.
BAB VII
PELAKU OLAHRAGA

Bagian Kesatu
Olahragawan Amatir dan Olahragawan Profesional
Pasal 57
(1)

Olahragawan amatir dalam melaksanakan kegiatan


olahraga yang menjadi kegemaran dan keahliannya
mempunyai hak:
a. meningkatkan
prestasi
perkumpulan olahraga;

melalui

klub

dan/atau

b. mendapatkan pembinaan dan pengembangan sesuai


dengan cabang olahraga yang diminati;
c. mengikuti kejuaraan olahraga pada semua tingkatan
setelah melalui seleksi atau kompetisi;
d. memperoleh kemudahan izin dari instansi untuk
mengikuti kegiatan keolahragaan daerah, nasional dan
internasional; dan
e. beralih status menjadi olahragawan profesional.
(2)

Alih status olahragawan amatir menjadi olahragawan


profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
wajib memenuhi persyaratan:
a. memenuhi batasan usia sesuai
organisasi cabang olahraga atau
internasional;

ketentuan induk
federasi olahraga

b. dalam . . .

- 41 b. dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan


keterangan dokter yang ditunjuk oleh Badan Olah Raga
Profesional;
c. pernah menjadi anggota perkumpulan olahraga amatir;
d. pernah mewakili Indonesia dalam Olimpiade, Pekan
Olahraga Internasional Tingkat Asia (Asian Games),
Pekan Olahraga Internasional Tingkat Asia Tenggara
(South East Asian Games), kejuaraan olahraga tingkat
dunia/internasional, menjadi juara nasional, atau
menjadi juara tingkat provinsi; dan
e. mendapat rekomendasi dari induk organisasi cabang
olahraga.
(3)

Untuk
menjadi
olahragawan
profesional,
setiap
olahragawan amatir wajib mendapat persetujuan secara
tertulis dari Badan Olah Raga Profesional.

(4)

Badan Olah Raga Profesional berhak mencabut persetujuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila olahragawan
profesional melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan jiwa sportivitas, melakukan perbuatan yang
melanggar kesusilaan atau melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan olahraga profesional.

(5)

Olahragawan profesional dapat beralih kembali menjadi


olahragawan amatir bilamana sesuai dengan ketentuan
federasi internasional cabang olahraga bersangkutan.

(6)

Olahragawan profesional dalam melaksanakan kegiatan


olahraga mempunyai hak untuk:
a. didampingi oleh manajer, pelatih,
psikolog, dan/atau ahli hukum;

tenaga

medis,

b. mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan sesuai


dengan ketentuan;
c. mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari induk
organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga
profesional, atau organisasi olahraga fungsional; dan
d. mendapatkan pendapatan yang layak.

(7) Olahragawan . . .

- 42 (7)

Olahragawan profesional yang melakukan kegiatan


olahraga tertentu sebagai profesi harus memperoleh lisensi
dari Badan Olah Raga Profesional.

(8)

Dalam melaksanakan kegiatan profesi, olahragawan


profesional harus membuat perjanjian berupa kontrak
kerja.

(9)

Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling


sedikit meliputi:
a. hak dan kewajiban para pihak;
b. adanya kesepakatan;
c. pengaturan
asuransi;

tentang

upah,

bonus,

tunjangan

dan

d. masa berlaku perjanjian;


e. dukungan bagi terlaksananya objek perjanjian; dan
f. mekanisme penyelesaian perselisihan.
Bagian Kedua
Perpindahan Olahragawan
Pasal 58
(1)

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan olahragawan,


dapat dilaksanakan perpindahan olahragawan antar
perkumpulan/klub, antar daerah, dan antar negara.

(2)

Perpindahan olahragawan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan induk organisasi cabang olahraga, ketentuan
federasi olahraga internasional, dan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3)

Perpindahan olahragawan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) bagi olahragawan yang tidak bernaung di bawah
perkumpulan/klub diatur menurut ketentuan federasi
olahraga internasional bersangkutan dan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(4)

Dalam hal perpindahan olahragawan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), setiap organisasi cabang olahraga
dapat mengatur tentang kompensasi perpindahan.
Pasal 59 . . .

- 43 -

Pasal 59
Perpindahan
olahragawan
antar
perkumpulan/klub
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dilakukan
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.

perpindahan olahragawan antar perkumpulan/klub dalam


satu daerah harus memperoleh izin tertulis dari
perkumpulan/klub;

b.

perpindahan olahragawan antar perkumpulan/klub antar


daerah
harus
memperoleh
izin
tertulis
dari
perkumpulan/klub, organisasi cabang olahraga tingkat
kabupaten/kota, organisasi cabang olahraga tingkat
provinsi, dan pengesahan dari induk organisasi cabang
olahraga;

c.

perpindahan olahragawan antar perkumpulan/klub antar


negara
harus
memperoleh
izin
tertulis
dari
perkumpulan/klub, organisasi cabang olahraga tingkat
provinsi, dan pengesahan dari induk organisasi cabang
olahraga; dan

d.

memenuhi ketentuan dari federasi olahraga internasional


dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 60

Perpindahan olahragawan antar daerah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 58 ayat (1)
harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.

memperoleh izin tertulis dari pengurus perkumpulan/klub


cabang olahraga;

b.

memperoleh izin tertulis dari pengurus kabupaten/kota


organisasi cabang olahraga;

c.

memperoleh izin tertulis dari pengurus provinsi organisasi


cabang olahraga; dan

d.

memperoleh pengesahan dari induk organisasi cabang


olahraga.

Pasal 61 . . .

- 44 -

Pasal 61
(1)

Olahragawan yang pindah dan tinggal di negara lain serta


bermaksud untuk melakukan kegiatan olahraga untuk dan
atas nama negara selain negara asal, olahragawan yang
bersangkutan harus mendapat izin dari Pemerintah.

(2)

Induk organisasi cabang olahraga wajib melaporkan


perpindahan olahragawan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Pemerintah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah perpindahan.

(3)

Dalam hal negara memerlukan olahragawan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan nasional,
olahragawan yang bersangkutan wajib memenuhinya.
Pasal 62

Perpindahan olahragawan antar negara sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 58 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memperoleh
olahraga;

izin

dari

klub

atau

perkumpulan

cabang

b. memperoleh izin dari pengurus kabupaten/kota dan provinsi


organisasi cabang olahraga;
c. memperoleh pengesahan
olahraga; dan

dari

induk

organisasi

cabang

d. memenuhi ketentuan dari federasi olahraga internasional


dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 63
Perpindahan olahragawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 ayat (1), perkumpulan/klub tujuan olahragawan memberikan
kompensasi kepada perkumpulan/klub asal olahragawan sesuai
dengan ketentuan induk organisasi cabang olahraga.

Bagian Ketiga . . .

- 45 -

Bagian Ketiga
Olahragawan Warga Negara Asing
Pasal 64
Olahragawan warga negara asing yang melakukan perpindahan
dari negara asal ke Indonesia wajib:
a. memenuhi persyaratan dan mendapatkan izin dari instansi
pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh izin tertulis dari induk organisasi cabang
olahraga di negara asal;
c. memenuhi ketentuan dari federasi olahraga internasional;
d. mendapat jaminan dari induk organisasi cabang olahraga di
Indonesia;
e. memiliki kualifikasi dan kompetensi cabang olahraga; dan
f. memperoleh rekomendasi dari Menteri.
Bagian Keempat
Pembina Olahraga Warga Negara Asing
Pasal 65
(1)

Pembina olahraga warga negara asing yang akan bertugas


pada setiap organisasi/lembaga olahraga di dalam negeri
wajib:
a. memenuhi persyaratan dan mendapatkan izin dari
instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh izin tertulis dari induk organisasi cabang
olahraga di negara asal;
c. mendapat jaminan dari
olahraga di Indonesia;

induk

d. memiliki kualifikasi
keolahragaan; dan

kompetensi

dan

organisasi
dalam

cabang
bidang

e. memperoleh rekomendasi dari Menteri.

(2) Organisasi . . .

- 46 -

(2)

Organisasi/lembaga olahraga yang akan menggunakan


pembina olahraga warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengajukan permohonan tertulis
pemerintah yang berwenang;

kepada

instansi

b. memenuhi ketentuan anggaran dasar dan anggaran


rumah tangga organisasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
c. memenuhi
ketentuan
internasional; dan

dari

federasi

olahraga

d. memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang


ditentukan serta meneliti keabsahannya agar sesuai
dengan kebutuhan organisasi.
Pasal 66
(1)

Pembina olahraga asing sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 65 ayat (1) yang telah mendapatkan izin dari instansi
pemerintah
berkewajiban
mengupayakan
sumber
pendanaan
serta
melaksanakan
pembinaan
dan
pengembangan terhadap:
a. organisasi olahraga;
b. olahragawan; dan
c. tenaga keolahragaan.

(2)

Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembina olahraga
warga negara asing wajib melaksanakannya sesuai dengan
prinsip penyelenggaraan keolahragaan nasional.
Bagian Kelima
Tenaga Keolahragaan Warga Negara Asing
Pasal 67

(1)

Tenaga keolahragaan warga negara asing yang akan


bertugas pada setiap organisasi/lembaga olahraga di dalam
negeri wajib:

a. memenuhi . . .

- 47 -

a. memenuhi persyaratan dan mendapatkan izin dari


instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh izin tertulis dari induk organisasi cabang
olahraga di negara asal;
c. memenuhi
ketentuan
internasional;

dari

d. mendapat jaminan dari


olahraga di Indonesia;

induk

e. memiliki kualifikasi
keolahragaan; dan

kompetensi

dan

federasi
organisasi
dalam

olahraga
cabang
bidang

f. memperoleh rekomendasi dari Menteri.


(2)

Organisasi/lembaga olahraga yang akan menggunakan


tenaga keolahragaan warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengajukan permohonan tertulis
pemerintah yang berwenang;

kepada

instansi

b. memenuhi ketentuan anggaran dasar dan anggaran


rumah tangga organisasi yang sudah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
c. memperhatikan kualifikasi dan kompetisi serta meneliti
keabsahanya agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(3)

Tenaga keolahragaan warga negara asing dapat melakukan


perpindahan antar perkumpulan/klub, antar daerah,
dan/atau antar negara.
BAB VIII
SARANA OLAHRAGA
Pasal 68

(1)

Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan


mengembangkan industri sarana olahraga dalam negeri.

(2) Pembinaan . . .

- 48 -

(2)

Pembinaan dan pengembangan industri sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri melalui
penetapan kebijakan yang mendorong peningkatan
produksi sarana olahraga dalam negeri.

(3)

Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan
instansi dan lembaga terkait.
Pasal 69

(1)

Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
memfasilitasi
pengadaan sarana olahraga yang sesuai dengan ketentuan
induk organisasi cabang olahraga, federasi olahraga
internasional, dan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan, untuk mendukung penyelenggaraan
keolahragaan.

(2)

Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pelaku


usaha dalam negeri untuk memproduksi sarana olahraga
dengan standar mutu internasional.
Pasal 70

(1)

Produksi sarana olahraga dalam negeri wajib memenuhi


standar sarana olahraga sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

(2)

Standar sarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi standar teknis kecabangan olahraga, standar
kesehatan, dan standar keselamatan.

(3)

Pengujian standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai
bentuk akuntabilitas publik sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

(4)

Untuk sarana olahraga yang lulus pengujian standar


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sertifikat
kelayakan sarana olahraga.

(5) Keterangan . . .

- 49 -

(5)

Keterangan mengenai bahan baku, penggunaan, tata cara


pemanfaatan, dan hasil pengujian sarana olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilekatkan pada
sarana dan/atau kemasan sarana olahraga.
Pasal 71

Pelaku usaha dilarang memproduksi, memperjualbelikan, atau


menyewakan sarana olahraga untuk masyarakat umum, baik
untuk pelatihan maupun untuk kompetisi yang tidak memenuhi
standar sarana olahraga sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB IX
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEOLAHRAGAAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Masyarakat
Pasal 72
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung
jawab melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan secara terencana dan berkelanjutan
untuk memajukan keolahragaan nasional.
Pasal 73
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan
secara terencana dan berkelanjutan diselenggarakan secara
sistematik dengan memperhatikan persyaratan yang mencakup:
a.

adanya rencana induk penelitian dan pengembangan;

b.

merupakan bagian dari agenda program utama nasional


riset dan teknologi;

c.

koordinasi secara terarah dan terpadu antar instansi yang


terkait dan lembaga penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan/atau

d. tersedianya . . .

- 50 -

d.

tersedianya dukungan sumber daya untuk melakukan


penelitian dan pengembangan teknologi keolahragaan.
Pasal 74

(1)

Pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
keolahragaan diarahkan untuk mengembangkan ilmu dasar
(basic science) dan ilmu terapan (applied science) dalam
bidang keolahragaan.

(2)

Pengembangan ilmu dasar keolahragaan ditujukan untuk


menggambarkan, memahami, dan menjelaskan aspek
keolahragaan dengan memperhatikan susunan batang
tubuh
ilmu
keolahragaan,
melalui
pendekatan
multidisipliner, interdisipliner, atau lintas ilmu.

(3)

Pengembangan
ilmu
terapan
ditujukan
untuk
meningkatkan kualitas pembinaan dan pengembangan
olahraga.
Pasal 75

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan


secara terencana dan berkelanjutan, dilakukan melalui:
a. penyusunan rencana dan program nasional pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
b. pengkajian, penelitian, dan pengembangan;
c. uji coba ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
d. alih teknologi keolahragaan;
e. diseminasi
dan
pengembangan;

sosialisasi

hasil

penelitian

dan

f. pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan; dan


g. analisis dan evaluasi program dan dampak hasil penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.
Pasal 76
(1)

Dalam melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi keolahragaan, Pemerintah dan pemerintah daerah
memfasilitasi:

a. pemberdayaan . . .

- 51 -

a. pemberdayaan dan pengembangan sumber daya


manusia pada lembaga penelitian atau pengkajian;
b. peningkatan prasarana dan sarana bagi penelitian atau
pengkajian keolahragaan;
c. akses terhadap informasi keolahragaan; dan
d. pemberdayaan
pengembangan
keolahragaan.
(2)

pusat-pusat
penelitian
dan
ilmu pengetahuan dan teknologi

Fasilitasi Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bantuan dana,
bantuan teknis, kemudahan, pelayanan, dan penyediaan
informasi.

Bagian Kedua
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Keolahragaan
Pasal 77
(1)

Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat


dapat membentuk lembaga penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.

(2)

Lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi keolahragaan yang dibentuk oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan bagian dari lembaga pemerintahan di bawah
koordinasi Menteri.
Pasal 78

(1)

Lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi keolahragaan yang dibentuk oleh Pemerintah
mempunyai tugas:
a. menyusun rencana strategis nasional pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
b. mengkoordinasikan penyelenggaraan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;

c. melaksanakan . . .

- 52 -

c. melaksanakan
keolahragaan;

pengkajian

dan

penelitian

bidang

d. melakukan uji coba dan alih teknologi;


e. melakukan diseminasi dan sosialisasi hasil penelitian
dan pengkajian;
f. memanfaatkan hasil penelitian dan pengkajian ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
g. melakukan analisis dan evaluasi program dan dampak
penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan; dan
h. menyediakan data dan informasi untuk mendukung
pembuatan kebijakan nasional dibidang keolahragaan.
(2)

Lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi keolahragaan yang dibentuk oleh pemerintah
daerah mempunyai tugas:
a. menyusun rencana strategis daerah pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan dengan
mengacu pada rencana strategis nasional;
b. mengoordinasikan penyelenggaraan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan di daerah;
c. melaksanakan
keolahragaan;

pengkajian

dan

penelitian

bidang

d. melakukan uji coba dan alih teknologi;


e. melakukan diseminasi dan sosialisasi hasil penelitian
dan pengembangan;
f. memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
g. melakukan analisis dan evaluasi program dan dampak
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan; dan
h. menyediakan data dan informasi untuk mendukung
pembuatan kebijakan daerah di bidang keolahragaan.

(3) Dalam . . .

- 53 -

(3)

Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, lembaga
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan tersebut dapat memprioritaskan
kegiatan yang berbasis keunggulan lokal setempat.
Pasal 79

Lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi keolahragaan yang dibentuk oleh masyarakat harus
berbadan hukum dan secara mandiri memiliki:
a. sumber daya peneliti yang berkualitas dan berkompeten;
b. tenaga teknis;
c. sumber pendanaan;
d. sarana dan prasarana; dan
e. rencana dan program penelitian.
Pasal 80
Lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan dapat saling bekerjasama, bekerjasama
dengan lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau
lembaga pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri,
yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Keolahragaan
Pasal 81
(1)

Pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
keolahragaan
diselenggarakan
melalui
penelitian,
pengkajian, alih teknologi, sosialisasi, pertemuan ilmiah,
dan kerja sama antar lembaga penelitian dan lembaga
pendidikan tinggi baik nasional maupun internasional.

(2)

Penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penelitian
dasar dan terapan keolahragaan untuk memajukan
pembinaan dan pengembangan olahraga nasional.
(3) Pengkajian . . .

- 54 -

(3)

Pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan untuk
mengembangkan prototipe, rancang bangun, dan modifikasi
dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan
keolahragaan nasional.

(4)

Alih teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


bertujuan mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan modern melalui penyesuaian
dengan budaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan keolahragaan nasional.

(5)

Pertemuan ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diarahkan untuk pertukaran informasi dan pengalaman
serta
meningkatkan
hubungan
antar
pemangku
kepentingan dalam rangka memajukan keolahragaan
nasional.

(6)

Kerja sama antar lembaga penelitian dan lembaga


pendidikan tinggi baik nasional maupun internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
pertukaran
informasi,
pemanfaatan
sumber
daya,
peningkatan kapasitas, dan peningkatan kompetensi baik
lembaga penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan
maupun
lembaga
pendidikan
tinggi
keolahragaan.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keolahragaan
Pasal 82
Sosialisasi hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan yang bersifat terapan dilaksanakan oleh pusat
layanan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan baik di
pusat maupun di daerah, melalui media yang mudah diakses
oleh masyarakat.

Pasal 83 . . .

- 55 -

Pasal 83
(1)

Sosialiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ditujukan


untuk penyebarluasan informasi, peningkatan pemahaman,
dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan yang bersifat terapan.

(2)

Hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


keolahragaan yang bersifat terapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82, digunakan dalam rangka meningkatkan
kualitas proses pembinaan dan pengembangan olahraga.

(3)

Hasil alih teknologi ilmu pengetahuan dan teknologi


keolahragaan dari negara lain dapat diterapkan setelah
melalui pengkajian yang disesuaikan dengan budaya
bangsa Indonesia.
BAB X
STANDARDISASI, AKREDITASI, DAN
SERTIFIKASI KEOLAHRAGAAN
Bagian Kesatu
Standardisasi Keolahragaan
Pasal 84

Standardisasi Nasional Keolahragaan bertujuan menjamin mutu


penyelenggaraan
sistem
keolahragaan
nasional
melalui
pencapaian Standar Nasional Keolahragaan.
Pasal 85
Lingkup standar nasional keolahragaan meliputi:
a. standar kompetensi tenaga keolahragaan;
b. standar
isi
keolahragaan;

program

penataran/pelatihan

tenaga

c. standar prasarana dan sarana olahraga;


d. standar pengelolaan organisasi keolahragaan;
e. standar penyelenggaraan keolahragaan; dan
f. standar pelayanan minimal keolahragaan.

Pasal 86 . . .

- 56 -

Pasal 86
(1)

Menteri menetapkan Standar Nasional Keolahragaan dan


Pedoman Standardisasi Nasional Keolahragaan untuk
diberlakukan secara nasional.

(2)

Pedoman
Standardisasi
Nasional
Keolahragaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Standar Nasional
Keolahragaan.

(3)

Penerapan Standar Nasional Keolahragaan


melalui kegiatan akreditasi dan sertifikasi.

(4)

Standar Nasional Keolahragaan dan Pedoman Standardisasi


Nasional Keolahragaan dapat disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

dilakukan

Pasal 87
(1)

Standar kompetensi
persyaratan:

tenaga

keolahragaan

mencakup

a. pendidikan;
b. penataran/pelatihan;
c. pengalaman;
d. unjuk kinerja; dan
e. kelayakan fisik dan mental sesuai dengan ketentuan
cabang olahraga yang bersangkutan.
(2)

Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


harus memenuhi:
a. kompetensi kepribadian;
b. kompetensi akademik;
c. kompetensi profesional; dan
d. kompetensi sosial.

(3)

Persyaratan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a diperoleh melalui program pendidikan formal.

(4) Persyaratan . . .

- 57 -

(4)

Persyaratan penataran/pelatihan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b diperoleh melalui program
penataran/pelatihan
kecabangan
olahraga
yang
terakreditasi.

(5)

Persyaratan pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf c diperoleh melalui penilaian terhadap frekuensi
dan bobot penugasan serta penghargaan yang diterima.

(6)

Persyaratan unjuk kinerja sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf d diperoleh melalui uji kompetensi.

(7)

Persyaratan kelayakan fisik dan mental sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e diperoleh melalui pengujian
medik dan mental.
Pasal 88

Standar isi program penataran atau


keolahragaan mencakup persyaratan:

pelatihan

tenaga

a. ruang lingkup materi;


b. bahan dan silabus panataran/pelatihan; dan
c. tingkat kompetensi yang dicapai setelah menyelesaikan
penataran/pelatihan.
Pasal 89
(1)

Standar prasarana dan sarana olahraga terdiri atas Standar


Prasarana Olahraga dan Standar Sarana Olahraga.

(2)

Standar Prasarana Olahraga sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) mencakup persyaratan:
a. ruang dan tempat berolahraga yang sesuai persyaratan
teknis cabang olahraga;
b. lingkungan yang terbebas dari polusi air, udara, dan
suara;
c. keselamatan
yang
sesuai
keselamatan bangunan;

dengan

persyaratan

d. keamanan yang dinyatakan dengan


persyaratan sistem pengamanan; dan

terpenuhinya

e. kesehatan . . .

- 58 -

e. kesehatan
yang
dinyatakan
dengan
perlengkapan medik dan kebersihan.
(3)

tersedianya

Standar Sarana Olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) mencakup persyaratan:
a. perlengkapan dan peralatan yang sesuai persyaratan
teknis cabang olahraga;
b. keselamatan
yang
sesuai
dengan
keselamatan perlengkapan dan peralatan;

persyaratan

c. kesehatan yang dinyatakan dengan


persyaratan kebersihan dan higienis; dan

dipenuhinya

d. pemenuhan syarat produk yang ramah lingkungan.


Pasal 90
Standar Pengelolaan Organisasi Keolahragaan wajib memiliki
persyaratan:
a. akta pendirian yang bersifat autentik atau yang dilegalisasi;
b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. struktur dan personalia yang kompeten;
e. rencana dan program kerja;
f. sistem administrasi dan manajemen organisasi keolahragaan;
g. pelatihan dan pembinaan berjenjang dan berkelanjutan;
h. kompetisi atau kejuaraan yang diselenggarakan atau diikuti;
i. sistem kesejahteraan pelaku olahraga; dan
j. kode etik organisasi.
Pasal 91
(1)

Standar penyelenggaraan kejuaraan olahraga mencakup


persyaratan:
a. struktur organisasi penyelenggara kejuaraan olahraga;
b. tenaga keolahragaan yang kompeten;
c. rencana dan program kerja;
d. satuan pembiayaan;
e. jadwal penyelenggaraan kejuaraan olahraga;

f. sistem . . .

- 59 -

f. sistem administrasi dan manajemen penyelenggaraan;


g. sistem pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan
kejuaraan olahraga; dan
h. sistem
keamanan
dan
keselamatan
penyelenggaraan kejuaraan olahraga.

dalam

(2)

Struktur organisasi penyelenggara kejuaraan olahraga


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus sesuai
tugas dan fungsi sebagai penyelenggara kejuaraan
olahraga.

(3)

Tenaga
keolahragaan
yang
kompeten
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus sesuai dengan
kualifikasi dan tingkat kompetensi yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan kejuaraan olahraga.

(4)

Rencana dan program kerja sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf c harus sesuai dengan tujuan dan sasaran
penyelengaraan kejuaraan olahraga.

(5)

Satuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf d harus berkecukupan dan proporsional.

(6)

Jadwal penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e harus sesuai dengan
periodisasi dan/atau kalender kegiatan nasional.

(7)

Sistem administrasi dan manajemen penyelenggaraan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f harus
transparan dan akuntabel.

(8)

Sistem pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf g sesuai dengan standar pelayanan minimal
bidang kesehatan.

(9)

Sistem keamanan dan perlindungan keselamatan dalam


penyelenggaraan keolahragaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h harus sesuai standar sistem
pengamanan.

Pasal 92 . . .

- 60 -

Pasal 92
(1)

Standar Pelayanan
persyaratan:

Minimal

Keolahragaan

mencakup

a. ruang berolahraga;
b. tempat dan fasilitas olahraga;
c. tenaga keolahragaan
olahraga;

yang

mendukung

kegiatan

d. partisipasi berolahraga; dan


e. tingkat kebugaran jasmani masyarakat.
(2)

Ruang berolahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a, dinyatakan dengan rasio luas ruang terbuka yang
digunakan untuk kegiatan olahraga dengan populasi
penduduk setempat.

(3)

Tempat dan fasilitas olahraga sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b, dinyatakan dengan tersedianya tempat
latihan, perlengkapan, dan peralatan untuk kegiatan
olahraga.

(4)

Tenaga keolahragaan yang mendukung kegiatan olahraga


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dinyatakan
dengan tersedianya tenaga keolahragaan yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi dalam bidang keolahragaan.

(5)

Partisipasi berolahraga sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf d, dinyatakan dengan rasio jumlah anggota
masyarakat yang terlibat aktif berolahraga dengan populasi
penduduk setempat.

(6)

Tingkat kebugaran jasmani masyarakat sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e, dinyatakan dengan hasil
tes kebugaran jasmani.
Pasal 93

(1)

Standar Pelayanan Minimal Keolahragaan sebagaimana


dimaksud pada Pasal 92 meliputi olahraga pendidikan,
olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

(2) Standar . . .

- 61 -

(2)

Standar Pelayanan Minimal Keolahragaan untuk olahraga


pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
persyaratan:
a. kurikulum;
b. alokasi waktu
menit/minggu;

minimal

120

(seratus

dua

puluh)

c. frekuensi pembelajaran atau pelatihan minimal 2 (dua)


kali/minggu;
d. tenaga guru, tutor, atau dosen pendidikan jasmani dan
olahraga;
e. pelatih cabang olahraga;
f. prasarana dan sarana olahraga;
g. sumber pembelajaran;
h. perkumpulan/klub olahraga;
i. pertandingan
pendidikan;

atau

kejuaraan

intra/antar

satuan

j. kegiatan ekstrakurikuler olahraga; dan


k. unit kegiatan olahraga.
(3)

Standar Pelayanan Minimal Keolahragaan untuk olahraga


rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
persyaratan:
a. penyuluh atau instruktur;
b. sanggar/perkumpulan;
c. pelatihan;
d. penataran;
e. invitasi atau festival;
f. perlombaan;
g. prasarana dan sarana; dan
h. pendanaan.

(4)

Standar Pelayanan Minimal Keolahragaan untuk olahraga


prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
persyaratan:
a. pelatih olahraga;
b. klub atau perkumpulan;

c. pelatihan; . . .

- 62 -

c. pelatihan;
d. penataran;
e. prasarana dan sarana yang memenuhi standar;
f. kompetisi;
g. kejuaraan atau pekan olahraga;
h. sentra pembinaan;
i. ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
j. sistem informasi keolahragaan;
k. pendanaan; dan
l. penghargaan.
Pasal 94
Dalam melaksanakan penyelenggaraan keolahragaan sesuai
tanggung jawabnya, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat harus memenuhi Standar Minimal Keolahragaan
secara optimal.
Pasal 95
(1) Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan
pencapaian standar nasional keolahragaan, Pemerintah
membentuk Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional
Keolahragaan yang disingkat menjadi BSANK.
(2) BSANK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri serta berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSANK bersifat
mandiri dan profesional.
Pasal 96
(1)

BSANK memiliki tugas:


a. menyusun
Standar
Nasional
Keolahragaan
dan
Pedoman Standardisasi Keolahragaan Nasional sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan
ketentuan federasi organisasi olahraga internasional;

b. melakukan . . .

- 63 -

b. melakukan
akreditasi
terhadap
isi
program
penataran/pelatihan
tenaga
keolahragaan
dan
organisasi olahraga;
c. melakukan sertifikasi untuk menentukan kompetensi
tenaga keolahragaan dan kelayakan organisasi olahraga;
d. membina dan mengembangkan pencapaian Standar
Nasional Keolahragaan;
e. mengembangkan sistem informasi
standardisasi nasional keolahragaan;
f.

akreditasi

mengembangkan kerjasama dengan instansi terkait; dan

g. memantau dan melaporkan pencapaian


Nasional Keolahragaan kepada Menteri.
(2)

dan

Standar

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), BSANK berwenang:
a. melakukan
peninjauan
dan
penilaian
organisasi olahraga yang telah diakreditasi;

terhadap

b. mengajukan usul revisi standar nasional keolahragaan;


c. melakukan tindakan administratif terhadap organisasi
olahraga yang telah terakreditasi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
d. melakukan pengawasan
Nasional Keolahragaan.

atas

penerapan

Standar

Pasal 97
(1)

BSANK terdiri atas paling banyak 9 (sembilan) orang yang


berasal dari unsur Pemerintah, masyarakat olahraga, pakar
olahraga, dan akademisi yang dipilih dan diangkat melalui
mekanisme uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka
dan obyektif.

(2)

Anggota BSANK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri
untuk satu kali masa jabatan selama 4 (empat) tahun.

(3)

BSANK terdiri dari seorang ketua merangkap anggota dan


wakil ketua merangkap anggota yang dipilih dari dan oleh
anggota.

(4) Untuk . . .

- 64 -

(4)

Untuk membantu kelancaran tugas, BSANK didukung oleh


sebuah sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris setingkat
eselon 2 (dua) yang diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri.

(5)

Susunan, kedudukan, dan tata kerja BSANK ditetapkan


dengan Peraturan Presiden.

(6)

Tata cara pemilihan keanggotaan BSANK ditetapkan dengan


Peraturan Menteri.
Pasal 98

Sebagai lembaga mandiri BSANK harus menjalankan tugas dan


fungsinya
secara
profesional
dan
bebas
dari
pengaruh/intervensi Pemerintah dan/atau pihak manapun
sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Pasal 99
(1)

Dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 96 ayat (1) BSANK didukung dan berkoordinasi
dengan
instansi
pemerintah
terkait,
dengan
mengikutsertakan pimpinan induk organisasi cabang
olahraga.

(2)

Untuk membantu kelancaran tugasnya di daerah, BSANK


didukung dan berkoordinasi dengan dinas olahraga provinsi
dan dinas olahraga kabupaten/kota.

Pasal 100
(1)

BSANK wajib melakukan peninjauan dan penilaian secara


berkala
terhadap
organisasi
olahraga
yang
telah
diakreditasi untuk evaluasi penerapan standar isi program
penataran/pelatihan tenaga keolahragaan dan Standar
Pengelolaan Organisasi Keolahragaan.

(2) Dalam . . .

- 65 -

(2)

Dalam hal ditemukan penyimpangan dalam penerapan


standar
isi
program
penataran/pelatihan
tenaga
keolahragaan
dan
Standar
Pengelolaan
Organisasi
Keolahragaan, BSANK memerintahkan organisasi olahraga
yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan sampai
terpenuhinya standar sebagai wujud pembinaan dan
pengembangan organisasi olahraga.
Bagian Kedua
Akreditasi Keolahragaan
Pasal 101

(1)

Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan dan


peringkat
isi
program
penataran/pelatihan
tenaga
keolahragaan dan organisasi olahraga.

(2)

Akreditasi
kelayakan
dan
peringkat
isi
program
penataran/pelatihan tenaga keolahragaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan tingkat
pemenuhan persyaratan mengenai:
a. isi program;
b. proses pembelajaran;
c. prasarana dan sarana penataran/pelatihan;
d. tenaga penatar/pelatih;
e. sumber pembiayaan; dan
f. sistem evaluasi.

(3)

Akreditasi kelayakan organisasi olahraga sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan tingkat
pemenuhan standar pengelolaan organisasi keolahragaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90.
Pasal 102

Kriteria penilaian untuk menentukan akreditasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) ditetapkan oleh BSANK
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan
ketentuan federasi olahraga internasional.

Pasal 103 . . .

- 66 Pasal 103

(1)

Lembaga keolahragaan, induk organisasai cabang olahraga,


dan induk organisasi fungsional yang menyelenggarakan
sertifikasi wajib mendapatkan akreditasi dari BSANK.

(2)

Pemberian akreditasi oleh BSANK didasarkan atas adanya


permohonan.
Pasal 104

(1)

Untuk mendapatkan akreditasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 103, lembaga keolahragaan, induk organisasi
cabang olahraga, dan induk organisasi olahraga fungsional
dilakukan melalui tahapan:
a. pengajuan permohonan;
b. kelengkapan administrasi;
c. evaluasi diri;
d. verifikasi;
e. pemeriksaan silang; dan
f. penentuan kelayakan dan peringkat.

(2)

Penentuan
kelayakan
dan
peringkat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f untuk program
penataran/pelatihan tenaga keolahragaan ditentukan
dengan kategori:
a. Peringkat A
b. Peringkat B
c. Peringkat C

(3)

Penentuan kelayakan dan peringkat untuk organisasi


olahraga ditentukan dengan peringkat sesuai dengan
ketentuan BSANK.

Bagian Ketiga . . .

- 67 Bagian Ketiga

Sertifikasi Keolahragaan
Pasal 105
(1)

Sertifikasi dilakukan untuk menentukan standar:


a. kompetensi tenaga keolahragaan;
b. kelayakan prasarana dan sarana olahraga; dan
c. kelayakan organisasi olahraga dalam melaksanakan
kejuaraan.

(2)

Hasil sertifikasi berbentuk Sertifikat Kompetensi Tenaga


Keolahragaan, Sertifikat Kelayakan Prasarana dan Sarana
Olahraga, dan Sertifikat Kelayakan Organisasi Olahraga.
Pasal 106

(1)

Tenaga keolahragaan yang bertugas dalam setiap organisasi


olahraga dan/atau lembaga olahraga wajib memiliki
kualifikasi dan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh
induk organisasi cabang olahraga yang terakreditasi atau
BSANK.

(2)

Induk organisasi cabang olahraga yang terakreditasi atau


BSANK
menerbitkan
Sertifikat
Kompetensi
Tenaga
Keolahragaan dengan memperhatikan standar kompetensi
organisasi profesi yang bersangkutan dan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 107

(1)

Sertifikat Kompetensi Tenaga Keolahragaan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) memiliki masa berlaku
paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang pada tiap
akhir tahun berlaku.

(2)

Dalam hal masa berlaku sertifikat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) berakhir, perpanjangan masa berlaku
sertifikat hanya dapat dilakukan
setelah pemegang
sertifikat
mengikuti
penyegaran
melalui
penataran
/pelatihan.

(3) Perpanjangan . . .

- 68 (3)

Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diberikan oleh induk organisasi cabang olahraga yang
terakreditasi atau BSANK.
Pasal 108

(1)

Sertifikat Kelayakan Prasarana Olahraga diterbitkan oleh


instansi pemerintah yang berwenang dan induk organisasi
cabang olahraga yang terakreditasi.

(2)

Sertifikat Kelayakan Prasarana Olahraga sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan ketentuan
federasi olahraga internasional.
Pasal 109

(1)

Masa berlaku Sertifikat Kelayakan Prasarana Olahraga


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) paling
lama 5 (lima) tahun selama prasarana tersebut masih
berfungsi sesuai standar.

(2)

Dalam masa berlakunya sertifikat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), penerbit sertifikat wajib melakukan
peninjauan dan penilaian secara berkala untuk evaluasi
penerapan standar prasarana olahraga.

(3)

Dalam hal ditemukan adanya ketidaklayakan prasarana


sesuai dengan standar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka dilakukan penangguhan sementara berlakunya
sertifikat sampai ada perbaikan dan ada uji kelayakan
ulang terhadap parasarana tersebut.

(4)

Sertifikat Kelayakan Prasarana Olahraga sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dapat diperpanjang
pada tiap akhir tahun masa berlakunya untuk 5 (lima)
tahun berikutnya dengan melakukan uji kelayakan
terhadap prasarana olahraga tersebut.

(5)

Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


diberikan oleh instansi pemerintah yang berwenang dan
induk organisasi cabang olahraga yang terakreditasi.

Pasal 110 . . .

- 69 Pasal 110
(1)

Sertifikat Kelayakan Sarana Olahraga diterbitkan oleh


instansi pemerintah yang berwenang dan induk organisasi
cabang olahraga yang terakreditasi.

(2)

Sertifikat Kelayakan Sarana Olahraga sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan ketentuan
federasi olahraga internasional.
Pasal 111

(1)

Sertifikat
Kelayakan
Organisasi
Olahraga
untuk
menyelenggarakan kejuaraan olahraga tingkat nasional
diterbitkan oleh BSANK atau induk organisasi cabang
olahraga yang terakreditasi atau induk organisasi olahraga
fungsional yang terakreditasi.

(2)

Sertifikat
Kelayakan
Organisasi
Olahraga
untuk
menyelenggarakan kejuaraan olahraga tingkat wilayah
diterbitkan oleh BSANK atau induk organisasi cabang
olahraga yang terakreditasi, atau induk organisasi olahraga
fungsional yang terakreditasi.

(3)

Sertifikat
Kelayakan
Organisasi
Olahraga
untuk
menyelenggarakan kejuaraan olahraga tingkat provinsi
diterbitkan oleh BSANK atau organisasi cabang olahraga
provinsi atau organisasi olahraga fungsional provinsi yang
terakreditasi.

(4)

Sertifikat
Kelayakan
Organisasi
Olahraga
untuk
menyelenggarakan
kejuaraan
olahraga
tingkat
kabupaten/kota diterbitkan oleh BSANK atau organisasi
cabang olahraga kabupaten/kota atau organisasi olahraga
fungsional kabupaten/kota yang terakreditasi.
Pasal 112

(1)

Sertifikat
dimaksud
standar
dimaksud

Kelayakan Organisasi Olahraga sebagaimana


dalam Pasal 111 diterbitkan setelah dipenuhinya
penyelenggaraan
keolahragaan
sebagaimana
dalam Pasal 91.

(2) Sertifikat . . .

- 70 (2)

Sertifikat Kelayakan Organisasi Olahraga sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 111 berlaku sampai dengan
berakhirnya kejuaraan olahraga.
BAB XI
PENGAWASAN KEOLAHRAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 113

(1)

Tanggung jawab pengawasan


keolahragaan dilakukan oleh :

atas

penyelenggaraan

a. Menteri pada tingkat nasional ;


b. gubernur pada tingkat provinsi ;
c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.
(2)

Pedoman pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 114

Pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan dilakukan


dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 115
Pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan ditujukan
untuk menjamin agar penyelenggaraan keolahragaan berjalan
sesuai dengan perencanaan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 116
Penyelenggaraan keolahragaan yang menjadi obyek pengawasan
meliputi:
a. olahraga
prestasi;

pendidikan,

olahraga

rekreasi,

dan

olahraga

b. pembinaan . . .

- 71 b. pembinaan dan pengembangan olahraga;


c. pengelolaan keolahragaan;
d. kejuaraan dan pekan olahraga;
e. pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga;
f. peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana
olahraga;
g. pendanaan keolahragaan;
h. pengembangan
keolahragaan;

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

i. peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan;


j. pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan;
k. pembinaan dan pengembangan industri olahraga;
l. penyelenggaraan akreditasi dan sertifikasi;
m. pencegahan dan pengawasan terhadap doping;
n. pemberian penghargaan; dan
o. penerapan standar nasional keolahragaan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengawasan
Pasal 117
Menteri, gubernur, bupati/walikota melakukan pengawasan
melalui
pengendalian
internal,
koordinasi,
pelaporan,
monitoring, dan evaluasi.
Pasal 118
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 meliputi:
a. pengendalian internal dilakukan dengan cara memantau,
mengevaluasi, dan menilai unsur kebijakan, prosedur, pengorganisasian,
personil,
perencanaan,
penganggaran,
pelaporan, dan supervisi dari penyelenggara kegiatan
keolahragaan;
b. koordinasi dilakukan secara vertikal internal, hierarki intra
sektoral, lintas sektoral, dan instansional multi sektoral;

c. pelaporan . . .

- 72 c. pelaporan dilakukan secara


akuntabilitas dan transparansi;

berkala

sesuai

prinsip

d. monitoring dilakukan melalui pemantauan, pengkajian,


dan/atau penilaian informasi mengenai permasalahan dalam
penyelenggaraan keolahragaan; dan
e. evaluasi dilakukan melalui penilaian kinerja penyelenggaraan
keolahragaan.
Bagian Ketiga
Pengawasan Masyarakat
Pasal 119
(1) Masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
keolahragaan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menyampaikan pendapat, laporan atau
pengaduan secara bertanggung jawab kepada organisasi
keolahragaan atau instansi pemerintah.
Pasal 120
(1)

Pengawasan dan pengendalian olahraga profesional


dilakukan oleh badan yang dibentuk oleh Pemerintah.

(2)

Pembentukan, susunan, kedudukan, tugas, dan tata kerja


serta keanggotaan
lembaga mandiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri

BAB XII . . .

- 73 BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 121
(1)

Dalam rangka efektivitas pengawasan, Menteri, gubernur,


dan
bupati/walikota
dapat
mengenakan
sanksi
administratif kepada setiap orang atau organisasi olahraga
yang
melakukan
pelanggaran
administratif
dalam
pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2)

Pengenaan sanksi administratif pada tiap pelanggaran


administratif
dalam
pelaksanaan
penyelenggaraan
keolahragaan tingkat nasional dilaksanakan oleh Menteri.

(3)

Pengenaan sanksi administrastif pada tiap pelanggaran


administratif
dalam
pelaksanaan
penyelenggaraan
keolahragaan tingkat provinsi dilaksanakan oleh gubernur.

(4)

Pengenaan sanksi administratif pada tiap pelanggaran


administratif
dalam
pelaksanaan
penyelenggaraan
keolahragaan tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh
bupati/walikota.
Pasal 122

(1)

Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 121 dapat dilakukan dalam hal terjadi
pelanggaran administratif terhadap ketentuan Pasal 24 ayat
(1), Pasal 27 ayat (2); Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 56,Pasal 57 ayat (2), ayat (3), ayat (7) dan ayat (8),
Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61,Pasal 62, Pasal 64, Pasal 65,
Pasal 66 ayat (2), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 70
ayat (1), Pasal 71, Pasal 79, Pasal 89 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 90, Pasal 91, Pasal 103 ayat (1), dan/atau Pasal 106
ayat (1).

(2)

Bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 121 meliputi:
a. peringatan;
b. teguran tertulis;

c. pembekuan . . .

- 74 c. pembekuan izin sementara;


d. pencabutan izin;
e. pencabutan keputusan atas pengangkatan
penunjukkan, atau pemberhentian;

atau

f. pengurangan, penundaan, atau penghentian penyaluran


dana bantuan; dan/atau
g. kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 123
(1)

Dalam hal ketua umum komite olahraga nasional


berhalangan tetap dan/atau menjalani pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, ketua umum wajib diganti melalui
forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.

(2)

Dalam hal ketua umum induk organisasi cabang olahraga


atau induk organisasi olahraga fungsional berhalangan
tetap dan/atau menjalani pidana penjara berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, ketua umum induk organisasi wajib diganti
melalui forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga.

(3)

Dalam hal mekanisme forum tertinggi organisasi tidak


berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Menteri dapat memfasilitasi terselenggaranya forum
tertinggi organisasi.

(4)

Dalam hal terjadi dualisme kepemimpinan dalam suatu


induk organisasi cabang olahraga atau induk organisasi
olahraga fungsional, komite olahraga nasional dapat
merekomendasi terselenggaranya forum tertinggi organisasi.

(5) Dalam . . .

- 75 (5)

Dalam hal rekomendasi komite olahraga nasional


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dilaksanakan,
Menteri dapat memfasilitasi terselenggaranya forum
tertinggi organisasi.

(6)

Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal


56, Menteri dapat memfasilitasi untuk terselenggaranya
pemilihan pengurus baru sesuai dengan ketentuan
organisasi olahraga dan peraturan perundang-undangan.

(7)

Dalam hal pemilihan pengurus sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) tidak diselenggarakan, Menteri dapat
merekomendasi kepada pihak terkait dengan pendanaan
untuk menunda penyaluran dana kepada komite olahraga
nasional, komite olahraga provinsi, atau komite olahraga
kabupaten/kota.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124

Badan yang menjalankan tugas dan fungsi pengembangan dan


pengawasan olahraga profesional yang telah ada tetap
menjalankan tugas dan fungsinya sampai Badan Olahraga
Profesional dibentuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 125
Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dan menangani
penyelenggaraan standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi
keolahragaan yang ada, tetap menjalankan tugas dan fungsinya
sampai Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional
Keolahragaan dibentuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 126
Pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan:
a. semua peraturan pelaksanaan mengenai standardisasi,
akreditasi, dan sertifikasi keolahragaan yang ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan Peraturan Pemerintah ini.

b. semua . . .

- 76 b. semua peraturan pelaksanaan mengenai alih status


olahragawan
profesional,
perpindahan
olahragawan,
olahragawan warga negara asing, pembina warga negara
asing, tenaga keolahragaan warga negara asing yang ada
dinyatakan
masih
tetap
berlaku
sepanjang
tidak
bertentangan atau belum diganti dengan Peraturan
Pemerintah ini.
c. Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Kelayakan yang telah
ada masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 127
Paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan:
a. organisasi keolahragaan yang telah ada tetap diakui dan
harus melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47.
b. standardisasi,
dilakukan.

akreditasi,

dan

sertifikasi

keolahragaan,

c. Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dibentuk.
d. Badan Olahraga Profesional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, dibentuk.
Pasal 128
Peraturan Pemerintah
diundangkan.

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

Agar . . .

- 77 Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Pemerintah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Pebruari 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Pebruari 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 35

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN
I. UMUM
Penyelenggaraan keolahragaan nasional semakin kompleks dan berkaitan
dengan berbagai aspek dan tuntutan perubahan global, sehingga sudah
saatnya Pemerintah memperhatikan dan mengaturnya secara terencana,
sistematik, holistik, dan berkesinambungan dan mengelolanya secara`
profesional sebagai strategi nasional untuk mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan nasional. Penyelenggaraan keolahragaan sebagai bagian dari
suatu bangunan sistem keolahragaan nasional mencakup pembinaan dan
pengembangan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, olahraga prestasi,
olahraga amatir, olahraga profesional, dan olahraga bagi penyandang cacat,
sarana olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan serta
standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi.
Dilandasi semangat otonomi daerah Peraturan Pemerintah ini mengatur
pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang meliputi Pemerintah,
Menteri dan menteri yang terkait, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, gubernur dan bupati/walikota, induk organisasi cabang
olahraga, induk organisasi fungsional olahraga di tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota, serta masyarakat umum. Dengan kejelasan dan
ketegasan pengaturan mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang,
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi penyelenggaraan urusan pemerintahan, mutu pelayanan publik di
bidang keolahragaan, dan pembinaan dan pengembangan potensi unggulan
daerah melalui partisipasi aktif masyarakat. Peraturan Pemerintah ini
diarahkan untuk mencegah penyelenggaraan industri olahraga profesional
berorientasi pada bisnis semata (business-oriented) yang mengabaikan
kepentingan olahragawan, pelaku olahraga, dan masyarakat luas.
Peraturan Pemerintah ini meletakkan landasan pengaturan bagi alih status
dan perpindahan pelaku olahraga/tenaga keolahragaan baik antar daerah
maupun antar negara, untuk selanjutnya dapat dijabarkan secara lebih
teknis dan administratif oleh para pelaksana baik ditingkat komite olahraga
nasional, induk organisasi cabang olahraga, induk organisasi

olahraga . . .

- 2 olahraga fungsional, dan organisasi olahraga lainnya. Pengaturan alih status


dan perpindahan pelaku olahraga dititikberatkan pada 3 pendekatan yaitu
1) hak dan persyaratan mengingat proses ini berkaitan dengan hak asasi
manusia, keselamatan, kesejahteraan, serta masa depan pelaku olahraga; 2)
kerangka pembinaan dan pengembangan olahragawan yang harus berjalan
secara teratur ditinjau dari organisasi maupun administrasi; dan 3)
kewajiban tenaga keolahragaan asing untuk menghormati hukum Indonesia.
Untuk terlaksananya tugas pembinaan dan pengembangan serta
pengawasan dan pengendalian olahraga profesional secara efektif, fokus,
intensif, dan berkesinambungan, Peraturan Pemerintah ini memberikan
dasar yuridis untuk membentuk badan olahraga profesional di tingkat
nasional yang dapat dibentuk sampai tingkat provinsi.
Peraturan Pemerintah ini menjadi dasar hukum bagi pembentukan
kelembagaan baik oleh Pemerintah/pemerintah daerah
maupun
masyarakat. Kelembagaan dimaksud meliputi pembentukan dinas olahraga,
lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan
(BSANK), untuk memajukan pembinaan dan pengembangan olahraga
nasional.
Standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi keolahragaan sangat penting untuk
menciptakan iklim penyelenggaraan keolahragaan sesuai Standar Nasional
Keolahragaan sebagai acuan yang harus diperhatikan oleh seluruh
komponen dalam pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
Peraturan Pemerintah ini memberikan landasan yuridis bagi Menteri untuk
menetapkan standardisasi dan akreditasi keolahragaan nasional dengan
tetap memperhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Peraturan Pemerintah ini menempatkan organisasi olahraga berbasis
masyarakat sebagai organisasi yang mandiri dan mitra strategis Pemerintah
dan pemerintah daerah dalam membina dan mengembangkan keolahragaan
nasional. Untuk itu, Peraturan Pemerintah ini mengakui dan memberikan
kepastian hukum bagi organisasi keolahragaan yang melakukan pembinaan
dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga
prestasi, baik di pusat maupun di daerah.
Peraturan Pemerintah ini memberikan kepastian dan jaminan hukum
kepada induk organisasi cabang olahraga, pengurus cabang olahraga tingkat
provinsi, pengurus cabang olahraga tingkat kabupaten/kota, organisasi
olahraga fungsional, organisasi olahraga khusus penyandang cacat,

klub . . .

- 3 klub/perkumpulan, sasana, sanggar, komite olahraga nasional, komite


olahraga provinsi, komite olahraga kabupaten/kota, dan Komite Olimpiade
Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan keolahragaan sesuai tugas,
kewajiban, wewenang, dan tanggung jawabnya masing-masing.
Bahwa organisasi keolahragaan harus berbadan hukum tidak dimaksudkan
untuk membatasi hak konstitusional dan kemandirian masyarakat dalam
berorganisasi, akan tetapi harus dipahami sebagai strategi nasional untuk
mengembangkan organisasi keolahragaan nasional yang memiliki
manajemen pengorganisasian yang profesional, efektif, dan berdaya saing
serta untuk memudahkannya dalam membina kerjasama dan koordinasi
yang efektif, baik dengan Pemerintah dan pemerintah daerah maupun antar
sesama organisasi olahraga.
Seluruh organisasi olahraga yang telah memenuhi persyaratan standar
organisasi olahraga harus sudah menyesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah ini. Ketentuan ini dibuat dalam rangka memelihara
kesinambungan dan mencegah timbulnya lingkungan yang menghambat
proses pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi.
Pengaturan larangan rangkap jabatan pengurus komite olahraga nasional,
komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota dengan
jabatan struktural dan/atau jabatan publik, dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya konflik kepentingan di dalam
kepengurusan yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan, dan
untuk menjaga kemandirian dan netralitas, serta menjamin keprofesionalan
dalam pengelolaan keolahragaan.
Prinsip prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam
penyelenggaraan keolahragaan diwujudkan antara lain melalui pelaksanaan
pengawasan yang melibatkan semua pihak. Pengawasan dilakukan untuk
menjamin berjalannya mekanisme kontrol, menghindari kekurangan dan
penyimpangan, dan evaluasi kinerja semua pihak yang diberikan
kewenangan untuk menangani penyelenggaraan keolahragaan oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005. Obyek pengawasan dalam Peraturan
Pemerintah ini tidak terbatas pada pelaksanaan tugas, wewenang, dan
tanggung jawab instansi Pemerintah/pemerintah daerah akan tetapi
mencakup semua sub sistem penyelenggaraan olahraga pendidikan,
olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

Hal ini . . .

- 4 Hal ini dikarenakan pengawasan sebagai subsistem keolahragaan saling


terkait dengan sub sistem lainnya dalam sistem keolahragaan nasional
secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk mendukung upaya
pencapaian tujuan keolahragaan nasional.
Efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat tergantung pada
keterbukaan dan ketersediaan informasi keolahragaan yang dapat diakses
masyarakat sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk melakukan
penyampaian pendapat, pelaporan atau pengaduan, pengajuan usul,
monitoring, atau peninjauan atas penyelenggaraan keolahragaan.
Masyarakat berhak memperoleh informasi antara lain mengenai pengelolaan
anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Masyarakat juga
dapat mengajukan pelaporan/pengaduan dalam hal diketemukan
penyimpangan atau kekurangan dalam penyelenggaraan keolahragaan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan dasar yuridis kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota untuk menjatuhkan sanksi administratif
bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran/penyimpangan di wilayah yang
menjadi kewenangannya. Akan tetapi perlu dipastikan bahwa pengenaan
sanksi adminstratif tidak ditujukan sebagai penghukuman melainkan
sebagai proses pendidikan dan pembinaan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9 . . .

- 5 Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan induk organisasi cabang olahraga dan
induk organisasi olahraga fungsional dalam ketentuan ini
adalah pengurus pusat organisasi cabang olahraga.
Yang dimaksud dengan pelaku usaha dalam ketentuan ini
adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
dan sektor swasta.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan organisasi cabang olahraga tingkat
provinsi dan organisasi olahraga fungsional tingkat provinsi
dalam ketentuan ini adalah pengurus cabang olahraga yang
berada di tingkat provinsi (pengurus provinsi).
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan organisasi cabang olahraga tingkat
kabupaten/kota dan organisasi olahraga fungsional tingkat
kabupaten/kota dalam ketentuan ini adalah pengurus cabang
olahraga yang berada di tingkat kabupaten/kota (pengurus
kabupaten/kota).
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 . . .

- 6 Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perkumpulan, klub atau sanggar
olahraga dalam ketentuan ini termasuk sanggar olahraga dan
perkumpulan yang ada di lingkungan masyarakat setempat
sepanjang melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan
pembinaan dan pengembangan olahraga.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan induk organisasi cabang olahraga
dalam ketentuan ini adalah sekumpulan orang yang menjalin
kerjasama dengan membentuk organisasi olahraga yang
bertujuan membina dan mengembangkan satu cabang/jenis
olahraga.
Pasal 24 . . .

- 7 Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan satuan pendidikan dalam ketentuan
ini
adalah
kelompok
layanan
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan non formal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan keagamaan.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sekolah olahraga dalam ketentuan ini,
misalnya: sekolah khusus olahragawan, antara lain sekolah
menengah pertama (SMP) olahraga dan sekolah menengah atas
(SMA) olahraga dan sekolah menengah kejuruan (SMK)
olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 29 . . .

- 8 Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan secara khusus dalam ketentuan ini
adalah pemberian kegiatan persekolahan yang jadwalnya
disesuaikan
dengan
waktu
latihan
atau
pertandingan/perlombaan, misalnya pemberian jam pelajaran
pengganti, penyajian metode pembelajaran secara modul,
penyediaan tenaga pendidik untuk memberikan pelajaran atau
pemindahan peserta didik ke sekolah tempat pusat latihan
diadakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan organisasi olahraga profesional dalam
ketentuan ini misalnya Persatuan Golf profesional Indonesia
(PGPI) dan organisasi olahraga tinju profesional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 37

Cukup jelas.
Pasal 38 . . .

- 9 Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan organisasi cabang olahraga provinsi
dalam ketentuan ini adalah pengurus cabang olahraga yang
berada di tingkat provinsi (pengurus provinsi).
Yang
dimaksud
dengan
organisasi
cabang
olahraga
kabupaten/kota dalam ketentuan ini adalah pengurus cabang
olahraga yang berada di tingkat kabupaten/kota (pengurus
kabupaten/kota).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50 . . .

- 10 Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Organisasi Olahraga Fungsional dalam
ketentuan ini misalnya Badan Pembina Olahraga Pelajar
Seluruh Indonesia, Badan Pembina Olahraga Mahasiswa
Indonesia, Pengurus Pusat Kesehatan Olahraga Indonesia,
Badan Pembina Olahraga Korps Pegawai Republik Indonesia,
Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia, dan Seksi
Wartawan Olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penugasan dari gubernur kepada komite olahraga
provinsi untuk melaksanakan dan mengoordinasikan
kegiatan pekan olahraga wilayah didasarkan atas
penunjukkan
provinsinya
sebagai
tempat
penyelenggaraan pekan olahraga wilayah.
Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56 . . .

- 11 Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengurus komite olahraga dalam
ketentuan ini adalah pengurus harian atau pengurus inti atau
nama lain sesuai dengan anggaran dasar, antara lain ketua
umum, wakil ketua umum, ketua harian, dan sekretaris
jenderal atau sebutan lain yang sejenis dan setingkat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Huruf a
Yang dimaksud dengan perolehan izin dalam ketentuan ini
harus juga memperhatikan ketentuan yang berlaku pada
federasi internasional cabang olahraga yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64 . . .

- 12 Pasal 64
Huruf a
Yang dimaksud dengan instansi pemerintah yang berwenang
dalam ketentuan ini misalnya, instansi yang berwenang
mengurus bidang keimigrasian dan ketenagakerjaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)

Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan lembaga mandiri yang berwenang
dalam ketentuan ini adalah induk organisasi cabang
olahraga, lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan/atau
lembaga yang telah menjalankan tugas dan fungsi pengujian
standar produk nasional.

Ayat (4)
Ayat (5)

Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 71 . . .

- 13 Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Ayat (2)

Ayat (3)

Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan susunan batang tubuh ilmu
keolahragaan dalam ketentuan ini adalah struktur keilmuan
dari ilmu keolahragaan yang terdiri atas: rumpun humaniora
(filsafat olahraga dan sejarah olahraga), rumpun ilmu
pengetahuan alam (fisiologi olahraga dan biomekanika
olahraga), rumpun ilmu sosial dan perilaku (pendidikan
olahraga, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga), dan
rumpun teori khusus olahraga (ilmu gerak, ilmu bermain,
ilmu pelatihan dan ilmu pembelajaran).
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan masyarakat dalam ketentuan ini


adalah kelompok warga negara Indonesia non pemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80 . . .

- 14 Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Yang dimaksud dengan pusat layanan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam ketentuan ini adalah unit kerja yang berada di
dalam
lembaga
penelitian
dan
pengembangan
teknologi
keolahragaan yang ada di pusat dan daerah.
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam ketentuan ini antara
lain:
a. induk organisasi cabang olahraga;
b. sentra pembinaan olahraga;
c. satuan pendidikan; dan
d. pelaku olahraga.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang
dimaksud
dengan
standar
keolahragaan
dalam
ketentuan
ini
penyelenggaraan kejuaraan olahraga.
Huruf f
Cukup jelas.

penyelenggaraan
adalah
standar

Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88 . . .

- 15 Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam ketentuan ini adalah
induk organisasi cabang olahraga, induk organisasi olahraga
fungsional, sanggar olahraga, perkumpulan dan/atau klub olahraga
serta kelompok warga negara non pemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang keolahragaan.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102 . . .

- 16 Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Peringkat A dalam ketentuan ini menunjukkan isi program
penataran atau pelatihan tenaga keolahragaan lengkap
sesuai standar.
Huruf b
Peringkat B dalam ketentuan ini menunjukkan isi program
penataran atau pelatihan tenaga keolahragaan cukup
lengkap sesuai standar.
Huruf c
Peringkat C dalam ketentuan ini menunjukkan isi program
penataran atau pelatihan tenaga keolahragaan kurang
lengkap sesuai standar.
Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111 . . .

- 17 Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127 . . .

- 18 Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4702

Anda mungkin juga menyukai