Anda di halaman 1dari 9

a.

b.

c.
d.

Teori belajar kognitif mementingkan proses belajar dari pada hasil


yang di peroleh oleh siswa. Belajar dianggap sebagai perubahan presepsi
dan pemahaman dari dalam diri siswa.
Teori Perkembangan Piaget
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
syaraf.. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental
anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahaptahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilbrasi (penyeimbangan). Piaget
membagi perkembangan kognitif menjdi empat :
Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Preoperasional (umur 2-4 tahun),
Tahap Intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun),
Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun).
Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Teori Belajar Menurut Bruner


Dalam memandang proses belajar bruner menekankan adanya
pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Free discovery
learning adalah teori yang disebutkan bruner, ia mengatakan bahwa jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman yang ia jumpai di kehidupannya,
maka ia akan menemukan proses belajar yang baik dan kreatif.
Perkembangan kongnitif seseoran melalui 3 tahapan yaitu:
Tahap enaktif, melakukan aktivitas yang menggunakan pengetahuan
motorik. Misalnya dengan gigitan, sentuhan dll.
Tahap ikonik, memahami obyek-obyek dengan bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap simbolik, komunikasi yang dilakuakan adalah komunikasi yang
menggunakan simbol, dimana siswa sangat dipengaruhi oleh simbolsimbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Teori Belajar Bermakana Ausubel
Pengetahuan diorganisai dalam ingatan seseorang dalam struktur
hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan
abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit.
Gagasan mengenai cara belajar dari umum ke khusus akan memudahkan
siswa dalam belajar yang sering disebut dengan Subsumptive
sequencemenjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa. Advance
organizers dikembangkan juga oleh Ausubel, Advance organizers cara ini
memdahkan siswa untuk mempelajari materi yang baru, serta
menghubungkannya dengan materi yang telah dipelajarinya.

Model pembelajaran dalam kognitivisme


Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning )
Model pembelajaran ini di dasarkan pada teori yang di kemukakan oleh
bruner mengenai free discovery learning Model pembelajaran yang
dilakukan guru harus tepat dan dapat mengarahkan siswa menuju
kemampuan memecahkan masalah, salah satu dari banyak model
pembelajaran tersebut adalah model discovery learning. Model discovery
learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa
tidak disajikan materi dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Langkah pembelajaran dengan model ini ada 5,
yaitu : (1) stimulation (stimulasi/pemberian ragsangan, (2) problem
statement (penyataan/identifikasi masalah), (3) data collection
(pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan data), (5)
generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi).
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi
sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip
yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada
perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning
lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa
pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam
masalah yang direkayasa oleh guru
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang
teacher oriented menjadi student oriented.
Model Pembelajaran Kooperatif Meaningful Instructional Design (C-MID)
Model Pembelajaran MID (Meaningful Instructionnal Design). Model
ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan
efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara
konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah
1.

Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman,


analisi pengalaman, dan konsep-ide;
2.

Reconstruction melakukan fasilitasi pengalaman belajar;

3.

Production melalui ekspresi-apresiasi konsep.

Belajar yang dilandasi kognitivisme dan konstruktivisme


Dalam hal ini memang agak sulit untuk membedakan secara jelas
antara praktek belajar dan pembelajaran yang dilandasi paham
kognitivismedengan paham konstruktivisme karena kedua kesinambungan
tersebut. Seperti yang diungkap aliran konstruktivisme yang sebenarnya
berbasis kognitivisme, belajar adalah suatu proses aktif menyusun makna
melalui setiap interaksi dengan lingkungan dengan membangun
hubungan antara konsepsi yang dimiliki dengan fenomena yang telah
dipelajari. Namun tidak boleh diabaikan bahwa ada sejumlah ahli yang
menganggap adanya sikap khas dari belajar menurut konstruktivisme dan
berbeda dari aliran koginitivisme. Ini di ungkap oleh para ahli yang
cenderung menempatkan Jean Peaget sebagai pelopor aliran
kognitivisme, misalnya para ahli yang banyak megembangkan teori
scaffolding. Konsepsi awal pada hakikatnya adalah skema atau struktur
kognitif awal yang telah dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran
secara formal, sebagai hasil pengalaman tatap muka dengan guru.
Seringkali konsepsi siswa sering tidak cocok, tidak konsisten dengan
konsepsi ilmuan yang disampaikan oleh guru atau yang dibacanya dari
buku-buku dan majalah ilmiah. Maka terjadilah miskonsepsi, pre-konsepsi
atau bingkai kerja alternative (alternative framework). Miskonsepti ini
meranggsang timbulnya apa yang disebut disonansi kognitif, terjadi
ketidakseimbangan (disekuilibrium) dan melalui perubahan strukturnya
kognitifnya, menurut pieget, harus dicapaikeadaan ekuilibrium elalui
proses yang disebut ekuilibrisasi. Untuk mencapai ekuilibrisasi itu agar
terjadi bentuk struktur kognitif yang baru maka siswa harus belajar.

Meaningful Learning (Belajar Bermakna)


Dalam belajar bermakna ada dua hal yang penting yang harus
diperhatikan. Pertama, karakteristik bahan yang dipelajari. Kedua adalah
struktur kognitif individu pembelajar. Bahan baru yang akan dipelajari
tentu saja akan mengubah struktur kognitif siswa haruslah bermakna,
artinya dapat berwujud istilah yang memiliki makna, konsep-konsep yang
bermakana atau hubungan antara dua atau lebih konsep yang memiliki
makna. Selanjutnya bahan baru yang akan dipelajari hendaknya
dihubungkan dengan struktur kogntif siswa secara subtansial dan
beraturan. Subtansial artinya bahan yang dihubungkan harus sejenis atau
sama subtansinya dengan yang sudah ada pada struktur kognitif.
Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan
tersebut (karakteristik pengetahuan baru yang diperkenalkan pada
pengetahuan siswa). Hal lain yang menentukan adalah siswa harus
memiliki kemauan untuk menggabungkan konsep baru tersebut dengan
strutur
kognitifnya
sendiri
secara
subtansial
dan
beraturan

pula.Pembelajaran lebih ditekankan pada kontek dan pemahamam


individu yang lebih bermakna (meaningful).
5.
Aplikasi Teori Kognitif dan Model Pembelajaran
Contoh Setting Pembelajaran Matematika dengan
Meaningful Instructional Design (C-MID) Pengukuran

Model

Cooperatif

Anne Hendry seorang guru berpengalaman di daerah pedalaman


sebelah barat Massachusetts, USA menjelaskan cara ia mengajarkan
konsep pengukuran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme
saat sebelum musim Thanksgiving tiba.
Sebelum kelas dimulai saya pindah-pindahkan kursi dan
dengan menggunakan pita, saya membuat outline berbentuk
kapal laut di lantai kelas berukuran 16 kaki x 6 kaki, yang
merupakan kapal yang akan digunakan untuk berlayar ke
rumah Raja. Saya juga menyiapkan gulungan surat untuk
dibaca oleh para siswa serta menempelkannya di papan buletin
dengan topik pembicaraan tentang pengukuran.
Saya memilih salah seorang siswa dan menginstruksikan
kepadanya bahwa dalam pembelajaran matematika ia harus
menjadi utusan raja membawa maklumat (Edict) dan diminta
mengumumkannya Kapal pesiar ini tak akan berangkat
berlayar ke rumah sang Raja, sampai kamu dapat
menceritakan seberapa besar kapal itu.
Kemudian para siswa berteka-teki. Saya mengatakan kepada
para siswa: Baiklah, apa yang harus kita kerjakan? Siapa yang
punya ide?
Dengan demikian diskusi tentang pengukuran dimulai, atau
saya pikir ini akan bermula. Namun ternyata, mereka diam
cukup lama. Bagaimana seorang anak kecil akan mengetahui
tentang pengukuran? Apakah telah ada yang hadir dalam
pengalaman hidup mereka yang dapat mereka hubungkan
dengan masalah ini? Saya lihat mereka saling berpandangan
satu dengan yang lainnya, saya dapat saksikan bahwa mereka
tidak punya ide dari mana harus dimulai.
Tentu saya pikir harus ada sesuatu yang mereka dapat gunakan
sebagai titik pangkal, rujukan untuk memperluasnya.
Seseorang selalu memiliki ide. Namun periode diam terlalu
lama menjadikan pelajaran semakin vakum. Kata Anne Hendry:
Mereka saling berpandangan, kadang memandang Zeb,
kadang pandangan ke arah saya.

Untuk kebanyakan pendidik, tindakan Hendry menghubungkan


rencana pelajarannya di kelas dengan masa liburan mendatang
merupakan hal yang tak dapat dikecualikan. Namun mereka benar-benar
heran pada pilihan seorang guru yang sudah sangat berpengalaman
ternyata kelasnya diam begitu lama, serta heningnya kelompok siswa
yang kebingungan di kelas.
Mengapa ia telah berikan tugas kepada kelas I (Sekolah Dasar) tanpa
menunjukkan bagaimana menyelesaikannya? Mengapa bertanya terlebih
dahulu sebelum menceritakan kepada seseorang apa yang mereka perlu
ketahui sebelum bisa menjawabnya? Bagaimana bisa seorang guru
berpengalaman membiarkan siswa dalam pelajarannya menjadi bimbang
dengan cara seperti ini.
Kembali ke Hendry lagi:
Saya memiliki pikiran yang kedua tentang luasnya masalah
untuk kelas 1, manakala dengan malu-malu Cindy
mengacungkan tangan dan berkomentar: Saya kira kapal itu
panjangnya 3 kaki. Saya bertanya: Mengapa?. Cindy
menjawab: Sebab surat dari raja mengatakan demikian.
Saya berkata: Saya tak mengerti. Dapatkah kamu ceritakan
kenapa kapal itu panjangnya 3 kaki? Cindy member alasan:
Sebab surat dari Raja mengatakan demikian. Lihat! Saya
akan tunjukkan padamu. Ketika surat itu diangkat,
diterawangkan menembus cahaya, memuat huruf E yang
telah ditulis untuk kata Edict, tampak seperti angka 3.
Saya mengklarifikasi jawaban Cindy, untuk Cindy dan kawankawannya yang setuju bahwa yang dilihat di kertas raja
adalah 3. Kalau begitu Raja telah mengetahui jawabnya.
Kemudian kelas kembali ke periode diam.
Untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan guru,
beberapa siswa mencari-cari suatu bilangan, mencari sebarang bilangan
untuk dikaitkan dengan konteks yang sedang dibicarakan. Namun
kebingungan Cindy telah dipecahkan. Tingkah laku Anne Hendry tidak
membingungkan para pembaca yang membayangkan bahwa pengajaran
diturunkan dari kelas matematika di mana mereka duduk sebagai siswa.
Guru menjelaskan kepada siswanya prosedur untuk mendapatkan
jawaban yang benar, kemudian memonitor kepada siswa bagaimana
memproduksi prosedur tersebut. Menanyakan pertanyaan tanpa
sebelumnya menunjukkan kepada mereka bagaimana menjawabnya,
sebenarnya dipandang sebagai tak adil. Namun pembelajaran ini terjadi
dengan latar belakang pandangan konstruktivisme. Bagaimana belajar itu

semestinya terjadi? Apa makna dari matematika dan bagaimana


implikasinya pada proses pembelajaran matematika?
Sekarang perilaku Hendry menjadi dapat dipahami. Sungguh suatu
gambaran yang pertama, memperkenankan kita pada peluncuran suatu
pengujian beberapa aspek tentang praktek-praktek pembelajaran
matematika yang diinformasikan melalui perspektif ini; kedua pengujian
tentang pengalaman guru untuk mengkonstruksi praktek yang demikian.
Kita buat suatu ringkasan pengajaran Hendry tentang pengukuran.
Penjelasan bahwa yang mereka pikirkan sebagai angka 3 adalah benarbenar huruf E dalam kata Edict yang artinya maklumat.
Kemudian Tom mengangkat tangannya dan berkata: Ibu
Hendry, saya tahu bahwa ukuran kapal ini tak mungkin 3
kaki. Sebab seorang perawat baru saja mengukur tinggi
badanku minggu yang lalu dan mengatakan bahwa tinggiku
adalah 4 kaki, dan kapal itu jauh lebih besar daripada
badanku.
Dari awal pengamatan Tom, diskusi kita tentang pengukuran
sebenarnya telah berlangsung. Sekarang para siswa menyadari bahwa
mereka mengetahui sedikit tentang pengukuran, secara khusus dalam
kaitannya tentang ukuran dirinya dan seberapa tinggi dan mereka
masing-masing.
Seseorang menyarankan: Mari kita lihat berapa kali panjang
Tom-kah kapal kita ini?. Kemudian Tom mengukur
menggunakan badan sendiri. Dia berbaring dan berdiri untuk
membandingkan berapa panjang kapal itu. Akhirnya siswasiswa sampai kepada suatu kesimpulan bahwa panjang kapal
adalah 4 kali panjang Tom.
Anne bertanya: Bagaimana kita dapat menceritakan kepada
Sang Raja? Padahal raja tidak mengetahui tingginya Tom.
Mengirim Tom ke rumah Raja adalah suatu penyelesaian
yang mudah. Sementara anak-anak yang lain protes bahwa
mereka menghendaki agar Tom harus bersama-sama mereka
di atas Kapal untuk mengikuti Wisata.
Sebenarnya Anne Hendry sangat berharap agar mereka dapat
menghubungkan informasi yang telah disampaikan kepada kita tentang
ukuran-ukuran yang ada. Saya berfikir barang kali ada siswa yang
menambahkan 4 kaki sebanyak empat kali dan menyajikannya kepada
kita sebagai penyelesaian yang cepat dan tepat. Namun ternyata bukan
itu yang mereka ambil.

Mark mengacungkan tangannya dan menyarankan bahwa


kita dapat mengukur panjang kapal menggunakan tangan
kita sebagaimana ia lakukan terhadap seekor kuda. Tetangga
Mark mempunyai kuda yang tingginya 15 tangan (minggu
sebelumnya ia mengukur tinggi kuda tetangga). Sehingga
kita dapat bercerita kepada Raja bahwa kapal ini sekian
tangan. Para siswa setuju ini mungkin cara yang terbaik.
Saya mengatakan: Baiklah. Karena ini adalah ide Mark,
maka Mark diminta mengukur besarnya kapal itu
menggunakan tangan Mark. Perlu diingat bahwa Mark adalah
anak yang terbesar di kelas.
Mula-mula Mark secara acak menempatkan tangannya di
atas pita (desain kapal itu) dari satu ujung ke ujung lainnya,
namun ketika ia mengecek ulang terdapat perbedaan hasil.
Para siswa berteka-teki kenapa ini terjadi. Ini memerlukan
beberapa kali dan banyak diskusi sebelum sampai kepada
suatu kesimpulan penting. Para siswa menetapkan bahwa
perlu bagi Mark untuk menyakinkan bahwa ia telah memulai
mengukur tepat pada ujung kapal dan jangan sampai ada
celah ataupun tumpang tindih setiap kali ia ukur antara
jempol dan kelingking yang ia tempatkan pada pita.
Menggunakan cara ini ia dapatkan bahwa panjang kapal
adalah 36 tangan.
Saya berkata: Bagus! Kita pikirkan untuk menceritakan
kepada sang Raja. Namun harus diingat bahwa kita
mempunyai siswa terkecil yaitu Susi di kelas ini. Susi diminta
mengukur kapal untuk sisi kapal yang lain dan diperoleh
ukuran 44 tangan.
Sekarang mereka menjadi bingung kenapa hasilnya berbedabeda?
Saya bertanya: Dapatkah kita menggunakan tangan untuk
mengukur?
Siswa menjawab: Tidak.
Para siswa memutuskan: Ini tak akan bisa bekerja sebab
ukuran tangan setiap anak berbeda-beda.
Ali menyarankan untuk menggunakan kaki. Kita coba sekali
lagi menggunakan kaki mereka. Ternyata kita temukan dua
ukuran yang berbeda. Saat ini mereka mulai sedikit
menyimpang untuk membandingkan panjang tangan
seseorang dengan tangan orang lain di antara mereka,
panjang kaki seseorang dengan panjang kaki orang lain. Kaki
siapa yang terbesar dan kaki siapa yang terkecil, tangan
siapa yang terpendek dan tangan siapa yang terpanjang?

Akhirnya diskusi kita lanjutkan sementara para siswa mengeksplorasi


bermacam-macam konsep dan ide Joan duduk dan memegang penggaris,
namun untuk suatu alasan tidak disarankan menggunakan penggaris.
Barangkali pengalaman menggunakan penggaris terbatas dan rupanya
kurang yakin bagaimana memakainya. Dilema ini berlangsung sampai
hari berikutnya ketika para siswa merakit lagi diskusi masalah itu
dengan pandangan baru.
Seorang anak menyarankan bahwa karena Zeb diketahui
Raja dan setiap orang di sini mengetahui Zeb, kita harus
gunakan kaki Zeb. Ukurkan kaki Zeb di atas kertas dari
ukurlah segala sesuatu menggunakan kaki Zeb ini.
Menggunakan bentuk ukuran ini para siswa mengkaitkan
dengan Raja bahwa kapal ini panjangnya 24 kaki Zeb dan
lebarnya 9 kaki Zeb.
Keingintahuan bermula untuk mendapatkan cara yang paling baik
dan para siswa melanjutkan untuk mengeksplorasi bentuk pengukuran ini
dan menetapkan untuk saling mengukur, mengukur kelas, mengukur
meja, mengukur karpet menggunakan model Kaki Zeb. Saya biarkan
mereka meneliti ide mereka dengan melakukan aktivitas-aktivitas
pengukuran pada sisa jam pelajaran hari itu. Sampai pada hari ketiga
saya menanyakan kepada siswa mengapa mereka berfikir bahwa ini
penting untuk mengembangkan bentuk standar dari pengukuran.
Seperti halnya penggunaan Hanya dengan kaki Zeb untuk
rnengukur segala sesuatu. Melalui diskusi beberapa hari siswa dapat
menginternalisasikan dan memverbalkan suatu keperluan atau
kepentingan untuk setiap orang dalam mengukur menggunakan
instrumen yang sama. Mereka melihat kebingungan menggunakan tangan
yang berbeda-beda, badan atau kaki yang berbeda-beda menyebabkan
hasil yang beda-beda pula, dikarenakan ukuran yang tidak konsisten.
Hendry melanjutkan dalam menjelaskan bagaimana ia sampai
kepada sebuah eksplorasi memakai penggaris dengan mengadopsi
satuan-satuan pengukuran yang konvensional. Namun beberapa aspek
penting dari pembelajarannya telah ada pada kita. Di sini kita tidak
melihat bagaimana Hendry terikat pada tingkah laku pembelajaran
tradisional yang paling umum, yaitu: memberikan pengarahan dan
menawarkan penjelasan, melainkan kita amati pertanyaannya kepada
siswa dan pertanyaan-pertanyaan yang kadang-kadang merupakan
pertanyaan kecil. Ketika mereka sampai kepada suatu kesimpulan, lebih
sering mereka tidak mendapat penjelasan, ketimbang penerangan atau
suatu ramalan dan kebingungan.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Hal penting dari pandangan ini bahwa: Maternatika adalah suatu


temuan manusia dalam koridor sejarah yang panjang, secara budaya
terpancang di sekolah-sekolah dalam lomba berfikir perubahan polapola dan beberapa pertanyaan mungkin tak terpecahkan.
Pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan penting yang
menyetir pembelajaran Anne Hendry menggunakan pendekatan
konstruktivisme antara lain:
Apa yang harus kita kerjakan?
Siapa yang punya ide?
Mengapa?
Saya tidak tahu.
Dapatkah kamu ceritakan mengapa panjang kapal itu 3 kaki?
Bagaimana kita ceritakan itu kepada Raja, padahal Raja tidak
mengetahui Tom?
.............
dan semacamnya.
Jelas sekali bahwa yang menjadi pusat pembelajaran dari Hendry
bukanlah masalah yang ia ajukan kepada siswa, bukan pula pertanyaan
spesifik yang ia berikan, namun sifat-sifat mencari keterikatan para siswa
dalam diskusi dan kelihaian membimbing para siswa. Praktek dari Hendry
tidak dapat ditulis atau dibuat skripnya (naskahnya). Tergantung kepada
kemampuan guru menjawab secara spontan terhadap kebingungan dan
penemuan siswa. Evaluasi pembelajaran terjadi sepanjang proses
negosiasi dan sepanjang proses pembelajaran berlangsung

Anda mungkin juga menyukai