Anda di halaman 1dari 2

SHALAT JAMAAH BAGI LAKI-LAKI

MENURUT MAZHAB SYAFII


Dipublikasi pada November 29, 2012 oleh azzamudin
Tanda Islam-nya seorang muslim, yang paling pokok dan mendasar adalah ia berpegang teguh
pada Rukun Islam. Sedangkan pilar Rukun Islam yang paling pokok dan mendasar adalah
Syahadat dan Shalat. Tentu, shalat yang dimaksud adalah shalat fardlu lima waktu (Isya, Shubuh,
Lohor, Ashar dan Maghrib).
Bukti hormat dan cinta-nya seorang muslim kepada Nabi-nya adalah menghidup-hidupkan
sunnah-sunnah uswah Nabi Saw. (berupa tradisi/model kehidupan Nabi Saw.). Sunnah Nabi Saw
yang pokok dan terbesar adalah berjamaah di masjid dalam hal shalat fardlu.
Shalat Fardlu dengan berjamaah di tempat adzan dikumandangkan (masjid), adalah cara shalatnya Rasulullah Saw. Baginda Rasulullah Saw. tidak pernah shalat di rumah kecuali shalat-shalat
sunnah. Bahkan, meskipun dalam keadaan sakitnya yang parah, beliau tetap berangkat ke masjid
untuk menunaikan berjamaah shalat fardlu, beliau berjalan dipapah oleh dua orang sahabat,
kemudian didudukan dalam shof, ketika itu yang mengimami shalat adalah Abu Bakar As-Sidiq
R.a. Demikian pula ada sahabat yang buta, diperintahkan oleh Rasululllah Saw. untuk menjawab
panggilan adzan dengan mendatangi masjid untuk shalat fardlu dengan cara berjamaah.
Inilah cara yang pokok dan mendasar, yang dicontohkan (di-uswah-kan) Rasulullah Saw tentang
shalat. Demikian pula yang diperintahkan Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya. Bahkan
Rasulullah Saw. geram kepada orang yang sholat fardlu-nya di rumah-rumah mereka. Shalat
fardlu, dengan cara berjamaah, ini juga yang diamalkan oleh para tabiin, tabiut tabiin,
termasuk para imam mazhab, yang kaidah fiqh-nya menjadi rujukan umat Islam seluruh dunia
sampai saat ini.
Hari ini, sebagian sangat besar umat Islam menyepelekan cara berjamaah dalam hal shalat fardlu.
Hal ini terjadi, salah satunya karena sebagian pemuka masyarakat atau tokoh panutan umat
(ustadz, dai/ mubaligh,ulama) kurang konsisten berjamaah lima waktu di masjid. Mereka
beranggapan bahwa hukum berjamaah pada shalat fardlu adalah sunnah muakadah, juga
menganggap kalau ketentuan hukum sunnah muakadah terhadap shalat fardlu berjamaah adalah
ketentuan hukum resmi mazhab Syafii, yaitu mazhab fiqh yang dianut oleh sebagian besar umat
Islam di negeri ini. Benarkah Pandangan ini ?
Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafii yang lebih terkenal dengan Imam Syafii, dalam hal
berjamaah shalat fardlu di masjid, beliau mengatakan, Aku tidak memberi keringanan, untuk
orang yang mampu melaksanakan shalat berjamaah di masjid untuk tidak melaksanakannya
kecuali karena ada uzur. (Al-Umm 1/180).
Beliau juga mengatakan, Anak-anak hendaknya diperintahkan untuk pergi ke masjid dan
mengikuti shalat berjamaah agar terbiasa melakukannya di kemudian hari. (Al-Iqna fii Halli
Alfazh Abi Syuja 1/151).
Hukum Shalat Fardlu dengan Berjamaah menurut Para Ulama Mazhab Syafii
Imam Nawawi mengatakan, hukum shalat berjamaah adalah fardlu ain namun bukan syarat
sah shalat. Pendapat ini merupakan pendapat dari dua ulama besar mazhab syafii yang memiliki

kemampuan mendalam dalam bidang fiqh dan hadits yaitu Abu Bakar Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Mundzir. (Al-Majmu 4/75)
Ibnu Hajar berkata, Hukum shalat berjamaah fardlu ain merupakan pendapat sejumlah ulama
pakar hadits yang bermazhab syafii, yaitu Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Mundzir dan Ibnu
Hibban. (Fathul Baari 2/126).
Abu Tsaur berkata, Shalat berjamaah itu wajib. Tidak boleh seorang pun meninggalkannya
kecuali karena ada uzur yang menghalanginya. (Al-Ausath fi As-Sunan wa Al-Ijma wa AlIkhtilaf 4/138).
Pandangan Ibnu Khuzaimah tentang shalat berjamaah, bisa kita simpulkan dari judul-judul bab
dalam kitab beliau, Shahih Ibnu Khuzaimah. Diantaranya :
1. Bab perintah kepada orang buta mengikuti berjamaah shalat fardlu meskipun dia
sebenarnya merasa khawatir dengan binatang buas dan hewan-hewan malam jika tetap
ikut shalat berjamaah.
2. Bab orang buta diperintahkan untuk mengikuti shalat berjamaah meskipun rumahnya
jauh dari masjid dan tidak ada penuntun yang dengan sukarela mengantarkannya ke
masjid.
3. Bab ancaman keras bagi yang meninggalkan berjamaah shalat fardlu.
4. Bab dikhawatirkan terjangkit penyakit munafik bagi orang yang tidak mengikuti
berjamaah dalam shalat fardlu.
5. Bab tentang shalat yang paling berat bagi orang munafik dan ditakutkan terkena
penyakit nifak bagi yang meninggalkan shalat Isya dan Subuh dengan cara berjamaah.
6. Bab ancaman keras bagi orang yang meninggalkan berjamaah shalat fardlu, baik ketika
berada di perkampungan atau di gurun karena setan menguasai orang tersebut. Lihat
Shahih Ibnu Khuzaimah 2/367-371
Ini dalil yang jelas dan tegas sekali bahwa shalat berjamaah di masjid itu kewajiban,
bukan keutamaan. Jalankan kewajiban (dengan ikhlas dan ittiba) otomatis mendapat keutamaankeutaman dari sisi Allah Swt. Masih banyak ulama mazhab syafii yang pandangannya konsisten
merujuk pada pandangan Imam Syafii. Halaman ini sangat terbatas untuk menuliskannya satu
persatu. Memang, belakangan banyak muncul tokoh-tokoh agama (ustadz,dai/mubaligh,ulama)
yang mengaku bermazhab syafii, berpendapat bahwa hukum shalat berjamaah adalah sunnah
muakadah, boleh dan sah-sah saja berpendapat seperti itu, tapi keliru, ngawur jika dikatakan
sebagai pandangan Imam Syafii dan Mazhab Syafii, karena pandangan beliau, dan para ulama
yang konsisten mengikuti mazhabnya berpandangan bahwa hukum shalat fardlu berjamaah di
tempat adzan dikumandangkan (masjid) itu adalah fardlu ain. Sungguh sangat disayangkan, jika
ada orang yang mengaku ber-mazhab syafii dalam masalah fiqh, namun praktek fiqh-nya
bertentangan dengan pandangan Imam Syafii dan Mazhab Syafii. Allahu alam,@
(Disarikan dari berbagai sumber, terbuka untuk dialog, kritik dan saran, hubungi AL-BANARI
0811 266 828 / 0274 6886 600).
Ditulis oleh Ustazd Ali Shadikin Sutanto SAg Direktur Pengobatan Herba AL_BANARI .

Anda mungkin juga menyukai