Anda di halaman 1dari 19

gangguan TMJ

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Temporo Mandibular Joint.
2.2.1 Definisi Temporomandibular Joint (TMJ).
Sendi rahang atau Temporomandibular Joint (TMJ) belum banyak dikenal orang awam,
padahal bila sendi ini terganggu dapat memberi dampak yang cukup besar terhadap kualitas hidup
(Pedersen, 1996).
TMJ adalah sendi yang kompleks, yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi
pada saat mandibula berfungsi. Mekanismenya unik karena sendi kiri dan kanan harus bergerak
secara sinkron pada saat berfungsi. Tidak seperti sendi pada bagian tubuh lain seperti bahu, tangan
atau kaki yang dapat berfungsi sendiri-sendiri. Gerakan yang terjadi secara simultan ini dapat
terjadi bila otot-otot yang mengendalikannya dalam keadaan sehat dan berfungsi dengan baik
(Pedersen, 1996).
Istilah Temporomandibular Disorders (TMD) diusulkan oleh Bell pada tahun 1982, yang
dapat diterima oleh banyak pakar. Gangguan sendi rahang atau TMD adalah sekumpulan gejala
klinik yang melibatkan otot pengunyahan, sendi rahang, atau keduanya (Pedersen, 1996).
2.2.2 Anatomi Temporo Mandibulae Joint (TMJ).
Sendi temporomandibular (sendi rahang) merupakan salah satu organ yang berperan
penting dalam sistem stomatognatik (Pedersen, 1996).
Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan
membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan
telinga.Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi
sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah
tersebut brupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat
menyebabkan mulut terkunci . Lokasi sendi temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah
telinga yang menghubungkan rahang bawah (mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal).
Sendi temporomandibular ini unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling banyak
digunakan serta paling kompleks (Pedersen, 1996).

Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi dipisahkan
oleh diskus yang halus, disebut meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan
sebagai pembatas tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan
yang ditransmisikan melalui sendi. Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa
articulare dan eminensia artikulare. Seperti yang lain, sendi temporomandibular juga dikontrol
oleh otot, terutama otot penguyahan, yang terletak disekitar rahang dan sendi temporomandibular.
Otot-otot ini termasuk otot pterygoid interna, pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot
digastrikus. Otot-otot

lain

dapat

juga memberikan pengaruh

terhadap

fungsi

sendi

temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot punggung (Pedersen, 1996).
Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang lain.
Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu
mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut (Pedersen, 1996).
Sendi temporomandibular, atau TMJ, adalah artikulasi antara kondilus mandibula dan
bagian skuamosa tulang temporal (Pedersen, 1996).

kondilus ini berbentuk eliptik dengan sumbu panjang berorientasi mediolaterally


(Pedersen, 1996).

Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fosa artikular cekung dan cembung
eminensia artikularis (Pedersen, 1996).

Meniskus adalah pelana, struktur berserat yang memisahkan kondilus dan tulang
temporal. meniskus bervariasi dalam ketebalan: pusat, zona antara tipis tebal
memisahkan bagian-bagian yang disebut band anterior dan posterior band. Posterior,
meniskus yang berdekatan dengan jaringan lampiran posterior disebut zona bilaminar.
Zona bilaminar adalah diinervasi, jaringan pembuluh darah yang memainkan peran
penting dalam memungkinkan kondilus untuk memindahkan foreward. Para meniskus
dan lampirannya membagi bersama ke dalam ruang superior dan inferior. Ruang

bersama superior dibatasi di atas oleh fosa artikular dan eminensia artikularis. Ruang
bersama inferior dibatasi di bawah oleh kondilus tersebut. Kedua ruang bersama
memiliki kapasitas kecil, umumnya 1cc atau kurang (Pedersen, 1996).

A Cul-de-sac Notice the mandible has two prongs. Mandibula memiliki dua cabang.
1.

Cabang posterior (tersembunyi pada gambar di atas belakang beberapa ligamen yang
memegang tulang rahang kuat di tempat) sesuai snuggly menjadi berongga pada tulang Temporal,
tepat di depan telinga.

2. Cabang anterior adalah untuk lampiran dari otot temporalis (Pedersen, 1996).
2.2.3 Otot-otot yang berperan di Temporo Mandibulae Joint

M. Masseter

M. Pterygoideus Externa et Interna

M. Mylohyoid

M. Temporalis

M. Geniohyoid

M. Digastricus Venter anterior et posterior (Pedersen, 1996).

2.2.4 Nervus yang mempersarafi Temporo Mandibulae Joint

Nervus Mandibularis.

Nervus Aurikutemporal.

Nervus maseterikus.

Nervus Fascialis (Pedersen, 1996).


Persyarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting dilakukanj oleh
nervus aurikutemporal yang merupakan cabang pertama posterior dari nervus mandibularis. Saraf
lain yang berperan adalah nervus maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang
lagi di depan kapsul dan meniskus. Nervus aurikutemporal dan nervus maseterikus merupakan
serabut serabut properioseptif dari implus sakit nervus temporal anterior dan posterior melelwati
bagian lateral muskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus

temporalis, saluran spinal dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago,
daertrah sentral meniskus dan membran sinovial tidak ada persyarafannya (Pedersen, 1996).
2.2.5 Fisiologi Pergerakan Sendi Temporo Maandibula
Berdasarkan hasil penelitian elektromiografi, gerak mandibula dalam hubungannya dengan
rahang atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :
1. Gerak membuka
Seperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya lebih kecil daripada
kekuatan gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus lateralis berfungsi menarik
prosessus kondiloideus ke depan menuju eminensia artikularis. Pada saat bersamaan, serabut
posterior muskulus temporalis harus relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan relaksasi
muskulus masseter, serabut anterior muskulus temporalis dan muskulus pterygoideus medialis
yang berlangsung cepat dan lancar. Keadaan ini akan memungkinkan mandibula berotasi di
sekitar sumbu horizontal, sehingga prosessus kondilus akan bergerak ke depan sedangkan angulus
mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan ini berlangsung dengan dibantu
gerak membuka yang kuat dari muskulus digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus
mylohyoideus yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil, ditahan pada tempatnya
oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya (Pedersen, 1996).
a.

Gerak membuka

b. Gerak menutup
c.

Protrusi

d. Retusi
e.

Gerak lateral
mandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun akan bergerak ke
bawah dan ke depan di sepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat) dari prosessus
kondiloideus ke orifisum canalis mandibularis (Pedersen, 1996).

3. Gerak menutup
Penggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus temporalis, dan muskulus
pterygoideus medialis. Rahang dapat menutup pada berbagai posisi, dari menutup pada posisi
protrusi penuh sampai menutup pada keadaan prosesus kondiloideus berada pada posisi paling
posterior dalam fosa glenoidalis. Gerak menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi

muskulus pterygoideus lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Caput
mandibula akan tetap pada posisi ke depan pada eminensia artikularis. Pada gerak menutup
retrusi, serabut posterior muskulus temporalis akan bekerja bersama dengan muskulus masseter
untuk mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat
saling berkontak pada oklusi normal (Pedersen, 1996).
Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot pengunyahan akan
diteruskan terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah bagian atas. Muskulus pterygoideus
lateralis dan serabut posterior muskulus temporalis cenderung menghilangkan tekanan dari caput
mandibula pada saat otot-otot ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama gigi
geligi menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta bahwa sumbu rotasi mandibula akan
melintas di sekitar ramus, di daerah manapun di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun
demikian masih diperdebatkan tentang apakah articulatio temporomandibula merupakan sendi
yang tahan terhadap stres atau tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir dengan menggunakan model
fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada berbagai kondisi beban menunjukkan bahwa
artikulasio ini langsung berperan dalam mekanisme stress (Pedersen, 1996).
4. Protrusi
Pada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus bergerak ke depan dan ke
bawah pada eminensia artikularis dan gigi geligi akan tetap pada kontak meluncur yang tertutup.
Penggerak utama pada keadaan ini adalah muskulus pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus
pterygoideus medialis. Serabut posterior muskulus temporalis merupakan antagonis dari kontraksi
muskulus pterygoideus lateralis. Muskulus masseter, muskulus pterygoideus medialis dan serabut
anterior muskulus temporalis akan berupaya mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah
gerak rotasi dari mandibula yang akan memisahkan gigi geligi. Kontraksi muskulus pterygoideus
lateralis juga akan menarik discus artikularis ke bawah dan ke depan menuju eminensia
artikularis. Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke fissura tympanosquamosa dan
ligamen capsularis akan berfungsi membatasi kisaran gerak protrusi ini (Pedersen, 1996).
5. Retrusi
Selama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan discus artikularisnya akan
meluncur ke arah fosa mandibularis melalui kontraksi serabut posterior muskulus temporalis.
Muskulus pterygoideus lateralis adalah otot antagonis dan akan relaks pada keadaan tersebut
(Pedersen, 1996).

Otot-otot pengunyahan lainnya akan berfungsi mempertahankan tonus kontraksi dan


menjaga agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas bagian posterior discus articularis
dan capsula articulatio temporomandibularis akan dapat menahan agar diskus tetap berada pada
hubungan yang tepat terhadap caput mandibula ketika prosesus kondiloideus bergerak ke
belakang (Pedersen, 1996).
6. Gerak lateral
Pada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya untuk mendapat gerak
pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar, prosesus kondiloideus pada sisi
tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan tetap pada posisi istirahat oleh serabut
posterior muskulus temporalis sedangkan tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh otototot pengunyahan lain yang terdapat pada sisi tersebut. Pada sisi berlawanan prosesus
kondiloideus dan diskus artikularis akan terdorong ke depan ke eminensia artikularis melalui
kontraksi muskulus pterygoideus lateralis dan medialis, dalam hubungannya dengan relaksasi
serabut posterior muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari sisi satu ke sisi lain terbentuk
melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pengunyahan berlangsung bergantian, yang juga berperan
dalam gerak protrusi dan retrusi Pada gerak lateral, caput mandibula pada sisi ipsilateral, ke arah
sisi gerakan, akan tetap ditahan dalam fosa mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula
dari sisi kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula akan berotasi pada bidang
horizontal di sekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput yang cekat, tetapi
melintas sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan bergerak sedikit ke lateral,
dalam gerakan yang dikenal sebagai gerak Bennett (Pedersen, 1996).
Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga mempunyai aksi
postural yang penting dalam mempertahankan posisi mandibula terhadap gaya gravitasi. Bila
mandibula berada pada posisi istirahat, gigi geligi tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah
atau freeway space diantara arkus dentalis superior dan inferior (Pedersen, 1996).
2.2.6

Keabnormala pada proses TMJ diantara:

1. Dislokasi

misalnya luksasi terjadi bila kapsul dan ligamen temporomandibula mengalami

gangguan sehingga memungkinkan processus condylaris untuk bergerak lebih kedepan dari
eminentia articularis dan ke superior pada saat membuka mulut. Kontriksi otot dan spasme yang
terjadi selanjutnya akan mengunci processus condylaris dalam posisi ini, sehingga mengakibatkan
gerakan menutup. Dislokasi dapat terjadi satu sisi atau dua sisi, dan kadang terjadi secara

sepontan bila mulut dubuka lebar, misalnya pada saat makan atau mengunyah. Dislokasi dapat
juga ditimbulkan oleh trauma saat penahanan mandibula waktu dilakukan anestesi umum atau
akibat pukulan. Dislokasi dapat bersifat kronis dan kambuh, dimana pasien akan mengalami
serangkaian serangan yang menyebabkan kelemahan abnormal kapsul pendukung dan
ligamen(subluksasi kronis) (Pedersen, 1996).
2.

Kelainan internal ini jika perlekatan meniscus pada kutub processus condylaris lateral
mengendur atau terputus, atau jika zona bilaminar mengalami kerusakan atau degenerasi akibat
trauma atau penyakit sendi ataupun keduanya, maka stabilitas sendi akan terganggu. Akibatnya
akan terjadi pergeseran discus kearah anteromedial akibat tidak adanya penahanan terhadap
pergerakan musculus pterygoideus laterralis superior. Berkurangnya pergeseran kearah anterior
yang spontan dari discus ini akan menimbulkan kliking yang khas, yang akan terjadi bila jarak
antara insisal meningkat. Sumber klikingsendi ini berhubungan dengan pergeseran prosescus
condylaris melewati pita posterior meniscus yang tebal. Dengan memendeknya pergeseran
anterior dari meniscus, terjadi kliking berikutnya. Pada tahap inilah discus akan bersifat
fibrokartilagenus, yang mendorong terbentuknya konfirgurasi cembung-cembung (Pedersen,
1996).
Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior yang terus
bertahan. Bila pita posterior dari discus yang mengalami deformasi tertahan di anterior processus
condylaris, akan terbentuk barier mekanis untuk pergeseran processus condylaris yang normal.
Jarak antar insisial jarang melebihi 25 mm, tidak terjadi translasi, dan fenomena clicking
hilang. Closed lock dapat terjadi sebentar-sebentar dengan disela oleh clicking dan locking,
atau bisa juga bersifat permanen. Pada kondisi parsisten, jarak antar insisal secara bertahap akan
meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior discus, dan bukannya oleh karena
pengurangan pergeseran yang terjadi. Keadaan ini dapat berkembang ke arah perforasi discus
yang disertai dengan osteoarthritis pada processus condylaris dan eminentia articularis (Pedersen,
1996).

3.

Closed lock akut Keadaan closed lock yang akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang
menyebabkan processus condylaris terdorong ke posterior dan akibat terjadi cedera pada
perlekatan posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang ditimbulkan dapat sangat parah, dan keadaan
ini kadang disebut sebagai discitis. Discitis ini lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan
discus daripada keadaan discus yang avaskular/aneural (Pedersen, 1996).

4. Artritis. Keradanga sendi temporomandibula yang disebabkan oleh trauma, atritis tertentu, dan
infeksi disebut sebagai artritis. Trauma, baik akut atau pun kronis, menyebabkan suatu keadaan
progresif yang ditandai dengan pembekaan, rasa sakit yang timbul hilang dan keterbatasan luas
pergerakan sendi yang terlibat (Pedersen, 1996).
5. Spasme otot. Miospasme atau kekejangan otot, yaitu kontraksi tak sadar dari satu atau kelompok
otot yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya nyeri dan sering kali dapat menimbulkan gangguan
fungsi. Devisiasi mandibula saat membuka mulut dan berbagai macam gangguan/keterbatasan
pergerakan merupakan tanda obyektif dari miospasme. Bila musculus maseter dan temporalis
mengalami kekejangan satu sisi, maka pergerakan membuka dari mandibula akan tertahan, dan
akan terjadi deviasi mandibula ke arah sisi yang kejang. Pada saat membuka mulut mengunyah
dan menutupkan gerakan akan timbul rasa nyeri ekstraartikular. Bil;a musculus pterygoideus
lateralis inferior mengalami spasme akan terjadi maloklusi akut, yang ditunjukkan dengan tidak
beroklusinya gigi-gigi posterior pada sisi yang sama dengan musculus tersebut, dan terjadi kontak
prematur gigi-gigi anterior pada sisi yang berlawanan. Nyeri akibat spasme pterygoideus lateralis
kadang terasa pada sendi itu sendiri. Bila terjadi kekejangan pada musculus masseter, temporalis,
dan musculus pterygoideus lateralis inferior terjadi secara berurutan, baik unilateral ataupun
bilateral, maka dapat timbul maloklusi akut (Pedersen, 1996).
6.

Oklusi. Pemeriksan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor oklusi,
merupakan awal yamg tepat. Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu
misalnya gigitan silang, gigitan dalam, gigi supraerupsi dan daerah tak bergigi yang tidak
direstorasi. Abrasi ekstrem dan aus karena pemakain seringakali merupakan tanda khas penderita
bruxism, yang bisa langsung dikenali. Protesa yang digunakan diperiksa stabilitas, fungsi dan
abrasi/aus pada oklusal (Pedersen, 1996).

7. Sters. Walaupu sters dikatakan memiliki peranan etiologis yang penting dalam dialami penderita
atau reaksi penderita dalam menghadapinya. Beberapa penderita akan mengalami kualitas
tidurnya menjadi rendah dengan mulai timbulnya bruxism dengan keadaan sters (Pedersen, 1996).
2.3. Kelainan sendi temporomandibula
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fnsi akibat
adanya kelainan struktural dan dangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas
salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural
jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah disfungsi.

STM yang diberikan beban berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya
ataun mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus dan eminensia yang
akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-keduanya. Idealnya, semua
pergerakan STM harus dipenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.
2.3.1. kelainan struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur
persendiana akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi atau neoplasma dan
umumnya jarang dijumpai.
Gangguan pertumbuhan konginetal berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum
kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya
gangguan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah
yang menimbulkan masalah estetika juga masalah fungsional
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang maana cacat ini dapat
menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus.
Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan struktural.
Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi kerena variasi dari tekanan emosional. Oleh
karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan,
menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus.
Tekanan berlebihan yang terus menrus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai
terjadi fraktur pada diskus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan
artikular
Kelainan trauma akibat perubahan pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan, kondilus ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adlah dislokasi,
hemartrosisi dan fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut
dan terjadi open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau dua saluran pendengaran.
Kelainan struktural akibat trauma STM juga dapat menyebabkan edema atau hemorage
di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien
mengalami pembengkakan pada daerah STM , sakit bila digerakaan dan pergerakan sendi
berkurang. Kondisi ini kadang kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.

Kelainan struktural yang dipengaruhi penyakit infeksi akan melibatkan sistem


muskuluskeletal yang banyak terdapat pada STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain yaitu
osteoarthritis dan reumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan
sekililing STM
2.3.2. Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang
menyimpang kerena adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap
individu saat melakukan pergeseran mandibula saat melakukan pergeseran mmandibula tanpa
menimbulakan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal dengan zona toleransi fisiologik. Apabila ada
rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat oklusi gigi yang menimbulkan kontak
prematur, respon yang timbul berfariasi akibat biologis yang umumnya merupakan respon adaptif
atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat
sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut contoh dari perubahan adaptif
adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya perubahan membran periodontal, resorbsi
alveolar setempat. Periode oklusi ini akan jalan terus menerus sampai batas toleransi fisiologis
otoy-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama adatasi ini akan berlangsung
berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan patologi.
Setelah batas psikologis ini terlampaui respon jaringan mengalami perubahann yang bersifat lebih
patologis. Keluhan dirasakan pada otot-otot pergerakan mandibula, atau dapat pula pada sendi
temporo mandibula.
2.3.3. Tanda dan gejala gangguan sendi rahang
A. Tanda-tanda dan gejala gangguan TMJ adalah :
1.

Sakit atau perih di sekitar sendi rahang

2.

Rasa sakit di sekitar telinga

3.

Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan

4.

Rasa sakit di wajah

5.

Suara clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah atau membuka mulut anda.

6.

Rahang terkunci, kaku, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.

7.

Sakit kepala

8.

Gigitan yang rasanya tidak pas

9.

Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami
kontak prematur (lebih awal dari yang lain.
Bisa saja anda merasakan sakit ketika tidak menggerakkan rahang anda sekalipun.
Tapi pada kebanyakan kasus, rasa sakit baru terasa ketika rahang mulai digerakkan.
Clicking rahang sering juga terjadi pada rahang normal dan belum tentu
menandakan sebuah masalah. Jika tidak ada nyeri atau kekakuan yang membatasi pergerakan
rahang, bisa jadi anda memang tidak mengalami gangguan TMJ.
B. Penyebab
Beberapa kasus TMJ ditelusuri lewat trauma yang dialami rahang, degenerasi
jaringan di sekitar sendi rahang, osteoartritis, reumatoid artritis atau inflamasi. Kebanyakan
kasus gangguan TMJ, belum jelas penyebabnya. Beberapa ahli percaya respon terhadap stress
dan kecemasan adalah hal utama yang berkontribusi terhadap terjadinya gangguan TMJ.
Jika anda sering menggemertakkan rahang anda ketika stress, merasa sakit atau
sedang berkonsentrasi, otot-otot TMJ tetap dalam keadaan berkontraksi. Hal ini membuat otot
mulut terganggu.
Kebiasaan lain yang mungkin juga mengganggu kondisi otot rahang adalah suka
menggigit-gigit pulpen atau permen karet.
Posisi kepala, leher dan bahu yang tidak bagus, misalnya mendorong badan ke depan
saat di depan komputer atau membaca sambil tiduran, akan memberi tekanan yang tidak ideal
pada otot dan rangka tubuh yang percaya atau tidak juga berkaitan erat dengan otot rahang dan
sendi rahang.
C. Diagnosis
Beberapa tes yang dilakukan untuk menetapkan bahwa anda mengalami gangguan
TMJ adalah :

1.

Riwayat kesehatan anda. Seperti berapa lama anda merasakan sakit pada rahang, apakah anda
pernah mengalami cedera di rahang, atau apakah anda pernah mendapatkan perawatan gigi barubaru ini.

2.

Mendengarkan pergerakan rahang anda dan merasakan pergerakannya saat membuka atau
menutup mulut.

3.

Mengamati seberapa besar pergerakan rahang anda.

4.

Menguji pengunyahan anda untuk melihat apakah ada sesuatu yang abnormal.

5.

Memeriksa kondisi tambalan gigi apakah terlalu tinggi, gigi yang miring, gigi yang tanggal
sebelum waktunya dan lain-lain yang bisa menimbulkan gangguan pergerakan rahang.

6.

Memeriksa tanda-tanda bruxism pada gigi anda

7.

Menekan-nekan daerah sekitar rahang anda untuk menemukan lokasi ketidaknyamanan.

8.

Menanyakan apakah anda sedang stress atau mengalami anxietas (kecemasan)


Dokter anda juga akan memerintahkan foto rontgen kepala anda untuk mengetahui
kondisi yang sebenarnya terjadi di rahang.
2.3. ETIOLOGI
1. Kondisi oklusi.
Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini
banyak diperdebatkan
2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :

1.

Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural, seperti
pukulan pada wajah atau kecelakaan.

2. Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism dan
clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti
gigi, sendi rahang, atau otot.
3. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah
peningkatan stres emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus,
sistem retikula, dan sistem limbic adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat
emosional individu. Stres sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD.
Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan
ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik
seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat
juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang
merupakan salah satu etiologi TMD

4. Deep pain input (Aktivitas parafungsional)


Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti
mengunyah, bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah
bruxism, dan kebiasaankebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu
sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan
masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan antara
bruxism dan clenching. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari,
sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat
dilakukan pada siang ataupun malam hari.
2.4. gejala Gangguan Sendi Rahang
Kelainan-kelainan sakit sendi rahang umumnya terjadi karena aktivitas yang tidak
berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian berlebihan. Gejalagejala bertendensi menjadi kronis dan perawatan ditujukan pada eliminasi faktor-faktor yang
mempercepatnya. Banyak gejala-gejala mungkin terlihat tidak berhubungan dengan TMJ sendiri.
Berikut adalah gejala-gejala yang umum:
1.

Sakit Telinga: Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan sakit telinga
namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya digambarkan sepertinya berada
di muka atau bawah telinga. Seringkali, pasien-pasien dirawat berulangkali untuk penyakit yang
dikirakan infeksi telinga, yang seringkali dapat dibedakan dari TMJ oleh suatu yang berhubungan
dengan kehilangan pendengaran (hearing loss) atau drainase telinga (yang dapat diharapkan jika
memang ada infeksi telinga). Karena sakit telinga terjadi begitu umum, spesialis-spesialis kuping
sering diminta bantuannya untuk membuat diagnosis dari gangguan sendi rahang.

2.

Kepenuhan Telinga: Kira-kira 30% pasien dengan gangguan sendi rahang menggambarkan
telinga-telinga yang teredam (muffled), tersumbat (clogged) atau penuh (full). Mereka dapat
merasakan kepenuhan telinga dan sakit sewaktu pesawat terbang berangkat (takeoffs) dan
mendarat (landings). Gejala-gejala ini umumnya disebabkan oleh kelainan fungsi dari tabung
Eustachian (Eustachian tube), struktur yang bertanggung jawab untuk pengaturan tekanan
ditelinga tengah. Diperkirakan pasien dengan gangguan sendi rahang mempunyai aktivitas hiper
(spasme) dari otot-otot yang bertanggung jawab untuk pengaturan pembukaan dan penutupan
tabung eustachian.

3.

Dengung Dalam Telinga (Tinnitus): Untuk penyebab-penyebab yang tidak diketahui, 33%
pasien dengan gangguan sendi rahang mengalami suara bising (noise) atau dengung (tinnitus).
Dari pasien-pasien itu, separuhnya akan hilang tinnitusnya setelah perawatan TMJnya yang
sukses.

4.

Bunyi-Bunyi: Bunyi-bunyi kertakan (grinding), klik ( clicking) dan meletus (popping), secara
medis diistilahkan crepitus, adalah umum pada pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang.
Bunyi-bunyi ini dapat atau tidak disertai dengan sakit yang meningkat.

5. Sakit Kepala: Hampir 80% pasien dengan gangguan sendi rahang mengeluh tentang sakit kepala,
dan 40% melaporkan sakit muka. Sakitnya seringkal menjadi lebih ketika membuka dan menutup
rahang. Paparan kepada udara dingin atau udara AC dapat meningkatkan kontraksi otot dan sakit
muka.
6. Pusing: Dari pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang, 40% melaporkan pusing yang samar
atau ketidakseimbangan (umumnya bukan suatu spinning type vertigo). Penyebab dari tipe pusing
ini belum diketahui.
7. Penelanan : Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
8.

Rahang Terkunci : Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga sulit membuka atau menutup
mulut

9. Gigi: Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami
kontak prematur dan bisa d sebabkan karena maloklusi atau merasa gigitan tidak pas

2.5. pemeriksaan
2.5.1.Pemeriksaan klinis
1. Inspeksi
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi, sendi
rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya
dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya.
Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti
bruxism.
2. Palpasi :

a.

Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada
dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.

b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.
c.

Zygomatic arch (arkus zigomatikus).

d.

Masseter muscle

e.

Digastric muscle

f.

Sternocleidomastoid muscle

g. Cervical spine
h.

Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan nyeri ke dasar
tengkorang dan bagian temporal

i.

Lateral pterygoid muscle

j.

Medial pterygoid muscle

k.

Coronoid process

l.

Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes
terbagi atas 5, yaitu :

1.

Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus
lateral)

2. Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan m.
pterigoideus medial)
3.

Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral
dan medial yang kontralateral)

4. Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral)
5.

Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis)

3. Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien dengan
masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan bermotor
kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ. Evaluasi pada cervikal
dilakukan dengan cara :
a.

Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat
asimetris kedua bahu atau deviasi leher

b.

Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke depan

c.

Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya
mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.

d.

Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya
pergerakan ini sekitar 60 derajat

e.

Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45
derajat

4. Auskultasi : Joint sounds


Bunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitus. Clicking adalah bunyi singkat
yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah
bersifat difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau
menutup mulut bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang seperti
pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan
menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu
pergeseran yang berat. TMJ clicking sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop.
5. Range of motion:
Pemeriksaan pergerakan Range of Motion dilakukan dengan pembukaan mulut secara
maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of
motion diukur dengan :
a.

Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)

b. Lateral movement
c.

Protrusio movement
2.5.2. pemeriksaan penunjang

1.

Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus
diperhatikan antara lain:

a.

Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan

b. Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.


c.

Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.

d. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.


e.

Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.

2.

Panoramik Radiografi : Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat hampir seluruh
regio maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara lain :

a.

Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.

b.

Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya yang terjadi akibat
goyang saat pengambilan gambar.

c.

Gambar yang kurang tajam. Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis,
neoplasma, kelainan pertumbuhan pada TMJ.

3.

CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat kelainan
tulang pada TMJ.
2.6. Perawatan Ganggguan Sendi Rahang
Dukungan utama dari perawatan untuk sakit sendi rahang akut adalah panas dan es,
makanan lunak (soft diet) dan obat-obatan anti peradangan ( Suryonegoro H, 2009 ).

1. Jaw Rest (Istirahat Rahang)


Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah sebanyak mungkin. Adalah
juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan menggunakan metodemetode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah
permen karet atau makan makanan yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti
sayuran mentah, permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang memerlukan
pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan ( Suryonegoro H, 2009 ).
2. Terapi Panas dan Dingin
Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot. Bagaimanapun, segera
setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan penggunaan dingin adalah yang terbaik.
Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit (Suryonegoro H, 2009 ).
3. Obat-obatan
Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya), naproxen
(Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi otot
seperti diazepam (Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot ( Suryonegoro H,
2009 ).
4. Terapi Fisik

Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi listrik
membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari rahang
( Suryonegoro H, 2009 ).
5. Managemen stres
Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan juga dapat
membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien mengenali
waktu-waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode
untuk membantu mengontrol mereka ( Suryonegoro H, 2009 ).
6. Terapi Occlusal
Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada gigi-gigi,
ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak untuk
mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism
( Suryonegoro H, 2009 ).
7. Koreksi Kelainan Gigitan
Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk mengkoreksi gigitan
yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil.
Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari
gigi-gigi ( Suryonegoro H, 2009 ).
8. Operasi
Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan sebagai
jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint restructuring),
dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat
dari kerusakan rahang atau perburukan rahang (Suryonegoro H, 2009 ).
9. Perawatan Tanpa bedah
Beberapa kasus gangguan TMJ akan berakhir dengan perawatan biasa yang bahkan
mungkin tidak membutuhkan kehadiran dokter gigi di samping anda. Di antaranya :
a.

Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda akan mengingatkan anda untuk lebih
memperhatikan kebiasaan-kebiasaan anda sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggemertakkan gigi,
bruxism, atau menggigit-gigit sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik
seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu rapat,
lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.

b.

Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda tidak membuka mulut
terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya jangan tertawa berlebihan.

c.

Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana caranya meregangkan
atau memijat otot rahang anda. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan petunjuk
bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

d.

Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah anda baik dengan kompres
panas atau dingin akan membantu relaksasi otot rahang.

e.

Obat anti inflamasi. Untuk mengurangi inflamasi (peradangan) dan rasa sakit, dokter gigi anda
mungkin akan menyarankan aspirin atau obat anti inflamasi nonsteroid lainnya, misalkan
ibuprofen (Advil, Motrin, dll)

f.

Biteplate. Jika TMJ anda mengalami kelainan pada posisi mengunyah, sebuah biteplate
(pemandu gigitan) akan diberikan. Biteplate dipasang di gigi untuk menyesuaikan rahang atas
dengan rahang bawah. Dengan posisi mengunyah yang benar tentunya akan membantu
mengurangi tekanan di struktur sendi.

g.

Penggunaan night guard. Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan bruxism di malam hari.

h.

Terapi kognitif. Jika TMJ anda mengalami gangguan karena stress atau anxietas, dokter gigi
anda akan menyarankan untuk menemui psikiater untuk mengatasinya.

10. Perawatan lanjutan


Jika perawatan non bedah tidak berhasil mengurangi gejala gangguan TMJ, dokter gigi
anda akan merekomendasikan perawatan berikut :
a.

Perawatan gigi. Dokter gigi anda akan memperbaiki gigitan dengan menyeimbangkan
permukaan gigi anda. Caranya bisa dengan mengganti gigi yang hilang atau tanggal, memperbaiki
tambalan atau membuat mahkota tiruan baru.

b.

Obat kortikosteroid. Untuk sakit dan peradangan pada sendi, obat kortikosteroid akan
diinjeksikan ke dalam sendi.

c.

Arthrocentesis. Prosedur ini dilakukan dengan jalan menyuntikan cairan ke dalam sendi untuk
membuang kotoran atau sisa peradangan yang mengganggu rahang.

d.

Pembedahan. Jika semua perawatan tidak berhasil juga, dokter gigi akan merujuk anda ke dokter
gigi spesialis bedah mulut.

Anda mungkin juga menyukai