Adapun berbagai masalah yang dapat menjadi hambatan bagi pembiayaan kesehatan
secara sederhana dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kurangnya dana yang tersedia
Di banyak negara, terutama di negara yang sedang berkembang, dana yang
disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaidah memadai. Rendahnya
alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih kurangnya kesadaran pengambil
keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan dari pengambilan keputusan
menganggap pelayanan kesehatan tidak bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif
dan karena itu kurang diprioritaskan. Ambil Contoh Untuk Indonesia misalnya, jumlah
dana Yang disediakan hanya berkisar antara 2 - 3% dari total anggaran belanja dalam
setahun. Kurangnya dana yang tersedia adalah hambatan yang paling sering terjadi.
Solusinya mengarah pada peningkatan pendanaan kesehatan agar mencukupi untuk
mendukung pembangunan kesehatan sebagai investasi sumber daya manusia.
2. Penyebaran dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan (equity - fairness)
Penyebaran dana yang tidak sesuai juga akan menimbulkan hambatan dalam
pembiayaan kesehatan walaupun dana yang tersedia sudah mencukupi, seperti dana yang
kebanyakan justru beredar di perkotaan, padahal jika ditinjau dari penyebaran penduduk
di negara berkembang kebanyakan bertempat tinggal di daerah pedesaan. Solusinya
adalah dengan menyempurnakan sistem pelayanan sehingga dana pelayanan kesehatan
dapat tersebar dan termanfaatkan dengan baik.
tidak kurang dari US$ 39.000 per tahun per dokter umum, dibandingkan jika Rumah
Sakit tersebut mempergunakan dokter spesialis dan atau subspesialis.
9. Perubahan pola hubungan dokter-pasien
Meningkatnya, biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh perubahan pola hubungan
dokter-pasien (doctor-patient relationship). Pada saat ini sebagat akbat perkembangan
spesialisasi dan subspealisasi serta penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi,
Menyebabkan hubungan dokter pasien tidak begitu erat lagi. Tidak mengherankan jika
sampai terjadi perselisihan paham, dapat mendorong sengkota dan bahkan tuntutan
hukum ke pengadilan.
10. Penyalahgunaan asuransi kesehatan
Asuransi kesehatan (health insurance) sebenarnya adalah salah satu mekanisme
pengendalian biaya kesehatan. Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang
lazirn ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party system) dengan sistem
mengganti biaya (reimbursment) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan.
11. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya
12. Dasar aturan sistem kapitasi yang yang belum jelas
Pada era transisi system pembiayaan fee for service ke sistem kapitasi
memunculkan permasalahan pembagian kapitasi yang belum jelas dasar hukum dan
aturannya. Pembagian besaran kapitasi untuk klinik pratama swasta gabungan dokter
gigi dan dokter umum pembagian kapitasi yang dipersepsikan adalah Rp.
8.000,-/peserta/bulan apabila klinik pratama tersebut tidak ada Dokter Gigi, dan
sebesar Rp.10.000,-/peserta/bulan apabila dalam klinik tersebut mempekerjakan
Dokter Gigi. Permasalahan timbul saat pembagian besaran kapitasi tersebut menjadi
kebijakan internal tanpa adanya panduan-panduan umum yang menyertai, karena
dari beberapa laporan Dokter Gigi yang bekerja di klinik umum dan tidak
menginvestasikan peralatan sama sekali (hanya jasa Dokter Gigi ) maka klinik akan
mengatur semua keuangan yang didapat dari kapitasi. Sehingga yang berlaku di klinik
tersebut lebih cenderung ke arah pelayanan kuratif, Dokter Gigi tidak ada keleluasaan
mengatur pelayanan untuk preventif dan promotif agar terhindar dari resiko kerugian
keuangan, hal ini bertentangan dengan prinsip paradigma sehat yang dianut sebagai dasar
pelaksanaan pelayanan primer dengan model kapitasi.
13. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang baik
Sumber daya manusia juga bisa dianggap sebagai hambatan karena sumber daya
manusia inilah yang mengelola dan dapat menjadi salah satu penentu kualitas sebuah
sistem keuangan.