Anda di halaman 1dari 6

Elisabeth Juniharta 20190309067

HUKUM KESEHATAN TUGAS IV

1. Masalah – masalah dalam penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia :


2. Tanggapan anda tentang persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai permenkes No.
971 th 2008 Standart Kompetensi Pejabat

Jawaban :

1. Masalah-masalah dalam penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia


Pelayanan Rumah Sakit mengatur sistem pelayanan di rumah sakit. Sistem
pelayanan tersebut mengikuti ketentuan dalam akreditasi rumah sakit. Pengaturan
tersebut bertujuan meningkatkan mutu rumah sakit dan meningkat indikator
keselamatan pasien.
Masalah yang terjadi meliputi aspek :
 Accessibility
Kondisi geografis Indonesia yang mempunyai banyak wilayah dengan
karakteristik yang beragam, menghadapi tantangan tersendiri dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tidak dapat dipungkiri, beberapa
permasalahan kesehatan masyarakat yang tidak kunjung selesai, salah
satunya adalah permasalahan akses. Status kesehatan masyarakat dan
cakupan pelayanan kesehatan di daerah terpencil perbatasan masih rendah.
Masyarakat secara umum belum mempunyai pengetahuan dan perilaku hidup
sehat dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Penggunaan puskesmas di
daerah terpencil antara lain dipengaruhi oleh akses pelayanan yang tidak
hanya disebabkan masalah jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu
(determinan) yaitu determinan penyediaan yang merupakan faktor-faktor
pelayanan, dan determinan permintaan yang merupakan faktor-faktor
pengguna. Determinan penyediaan terdiri atas organisasi pelayanan dan
infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan dan distribusi
petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan determinan
permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya pendidikan
dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan masyarakat
yang rendah atau miskin. Kebutuhan primer agar memperoleh akses
pelayanan yang efektif: adalah tersedianya fasilitas dan petugas, jarak dan
finansiil terjangkau serta masalah sosial budaya yang dapat diterima oleh
pengguna. Kendala yang ada adalah jarak tempat tinggal pengguna dari
tempat pelayanan, kekurangan alat-alat dan persediaan di tempat pelayanan,
kekurangan dana untuk biaya transportasi, dan kekurangan dana untuk biaya
pengobatan. Selain faktor sarana dan prasarana transportasi, masih banyak
faktor-faktor lain yang belum terungkap dengan jelas terkait dengan
keterjangkauan pelayanan yang dapat membantu menyelesaikan masalah
tersebut.
 Capability
Setiap 100 ribu penduduk di Indonesia saat ini rata-rata punya 50 dokter. Rasio
ini lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tujuh tahun lalu rasionya
hanya 37:100.000. Meskipun rasio dokter saat ini memenuhi target yang
ditetapkan oleh pemerintah, jumlah ini baru separuh dari angka yang
diharapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa ini merekomendasikan tiap negara memiliki setidaknya 228 tenaga
kesehatan (dokter, perawat, dan bidan) untuk 100.000 penduduk. Khusus
untuk dokter, angka 100 per 100.000 penduduk disebut sebagai nilai ideal
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Masalahnya
bukan hanya kekurangan jumlah dokter secara keseluruhan, tapi yang lebih
mencemaskan adalah ketimpangan distribusi dokter antara kota besar dan kota
kecil, Jawa dan luar Jawa, perkotaan dan pedesaan.
Keengganan dokter bekerja di wilayah pedesaan dan terpencil antara lain
disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung di
wilayah ini. Di samping itu rendahnya insentif dan ketidakjelasan
perkembangan karir pun menyebabkan banyak dokter dan tenaga kesehatan
lainnya enggan bertahan di daerah-daerah tersebut. Faktor lainnya, kurangnya
fasilitas pendidikan untuk anak dan lapangan pekerjaan untuk suami atau istri
dokter, serta terbatasnya ketersediaan peralatan kesehatan dan obat-obatan di
luar perkotaan.
 Capacity
Tidak semua institusi kesehatan di Indonesia memiliki peralatan yang
memadai. Padahal, keberadaan alat-alat ini sangat penting dalam membantu
proses diagnosa serta rehabilitasi yang dilakukan tenaga medis seperti dokter.
Tanpa dukungan alat-alat tersebut kinerja dokter dan tenaga kesehatan lain
akan terhambat. Tidak hanya di daerah, kondisi serupa juga terjadi di kota-
kota. Bahkan tidak jarang, pasien harus dirujuk ke rumah sakit di luar negri
guna mendapatkan perawatan lebih dengan ketersediaan alat yang lebih
canggih. Di sisi lain, data yang dirilis oleh Kemenkes RI tahun 2014
menyebutkan bahwa 95,13 persen alat kesehatan di Indonesia adalah impor.
Hal ini menunjukan ketertinggalan Indonesia dalam riset dan industri alat
kesehatan. Selain itu, faktor paling krusial yang mengakibatkan ketimpangan
pelayanan kesehatan adalah masalah finansial. Indonesia sendiri masih
bergulat menyelesaikan hal tersebut. Apabila permasalahan ini dapat diuraikan
dengan baik, maka permasalahan lain seperti ketidakmerataan penyebaran
dokter, kesulitan infrastruktur medis, dan akomodasi di daerah terpencil, hingga
pengembangan alat kesehatan tentunya dapat diselesaikan. Alat-alat medis
dengan terobosan-terobosan inovatif yang belum dimiliki oleh banyak rumah
sakit. Kalau pun ada, ketersediaannya terbatas sehingga tidak mampu
mengakomodir jumlah pasien yang banyak.
 Affordability
Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan
kesehatan. Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Berdasarkan
pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu
berdasarkan:
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana
yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka
dilihat pengertian ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan
adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-
pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi
penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi
(investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang
harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini
biaya kesehatan menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan,
namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni dalam
rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkannya.
Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang
yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya
kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan
memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan
kesehatan di Indonesia yang belum tercapai. Oleh karena itu reformasi
kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting
kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya
kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan
efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.

2. Persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai permenkes No. 971 th 2008 Standart


Kompetensi Pejabat menurut saya :
Jabatan struktural Direktur Rumah Sakit apakah bisa di jabat oleh seorang
yang bukan dokter? Peraturan Menteri Kesehatan nomer 971/Menkes/per/XI/2009
Pasal 10 ayat 1 “Direktur Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan”. Tenaga medis yang dimaksud,
menurut beberapa kalangan yang berkepentingan ingin mendududki jabatan direktur
rumah sakit yang bukan dari kalangan dokter, adalah siapapun yang bekerja dibidang
kesehatan, termasuk perawat, tenaga kesehatan lingkungan dan kefarmasian.
Agar pelayanan berjalan paripurna, maka rumah sakit tidak hanya melakukan
pelayanan kesehatan sampai ke tingkat yang canggih, tetapi juga
pendidikan/pelatihan SDM, penelitian dan pengembangan. Jadi tugas direktur adalah
sebagai leader dan manajer agar semua kegiatan itu bisa berjalan dengan baik dalam
anggaran yang tersedia (rumah sakit publik) maupun anggaran yang harus dicari
(rumah sakit swasta dan rumah sakit publik melalui kerangka BLU). Dalam
menjalankan tugas itu direktur rumah sakit harus menguasai banyak aspek manajerial
mengingat agar sukses ia harus memelihara komunikasi baik dengan konsumen
dengan berbagai pihak yang berkepentingan diluar rumah sakit , serta berkoordinasi
dengan puluhan macam tenaga di dalam rumah sakit sendiri. Jadi justru proporsi
pelayanan medis hanyalah bagian dari seluruh kegiatan di rumah sakit. Karena itu
tidak salah kalau orang mendefinisikan rumah sakit sebagai sebagai organisasi
pelayanan yang paling kompleks yang padat modal (peralatan canggih) tetapi
sekaligus juga padat karya.
Kalau melihat itu haruskah direktur rumah sakit tenaga medis? Menurut saya harus.
Yang relevan untuk dijadikan pedoman penetuan kepala rumah sakit harus dokter
adalah : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 191/MENKES-KESOS/SK/II/2001
tertanggal 28 Pebruari 2001, pada pasal II, ayat (3) yang berbunyi: “Direktur Rumah
Sakit adalah tenaga dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang mempunyai
kemampuan dibidang perumahsakitan dan menghayati profesi kesehatan khususnya
profesi kedokteran”.
Depkes akan mengaudit dan memebrikan penilaian atas posisi ini. Depkes memiliki
program akreditasi yang harus dilakukan oleh semua institusi pelayanan kesehatan
yang menggunakan klasifikasi/nama “Rumah Sakit” dalam bisnisnya.

Berikut adalah perangkat Akreditasi yang digunakan untuk mengaudit keberadaan


direktur dan pemilik rumah sakit:
Standard 3. STAFF dan PIMPINAN

Adanya pelimpahan kewenangan dari pemilik kepada pengelola rumah sakit untuk
megelola sumber daya manusia (SDM)
S.3.P.1. Pemilik menetapkan tertulis Direktur Rumah Sakit
 Skor:
0:Tidak ada Direktur rumah sakit
1: Pemilik rumah sakit merangkap sebagai Direktur, kualifikasi sebagai Direktur
rumah sakit belum dipenuhi.
2: Pemilik rumah sakit merangkap sebagai Direktur, kualifikasi sebagai Direktur
rumah sakit sudah dipenuhi.
3: Pemilik rumah sakit sudah menetapkan Direktur, kualifikasi sebagai Direktur
rumah sakit belum dipenuhi.
4: Pemilik rumah sakit sudah menetapkan Direktur, kualifikasi sebagai Direktur
rumah sakit sudah dipenuhi.
5: Pemilik rumah sakit sudah menetapkan Direktur, kualifikasi sebagai Direktur
rumah sakit sudah dipenuhi, disertai pemilikan ijazah dan gelar pasca sarjana
(S2) dalam bidang manajemen.

Anda mungkin juga menyukai