Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dara Putri Afiza

NIM : 20190309126
Kelas : A
1. masalah-masalah dalam penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia!
-Konektivitas Kendala konektifitas menjadi penyebab utama sistem kesehatan digital (E-
Health) di Indonesia tidak berkembang, terutama di daerah-daerah terpencil yang seharusnya
butuh akses kesehatan yang sama dengan masyarakat kota. Konektifitas masih kendala.
Satelit Palapa nantinya harus bisa menjangkau pulau di Timur. Bila konektifitas sudah merata
di seluruh Indonesia, maka bisa dipastikan masyarakat bisa mendapat akses kesehatan yang
baik karena bisa berkonsultasi dengan dokter meski berjauhan begitupun biayanya jauh lebih
murah. -Kejelasan Regulasi Menurut sebuah survei sebesar 15,6 persen pengguna masih
merasa tidak puas dengan adanya layanan kesehatan digital. Ketidakpuasaan ini terjadi
karena pengguna mengkhawatirkan keamanan data yang diinput ke dalam layanan kesehatan
digital tersebut. belum adanya aturan tentang tata cara pengantaran obat agar tidak
terkontaminasi benda lain hingga sampai kepada pasien. Selain keamanan data, yang masih
menjadi masalah utama dalam perkembangan layanan digital ini antara lain, terjadinya
komunikasi yang kurang baik antara dokter dengan penderita penyakit karena tidak
memeriksa penyakit secara langsung. Apalagi secara pengalaman, banyak dokter yang tidak
terbiasa memeriksa penyakit hanya melalui telepon. Kendala-kendala soal regulasi di atas,
tentu menjadi kendala pada perkembangan e-health. Pemerintah hendaknya mengatur
regulasi tersebut secara cepat mengingat pengguna layanan kesehatan digital semakin
bertumbuh.
-Bonus Demografi Populasi Indonesia merupakan populasi ke-4 terbesar di dunia, yang
banyak didominasi oleh usia muda dan masyarakat ekonomi kelas menengah. Bonus
demografi ini menjadi kekuatan untuk Indonesia untuk bersaing di kancah global. Sayangnya,
bonus demografi ini tak dibarengi dengan pelayanan kesehatan yang baik. Anak muda dan
masyarakat yang dianggap mampu memajukan Indonesia justru jadi tak terlindungi karena
tidak ada pelayanan kesehatan yang baik. bonus demografi bisa menjadi pemasalahan. Kalau
hanya besar, tapi sistem kesehatan tidak memenuhi apalagi sekarang usia muda sudah banyak
yang kena penyakit berat, ini akan jadi beban biaya kalau sistem kesehatannya enggak baik.
-Negara Kepulauan, menjadi negara kepulauan, memang sangat berpengaruh besar terhadap
potensi ekspor Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Indonesia terkenal dengan beragam
SDA dan keindahan alam yang mampu menarik wisatawan berkunjung. Di sisi lain, distribusi
pangan dan distribusi kesehatan banyak terkendala karena tidak bisa ditempuh hanya dengan
jalur darat. Apalagi secara bisnis, rumah sakit swasta tidak serta merta ingin membangun
cabangnya di tempat terpencil. Akhirnya investor maunya investasi di daerah-daerah yang
punya impact banyak sehingga ada disparitas di sini. Ini memang susah karena luas sekali,
pemerintah pun saat ini sulit menemukan cara yang bagus bagaimana.
-Pelayanan rendah, tingkat pelayanan rumah sakit di Indonesia relatif rendah. Ini tercermin
dari kendala masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan di beberapa rumah sakit.
Pasien yang menderita penyakit berat diminta menanti pelayanan hingga 1 bulan lamanya di
rumah. Prosesnya itu sendiri masih belum membantu. Sampai hari ini masih kita lihat antrian
panjang di beberapa rumah sakit. Mereka, pasien yang menderita penyakit berat, harus
menunggu 1 bulan di rumah, hal-hal tersebut yang mesti kita sikapi dengan baik. Akibatnya,
banyak masyarakat di daerah yang akhirnya memilih negara lain untuk berobat ketimbang di
Indonesia.
-Teknologi tak dimanfaatkan dengan baik,teknologi yang ada tak dimanfaatkan dengan baik
untuk pelayanan kesehatan. Padahal pengguna internet di Indonesia paling tinggi ketimbang
negara lain. contoh tentang iWatch, iWatch kita pasang di tangan kita, itu bisa mendeteksi
kondisi jantung dan kondisi sistem tubuh lainnya. Tapi saat berobat, kita tidak
memberitahukan kepada dokter kalau kita punya rekam manual melalui iWatch itu. Padahal
kalau diberitahu, dokter bisa langsung merekomendasikan pengobatan yang lebih tepat, bila
kendala di atas bisa diatasi dengan baik, sistem pelayanan di Indonesia akan lebih merata dan
terintegrasi baik offline maupun online.
2. Tanggapan anda tentang persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai Permenkes No: 971 th
2008 Standard Kompentensi Pejabat
Direktur yang bagus akan mampu membawa rumah sakit dan sumber daya yang ada
menggapai visi yang dicita-citakan pemiliknya. Memang tidak hanya direktur yang
menentukan keberhasilan sebuah rumah sakit, Masih banyak variabel lain yang
mempengaruhinya, seperti system dan budaya kerja yang berlaku. Namun paling tidak,
direktur yang bagus mampu menciptakan atau mengkondisikan situasi dan sumber daya yang
ada untuk mendukung tercapainya sebuah cita cita. Termasuk juga mampu menghadapi
tantangan persaingan dalam industri pelayanan kesehatan yang semakin kompetitif. mencari
direktur rumah sakit yang bagus cukup sulit. Karena syarat menjadi pimpinan rumah sakit
menurut undang undang rumah sakit harus tenaga medis yaitu harus seorang dokter. Padahal
untuk memimpin rumah sakit kompetensi utamanya adalah kemampuan manajerial, yang itu
tidak pernah didapatkan selama pendidikan dokter. Porsi pengetahuan medis menjadi kurang
dominan lagi. Maka, meski seorang dokter hebat dalam mengobati pasien, senior, dan
memiliki pasien banyak, belum tentu mampu mengelola rumah sakit dengan baik.
Direktur yang ideal untuk rumah sakit dalah seorang dokter yang punya kemampuan
manajerial yang bagus, punya sifat kepemimpinan yang kuat, berpengalaman,
dengan personality yang baik. ciri pemimpin yang baik adalah karakter yang kuat, memiliki
kompetensi, dan punya networking yang luas. Pemimpin rumah sakitpun seharusnya begitu.
Dengan karakter yang kuat akan mampu mengelola berbagai macam profesi yang saling
berinteraksi, yang tak jarang saling bersitegang mempertahankan egoisme profesinya. Visi
yang jelas biasanya menyertai pemimpin dengan karakter yang kuat. Kompetensi yang
dibutuhkan oleh direktur cukup banyak. Tidak hanya manajemen sumberdaya manusia yang
penting dalam menjamin pelayanan yang ramah, tapi juga manajemen keuangan, pemasaran,
logistik, sistim informasi, keperawataan, dan lain lain. Memang tidak mungkin menguasai
semua secara mendalam tapi paling tidak mengerti kerangka berfikirnya sehingga bisa
berkomunikasi dan memberi arahan kepada bawahan. Kemampuan membangun jejaring
diperlukan guna membangun kerjasama dengan pihak luar untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Misalnya untuk mendapatkan tenaga medis (dokter atau perawat) yang bagus
seringkali didapatkan dari hubungan dan lobi banyak pihak. Inilah gunanya jejaring. Seorang
direktur juga harus bisa membina hubungan yang baik dengan regulator ( IDI, PERSI, dinas
kesehatan, organisasi profesi, dll) agar tidak ketinggalan informasi mengingat perubahan
peraturan di dunia perumah-sakitan sangat cepat sekali.

3. masalah-masalah dalam persyaratan perizinan Rumah Sakit


Omnibus law sesuai perintah Presiden adalah mempermudah investasi. Hal itu termasuk di
sektor kemudahan dalam izin operasional Rumah Sakit (RS). Berdasarkan Pasal 17 UU
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terdapat sejumlah sanksi. Yaitu tidak diberikan
izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit. Yang
dikenakan sanksi diantaranya terkait:
1. Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan.
2. mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil
kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
3. Persyaratan bangunan.
4. Standar prasarana rumah sakit.
5. Standar sumber daya manusia di Rumah Sakit.
6. Standar tenaga medis.
7. Ketersediaan kefarmasian.
8. Ketersediaan peralatan hingga perawatan
Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak
diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.

4. bagaimana tanggapan saudara tentang klasifikasi Rumah Sakit


Selain akreditasi rumah sakit, di dalam dunia perumahsakitan juga dikenal dengan klasifikasi
rumah sakit. Mulai dari tipe A hingga D. Berbeda tipe, juga berbeda ketentuannya. Selain
harus memperhatikan akreditasi, rumah sakit juga harus memperhatikan tipe rumah sakit.
Karena, tiap tipe rumah sakit memiliki ketentuan yang berbeda-beda. Penentuan tipe rumah
sakit ini berdasarkan beberapa hal. Semua ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 340/MENKES/PER/III/2010. Dalam Bab II Pasal 5,
penentuan tipe rumah sakit didasarkan pada pelayanan, sumber daya manusia, peralatan,
sarana prasana dan administrasi manajemen. Dari penilaian itulah, tipe rumah sakit
ditentukan. Secara regulasi Kementerian Kesehatan, RS terdiri dari tipe A, B, C, dan D.
Kriteria di antaranya mengacu pada ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dokter
spesialis, kelengkapan alat kesehatan, dan ketersediaan jumlah tempat tidur. Berkaitan
dengan fasilitas dan pelayanan medik yang harus dimiliki tiap RS, yaitu meliputi Pelayanan
Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi
Mulut, Pelayanan Medik Sub Spesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Sementara itu, yang berwenang
untuk menentukan tipe RS dan mensahkannya hanyalah Menteri Kesehatan, seperti yang
tercantum dalam Bab II ayat 1. Dan sebelum  mengajukan peningkatan tipe RS harus lulus
tahapan pelayanan akreditasi kelas di bawahnya. Dengan adanya regulasi tersebut, akan
memacu RS meningkatkan kualitas dan berkompetisi menjadi yang terbaik. Memberikan
pelayanan terbaik untuk pasien dengan sarana prasarana yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai