KEBIJAKAN KESEHATAN
REFORMASI KESEHATAN DI INDONESIA YANG BERKAITAN DENGAN
INDIKATOR NASIONAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PRIMER DI
PUSKESMAS DAN INDIKATOR NASIONAL MUTU RUMAH SAKIT SEBAGAI
BAGIAN DARI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Pelayanan kesehatan primer yang layak, bermutu, dan berkeadilan finansial merupakan faktor
penting mewujudkan kesehatan masyarakat di suatu negara. Menurut WHO, pelayanan
kesehatan primer adalah segala bentuk pendekatan pelayanan kesehatan yang didasarkan oleh
kebutuhan hak individu, keluarga, maupun komunitas.
Sayangnya, di Indonesia baik pemerintah maupun masyarakat hanya memahami pelayanan
kesehatan primer sebagai kehadiran puskesmas semata. Padahal, puskesmas hanyalah satu dari
beragam jenis pelayanan kesehatan primer.
Di samping puskesmas, terdapat juga poskesdes, klinik swasta, dan bidan praktik mandiri yang
terhitung juga sebagai unit pelayanan kesehatan primer. Pelayanan kesehatan primer kerap
disebut sebagai kontak pertama pemerintah dengan masyarakat dalam menangani persoalan
kesehatan individu, komunitas, maupun masyarakat.
Karena mengingat kehadirannya yang sangat penting, berikut hambatan mewujudkan pelayanan
kesehatan primer yang baik di Indonesia yakni :
Dikarenakan hal itu, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan primer perlu
mendapatkan alokasi dana yang lebih untuk mengembangkan riset dan kapasitas tenaga
kesehatan. Menurut Direktur Program CISDI Egi Abdul Wahid, pemerintah bisa mengikuti
langkah Thailand yang menyediakan peningkatan kapasitas khusus untuk pegawai pelayanan
kesehatan primer.
“Di Thailand seorang perawat memerlukan pelatihan sekitar 6 bulan untuk bekerja di puskesmas.
Ini menunjukkan keseriusan pemerintah Thailand untuk mengembangkan tenaga kesehatan
untuk pelayanan kesehatan primer,” ujarnya.
2. Alokasi Dana
Masalah lain yang kerap dihadapi oleh puskesmas adalah tingginya celah alokasi dana antara
pelayanan kesehatan primer di daerah terpencil dengan di kota besar. Dikarenakan alokasi dana
yang sedikit, pelayanan kesehatan primer di daerah-daerah terpencil masih kerap menjadi
medium alokasi pendapatan daerah sehingga mengurangi minat masyarakat untuk mengunjungi
pelayanan kesehatan primer.
Padahal, berbagai masalah kesehatan yang kerap terjadi, seperti literasi kesehatan yang minim
dan keterbatasan akses terhadap sumber gizi justru merupakan masalah yang sering ditemui di
banyak daerah terpencil.
Di sisi lain, persoalan yang dihadapi di wilayah-wilayah besar pun cenderung sama. Provinsi
DKI Jakarta hingga hari ini memiliki 289 puskesmas di kelurahan dengan 107 di antaranya telah
terakreditasi. Meski demikian, dapat dipastikan beban kerja tenaga kesehatan menjadi bertumpuk
dikarenakan volume ribuan pasien yang hadir setiap harinya.
Solusinya untuk mengatasi persoalan ketimpangan dan alokasi dana adalah dengan mengikuti
rekomendasi WHO yang menyarankan setiap negara untuk menyisihkan setidaknya 1 persen
Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pelayanan kesehatan primer.
Upaya pengembangan pelayanan kesehatan primer tidak dapat berjalan dari kehadiran
pemerintah seorang. Komitmen dan semangat kerja sama dengan pihak swasta juga sangat
diperlukan.
“Di Jakarta klinik pratama swasta sudah sangat banyak. Momentum ini bisa dimanfaatkan
sebagai ruang kerja sama antara pihak pemerintah dengan swasta.”