Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 4

Pengantar Hukum Kesehatan di RS


Dosen Pengajar : R Fresley Hutapea, SH, MH, MARS

Nama : lRDAN
NPM : 20210309154
Angkatan 13 kelas B
Program Study Managister Administrasi Rumah Sakit
Universitas Esa Unggul
2022
Tugas Mahasiswa 4

1. Masalah pengelolaan kelas Rumah Sakit dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di


Rumah Sakit di Indonesia
Ada beberapa permasalahan yang muncul dan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan aktivis
perumahsakitan yang mempunyai nilai kelayakan, strategis dan mendesak untuk dicarikan jalan keluarnya
serta memerlukan analisis terhadap berbagai dimensi yang berpengaruh (dipengaruhi dan mempengaruhi)
merupakan isu-isu permasalahan yang ada. Melihat dari kondisi yang ada saat ini, maka isu permasalahan
yang dihadapi oleh Rumah Sakit adalah :
 Kualitas sumber daya manusia kesehatan yang ada belum sepenuhnya menunjang
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. SDM yang ada sekarang hanya terfokus di kota-kota
besar saja sementara SDM yang berada jauh dari kota tidak di perhatikan kompetensinya sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan Rumah sakit
 Sumber daya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermanfaat dan bermutu belum
sepenuhnya tersedia secara merata, terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat. Penyediaan
sarana ini secara bertahap perlu ditingkatkan terutama yang berada jauh dari kota besar
 Manajemen kesehatan yang belum optimal terutama aspek bertahap perlu ditingkatkan terutama
yang berada jauh dari kota besar. perencanaan dan penganggaran pembangunan maupun aspek
pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi di bidang kesehatan, hukum kesehatan, yang perlu ditingkatkan pada era
desentralisasi demi terciptanya transparansi dan akuntabilitas serta terwujudnya good governance.
 Belum meratanya sistem digitalisasi terutama di Rumah sakit yang berada di daerah terpencil.
Rumah Sakit yang berada jauh dari kota besar kebanyakan belum memiliki Sistem Informasi on-
line yang mendukung percepatan pemberian pelayanan kepada pasien
 Kondisi lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, sosial baik mendukung percepatan
pemberian pelayanan kepada pasien. internal maupun eksternal dalam menghadapi era globalisasi,
ACFTA masih kurang mendukung pembangunan kesehatan, pembangunan berwawasan kesehatan
sebagai strategi pembangunan belum dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan perlu
pemberdayaan SDM kesehatan dan sektor lainnya serta masyarakat untuk hal ini sehingga secara
bertahap hal ini dapat dilaksanakan :
a. Peningkatan dan pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penurunan tingkat kemiskinan.
c. Percepatan pembangunan infrastruktur dalam mendukung pusat pemerintahan dan sentra
ekonomi UMKM.
d. Pengembangan industri pariwisata berbasis potensi dan kearifan lokal serta mendorong
pertumbuhan ekonomi kreatif yang berdaya saing.
e. Pengembangan dan pemanfaatan potensi kelautan yang lestari dalam upaya mendorong
penyediaan lapangan usaha bagi masyarakat pesisir.
f. Peningkatan Penataan birokrasi dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bersih untuk peningkatan pelayanan publik.
g. Peningkatan pembangunan kawasan pemukiman dan infrastruktur perkotaan yang hijau dan
infrastruktur perkotaan yang hijau dan berkesinambungan

2. Implementasi sistem rujukan dalam rangka pelaksanaan BPJS


Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat berkat adanyaprogram JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Pada tahun 2014, secara Nasional, 562 per 10.000 peserta JKN yang mengakses
layanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL). Pada tahun 2018, angka tersebut naik menjadi
1.035 per 10.000 peserta, suatu kenaikan absolut 84%. Angka rawat inap juga naik dari 319 per 10.000
peserta di tahun 2014 menjadi 444 per 10.000 peserta di tahun 2018 atau terjadi kenaikan absolut sebesar
39%(DJSN & BPJS Kesehatan, 2020).Pelayanan di fasilitas kesehatan juga semakin terstruktur, program
JKNmenerapkan sistem pelayanan kesehatan berjenjang. Pasien tidak bisa langsung mendapatkan
pelayanan di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan), namun melewati proses berjenjang dengan
sistem rujukan. Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara
bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal (Setiawati &
Nurrizka, 2019). Saat ini, kasus rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder untuk kasus yang seharusnya
dapat dituntaskan di pelayanan primer masih cukup tinggi. Belum efektifnya sistem rujukan di Indonesia,
berdampak pada penumpukan pasien di fasilitas kesehatan lanjutan (Primasari, 2015).
Permasalahan yang terjadi pada pelayanan rujukan yakni sosialisasi ketentuan umum bahwa pasien harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar kepada
masyarakat masih sangat terbatas. Tidak adanya mekanisme alur rujukan dan prosedur tetap dalam
pelaksanaan rujukan (Novita, 2015). Menurut hasil penelitian (Adawiyah, 2017) perlu ditingkatkan
sosialisasi dan pemberian informasi terkait dengan alur dan sistem rujukan yang telah ditetapkan
pemerintah serta melakukan peningkatan kinerja dan profesionalismenya untuk meningkatkan kepuasan
pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) terutama untuk mendapatkan pelayanan rujukan.
Penelitian (Hartini et al., 2016) juga menyebutkan bahwa pelayanan rujukan ditinjau dari lima
karakteristik rujukan, dua aspek yang belum dilaksanakan yaitu komunikasi antar fasilitas kesehatan
perujuk dan penerima rujukan, pencatatan dan pelaporan sistem rujukan.
Kendala dalam melakukan rujukan pasien BPJS Kesehatan yang rawat inap ke rumah sakit atau ke
fasilitas kesehatan sekunder/tersier yang harus terlebih dahulu mengkonfirmasi dan menunggu ruangan
kosong, hingga ada pasien yang harus diberikan rujukan keluar kota dengan alasan ruangan rumah sakit
tersebut penuh. Hal ini mengakibatkan pasien menunggu dan lambat untuk mendapatkan pelayanan medis
(Endartiwi, 2019). Terlebih pasien yang tinggal dipulau yang menempuh perjalanan jauh dengan
menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit

3. Tanggapan anda tentang persyaratan menjadi pimpinan RS sesuai PermenKes no 971


tahun 2008 Standard Kompetensi Pejabat di RS.
a. Standar kompetensi jabatan meliputi Kompetensi Dasar, Kompetensi Bidang dan Kompetensi
Khusus.
b. Kompetensi Dasar harus dimiliki oleh Pejabat Struktural sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Kompetensi Bidang didapat melalui pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional kesehatan
sesuai dengan bidang pekerjaannya.
d. Kompetensi Khusus harus dimiliki oleh pejabat struktural dalam mengemban tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan jabatan dan kedudukannya.
e. Kompetensi dasar, meliputi : Integritas, Kepemimpinan, Perencanan, Penganggaran,
Pengorganisasian, Kerjasama dan Fleksibel.
f. Kompetensi bidang meliputi : Orientasi pada pelayanan, Orientasi pada kualitas, Berpikir analitis,
Berpikir konseptual, Keahlian tehnikal, manajerial, dan profesional; Inovasi.
g. Kompetensi Khusus meliputi Pendidikan, Pelatihan dan/atau Pengalaman jabatan
Sebagai seorang pimpinan Rumah Sakit memiliki kompetensi sesuai Permenkes RI Nomor 971 Tahun
2008 adalah sebuah keharusan. Tanggung jawab seorang pemimpin adalah mendefinisikan realita, seorang
pimpinan atau pejabat RS tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi manajerial secara umum,
melainkan diwajibkan menguasi kompetensi-kompetensi khusus diantaranya adalah Kepemimpinan,
Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan Rencana
Tahunan, Tata kelola Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem Akuntabilitas, Sistem Remunerasi
Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Hal ini tentu saja ditujukan untuk menciptakan
penyelenggaraan pelayanan Kesehatan yang bermutu dan berkualitas prima sesuai dengan amanat UU
Nomor 44 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai