Widodo J Pudjirahardjo1
ABSTRACT
Political changes in health policy, pertaining to the regional autonomy in Indonesia, have caused changes in the structural
and functional components in the health field at Provincial and District level. The role of District Health Office becomes
very essential in manage the health program and resources, including health human resources. Since the variability of
resources between inter-regional health system is very enormous, and some problems are existed, thus government should
develop the systematic scenario of human resources management system. The scenario needs support from a leader that
has visionary and transformational leadership as well as entrepreneur and professionalism mindset to tackling the health
problems in the regional area. In conclusion, despite the important role of District Health Office in managing the health
human resources as the anticipation of the impact of decentralization, the health workers should also take the opportunities
and challenge to provide program and health services that suffice the needs and demands of society.
ABSTRAK
Perubahan politik dalam kebijakan kesehatan, khususnya terkait dengan otonomi daerah di Indonesia, menyebabkan
perubahan pada komponen struktural dan fungsional pada level Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peran Dinas Kesehatan
Kabupaten dan Kota menjadi sangat vital dalam mengelola program sekaligus dalam pengelolaan sumber daya, termasuk
SDM kesehatan. Karena variabilitas sistem kesehatan antardaerah yang sangat besar serta adanya berbagai kendala
yang harus dihadapi dalam penyelenggaraan desentralisasi, maka pemerintah daerah harus mengembangkan sistem
pengelolaan SDM yang secara sistematis. Selain itu, diperlukan kepemimpinan yang visioner dan transformasional sekaligus
ber-mindset profesional dan berjiwa enterprenuer yang dapat mendorong implementasi desentralisasi kesehatan. Dapat
disimpulkan bahwa peran Dinas Kabupaten atau Kota cukup besar dalam melakukan penataan SDM Kesehatan, sebagai
upaya mengantisipasi dampak dari kebijakan desentralisasi. Selain itu, SDM Kesehatan juga harus mampu memanfaatkan
peluang di era desentralisasi dan pasar bebas sehingga dapat menyediakan program dan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Naskah Masuk: 12 Desember 2011, Review 1: 20 Desember 2011, Review 2: 20 Desember 2011, Naskah layak terbit: 27 Desember 2011
PENDAHULUAN
24 Tahun 2011 tentang BPJS, 5) UU Nomor 25 Tahun
Perubahan keadaan sistem ekonomi dan politik 2009 tentang Pelayanan Publik, 6) UU Nomor 36 tahun
yang terjadi saat ini telah membawa perubahan pada 2009 tentang Kesehatan, 7) UU Nomor 44 tahun 2009
sistem kesehatan. Beberapa perubahan yang terkait tentang Rumah Sakit, 8) PP Nomor 25 tahun 2000
dengan beberapa kebijakan di bidang kesehatan tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
yang di antaranya adalah: 1) UU Nomor 1 Tahun 2004 Provinsi sebagai daerah otonom, serta 9) Permenkes
tentang Perbendaharaan Negara, 2) UU Nomor 32 Nomor 971 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 3) UU Pejabat Struktural Kesehatan.
Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, 4) UU Nomor
1 Dosen pada Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Mulyorejo,
Surabaya 60115
Alamat Korespondensi: E-mail: widodoJP@yahoo.com
66
Pengembangan SDM Kesehatan (Widodo J Pudjirahardjo)
Keberadaan kebijakan tersebut membawa dampak Kelima tujuan normatif ini yang seharusnya merupakan
yang signifikan bagi sistem kesehatan. Misalnya, acuan dasar pengembangan dan pembinaan SDM
undang-undang tentang penyelenggaraan pemerintah kesehatan di setiap daerah. Walaupun demikian tidak
daerah dan otonomi daerah membawa konsekuensi menutup kemungkinan adanya kebebasan untuk
pada pola pemerintahan yang terdesentralisasi. adanya variasi antardaerah sesuai dengan ciri kondisi
Desentralisasi dapat diartikan sebagai pelimpahan daerah tersebut. Selain itu, pengembangan SDM
kewenangan atau pengembalian kewenangan. Jika kesehatan harus juga memperhatikan tantangan
dilihat tujuan dari desentralisasi kesehatan di Indonesia dan kendala pembangunan kesehatan baik yang
adalah mengoptimalkan pembangunan kesehatan datang dari luar organisasi ataupun perubahan di
melalui pemberian wewenang pada pemerintah dalam organisasi kesehatan. Semisal, kompetensi
daerah untuk menciptakan upaya kesehatan yang SDM kesehatan harus sesuai dengan deskripsi
lebih efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan yang ada. Kompetensi SDM
masyarakat. pun harus sesuai dengan kebutuhan daerah, karena
Kondisi ini memberikan peran yang sangat vital tidak menutup kemungkinan, kebutuhan terhadap
bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten dan Kota, program kesehatan berbeda antara daerah satu
baik terkait dengan pengelolaan program ataupun dengan yang lain.
pengelolaan sumber daya, di antaranya pengelolaan
SDM kesehatan. Sebagai institusi kesehatan yang TANTANGAN DAN KENDALA PEMBANGUNAN
strategis, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten KESEHATAN DI DAERAH
dan Kota mampu mengelola dan mengembangkan
kegiatannya sesuai dengan visi dan misi yang Pengelolaan program dan pengembangan sumber
telah ditetapkan. Selain itu, Dinas Kesehatan daya yang dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Kota
(Dinkes) Kabupaten dan Kota juga dituntut untuk terkait dengan pelaksanaan desentralisasi menghadapi
mengembangkan sistem kesehatan yang sesuai beberapa kendala di antaranya:
dengan kondisi setempat dengan kata lain harus 1. Masih terdapatnya kerancuan pada berbagai
mampu melakukan penataan sistem kesehatan aturan, termasuk di bidang kesehatan. Kerancuan
wilayah dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan terutama terlihat pada belum tuntasnya peran yang
yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Untuk diberikan kembali kepada Pemerintah Kabupaten
mengoptimalkan terlaksananya fungsi pengelolaan Kota. Selain itu perubahan politik ekonomi di
program dan sumber daya kesehatan, setiap institusi Indonesia dari sistem terkendali menjadi sistem
pemerintah dan swasta, terutama sektor kesehatan di mekanisme pasar akan berdampak sangat
daerah, harus segera berpikir untuk mencari alternatif besar terhadap dinamika bidang kesehatan
kebijakan dan kegiatan yang dapat memobilisasi di daerah. Sistem ekonomi mekanisme pasar
semua kemampuan yang ada di daerahnya. mengedepankan kesempurnaan sistem pasar
Melalui desentralisasi, kespesifikan kebutuhan di dan menyerahkan penentuan tingkat harga pada
masing-masing daerah telah tampak dan membawa mekanisme pasar.
dampak pada kebutuhan program kesehatan yang 2. Kendala kelembagaan di bidang kesehatan yang
berbeda di masing-masing daerah sehingga Dinkes sangat menonjol adalah lambatnya kinerja petugas
Kabupaten Kota harus dapat mengembangkan kesehatan pada institusi milik pemerintah. Kita
program yang berorientasi pada kebutuhan pasar. semua dapat merasakan belum optimalnya kualitas
Dalam pengelolaan sumber daya, pengembangan serta lambannya pelayanan lembaga Dinkes
dan penataan SDM kesehatan di Dinkes Kabupaten Kabupaten Kota milik pemerintah dibandingkan
Kota sangat penting dan perlu dipersiapkan dengan dengan lembaga milik swasta. Untuk itu Dinkes
cermat. Apapun program kesehatan yang akan dalam mengelola SDM nya harus memperhatikan
dikembangkan, kemampuan dan kompetensi SDM akan faktor sistem rekrutmen SDM, status kepegawaian
menentukan tercapainya tujuan normatif pembangunan SDM, “manajemen SDM” yang diterapkan dalam
kesehatan, yaitu: (1) quality, (2) accessability, lembaga kesehatan, dan sistem pengakuan kinerja
(3) equity, (4) sustainability, dan (5) cost-effective. (remunerasi) petugas kesehatan.
67
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 1 Januari 2012: 66–70
68
Pengembangan SDM Kesehatan (Widodo J Pudjirahardjo)
Salah satu ciri kemampuan utama yang atau pengikut hanya akan dan mengakui individu
harus dimiliki dalam pengelolaan program dan sebagai pemimpin jika pemimpin mempunyai sifat suri
pengembangan sumber daya adalah kepemimpinan. tauladan. Berdasarkan ciri individu, pemimpin berperan
Di bawah ini akan dibahas khusus beberapa konsep untuk dapat menciptakan cara pendekatan baru,
yang terkait dengan kepemimpinan. pendekatan alternatif, nilai keluhuran dan pemikiran
"Pro-Aktif". Selain itu, pemimpin juga berperan untuk
PENGEMBANGAN KONSEP KEPEMIMPINAN mengembangkan bentuk hubungan yang setara dan
harmonis dengan anggota. Sedangkan peran manajer
Dalam memahami konsep kepemimpinan, salah lebih pada peran interpersonal, pemberian informasi,
satu yang paling penting adalah memahami definisi dan pengambilan keputusan (Mintzberg dalam Yukl,
kepemimpinan. Definisi kepemimpinan yang integratif 2008). Ciri perbedaan antara pimpinan (manager) dan
dikemukakan oleh Winston and Patterson (2006), pemimpin (leader) dapat dilihat pada tabel 1.
pemimpin adalah satu atau sekelompok orang yang Peran leader penting sebagai penentu sistim dan
memilih, melengkapi, melatih dan memengaruhi satu arah kegiatan, sebagai komunikator, advokator, dan
atau lebih pengikut yang mempunyai kemampuan dan mediator organisasi, sebagai pengayom, inspirator dan
keterampilan yang berbeda; memfokuskan pengikut wakil kelompok atau organisasi. Kedua ciri tersebut
pada misi dan tujuan organisasi yang menyebabkan mutlak dibutuhkan dalam pengelolaan program dan
pengikut secara antusias mempunyai kemampuan pengelolaan sumber daya kesehatan.
untuk mencurahkan kemampuan spiritual, emosional
dan fisik menjadi upaya yang terkoordinasi untuk
STRUKTUR PENGEMBANGAN SDM
mencapai misi dan tujuan organisasi.
KESEHATAN
Lebih lanjut, Buhler (1995) mengartikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk Dengan memperhatikan semua bahasan di
memengaruhi orang lain melalui upaya membangun atas, struktur pengembangan SDM kesehatan yang
kepercayaan (trust), pendelegasian wewenang, komprehensif dan saling terkait satu sama lain dapat
mendorong perbedaan pendapat, serta mengambil diarahkan pada:
risiko dan inisiatif. 1. pengembangan kepemimpinan yang bersifat
Peran spesifik pemimpin berbeda dengan peran visionaire dan transformational;
manajer, khususnya jika dilihat berdasarkan tiga 2. pengembangan mental berfikir entepreunership
aspek yaitu penerimaan oleh anggota, ciri individu dan profesionalisme;
dan bentuk hubungan (Zalenick, 1977). Anggota
69
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 1 Januari 2012: 66–70
3. pengembangan budaya kerja bidang kesehatan sistem pengelolaan SDM yang secara sistematis
(budaya santun, disiplin, dan pelayanan); menjangkau lingkup pemahaman, kesadaran,
4. pengembangan pemahaman dan kesadaran, tidak sikap, motivasi, kemampuan, dan proses pelayanan
sekadar pengetahuan; kepada masyarakat. Hal ini disebabkan pekerja
5. pengembangan motivasi dan komitmen kerja; kesehatan di masa yang akan datang dituntut untuk
6. pelatihan bidang teknis dan manajerial kesehatan, dapat melakukan antisipasi terhadap kemungkinan
misalnya ekonomi kesehatan, asuransi kesehatan, perubahan sosial yang terjadi akibat adanya kebijakan
politik kesehatan, teknik negosiasi dan bargaining, otonomi tersebut, serta dapat memanfaatkannya
manajemen logistik, manajemen pemasaran, menjadi suatu peluang sehingga dapat menyediakan
manajemen SDM, manajemen Keuangan, program dan pelayanan kesehatan yang sesuai
manajemen perubahan dan konflik; pelatihan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang
bidang Advokasi dan Hukum Kesehatan. sedang berubah secara cepat.
70