Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“ISU MSDM DAN PERUBAHAN ORGANISASI


BIDANG KESEHATAN”

Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Manajemen Sumber Daya Manusia
Dosen : Prof. Dr. H. Indar, SH, MPH

Oleh:
NURSYAMSI AMALIA K012192033

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
A. Pendahuluan
Manajemen organisasi pelayanan kesehatan dihadapkan pada
berbagai tantangan dalam mengelola organisasi yang dipimpinnya.
Menerapkan program yang hemat biaya, mempertahankan operasi
dan layanan yang efisien, serta memiliki staf dan karyawan terlatih,
merupakan bagian dari tantangan yang ada. Karena itu, keberlanjutan
organisasi pelayanan kesehatan di masa mendatang, membutuhkan
manjemen yang terampil dalam mengatasi setiap masalah.
Menurut Teel (2018), selama lima hingga sepuluh tahun ke
depan, manajemen pelayanan kesehatan harus menghadapi sejumlah
tantangan termasuk perubahan peraturan dan kebijakan, kemajuan
obat dan teknologi, pendanaan, pendidikan, dan masalah etika.
Manajemen harus menyadari bahwa kombinasi dari tantangan tersebut
dapat dengan cepat menghabiskan waktu dan uang untuk penelitian
medis, pemeliharaan fasilitas, perbaikan peralatan, dan pelatihan
operasional.
Perubahan gaya hidup sehat & peningkatan umur harapan
hidup, secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan biaya
pelayanan kesehatan. penelitian mengungkapkan biaya pelayanan
kesehatan dan pengeluaran sering meningkat pada tingkat yang
melebihi inflasi, dan diperkirakan akan meningkat di masa mendatang.
Human Resource Management menyampaikan Office of “1 the Actuary
at the Centers for Medicare and Medicaid Services, memperkirakan
bahwa pengeluaran pelayanan kesehatan agregat di AS akan tumbuh
pada tingkat tahunan rata-rata 5,8% dari 2015 hingga 2025, atau 1,3
persentase poin lebih tinggi dari peningkatan tahunan yang diharapkan
dalam produk domestik bruto”. Ini menyebabkan keprihatinan besar
bagi para manajemen dalam upaya menyediakan cakupan untuk
karyawan mereka.
Tantangan regulasi akan meningkatkan biaya penyediaan
layanan dan perawatan. Kebijakan BPJS di Indonesia misalnya,
secara tidak langsung merupakan salahsatu tantangan regulasi di
bidang pelayanan kesehatan. praktek kedokteran dan teknologi telah
menciptakan peluang dan tantangan dalam cara penyedia praktik
kedokteran hari ini dan di masa mendatang. Organisasi kesehatan
saat ini menghadapi kekurangan dokter dan memerlukan alternatif
biaya rendah untuk kunjungan pasien dan perawatan rawat inap
(dalam Austin, Bentkover, & Chait, 2016). Lima hingga sepuluh tahun
kedepan, akan terjadi pergeseran antara interaksi pasien dokter
secara virtual dan online. para pemimpin layanan kesehatan harus
mengambil langkah-langkah untuk menilai, mengembangkan, dan
menyempurnakan keterampilan pribadi dan profesional. Masa
mendatang membutuhkan pemimpin pelayanan kesehatan untuk
melakukan lebih banyak pendekatan, lebih melibatkan pasien dalam
perawatan pribadi, menawarkan alternatif untuk praktik saat ini dan
membuat diri mereka dan staf tersedia untuk berkomunikasi dengan
pasien tanpa pertemuan langsung (dalam Gomes, 2016).
Menurut Teel (2018), tantangan etika dalam pelayanan
kesehatan adalah masalah besar. Di banyak negara sering kita
temukan berbagai pelangaran etika penyedia layanan kesehatan.
Pada tahun 2016 British Broadcast Center (BBC) melaporkan Dr.
Paolo Macchiarini, dituduh memberikan penelitian medis yang
menyesatkan, sehingga menyebabkan kematian tujuh pasien (dalam
Kremer, 2016). Seorang dokter Olympics Physical Therapy, Larry
Nassar dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman karena pelanggaran
seksual. Insiden ini mengurangi kepercayaan para pemimpin medis.
mengatakan bahwa manajemen pelayanan kesehatan harus
memastikan perilaku mereka dan karyawan mereka, dan harus
memberikan konsekuensi yang sangat serius. Pemimpin harus
memahami keberhasilan organisasi, karena itu sangat bergantung
pada perilaku etis mereka.

B. Isu manajemen sumber daya manusia kesehatan


Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) adalah salah
satu sub sistem dalam sistem kesehatan nasional yang mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. Upaya dan
pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab, memiliki etik dan moraltinggi, keahlian dan
berwenang. Sumber Daya Manusia Kesehatan juga merupakan tenaga
kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga
kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan
yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan
manajemen kesehatan. SDM Kesehatan bagian dari sistem kesehatan
nasional dan dipandang sebagai komponen kunci untuk
menggerakkan pembangunan kesehatan, yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Isu-isu sumber daya manusia kesehatan (SDMK) antara lain :
1. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat
memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan;
2. Perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah
dan belum di dukung sistem informasi SDM Kesehatan yang
memadai;
3. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai
jenis SDM Kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan
dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai;
4. Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan,pemerataan SDM
Kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem
penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi
untuk mendukung SDM Kesehatan masih terbatas; serta
5. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan
sumberdaya SDM Kesehatan masih kurang. Masalah SDM
Kesehatan berimbas pada ketersediaan SDM Kesehatan baik
jumlah, jenis, maupun mutu yang belum memadai. Isu tersebut
menjadi semakin penting sejalan dengan berlakunya Jaminan
Kesehatan Nasional.
Tantangan permasalahan SDM Kesehatan yang kompleks tidak
memungkinkan untuk diatasi oleh Kementerian Kesehatan sendiri.
Dukungan kerjasama dan jalinan koordinasi yang baik dari para
pemangku kepentingan terkait dalam jangka panjang mutlak
diperlukan, baik di tingkat pusat dan daerah. Hal ini hanya dapat
dicapai melalui komitmen politis di tingkat pimpinan yang dapat
menggalang berbagai upaya untuk pengembangan SDM kesehatan
dari berbagai pemangku kepentingan termasuk swasta dan
masyarakat.
Sejak tahun 2010, Indonesia telah membentuk Tim Koordinasi
dan Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan yang beranggotakan
lintas Kementerian/ Lembaga, perwakilan organisasi profesi, asosiasi
pendidikan tenaga kesehatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan,
dan perwakilan lembaga internasional, dibawah koordinasi
Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Kementerian Kesehatan.
Isu penting yang turut menjadi ancaman dalam SDMK adalah
rendahnya kemampuan tenaga kesehatan, baik di tingkat pusat
maupun daerah. Dan juga Situasi pada level institusi, yang menjadi
isu utama kesenjangan adalah terdapat perbedaan cakupan
tenaga dalam hal kecukupan jumlah, retensi, keahlian, dan
kepuasan kerja antara fasilitas pelayanan kesehatan.
C. Perubahan organisasi bidang kesehatan
Perubahan dalam siklus perkembangan organisasi merupakan
bentuk respon organisasi menghadapi berbagai macam tuntutan
kebutuhan. Tuntutan itu sendiri timbul sebagai akibat pengaruh
lingkungan (eksternal dan internal) organisasi yang selalu berubah
yang “memaksa” organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan
melakukan berbagai perubahan dalam “dirinya”. Dalam bidang
kesehatan, perubahan organisasi dapat dilakukan melalui reformasi
kebijakan, redesign dan inovasi. Perubahan organisasi kesehatan
secara khusus lebih mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan memaksimalkan supply side (penyediaan) untuk memenuhi
demand (permintaan) dari masyarakat. Perubahan-perubahan yang
terjadi tentunya bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas
organisasi, meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi
berbagai faktor yang menyebabkan perubahan organisasi sehingga
organisasi mampu bertahan dan berkembang, mengadakan
penyesuaian-penyesuaian seperlunya sehubungan dengan
perubahan-perubahan tersebut, dan untuk mengendalikan suasana
kerja sehingga anggota organisasi tidak terpengaruhi atas perubahan-
perubahan yang sedang berlangsung.
D. Tantangan perubahan organisasi bagi manajemen pelayanan
kesehatan
Perkembangan organisasi secara umum pada dewasa ini
telah mengubah perilaku orang-orang yang terlibat dalam organisasi
seperti karyawan, pelanggan, mitra kerja, hingga pemilik perusahaan,
tidak terkecuali pada organisasi pelayanan kesehatan.
Perkembangan teknologi melahirkan generasi milenial
kelahiran tahun 1900an yang hampir segala tindakannya
tergantungpada media sosial. Populasi wanitadalam lingkungan
pekerjaanterus meningkat dari tahun ke tahun. Kompetisi yang
terjadisecara global dan keberagaman budaya serta karakter
pekerjakesehatan jugamenjadi salah satu tantangan bagi pelayanan
kesehatan pada masa yang akan datang. Kesemua ini membutuhkan
kajian yang mendalam pada perilaku organisasi di bidang
kesehatan.Pada organisasi secara umum, menurut Robbins
(2003)studi perilaku organisasimemberikan manfaat bagi manajer
antara lain:
1. Meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja
2. Meningkatkan keterampilan
3. Mengelola keberagaman pekerja
4. Menanggapi masalah globalisasi
5. Memberdayakan karyawan
6. Merangsang inovasi dan perubahan
7. Membantu masalah keseimbangan kerja dan rumah tangga
8. Mempertahankan loyalitas karyawan
9. Meningkatkan perilaku yang etis
Sementara fokus kajian perilaku organisasi pada pelayanan
kesehatan di Indonesia dari beberapa artikel penelitian terpilih,telah
banyak dilakukan dengan topikyang bervariasi mulai dari kinerja,
motivasi, kepuasan, quality work life, komitmen organisasidan turn
overkaryawan, sehingga manfaat studi perilaku organisasi pada
bidang kesehatan antara lain memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan Prestasi Kerja/KinerjaTenaga Kesehatandan Non-
kesehatan
Era kompetisi menuntut Rumah Sakit untuk meningkatkan
pelayanan melalui prestasi kerja karyawan baik medis maupun
non-medis. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling
sering dikaji dalam pemberian pelayanan di rumah sakit. Sebuah
penelitian di RS Umum menunjukkan prestasi kerja perawat
dipengaruhi oleh pelatihan dan karakteristik dari pekerjaan, dan
terdapat perbedaan prestasi sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan (Lumbanraja &Nizma,2010). Kinerja perawat juga
berhubungan dengan persepsi gaya kepemimpinan, dengan gaya
kepemimpinan otoriter merupakan gaya yang paling
berpengaruh(Rohayani, 2007), serta motivasi internal dan eksternal
(Badi’ah dkk, 2008).
Kajian kinerja juga dilakukan pada tenaga kesehatan lain
seperti staff promosi kesehatan, yang menunjukkan terdapat
pengaruh tingkatpendidikan, pelatihan, pengetahuan, keterampilan,
dan kepemimpinan (Yuniarti, Shaluhiyah & Widjanarko, 2012).
Pada petugas gizi, kinerja karyawan berhubungandengan
kepemimpinan, pendidikan terakhir, pelatihan, dan motivasi
(Purwanti dan Ayubi, 2008).Sementara pada bidan, kinerja
dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, dan
motivasi (Yulianti, 2012).
Kajian kinerja karyawan juga dilakukan untuk staff kesehatan
dan non-kesehatan baik di kantor administrasi kesehatanmaupun
Rumah sakit. Sebuah penelitian terhadap pegawai dinas kesehatan
di kota Depok menunjukkan kinerja staff dipengaruhi oleh
kepemimpinan, kompensasi, dan kompetensi. Namun kontribusinya
tidak mencapai 50%, sehingga perlu dicari faktor penyebab
lain(Widyamini & Hakim, 2008).Sementara kinerja pegawai rumah
sakit dipengaruhi oleh motivasi kerja, disiplin kerja, dan budaya
organisasi (Widiati, 2012), serta kompetensi, kompensasi, dan
kepemimpinan (Posuma, 2013), modal sosial dan budaya
organisasi (Edy, Mapua,& Edy,2013).
b. Meningkatkan Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan
Kajian terhadap motivasi kerja pada tenaga kesehatan telah
banyak dilakukan, salah satunya adalah dokter. Menggunakan teori
motivasi Herzberg, Chotimah dan Kusnanto (2011) mengkaji faktor
yang mempengaruhi motivasi kerja pada dokter keluarga di sebuah
pelayanan kesehatan milik perusahaan asuransi.Hasilnya
menunjukkanada hubungan antara faktor hygiene denganmotivasi
kerja. Hasil analisis kualtitatif menunjukkan adanya persepsi dokter
terhadap ketidakadilan kompensasi gaji/upah, dan ketidakpuasan
akan sarana prasarana.
Kajian motivasi tenaga kesehatan juga ditujukan untuk
mengetahui tingkat retensi saat penempatan di Puskesmas
terpencil di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Hermandan
Hasanbasri (2008) menunjukkan tingkat retensitenaga kesehatan
sangat kecil untuk tinggal dan bekerja di puskesmas terpencil.
Salah satu alasannya adalah kecilnya penghasilan yang diterima,
faktor georgrafis, pengembangan karir, dan penghargaan yang
tidak jelas.
c. Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan
Kepuasan kerja merupakan topik perilaku organisasi yang
cukup banyak dilakukan pengkajian di bidang kesehatan.
Kepuasan kerja mempengaruhi kinerja karyawan pelayanan
kesehatan dalam bentuk rendahnya tingkat absensi dan tingkat
keterlambatan. Penelitian oleh Aini, Meiyanto, dan Meliala (2004)
menunjukkan kepuasan kerja secara tidak langsung dipengaruhi
oleh gaya kepemimpinan yang partisipatif. Kepemimpinan
partisipatif meningkatkan komitmen karyawan yang berujung pada
kepuasan kerja yang tinggi.Sementaramenurut Ilma, Hamzah &
Amirudin (2012) kepuasan kerja tenaga kesehatan
berhubungandengan lingkungan kerja yang nyaman.Sedangkan
menurut Lusiati &Supriyanto (2013) kepuasan kerja perawat
dipengaruhi oleh desain atau rekayasa pekerjaan.
Sistem pembayaran pasien dengan cara kapitasikepada
Puskesmas(saat ini diterapkan dalam JKN)ternyata berpengaruh
kepada kepuasan tenaga kesehatan khususnya dokter. Wintera
dan Hendrartini (2005) melakukan kajian kepuasan dokter terhadap
sistem pembayaran kapitasi peserta wajib Askes di sebuah
Puskesmasmenunjukkan ketidakpuasan pada dokter.
Tingkat kepuasan berhubungan dengan jumlah peserta dan
masa kerja dokter. Sedangkan ketidakpuasan berdasarkan analisa
kualitatif disebabkan oleh besaran kapitasi yang dianggap kecil,
keterlambatan pembayaran, dan kesulitan klaim rawat inap.
d. Meningkatkan Kualitas Kehidupan Kerja (Quality Worklife) Tenaga
Kesehatan
Kualitas kehidupan kerja yang baik akan menciptakan
sumber daya manusia yang produktif, berkualitas, berkomitmen,
dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan.Organisasi pelayanan
kesehatan dituntuk menciptakan kualitas kehidupan kerja yang
baik. Salah satu penelitian terhadap bidan di seluruh Puskesmas
kota Tasikmalayamenunjukkanhanya 8 dari 14 puskesmas yang
menunjukkan kualitas hidup kerja yang baik. Kualitas hidup ini
mempengaruhi kinerja karyawan, dan berdasarkan penelitian aspek
kompensasi yang seimbang, keselamatan lingkungan kerja, dan
rasabangga terhadap institusimerupakan faktor yang berpengaruh
signifikan (Ayuningtyas, Suherman & Ryastuti, 2008).
e. Meningkatkan Komitmen Karyawan/Tenaga Kesehatan
Salah satu kajian tentang komitmen kerja adalah studi
tentang keterlekatan/kedekatan dokter atau physician engagement
oleh Tjung, Meliala, dan Trisnantoro (2012). Hasil penelitian pada
dokter spesialis di sebuah RS swasta di Tangerang menunjukkan
physician engangementdipengaruhi oleh persepsi terhadap
dukungan RS meliputi fasilitas dan staf pendukung, visi misi RS,
dan peluang karir. Ternyata sistem remunerasi dan pola kemitraan
tidak berpengaruh terhadap keterlekatan dokter spesialis.Studi
komitmen juga dilakukan terhadap perawat oleh Asmaningrum,
Keliat, dan Hastono (2011), yang menunjukkan adanya
pengaruh signifikan penerapan spiritual leadershipterhadap
komitmen perawat.
f. Menekan Tingkat Turn Over Tenaga Kesehatan
Permasalahan yang sering dikeluhkan manajer pelayanan
kesehatan adalah tingkat turn overyang tinggi pada tenaga
kesehatan khususnya perawat. Faktor pekerjaan (afiliasi pekerjaa)
berpengaruh signifikan terhadap tingkat turn over perawat (Lusiati
& Supriyanto, 2013).
Referensi
Aini, Qurratul, Sito Meiyanto, dan Andreasta Meilala (2004),
“Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dan Komitmen
Karyawan terhadap Kepuasan Kerja di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta” dalam Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan Volume 07 No.04 Desember 2004.

Ayuningtyas, Dumilah, Suherman, dan Ryastuti KW (2008).


“Hubungan Kinerja Bidan dalam Penatalaksanaan Antenatal
Care dengan Quality WorkLife di Kota Tasikmalaya Tahun
2007”Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Volume 11 Nomor
04 Desember 2008

Asmaningrum, Nurfika, Budi Anna Keliat, dan Sutanto Priyo Hastono


(2011). “Pengaruh PenerapanSpiritual Leadership terhadap
Komitmen Perawat pada Organisasi di RS Islam Surabaya”dalam
Jurnal Keperawatan Soedirman Volume 6 Nomor 1 Maret 2011.

Badi’ah, Atik et al(2008). “Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja


Perawat di Ruang Rawat Inap RS Daerah Panembahan Senopati
Bantul tahun 2008”dalam Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Volume 12 Nomor 2 Juni 2009.

Edy, Yosua Jaya, Haris Maupa, danHosea Jaya Edy (2013). “Pengaruh
Modal Sosial dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Tenaga
Medis di RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud”dalam Pharmacon
JurnalIlmiah Farmasi Volume 2 Nomor 03 tahun 2013.

French, Ray, Charlotte Rayner, Gary Rees, dan SallyRumbles (2005),


Organizational Behaviour, 2nd edition. NY: John Willey & Sons
.
Hermandan Mubasysyrir Hasabbasri (2008). “Evaluasi Kebijakan
Penempatan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Terpencil di
Kabupaten Buton”dalam Jurnal Manajemen Peayanan Kesehatan
Vol. 11 No.3 September 2008, halaman 103-111Ilma,

Andi Tenri Sanna, Asiah Hamzah, dan Ridwan Amirrudin (2012).


“Kepuasan Kerja Petugas Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RS
Islam Faisal Makassar”dalam Jurnal Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Volume 1 Nomor 1 September 2012.

Anda mungkin juga menyukai