Anda di halaman 1dari 44

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340593302

BAHAN AJAR EKONOMI KESEHATAN

Book · April 2020

CITATIONS READS
0 18,131

1 author:

Munadhir Nadhir
Universitas Pejuang Republik Indonesia
18 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Health Research View project

All content following this page was uploaded by Munadhir Nadhir on 12 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EKONOMI
KESEHATAN

DISUSUN OLEH :
MUNADHIR, S.Pd, M.Pd

BAHAN AJAR
TAHUN 2017
UNIVERSITAS PEJUANG REPUBLIK INDONESIA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT (FKM)
Jl. Gunung Bawakaraeng No. 72 Telp. (0411) 3635438 Makassar

SURAT TUGAS
No. 186/D/FKM-UPRI/V/2017

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Dr.Arlin Adam, SKM.,M.Si
NIDN : 0904037301
Jabatan : Dekan
Unit Kerja : FKM UPRI Makassar
Menyatakan bahwa :
Nama : Munadhir, S.Pd, M.Pd
NIDN : 0910078308
Jabatan : Dosen Tetap YPTKD UPRI Makassar
Unit Kerja : FKM UPRI Makassar

Untuk melakukan pembuatan modul mata kuliah :

1. Ekonomi Kesehatan

Demikian surat tugas ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, dan
melaporkan hasil penelitian pada Pimpinan.

Makassar, 10 Mei 2017


Dekan

FKM UPRI Makassar

Dr.Arlin Adam, SKM.,M. Si


NIDN. 0904037301
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunianya sehingga kita
sebagai ciptaannya diberikan kesehatan untuk tetap dapat menjalani aktifitas
ibadah sebagaimana yang menjadi petunjuk-Nya. Dalam penyusunan modul ini,
saya sebagai tenaga pengajar pada mata kuliah ekonomi kesehatan menformulasi
materi agar dapat lebih mudah untuk dipahami oleh mahasiswa sehingga substansi
mata kuliah dapat tercapai dan terserap sebaik mungkin.

Ekonomi kesehatan pada prinsipnya memberikan ruang pada bidang ilmu


ekonomi untuk memiliki peran dalam peningkatan pelayanan pada bidang
kesehatan, yang selama ini dikenal penuh dengan kritikan dan rasa ketaidakpuasan
masayarakat tersebut terhadap pelayanan kesehtan yang ada. Pada fokus materi,
sengaja untuk menciptakan kekikinian permasalahan biaya biaya yang dialami
masyarakat, oleh karenanya solusi solusi yang akan diberikan pada modul ini
senantiasa berlandaskan pada nilai nilai ekonomi yang berperan atau
berkedudukan di masyarakat itu sendiri.

Dengan keberadaan modul, saya sebagai tenaga pengajar pada mata kuliah ekonomi
kesehatan berharap terjadi kemudahan transformasi pengetahuan kepada
mahasiswa, selain itu saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dan
kerjasama baiknya pada tenaga tenaga pengajar di lingkup FKM UPRI yang
memberikan masukan untuk peyempurnaan modul. Wassalam.

Salam Sukses,

Munadhir, S.Pd.,M.Pd
Daftar Isi

I. Ekonomi
II. Ilmu Ekonomi
III. Ekonomi Kesehatan
IV. Need, Demand, Want
V. Demand & Supply
VI. Efektifitas dan Efisiensi Sistem Kesehatan
VII. Sistem Kesehatan di Indonesia
VIII. Karakteristik Pelayanan Kesehatan
IX. Ciri-ciri Sektor Kesehatan
X. Efisiensi Sistem Kesehatan
XI. Keseimbangan Pasar
XII. Teori Permintaan
XIII. Perdebatan Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan
XIV. Perdebatan Teori Kebutuhan Dasar Manusia
XV. Perbedaan permintaan (demand), kebutuhan (need), dan keinginan
(wants) atas kesehatan.
XVI. Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan
XVII. Karakteristik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Konteks
Ekonomi
XVIII. Daftar Pustaka
KONSEP DASAR EKONOMI KESEHATAN

I. Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu untuk membuat pilihan. Sumber daya di alam terbatas, sedang

keinginan (wants) manusia tidak terbatas. Demikian juga jumlah dokter, perawat,

obat-obatan, tempat tidur kesehatan meningkat. Karena itu sumber daya kesehatan

harus digunakan dengan efisien dan berkeadilan (equitable).(Murti,2011)

Ekonomi juga dipelajari pada berabgai tingkatan. Kita dapat mempelajari

kepututsan rumah tangga dan perusahaan, atau kita dapat mempelajari interaksi

rumah tangga dan perusahaan pada pasar barang dan jasa tertentu. Kita juga dapat

mempelajari operasi perekonomian sebagai suatu keseluruhan, yang hanyalah

merupakan jumlah dari segala kegiatan para pembuatan kepututsan ini pada semua

pasar yang ada. (N.G. Mankiw,2006)

Menurut Lubis (2009) secara garis besar teori ekonomi dapat dibagi atas dua yaitu:

1. Micro Economics

Merupakan sesuatu yang spesifik dan merupakan sesuatu yang didefinisikan

sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisis bagian-bagian yang kecil dari

seluruh kegiatan perekonomian. Hal yang dianalisis adalah bagian dan sistem

ekonomi seperti: Perilaku konsumen, Supply,

Demand, Elastisitas Supply dan Demand, pasar dan sebagainya.

2. Macro Economics

Merupakan sesuatu yang bersifat Agregat dan merupakan analisis atas seluruh

kegiatan perekonomian. Analisis bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan

ekonomi yang dilaksanakan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian. Menganalisis


kajian sektor-sektor kesehatan dan hubunganya dengan pembangunan ekonomi.

Yang termasuk didalamnya antara lain: Fiskal dan moneter terhadap pembiayaan

kesehatan, Kebijakan kesehatan dan lain-lain.

II. Ilmu Ekonomi

Ilmu Ekonomi menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai pilihan yang

mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi yang

langka/terbatas, untuk memperoduksi berbagai komoditi dan mendistribusikannya

keanggota masyarakat untuk dikomsumsi.

Ilmu ekonomi merupakan ilmu mengenai bagaimana individu atau masyarakat,

dengan atau tanpa uang menggunakan sumberdayayang terbatas dengan berbagai

pilihan penggunaannya, untuk keperluan konsumsi saat ini atau dimasa mendatang.

Ilmu ini mengkaji semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya

yang ada.

Definisi ini tidak terbatas hanya pada kegiatan yang berkaitan dengan manusia saja,

akan tetapi dapat diterapkan pada semua kegiatan yang menghadapi keterbatasan

atau kelangkaan sumber daya sehingga pilihan harus ditentukan. Oleh karena itu

sering dijelaskan bahwa ekonomi adalah suatu ilmu mengenai keterbatasan atau

kelangkaan sumber daya dan penentuan pilihannya. Batasan tersebut terlihat pada

analisis untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber daya dan

pilihannya. Bidang dari ilmu ekonomi ini disebut dengan Positive economics.

Positive Economics vs Normative Economics

Positive economics merupakan bidang yang berkaitan dengan “Apa yang terjadi”,

atau “apa yang telah terjadi”, dan “Apa yang akan terjadi”. Positive Ekonomi
merupakan ilmu ekonomi yang bersifat deskriptif, mempelajari tentang bagaimana

komoditas diproduksi, didisitribusi, dikonsumsi dalam keterbatasan sumber daya.

Disamping itu ada lagi yang disebut dengan Normative Economics, yaitu bidang

ilmu ekonomi yang lebih banyak membicarakan tentang “apa yang seharusnya

terjadi”, bukan apa yang terjadi. Normative economics selalu berkaitan dengan

norma-norma atau standar yang harus diterapkan, biasanya ketidaksesuaian

mengenai hal-hal normatif akan sulit diatasi dengan mempergunakan observasi

empiris. Normatif ekonomi merupakan ilmu ekonomi yang bersifat perspektif,

mempelajari bagaimana menentukan yang seharusnya. Misalnya hal mengenai

adanya pasar bebas bagi jasa pelayanan kesehatan merupakan hal yang berkaitan

dengan Normative economics, bila berhubungan dengan nilai kebebasan konsumen

untuk memilih. Sedangkan Positive economics bila berkaitan dengan bagaimana

perilaku pasar bebas dan bagaimana praktek sehari-hari.

Walaupun Positive Economics tidak menentukan bagaimana seharusnya sesuatu

dilaksanakan, akan tetapi bidang ini tetap penting bagi pembuatan kebijaksanaan.

Misalnya sebagai pedoman dalam memperkirakan akibat dari berbagai tujuan dan

kebijaksanaan yang telah dipilih.

Menurut UU kesehatan tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara

fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Mills dan Gillson (1999)

mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan teknik

ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Ekonomi kesehatan berhubungan dengan

hal-hal sebagai berikut:


1 Alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan

2 Jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan

3 Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan

4 Efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya

5 Dampak upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada

individu dan masyarakat (Mills & Gillson, 1999)

Ilmu ekonomi kesehatan merupakan ilmu-ilmu sosial yang berarti tidak bebas nilai,

dan merupakan salah satu cabang dari ilmu ekonomi seperti halnya cabang lainnya

seperti ilmu ekonomi lingkungan, welfares economics dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan status kesehatan akan

terlihat pada gambar di bawah ini:

III. Ekonomi Kesehatan

Menurut Mills dan Gillson (1999) mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai

penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Ekonomi

kesehatan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehtan.

2. Jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan.

3. Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan.

4. Efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya.

5. Dampak upaya pencegahan , pengobatan dan pemulihan kesehatan pada

individu dan masyarakat.

Menurut Kharman (1964) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu merupakan

aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan
berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada 4 bidang yang tercakup dalam

ekonomi kesehatan yaitu :

1. Peraturan (regulation)

2. Perencanaan (planning)

3. Pemeliharaan kesehatan ( the health maintenance ) atau organisasi

4. Analisis Cost dan benefict

Pembahasan dalam ilmu ekonomi kesehatan mencakup costumer (dalam hal ini

pasien / pengguna pelayanan kesehtan) provider ( yang merupkan profesional

investor, yang terdiri dari publik maupun private), pemerintah ( government).

Ilmu ekonomi kesehatan berperan dalam rasionalisasi pemilihan dan pelaksanaan

kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan terutama yang menyangkut

penggunaan sumber daya yang terbatas. Dengan diterapkannya ilmu ekonomi

dalam bidang kesehtan, maka kegiatan yang akan di laksanakan harus memenuhi

kriteria efisiensi atau apakah kegitan tersebut bersifat Cost Efective. Ada kalanya

menerapkan ilmu ekonomi harus memenuhi kriteria interest-eficient, sedangkan

pada kesehatan adalah interest-individu.

PPEKI (1989), menyatakan bahwa ilmu ekonomi kesehatan adalah penerapan ilmu

ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Perubahan mendasar terjadi pada

sektor kesehatan, ketikan sektor kesehatan menghadapi kenyataan bahwa

sumberdaya yang tersedia (khususnya dana) semakin hari semakin jauh dari

mencukupi. Keterbatasan tersebut mendorong masuknya disiplin ilmu kesehatan

dalam perencanaan, managemen dan evaluasi sektoe kesehatan.


Terdapat banyak definisi ekonomi kesehatan. Salah satunya mendefinsikan

ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari suplai dan demand sumber daya

pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap

populasi. Tentu saja definisi hanya merepresentasikan sebagian kecil topik yang

dipelajari dalam ekonomi kesehatan. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena

terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi

kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Sebagai

contoh:

1. Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang

tersebut karena menurunnya kemampuan untuk menikmati hidup,

memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif. Kesehatan

yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup

yang lebih produktif.

2. Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan

ancaman bagi orang lain.

3. Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat menular ke orang

lain. Misalnya, AIDS

4. Kepala rumah tangga pencari nafkah yang tidak sehat atau sakit

akan menyebabkan penurunan pendapatan keluarga, makanan

dan perumahan yang buruk bagi keluarga

5. Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota

keluarga yang sakit akan kehilangan waktu untuk mendapatkan

penghasilan dari pekerjaan


6. Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami

menurunan produktivitas

Jadi pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu

dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status

kesehatan penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan

pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara (Murti,2011).

IV. NEED, DEMAND, DAN WANT

Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan yang disecara objektif

dipandang terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need

biasanya ditentukan oleh dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung

pendidikan, peralatan, dan kompetensi dokter.

Demand (permintaan) adalah barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh

pasien. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter, dan juga

faktor lain seperti pendapatan dan harga obat. Demand berbeda dengan need dan

want. Wants (keinginan) adalah barang atau pelayanaan yang diinginkan pasien

karena dianggap terbaik bagi mereka (misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants

bisa sama atau berbeda dengan need (kebutuhan).(Murti,2011)

V. DEMAND DAN SUPPLY

Demand (permintaan) adalah apa yang diminta orang. Penyediaan (supply) adalah

apa yang disediakan. Salah satu prinsip ekonomi menyatakan, pada pasar sempurna

(perfect market), demanddan supply ditentukan secara independen. Artinya,

produsen menentukan supply, konsumen menentukan demand. Harga barang naik

atau turun hingga jumlah yang disuplai sama dengan jumlah yang diminta, yaitu
tercapainya ekuilbrium. Prinsip dasar ekonomi lainnya menyatakan, demand akan

sama dengan supply pada pasar sempurna. Meskipun demand dan supply

hkesehatan dan pelayanan kesehatan tidak mengikuti pasar sempurna, tetapi

bebrapa aspek suply da demand tetap berlaku.

Demand terhadap pelayanan kesehatan dapat dihitung berdasarkan:

1 Bed occupancy

2 Jumlah kunjungan rawat jalan

3 Jumlah tes diagnostik, dan sebagainya.(Murti,2011)

VI. Efektifitas dan Efisiensi Sistem Kesehatan

Sistem

Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam

pola tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or

elements in certain pattern of work). Berdasarkan pengertian ini dapat

diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem, yakni: (1) elemen, komponen

atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection, yaitu saling keterkaitan

antar komponen dalam pola tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen, komponen,

bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan

dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapi tujuan maka belum memenuhi

kriteria sebagai anggota suatu sistem.


Sistem Kesehatan

Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply

side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di

setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut,

dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material

Sistem kesehatan tidak terbatas pada seperangkat institusi yang mengatur,

membiayai, atau memberikan pelayanan, namun juga termasuk kelompok aneka

organisasi yang memberikan input pada pelayanan kesehatan, terutama sumber

daya manusia, sumber daya fisik (fasilitas dan alat), serta pengetahuan/teknologi

(WHO SEARO, 2000). Organisasi ini termasuk universitas dan lembaga pendidikan

lain, pusat penelitian, perusahaan kontruksi, serta serangkaian organisasi yang

memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.

WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang mana

mempunyai maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan.

Mengingat maksud tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja

pelayanan kesehatan formal, tapi juga tidak formal, seperti halnya pengobatan

tradisional. Selain aktivitas kesehatan masyarakat radisional seperti promosi

kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan

raya , pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan bagian dari

sistem.

Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan

kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumber daya dan stewardship/

regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk subsistem

dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-masing


fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri. Di bawah ini digambarkan bagaimana

keterkaitan antara fungsi-fungsi tersebut dan juga keterkaitannya dengan tujuan

utama Sistem Kesehatan.

VII. Sistem Kesehatan di Indonesia

Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem

kesehatan nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan dikenal

dengan nama SKN (Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN

tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat perubahan iklim politik di Indonesia

serta diterapkannya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999

(Adisamito, 2010).

Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang

mempunyai berbagai fungsi, yaitu:

1. Fungsi penyusun kebijakan dan regulator

2. Fungsi pelayanan

3. Fungsi pendanaan

4. Fungsi pengembangan sumber daya manusia

Level negara terdiri dari:

1. Desa

2. Kecamatan

3. Kabupaten

4. Propinsi

5. Negara
Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun

2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang

terdesentralisasi. Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan,

misalnya: rujukan kesehatan - rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke

pemerintah terbagi atas tingkatan:

1. Strata 1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik,

laboratorium, toko obat, optik, dan lain-lain

2. Strata 2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B,

apotik, laboratorium, toko obat, optik, balai-balai kesehatan

3. Strata 3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe

A dan B, apotik, laboratorium, toko obat, optik, pusat-pusat

unggulan nasional

Pelaku pelayanan meliputi:

1. Pelayanan Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan,

BP swasta, Puskesmas

2. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah

dan RS Swasta

3. Pelayanan Farmasi

4. Pelayanan Laboratorium, dan lain-lain


Fungsi lain adalah fungsi pendanan, yaitu:

1. Pemerintah pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal,

Subsidi ke RS, dan lain-lain

2. Pemerintah Daerah: APBD, termasuk Jamkesda

3. Masyarakat: Membayar langsung

4. Swasta: Memberikan sumbangan

Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Tanpa ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan

komoditi dagang

2. Hanya masyarakat mampu yang dapat menikmatinya

3. Masyarakat miskin tidak akan mendapat pelayanan

Mekanisme pendanaan pemerintah dapat dilihat dalam gambar berikut:

Fungsi berikutnya adalah Fungsi Sumber Daya Manusia:

1. Pendidikan tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas

2. Keperawatan dan lain-lain

3. Pendayagunaan dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses

rekrutmen, pengmbangan, penyebaran tenaga kesehatan, dll

VIII. Karakteristik Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi lainya.

Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak

sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki,


memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangat heterogen,

pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus

pelayanan kesehatan sebagai berikut (Santerre dan Neun, 2000):

1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan

kesehatan tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen

(pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan,

mengecap pelayanan kesehatan.

2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan

terjadi secara simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu,

untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan

dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.

3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk

digunakan pada saat dibutuhkan oleh pasien nantinya.

4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan

yang diterima pasien dari dari seorang dokter dari waktu ke

waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar

pasien, bervariasi.

Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan

kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat tidur

rumah sakit per 1,000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi atau

pembedahan per kapita).(Murti,2011)


IX. Ciri-ciri Sektor Kesehatan

Aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian terhadap

sifat dan ciri khususnya sektor kesehatan. Sifat dan ciri khusus tersebut

menyebabkan asumsi-asumsi tertentu dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak

seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk sektor kesehatan. (Lubis,2011)

Ciri khusus tersebut antara lain:

1. Kejadian penyakit tidak terduga. Adalah tidak mungkin untuk

memprediksi penyakit apa yang akan menimpa kita dimasa yang

akan datang, oleh karena itu adalah tidak mungkin mengetahui

secara pasti pelayanan kesehatan apa yang kita butuhkan dimasa

yang akan datang. Ketidakpastian (uncertainty) ini berarti adalah

seseorang akan menghadapi suatu risiko akan sakit dan oleh karena

itu ada juga risiko untuk mengeluarkan biaya untuk mengobati

penyakit tersebut.

2. Consumer Ignorance. Konsumer sangat tergantung kepada

penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Oleh karena pada

umumnya consumer tidak tahu banyak tentang jenis penyakit, jenis

pemeriksaan dan jenis pengobatan yang dibutuhkannya. Dalam hal

ini Providerlah yang menentukan jenis dan volume pelayanan

kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumer.

3. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makan, pakaian,

tempat tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar

manusia yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi,


terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini

menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering sekali

dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan atas dasar

kemampuan membayar (demand).

4. Ekstemalitas. Terdapat efek eksternal dalam penggunaan pelayanan

kesehatan. Efek eksternal adalah dampak positif atau negatif yang

dialami orang lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Misalnya

imunisasi dari penyakit menular akan memberikan manfaat kepada

masyarakat banyak. Oleh karena itu imunisasi tersebut dikatakan

mempunyai social marginal benefit yang jauh lebih besar

dari private marginal benefit bagi individu tersebut. Oleh karena itu

pemerintah harus dapat menjamin bahwa program imunisasi harus

benar-benar dapat terlaksana.

5. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai

ekstemalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai

“komodity masyarakat”, atau public goods. Oleh karena itu program

ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh

pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan

yang bersifat kuratif akan mempunyai ekstemalitas yang rendah

dan disering disebut dengan private good, hendaknya dibayar atau

dibiayai sendiri oleh penggunanya atau pihak swasta.

6. Non Profit Motive. Secara ideal memperoleh keuntungan yang

maksimal (profit maximization) bukanlah tujuan utama dalam


pelayanan kesehatan. Pendapat yang dianut adalah “Orang tidak

layak memeperoleh keuntungan dari penyakit orang lain”.

7. Padat Karya. Kecendrungan spesialis dan superspesialis

menyebabkan komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan

semakin besar. Komponen tersebut bisa mencapai 40%-60% dari

keseluruhan biaya.

8. Mixed Outputs. Yang dikonsumsi pasien adalah satu paket

pelayanan, yaitu sejumlah pemeriksaan diagnosis, perawatan,

terapi dan nasihat kesehatan. Paket tersebut bervariasi antara

individu dan sangat tergantung kepada jenis penyakit.

9. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Dalam jangka

pendek, upaya kesehatan terlihat sebagai sektor yang sangat

konsumtif, tidak memberikan return on investment secara jelas.

Oleh sebab itu sering sekali sektor kesehatan ada pada urutan

bawah dalam skala prioritas pembangunan terutama kalau titik

berat pembangunan adalah pembangunan ekonomi. Akan tetapi

orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan

manusia, maka pembangunan sektor kesehatan sesuangguhnya

adalah suatu investasi paling tidak untuk jangka panjang.

10. Restriksi berkompetisi. Terdapat pembatasan praktek

berkompetisi. Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam

pelayanan kaesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme

pasar untuk komodity lain. Dalam mekanisme pasar, wujud

kompetisi adalah kegiatan pemasaran (promosi, iklan dan


sebagainya). Sedangkan dalam sektor kesehatan tidak pernah

terdengar adanya promosi discount atau bonus atau banting harga

dalam pelayanan kesehatan. Walaupun dalam prakteknya hal itu

sering juga terjadi dalam pelayanan kesehatan.

11. Banyak teori dan praktek yang telah dikembangkan dibidang ini,

walaupun dalam banyak hal kerangka ilmu (body of

knowledge) nya masih relatif kecil dibandingkan dengan

subdisiplin ekonomi yang lain. (Lubis,2009)

X. Efisiensi Sistem Kesehatan

Ada beberapa aspek sistem kesehatan yang dapat dilihat efisiensinya yakni sebagai

berikut :

1. Efisiensi produktif. Sebuah puskesmas atau RS mencapai

efisiensi produktif jika memproduksi kuantitats output dengan

kuantitas input seminimal mungkin, atau memproduksi

semaksmimal mungkin kuaantitas output dengan kuantiats input

yang tersedia (Clewer dan Perkins, 1998). Pada setting

Puskesmas, output tersebut msailnya “jumlah pasien yang

diobati”

2. Efisiensi teknis. Sebuah puskesmas atau RS mencapai efisiensi

teknis jika memproduksi kuantitats output dengan kombinasi

biaya seminimal mungkin, atau memproduksi semaksmimal

mungkin kuaantitas output dengan biaya yang tersedia (Clewer

dan Perkins, 1998).


3. Efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif terjadi jika, dengan distribusi

pendapatan yang ada di masyarakat, tidak mungkin

merealokasikan sumber daya untuk meningkatkan

kesejahteraan seorang (dalam arti kepuasan yang diperoleh dari

mengkonsumsi barang) tanpa menyebabkan kesejahteraan

paling tidak seorang lainnya menjadi lebih buruk. Efisiensi

alokatif terjadi jika input maupun output digunakan sebaik

mungkin dalam ekonomi sehingga tidak mungkin lagi diperoleh

perbaikan kesjahteraan.

XI. Keseimbangan Pasar

Keseimbangaan Ekonomi

Keseimbangan ekonomi adalah keadaan di mana kekuatan ekonomi yang seimbang

dan tidak adanya pengaruh eksternal, (keseimbangan) nilai dan variabel ekonomi

tidak akan berubah. Ini adalah titik di mana kuantitas yang diminta dan kuantitas

yang ditawarkan sama. Keseimbangan pasar, misalnya, mengacu pada suatu kondisi

dimana harga pasar yang dibentuk melalui kompetisi seperti bahwa jumlah barang

atau jasa yang dicari oleh pembeli adalah sama dengan jumlah barang atau jasa yang

dihasilkan oleh penjual. Pasar suatu macam barang dikatakan berada dalam

keseimbangan (equilibrium) apabila jumlah barang yang diminta di pasar tersebut

sama dengan jumlah barang yang ditawarkan. Secara matematik dan grafik hal ini

ditunjukkan dengan kesamaan D = S, yakni pada perpotongan kurva permintaan

dengan kurva penawaran. Pada posisi keseimbangan pasar ini tercipta harga
keseimbangan (equilibrium price) dan jumlah keseimbangan (equilibrium

quantity).

Harga Keseimbangan (equilibrium price) dan jumlah keseimbangan suatu komoditi

ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar dari komoditi yang bersangkutan

dalam suatu sistem bebas usaha. Harga keseimbangan adalah tingkat harga dimana

jumlah suatu komoditi yang ingin dibeli oleh konsumen dalam suatu saat tertentu

tepat sebanding atau sama dengan jumlah penawaran yang ingin ditawarkan oleh

para produsen. Pada tingkat harga yang lebih tinggi jumlah barang yang diminta

akan lebih sedikit dari pada jumlah yang ditawarkan. Akibatnya terjadi

kelebihan (surplus) yang akan menekan harga ke arah tingkat keseimbangan.

Ditingkat harga yang berada dibawah tingkat keseimbangan, jumlah barang yang

diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Maka akibat yang ditimbulkan yakni

kekurangan (shortage) akan mendorong harga naik menuju tingkat keseimbangan.

Jadi harga keseimbangan, sekali dicapai akan cenderung bertahan.

Catatan:

1. Pasar adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran akan sesuatu

barang. Pasar tidak harus banyak pembeli dan ditempat tertentu, tetapi

pasar bisa terjadi hanya oleh satu orang pembeli dan penjual.

2. Seorang pembeli yang memiliki penilaian subyektif tinggi terhadap suatu

barang, dia berani membeli dengan harga tinggi, dalam kurva permintaan

terletak dibagian atas. Sebaliknya seorang pembeli yang memiliki penilaian

subyektif rendah terhadap suatu barang, dia mempunyai permintaan harga

yang rendah, dalam kurva permintaan terletak dibagian bawah.


3. Seluruh titik kurva permintaan konsumen menggambarkan permintaan

berbagai konsumen berdasarkan penilaian subyektif yang terungkap dalam

harga permitaannya. Harga dipengaruhi oleh biaya produksi, pengusaha

yang biaya produksi rendah akan menawarkan harga rendah dan sebaliknya.

Seluruh titik kurva penawaran pengusaha menggambarkan berbagai

konsumen harga penawaran berbagai pengusaha yang besarnnya ditentukan

oleh biaya produksi masing-masing.

4. K adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran. Pada situasi

tersebut, pembeli dengan penilaian subyektif lebih rendah, tidak akan

membeli barang. Pengusaha yang biaya produksi lebih mahal tidak akan

menawarkan barangnya.

5. Pembeli yang memiliki penilaian subyektif sama dengan harga pasar

disebut pembeli marjinal, bila harga naik diatas harga tersebut dia tidak akan

membeli. Penjual yang biaya produksi sama dengan harga pasar tidak akan

menawarkan barangnya jika harganya dibawah batas tersebut.

6. Permintaan yang didukung dengan daya beli paling sedikit sama dengan

harga pasar disebut sebagai permintaan efektif. Permintaan efektif akan

bertambah bila harga naik dan sebaliknya.


Keadilan (Equity) yang perlu dicapai dalam Ekonomi Kesehatan

Keseimbanagn pasar dalam ekonomi kesehatan lebih kepada keadilan yang harus

dicapai. Keadilan (equity) tidak sama dengan kesamaan (equality). Untuk bisa adil

tidak harus semua mendapatkan porsi yang sama.

1. Horizontal equity. “Equal treatment for equaal need/ condition”

2. Vertical equity. “Unequal treatment for unequal need/ condition”,

dan “Health financing based on ability to pay”.

Ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari suplai dan demand sumber daya

pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap

populasi. Tentu saja definisi hanya merepresentasikan sebagian kecil topik yang

dipelajari dalam ekonomi kesehatan. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena

terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi

kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan.

Ada beberapa aspek sistem kesehatan yang dapat dilihat efisiensinya yakni efisiensi

produktif, efisiensi teknis, dan efisiensi alokatif. Kemajuan intervensi di bidang

pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit (ilmu kedokteran) tidak akan

mampu meningkatkan status kesehatan masyarakat secara adil (equal) bila tidak

dibarengi dengan pengelolaan sistem kesehatan yang tepat, yaitu dengan

memaksimalkan manfaat untuk kepentingan masyarakat banyak. Sistem kesehatan

yang teapt juga akan membuat suatu negara mencapai tujuan normatif sistem

kesehatan, yakni peningkatan efisiensi, mutu, ekuitas, dan kesinambungan

pelayanan kesehatan.
Keseimbangan ekonomi adalah keadaan di mana kekuatan ekonomi yang seimbang

dan tidak adanya pengaruh eksternal, (keseimbangan) nilai dan variabel ekonomi

tidak akan berubah. Ini adalah titik di mana kuantitas yang diminta dan kuantitas

yang ditawarkan sama. Keseimbangan pasar, misalnya, mengacu pada suatu kondisi

dimana harga pasar yang dibentuk melalui kompetisi seperti bahwa jumlah barang

atau jasa yang dicari oleh pembeli adalah sama dengan jumlah barang atau jasa yang

dihasilkan oleh penjual.

XII. Teori Permintaan

Seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan

dilakukan adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain

itu juga dilihat apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika

harganya tidak sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan

(Samuelson & Nordhaus, 1992), yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang

atau jasa naik, maka jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen akan

mengalami penurunan. Dan sebaliknya bila harga dari suatu barang atau jasa turun,

maka jumlah barang dan jasa yang dimintai konsumen akan mengalami kenaikan

(ceteris paribus).

Permintaan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen

mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli , pada

tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan

suatu barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk

terjadinya permintaan (Turner, 1971) dalam (Salma, 2004).


Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu

komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang

diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan (Sugiarto, 2005). Dalam

teori permintaan beberapa istilah perlu diketahui seperti permintaan, hukum

permintaan, daftar permintaan, kurva permintaan, permintaan dan jumlah barang

yang diminta dan sebagainya.

Permintaan/ demand adalah sejumlah barang atau jasa yang diminta oleh

konsumen pada beberapa tingkat harga pada suatu waktu tertentu dan pada tempat

atau pasar tertentu (Palutturi, 2005). Menurut Lipsey (1990), demand adalah

jumlah yang diminta merupakan jumlah yang diinginkan. Jumlah ini adalah berapa

banyak yang akan dibeli oleh rumah tangga pada harga tertentu suatu komoditas,

harga komoditas lain, pendapatan, selera, dan lain-lain.

Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang

yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya: harga, pendapatan,

selera dan harapan-harapan untuk masa mendatang (Arsyad, 1991 : 22).

Hubungan antara harga satuan komoditas (barang dan jasa) yang mau

dibayar pembeli dengan jumlah komoditas tersebut dapat disusun dalam suatu

tabel yaitu daftar permintaan. Data yang diperoleh dari daftar permintaan tersebut

dapat digunakan pula untuk menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu

komoditas dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta dalam suatu kurva

permintaan. Perlu dibedakan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta.

Permintaan adalah keseluruhan daripada kurva permintaan sedangkan jumlah


barang yang diminta adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga

tertentu (Sugiarto, 2005).

Kurva permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke kanan sebagai efek faktor

bukan harga. Secara umum faktor penentu permintaan yaitu harga barang itu

sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan

rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan

dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai

keadaan di masa yang akan datang (Palutturi, 2005).

Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang

menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya

terhadap perubahan permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas

permintaan dapat dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga ( price

elasticity of demand), elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income

elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of

demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa besar

perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi

elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah

komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan

asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan hasil

bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan

suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah

komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga (Sugiarto,

2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan yaitu banyaknya

barang pengganti yang tersedia, jumlah penggunaan barang tersebut, besarnya

persentase pendapatan yang dibelanjakan dan jangka waktu dimana permintaan itu

di analisis (Tri kunawangsih & Antyo Pracoyo, 2006).

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan atas suatu

komoditas sebagai akibat dari perubahan pendapatan konsumen dikenal dengan

elastisitas permintaan terhadap pendapatan. Elasisitas permintaan terhadap

pendapatan merupakan suatu besaran yang berguna untuk menunjukkan

responsivitas konsumsi suatu komoditas terhadap perubahan pendapatan (income)

(Sugiarto, 2005).

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu

komoditas apabila terjadi perubahan harga komoditas lain dinamakan elastisitas

permintaan silang. Koefisien elastisitas permintaan silang sering digunakan untuk

mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi diantara berbagai

komoditas (Sugiarto, 2005).

XIII. Perdebatan Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana

individu disisi masyarakat melakukan pilihan. Dilihat dengan atau tanpa

menggunakan sarana alat tukar (uang) guna memanfaatkan sumber daya yang

langka dalam menghasilkan berbagai barang dan jasa, dan mendistribusikannya

diantara mereka bagi keperluan konsumsi, pada waktu sekarang atau dimasa yang

akan datang, diantara berbagai individu dan kelompok – kelompok masyarakat


(Samuelson, 1979). Dari penjelasan tesebut, ada 1 hal yang masalah utama yang

dihadapi manusia disegala bidang yaitu memanfaatkan segalanya atau scarcity.

Dari masalah utama itulah, lahir 2 alasan yang mendasari kehadiran ilmu

ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Pertama, adanya

keterbatasan sumber daya bagi kehidupan, masyarakat, organisasi dan setiap

individu. Kedua, kenyataan bahwa kebutuhan (needs) dan keinginan (wants)

manusia dan masyarakat tidak dapat terpenuhi dengan sempurna. Dari kedua

alasan tersebut naka proses pilihan harus dilakukan (Andhika, 2010).

Grossman (1972) dalam penelitian yang sangat berpengaruh dalam

khasanah ekonomi kesehatan menggunakan teori modal manusia (human capital)

untuk menggambarkan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan

kesehatan. Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk

bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan.

Grossman menguraikan bahwa demand untuk kesehatan memiliki beberapa hal

yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain: yang

diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan, bukan pelayanan

kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk

menghasilkan kesehatan. Dengan demikian, demand untuk pelayanan rumah sakit

pada umumnya berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel; masyarakat tidak

membeli kesehatan dari pasar secara pasif. Masyarakat menghasilkannya,

menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping

menggunakan pelayanan kesehatan; kesehatan dapat dianggap sebagai bahan


investasi karena tahan lama dan tidak terdepresiasi dengan segera; kesehatan dapat

dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.

Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat

dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg

phenomenon. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar

seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konseptual, need akan jasa

pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit

puncaknya terlihat sebagai demand (Palutturi, 2005).

Dalam pemikiran yang rasional semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan

merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan.

Latar belakang inilah yang membuat orang ingin menjadi sehat. Ada keinginan yang

bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand utuk menjadi sehat tidaklah

sama antarmanusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung dari

kesehatannya tentu akan mempunyai demand yang lebih tinggi akan status

kesehatannya (Palutturi, 2005).

Menurut teori Blum dalam Palutturi (2005), kesehatan dipengaruhi oleh

keturunan, lingkungan hidup, perilaku dan pelayanan kesehatan. Akan tetapi

konsep ini dinilai sulit untuk menerangkan hubungan antara demand terhadap

kesehatan dengan demand terhadap jasa pelayanan kesehatan. Untuk menerangkan

hubungan tersebut, digunakan konsep yang berasal dari prinsip ekonomi.

Pendekatan ekonomi menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk

bekerja. Jasa pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit merupakan salah satu

input dalam proses menghasilkan hari-hari sehat.


Dengan konsep ini, maka jasa pelayanan kesehatan merupakan salah satu

input yang digunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan kesehatan.

Demand terhadap jasa pelayanan pada rumah sakit tergantung terhadap demand

akan kesehatan sendiri (Palutturi, 2005).

XIV. Perdebatan Teori Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan manusia sangatlah beragam dari kebutuhan yang paling

mendasar (fisiologis) yang lebih diarahkan pada upaya mempertahankan

kelangsungan hidup sampai dengan kebutuhan manusia akan keindahan. Upaya

pengklasifikasian kebutuhan manusia telah banyak dilakukan oleh psikolog, antara

lain oleh Abraham Maslow pada tahun 1970 dengan hipotesisnya kebutuhan

diorganisir sedemikian rupa untuk menetapkan prioritas dan hierarki kepentingan.

Menurut Maslow terdapat lima tingkatan kebutuhan yang berjajar dalam prioritas

dari urutan terendah hingga urutan yang tertinggi. Tingkatan-tingkatan ini masuk

kedalam tiga tingkatan kategori dasar, yaitu (1) kelangsungan hidup dan keamanan,

(2) interaksi manusia, cinta dan afilasi, (3) aktualisasi diri (kompetensi, ekspresi

diri dan pengertian) (Andhika: 2010).

Maslow mengidentifikasikan hierarki tujuh tingkatan kebutuhan yang

disusun berjenjang dengan urutan manusia. Orang akan tetap berada dalam sebuah

tingkat kebutuhannya dalam tingkat itu terpuaskan. Kemudian kebutuhan yang

baru muncul pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk kebutuhan pengetahuan dan

keindahan diidentifikasikan Maslow sebagai tambahan kebutuhan kognitif bagi

sejumlah orang yang memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Andhika: 2010).


Dalam konteks kebutuhan Maslow, kesehatan merupakan bagian dari

kebutuhan fisiologis yang paling mendasar di samping kebutuhan fisiologis lainnya

seperti makan, minum dan perumahan. Menurut Mills dan Gilson (1990) kesehatan

merupakan suatu kebutuhan (need) yang diartikan secara umum yang merupakan

perbandingan antara situasi nyata dan standar teknis tertentu yang telah disepakati.

Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt need) yaitu

kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga keputusan untuk

memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi

normatif dan kebutuhan yang dirasakan (Andhika: 2010).

XV. Perbedaan permintaan (demand), kebutuhan (need), dan keinginan (wants) atas

kesehatan.

Dalam manajemen pemasaran (Kasali, 2000) terdapat dua konsep yang

sangat mendasar yaitu kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan

adalah hal-hal yang mendasar yang dibutuhkan makhluk hidup untuk

melangsungkan kehidupannya. Tanaman membutuhkan air, tanah, pupuk dan

udara untuk hidup. Manusia tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman,

tetapi juga cinta, penghargaan, persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau

kebutuhan itu tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang

dirasakan kurang dalam kehidupannya. Kebutuhan manusia amat bervariasi dan

kompleks.

Sedangkan keinginan adalah pernyataan manusia terhadap kebutuhan-

kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan kepribadiannya. perbedaannya

dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk melangsungkan

kehidupannya.
Untuk membahas pengertian ini, model dari Cooper (Posnett 1988) dalam

Palutturi (2005) juga sangat menarik untuk dibahas. Dalam model Cooper,

keinginan (wants) diartikan sebagai keinginan seseorang untuk menjadi lebih sehat

dalam hidup. Keinginan ini didasarkan pada penilaian diri terhadap status

kesehatannya. Permintaan (demand) merupakan keinginan untuk lebih sehat

diwujudkan dalam perilaku mencari pertolongan tenaga kedokteran. Sedangkan

kebutuhan (needs) adalah keadaan kesehatan yang dinyatakan oleh tenaga

kedokteran harus mendapatkan penanganan medis.

Persoalan kesehatan, kebutuhan (need) pelayanan kesehatan dan

permintaan (demand) pelayanan kesehatan merupakan tiga konsep berbeda di

dalam ekonomi kesehatan yang harus dijelaskan untuk menghindari kerancuan

karena ketiga istilah tersebut kerap digunakan secara bergantian satu sama lain.

Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan

kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan

pelayanan kesehatan timbul melalui proses perubahan persoalan kesehatan

menjadi persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan dengan merasa

dibutuhkannya pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan

aktual. Dalam upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi

suatu bentuk permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan

(willingness) dan kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah

jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan (Andhika, 2010).

Dengan memahami konsep kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan

yang diperlukan dapat dijelaskan tentang mengapa dan bagaimanam kerap timbul

kesenjangan dalam banyak hal antara penyedia (provider) dan konsumen


pelayanan kesehatan. Kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan, misalnya

timbul akibat kuantitas pelayanan yang diinginkan masyarakat (dalam membentuk

kesediaan untuk membayar) dan kuantitas pelayanan professional yang seharusnya

mereka inginkan jarang bertemu dan bersesuaian.

XVI. Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Prinsip dasar teori ekonomi menyatakan bahwa suatu barang atau jasa

sebagai faktor produksi mempuyai harga dapat ditukar dengan barang lain atau

mempunyai kegunaan dan bersifat langka (jumlah yang tersedia sangat sedikit

dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan). Debreu (1959) dalam Palutturi

(2005) mengemukakan bahwa sesuatu dapat dikategorikan sebagai komoditas bila

memiliki sifat temporary (mempunyai jangka waku penggunaan), spatially

(membutuhkan tempat untuk memakainya), dan physically (mempunyai ukuran ,

jam kerja tertentu dalam pemakiannya).

Kriteria tersebut dimiliki oleh jasa pelayanan kesehatan dan karenanya

dapat dikatakan sebagai komoditas ekonomi yang dikonsumsi individu atau rumah

tangga. Adanya demand terhadap jasa pelayanan kesehatan menurut Grossman

(1972) karena kesehatan merupakan komoditas yang harus dibeli ( consumption

commodity) sebab dapat membuat pembelinya merasa dirinya lebih baik dan

nyaman. Kesehatan dianggap sebagai suatu investasi (investment commodity)

artinya bila keadaan sehat maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara

produktif sehingga secara tidak langsung merupakan investasi.

Meskipun jasa pelayanan kesehatan merupakan suatu komoditas ekonomi,

namun memiliki perbedaan dengan komoditas ekonomi pada umumnya karena

adanya karakteristik tersendiri berupa demand terhadap jasa pelayanan kesehatan


timbul akibat adanya permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur

seseorang bisa merupakan mulai menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik;

demand terhadap jasa pelayanan kesehatan mempunyai faktor-faktor eksogen

antara lain ketidak tahuan pasien-pasien sehingga penderita mendelegasikan

keputusannya kepada petugas kesehatan (dokter/ paramedik), faktor penghasilan

pemakai jasa pelayanan kesehatan dan sebagainya; dan demand terhadap jasa

pelayanan kesehatan melibatkan banyak hal, antara lain penyediaan dan tingkat

keterampilan petugas kesehatan yang ada, dimana peran ganda yang dimilikinya

(penyedia jasa pelayanan medis dan wakil pasien) dapat menciptakan motif

ekonomi berupa jasa pelayanan kesehatan yang berlebih-lebihan (unnecessary

procedure) Amran Razak (2000) dalam Haeruddin (2007).

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005)

menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan

terhadap pelayanan kesehatan yaitu kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian

pribadi akan status kesehatan, variabel-variabel ekonomi tariff, penghasilan

masyarakat, Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan, variabel-variabel

demografis dan umur dan jenis kelamin. Disamping faktor-faktor tersebut masih

ada faktor lain misalnya: pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas jasa

pelayanan kesehatan, serta pengaruh inflasi.

Faktor pertama dan kedua sangat erat hubungannya. Kebutuhan berbasis

pada aspek fisiologis menekankan pentingnya keputusan petugas medis yang

menentukan perlu tidaknya seseorang mendapatkan pelayanan medik. Keputusan

petugas medik ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan status

kesehatannya. Dari situasi ini maka demand pelayanan kesehatan dapat


ditingkatkan atau dikurangi. Faktor-faktor ini dapat diwakilkan dalam pola

epidemiologi yang seharusnya diukur berdasarkan kebutuhan masyarakat

(Palutturi: 2005).

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Andhika (2010), ada beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap jumlah permintaan pemeliharaan pelayanan

kesehatan (Quantity demanded) seperti harga pembayaran secara langsung oleh

rumah tangga, pendapatan bersih (real income), biaya waktu (time cost), termasuk

di dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin

di tambah biaya pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer,

selera dan preferensi, termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan

gaya hidup, fisik dan mental hidup, status kesehatan serta kualitas pelayanan

(quality of care).

Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara teori

permintaan dengan jasa pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat

dipengaruhi oleh pendapatan, sarana dan kualitas pelayanan kesehatan.

Pendapatan memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya permintaan akan

pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Harga

berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan.

Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok

yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan

tinggi. Sulitnya pencapaian sarana pelayanan kesehatan secara fisik akan

menurunkan permintaan. Kemanjuran dan kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk meminta

pelayanan dan pemberi jasa tertentu.


Ada 2 pendekatan yang lazim digunakan dalam membahas permintaan

(demand) terhadap jasa pelayanan kesehatan. Pertama yaitu teori agency

relationship atau yang lebih dikenal dengan supplier - induced demand model.

Sedangkan pendekatan yang kedua yaitu investment model yang diajukan oleh

Grossman (1972).

Supplier Induced Demand menggambarkan suatu keadaan dimana seorang

dokter menetapkan demand pasiennya dengan cara tidak berbasis pada need.

Penetapan ini dilakukan dengan basis usaha meningkatkan demand dari tingkat

yang seharusnya. Dengan demikian istilah terjemahannya adalah “dokter

meningkatkan demand” pasiennya.

Supplier Induced Demand terjadi akibat tidak seimbangnya informasi yang ada

pada dokter dengan pasiennya (Rice 1998). Dokter meningkatkan demand

pasiennya berbasis pada motivasi ekonomi untuk meningkatkan pendapatannya.

Folland dkk (2001), memberikan suatu pernyataan bahwa supplier induced

demand adalah penyalahgunaan hubungan dokter-pasien oleh dokter dalam usaha

memperoleh keuntungan pribadi dokter. Supplier induced demand terutama terjadi

pada sistem pembayaran fee-for-service. Apabila tidak terdapat etika yang kuat,

maka dengan mudah akan terjadi penyimpangan profesi seperti: diperiksanya

pasien dengan USG walaupun secara medis tidak memerlukan pemeriksaan

tersebut.

Dengan bergesernya sifat rumah sakit menjadi suatu lembaga ekonomi,

maka risiko penyimpangan profesi akan semakin tinggi akibat tuntutan investasi.

Pada kasus diatas. Apabila pembelian USG dilakukan atas dasar pinjaman kredit

bank, maka kaidah-kaidah investasi harus diperhatikan misalnya melalui pay-back


period. Prinsip bahwa “bangsal rumah sakit harus diisi” dapat mendorong

terjadinya Supplier Induced Demand”.

Sebaliknya dapat terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai Supplier

Reduced Demand. Supplier Reduced Demand mencerminkan keadaan dimana

justru dokter atau rumah sakit menetapkan demand di bawah yang seharusnya.

Pada kasus pasien yang seharusnya diperiksa menggunakan USG. Akan tetapi

mungkin re-imburstment asuransi kesehatan yang dimiliki perusahaan tersebut

memberikan ganti rugi yang di bawah unit cost pemerikasaan USG. Rumah sakit

akan rugi jika menggunakan USG untuk pasien tersebut.

Secara perhitungan ekonomi, tidak diperiksanya dengan USG akan

menghindarkan rumah sakit dari kerugian. Dengan demikian need pasien tersebut

tidak dapat terwujud sebagai demand.

Contoh lain adalah pada sistem pembayaran rumah sakit yang berbasis pada

anggaran. Apabila rumah sakit dapat menyelenggarakan pelayanan di bawah

anggaran, misalnya 90% maka 10% sisanya dapat masuk sebagai jasa rumah sakit.

Dengan konsep seperti ini rumah sakit akan mempunyai insentif untuk melakukan

Supplier Reduced Demand.

Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut ada pada asumsinya

tentang kedudukan pasien dalam model tersebut. Pada pendekatan pertama,

peranan pasien begitu kecil dibandingkan pada ahli kesehatan/ dokter dalam

membentuk permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sementara Grossman

menyatakan bahwa konsumen (pasien) cukup memiliki informasi dan kebebasan

dalam menentukan permintaannya.


Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut ada pada asumsinya

tentang kedudukan pasien dalam model tersebut. Pada pendekatan pertama,

peranan pasien begitu kecil dibandingkan pada ahli kesehatan/ dokter dalam

membentuk permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sementara Grossman

menyatakan bahwa konsumen (pasien) cukup memiliki informasi dan kebebasan

dalam menentukan permintaannya.

XVII. Karakteristik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Konteks Ekonomi

Pokok bahasan dalam ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada demand,

supply dan distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan

bukan kesehatan itu sendiri Dari sudut pandang demand, masyarakat ingin

memperbaiki status kesehatannya, sehingga mereka membutuhkan pelayanan

kesehatan sebagai salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih

tinggi. Sedangkan dari sudut pandang supply / produksi utama dari pelayanan

kesehatan adalah kesehatan dan sekaligus menghasilkan outpun lainnya. Kesehatan

sendiri tidak dapat diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak

dapat secara langsung dibeli atau dijual di pasar kesehatan merupakan salah satu

ciri komoditi. Singkatnya kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Kesehatan hanya

memiliki value in use dan bukannya value in exchange (Tjiptoherijanto, 1990 dalam

Andhika, 2010).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan

kesehatan hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat

kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi.

Menterjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan

melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status
kesehatan saat ini, informasi status kesehatan yang lebih baik informasi tentang

macam pelayanan yang tersedia,tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain

sebagainya. Hal ini disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan

mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan

kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan

uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan

dan kesehatan.

Jasa pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan jasa pelayanan

ekonomi lainnya. Jasa pelayanan kesehatan atau jasa pelayanan medis sangat

heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan

memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seorang. Karena

sifatnya yang sangat heterogen, jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara

kuantitatif.

Beberapa karakteristik khusus jasa pelayanan kesehatan yaitu intangibility,

inseparability, inventory, dan inkonsistensi (Santerre dan Neun, 2000) dalam

Andhika (2010). Intangibility merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan

yang tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat,

mendengar, membau, merasakan, atau mengecap jasa pelayanan kesehatan.

Inseparability yaitu karakteristik dimana produksi dan konsumsi jasa pelayanan

kesehatan terjadi secara simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk

dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat

yang sama digunakan oleh pasien. Inventory merupakan karakteristik dimana jasa

pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan

oleh pasien nantinya. Inkonsistensi merupakan karakteristik jasa pelayanan


kesehatan dimana komposisi dan kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima

pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun jasa pelayanan kesehatan

yang digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya jasa

pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau

tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi

atau pembedahan per kapita) (Palutturi: 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Adisamito, Wiku. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta : Rajawali Press.

Effendi, Ferry, & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas:Teori dan

Praktik dalam Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Lubis, Ade Fatma. 2009. Ekonomi Kesehatan. Medan: USU Press

Murti, Bhisma. 2011. Ekonomi Kesehatan. Diakses dari website

: www.fk.uns.ac.id pada tanggal 07 April 2014 jam 08.00 WIB

Longenecker, Justin G. 2001. Kewirausahaan : Manajemen usaha kecil. Jakarta :

Salemba 4.

Siswanto. 2007. Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan

Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 57, Nomor: 3. Diakses dari

Website : www.googlescholar.com pada tanggal 14 April 2014.

Trisnantoro, Laksono. 2011. Memahmi Sistem Kesehatan. Diakses dari

website www.kebjikan.kesehatan.indonesia.org pada tangga; 14 April 2014

Yuwono, Slamet Riyadi. Ekonomi Kesehatan (Health Economic) dan

Kewirausahaan (Entrepreneurship). PPT Dosen IKM KP – FK. UNAIR

- See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2014/08/konsep-dasar-

ekonomi-kesehatan.html#sthash.DGrDAJZI.dpuf

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai